FARMAKOTERAPI
“SEPTICEMIA”
Disusun Oleh :
KELOMPOK VII (TUJUH)
1. Zainuddin Ahmad (O1A116078)
2. Ayustin Nur Hajar (O1A117086)
3. Dindha Permata Hati (O1A117087)
4. Ega Tri Kutianti (O1A117088)
5. Ending Sulistyo Sumirto (O1A117090)
6. Fenny Risky Febriani Azmas (O1A117091)
7. Hartina (O1A117095)
8. Hesti Sari (O1A117096)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Rumusan Masalah ................................................................................
Tujuan ..................................................................................................
Manfaat ................................................................................................
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Patofisiologi .......................................................................................
2.2. Gejala Klinik ......................................................................................
2.3. Sasaran dan Strategi Terapi ................................................................
2.4. Penatalaksanaan dan Evaluasi Obat ....................................................
2.5. Kasus Klinik ........................................................................................
2.6. Pembahasan .........................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui patofisiolog septicemia.
2. Untuk mengetahui gejala klinik septicemia.
3. Untuk mengetahui sasaran dan strategi terapi.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan evaluasi obat.
5. Untuk mengetahui kasus klinik septicemia.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi septicemia.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui gejala klinik septicemia.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui sasaran dan strategi terapi.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dan evaluasi obat.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui kasus klinik septicemia.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Patofisiologi
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini
akan memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan
antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang
berinteraksi dengan sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi, mobilisasi dari
isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini
meliputi sitokin-sitokin seperti tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease,
leukotrien, kinin, reactive oxygen species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet
activating factor, dan eikosanoid.Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α,
interleukin-1β, dan interleukin-6 akan mengaktifkan rantai koagulasi dan
menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC), adalah
modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan proses
fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan inflamasi.
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses
tersebut. Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan
terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan
kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
Gangguan endotelial ini memegang peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan
hipoksia jaringan Global. (Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar di
bawah ini) (Suparto dkk.,2018).
2.2 Gejala Klinik
Gejala awal sepsis merupakan gejala dari infeksi. Infeksi dapat terjadi di
seluruh tubuh, sehingga gejalanya pun berbeda-beda tergantung dari bagian
tubuh yang mengalami infeksi. Ada beberapa gejala yang bisa terjadi saat infeksi,
antara lain:
Demam
Nyeri otot
Lemas
Batuk
Diare
(Alodokter, 2019)
b. Terapi nonfaramkologi
1. Mencegah dehidrasi dan gagal ginjal akut
2. Menjaga tekanan darah agar tetap normal
3. Menjaga aliran oksigen
4. Mempertahankan kadar gula darah normal
5. Nutrisi
(Alodokter, 2019).
b. Evaluasi Obat
1. Obat Vasopresin – Simpatomimetik Amin
Bila keadaan tak dapat diatasi dengan pemberian cairan saja, maka
perlu diberi obat vasopresor, golongan simpatomimetik amin yang sering
dipakai pada gangguan hemodinamik syok. Obat yang semula dipakai adalah
epinefrin dan norepinefrin. Norepinefrin mempunyai efek vasokonstriktor
kuat. Ekstravasasi di sekitar infus akan dapat berakibat nekrosis. Kedua obat
ini dapat meningkatkan iritabilitas miokard. Alternatif obat yang lain adalah
isoproterenol, dopamin dan dobutamin. Obat-obat tersebut mempunyai efek
inotropik, dan melalui reseptor beta dapat memberikan efek meningkatkan
perfusi jaringan. Dopamin mempunyai efek vasodilatasi renal, jantung dan
serebral; menigkatkan tekanan sistolik dan denyut jantung; serta mengurangi
aliran darah ke jaringan otot. Dibandingkan dopamin, dobutamin mempunyai
efek chronotropik lebih kecil, sedangkan efek lainnya sama. Norepinefrin
biasanya dipergunakan bila dopamin dan dobutamin tak berhasil
meningkatkan tekanan darah sistemik. Dosis yang dianjurkan adalah sebagai
berikut:
a. Dopamin : 2-25 mg/kg/menit di dalam cairan infus (Dextrose 5% atau
normal salin) tiap 15-20 menit sampai tekanan sistolik lebih dari 90
mmHg, dan produksi urine lebih dari 30 ml/jam. Dopamin bila diberi
dosis 5-10 mikrogram/kg/menit, mempunyai efek merangsang reseptor
beta, sehingga meningkatkan dilatasi splanknik, renal dan serebral arteriol.
Dosis yang lebih besar menyebabkan rangsang pada reseptor alfa dan
menyebabkan vasokonstriksi yang dapat berakibat gangren.
b. Dobutamin : 2-25 mg/kg/menit, titrasi sama dengan dopamin. Dengan
dosis 2-10 mg/kg/menit, akan bekerja primer pada reseptor beta
adrenergik (β1 dan β2), berguna pada pasien dengan cardiac output
rendah.
c. Isoproterenol : 5 mg/kg/menit, efek dilihat tiap 15-25 menit dan dosis
diduakalikan bila perlu.
Simpatomimetik amin mempunyai efek lain, yakni pada saluran
nafas/paru, gula darah dsb. Faktor kritis penting adalah pemberian cairan
harus cukup. Bila cairan intravaskuler masih kurang maka vasodilatasi oleh
beta adrenergik dapat berefek paradoksal, yaitu turunnya tekanan darah oleh
karena turunnya volume intravaskuler.
2. Antibiotik
Dianjurkan kombinasi antibiotika yang rasional sesuai dengan hasil kultur
dan uji sensitifitas. Antibiotika yang biasanya diberikan secara empiris adalah
Cefalosporin generasi III atau IV karena memiliki efek terhadap bakteri gram
positif dan negatif. Juga dapat diberikan Cefalosporin dengan kombinasi β-
laktam. Untuk mencegah agar sepsis tidak jatuh dalam syok septik sebaiknya
diberikan paling tidak dua obat, yaitu diantara antibiotika β-laktam selektif
high molecular weight (HMW) PBP, aminoglikosida dan fluorokuinolon.
Terapi antibiotika empiris yang diberikan adalah yang berspektrum luas,
bersifat bakterisidal, dengan dosis yang dapat mencapai kadar yang cukup
(therapeutic level). Jangka waktu pemberian harus cukup, selama 7-14 hari,
lebih lama bila ada infeksi persisten penyebab bakteremia. Diberikan 4-7 hari
afebril, serta sumber infeksi harus diberantas. bila curiga sumber sepsis dari
paru (pneumonia, PPOK) maka dapat diberikan Ceftriaxone atau Cefepime
selama 2 minggu.
3. Kortikosteroid
Terapi kortikosteroid masih merupakan perdebatan. Beberapa peneliti
mengatakan bermanfaat tetapi dengan dosis yang adekuat. Kortikosteroid
dikatakan dapat memperbaiki gejala klinis sebab dapat menghambat peran
mediator (prostaglandin, leukotrien) dan sitokin IL-1 dan TNF-α. Namun
sebaiknya tidak diberikan pada penderita yang mengalami syok septik. Suatu
penelitian menunjukkan manfaat pemberian metil prednisolon 30 mg/kg atau
deksametason 2 mg/kg dapat memulihkan syok pada sejumlah pasien. Namun
secara umum mortalitas mereka sama dengan kelompok tanpa steroid, bahkan
dengan pemberian steroid dapat mengakibatkan kejadian superinfeksi.
4. Obat Lain
Pemberian inhibitor siklooksigenase, misalkan ibuprofen, dapat
menekan produksi metabolit asam arakidonat (tromboksan, prostasiklin dan
prostaglandin E2). Dengan ditekannya metabolit tersebut maka akan terjadi
perbaikan pada penderita dengan turunnya suhu, berkurangnya denyut jantung
serta membaiknya ventilasi dan lactic acidosis
(Achmad R., 2016).
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini, yaitu:
1. Patofisiologi septicemia dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan
memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan
antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil
yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi,
mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi
endotelial. Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β,
dan interleukin-6 akan mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat
fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC), adalah modulator
penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis
dan menghambat proses trombosis dan inflamasi. Aktivasi komplemen dan rantai
koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut. Endotelium vaskular
merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan sebagai hasilnya
akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal
ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini
memegang peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan
global.
2. Gejala awal sepsi dimulai dari terjadinya infeksi. Infeksi dapat terjadi di seluruh
tubuh, sehingga gejalanya pun berbeda-beda tergantung dari bagian tubuh yang
mengalami infeksi. Ada beberapa gejala yang bisa terjadi saat infeksi yaitu
demam, nyeri otot, lemas, batuk dan diare.
3. Tujuan terapi yaitu untuk mencegah dehidrasi dan gagal ginjal akut, menjaga
tekanan darah agar tetap normal, menjaga aliran oksigen, mempertahankan kadar
gula darah normal.
4. Penatalaksanaan sepsis adalah dengan pengobatan dasar (basic support),
pemberian antibiotika, serta terapi suportif lainnya (misalkan: mempertahankan
sirkulasi dan hemodinamik/perfusi jaringan agar didapatkan oksigenasi jaringan
yang cukup. Dalam penanganan kasus sepsis, perawatan dapat dilakukan di ruang
perawatan umum; namun untuk syok septik, direkomendasikan untuk dirawat di
ruang perawatan intesif.
5. Laki-laki, 24 tahun, masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum
Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) dengan sesak nafas dua
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan batuk disertai dahak produktif, kental,
kekuningan, disertai demam. Riwayat konsumsi obat kortikosteroid deksametason
selama satu tahun karena keluhan gatal-gatal di seluruh tubuh tanpa konsultasi
dokter. Pemeriksaan fisik pasien didapatkan kesadaran gelisah, kontak inadekuat,
Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6V3, pupil isokor dengan diameter 3 mm,
refleks reaktif bilateral. Pemeriksaan laboratorium: Hb 12,3 g/dL, hematokrit
37,1%, leukosit 18.000/ µl, trombosit 117.000/µl, hitung jenis 1/0/11/57/30/1,
LED 15, Laktat 2,2 mmol/L, procalcitonin 454,70 ng/ml, natrium 125 mmol/L,
kalium 5,5 mmol/L, klorida 95 mmol/L, ureum 22 mg/dl, kreatinin 0,96 mg/dl,
GDS 146, SGOT/ SGPT 188/318 bil total/direk/indirek 1,54/1,12/0,42. HIV non
reaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad R., 2016., Sirs/Sepsis Dan Syok Septik Pada Penderita Tumor Ganas
Kepala Dan Leher, Jurnal Tht-Kl., Vol.2(1).
Alodokter, (2019, Februari 28), alodokter.com. Diambil kembali
www.alodokter.com/sepsis/gejala.
Astutik A. W., Nurul A., Rolan S., dan Arsiyk I., 2017, Kajian kesesuaian pemilihan
antibiotik empiris pada pasien sepsis di instalasi rawat inap RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda, Mulawarman Pharmaceutical Conferences,
Hal. 23-24.
Ayu A., dan Nelly A. H., 2017, Implementasi Metode Dempster Shafer Pada Sistem
Pakar Diagnosa Penyakit Sepsis, Komik, Vol. 1(1).
Chisholm-Burns M. A., Terry L. S., Barbara G. W., Patrick M. M., Jill dan Joseph T.
D., 2016, Pharmacoteraphy principles and practice, Mcgraw-Hill Education,
New York.
Suparto.,Irvan., dan Febyan.,2018, Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline
Terbaru sepsis and Treatment based on The Newest Guideline, Jurnal
Anestesiologi Indonesia, Vol X (1).