Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Selama masa kehamilan, daya tahan seseorang cenderung mengalami
penurunan. Akibatnya, rentan terserang berbagai infeksi. Bahkan infeksi ringan ,
terkadang sulit untuk dihindari. Padahal, selama kehamilan seorang calon ibu dituntut
untuk menjaga stamina agar tetap prima.
Sekalipun infeksi yang dialami oleh ibu hamil tidak selalu berpengaruh
terhadap janin, namun ceritanya akan lain bila terinfeksi virus herpes dan virus
varisella Infeksi ini termasuk TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus,
herpes simpleks) dan varisella zoster . Kelima infeksi ini dapat mengakibatkan
kerusakaan janin.Seorang ibu hamil hendaknya mewaspadai terhadap serangan virus
herpes dan virus varisella zoster, sebab infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual ini, bila mengenai janin akan mengakibatkan kematian.
Untuk mencegah agar bayi yang sistem kekebalannya masih sangat lemah,
seorang Dokter akan memberikan saran agar ibu hamil yang terindikasi virus herpes,
melahirkan secara caesar. Persalinan caesar memungkinkan bayi tidak perlu melewati
saluran persalinan yang menjadi persemaian berbagai virus.Infeksi herpes muncul
dalam bentuk gelembung atau lepuh-lepuh pada permukaan kulit, disertai rasa sakit.
Berdasarkan bagian tubuh yang diserang, dapat dibedakan sebagai herpes genitalis,
herpes gestationis, herpes simpleks dan herpes zoster.
Ibu hamil termasuk dalam kelompok orang dewasa yang rentan terhadap
infeksi chickenpox/varisela apabila di masa mudanya belum pernah mengalaminya.
Bagi ibu hamil dengan usia kehamilan 1 hingga 3 bulan, memang bisa terjadi
komplikasi terhadap janin bayi, seperti keguguran, kelahiran mati atau bayi terkena
sindrom congenital varicella (infeksi pada janin kuartal pertama kehamilan) yang
cukup berbahaya baik bagi sang janin maupun si ibu. Namun memang prevalensi ibu

1
hamil penderita cacar air yang mendapat komplikasi ini masih rendah (sekitar 2 dari
100 kasus). Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan infeksi varicella. Infeksi
varicella pada kehamilan meningkatkan risiko kejadian komplikasi pneumonia.
Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan memunculkan risiko kelainan
kongenital, sebesar 0,4% – 2%.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa dimaksud dengan Sifilis?
2. Apa dimaksud dengan Cytomegalo Virus?
3. Apa dimaksud dengan Rubella?
4. Apa dimaksud dengan Herpes?
5. Apa dimaksud dengan Varicella?
6. Apa dimaksud dengan Toxoplasmosis?
7. Apa dimaksud dengan infeksi traktus urinarus?
8. Apa dimaksud dengan Hepatitis?
9. Apa dimaksud dengan HIV/AIDS?
10. Apa dimaksud dengan Typus abdominalis?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk menjelaskan Sifilis
2. Untuk menjelaskan Cytomegalo Virus
3. Untuk menjelaskan Rubella
4. Untuk menjelaskan Herpes
5. Untuk menjelaskan Varicella
6. Untuk menjelaskan Toxoplasmosis
7. Untuk menjelaskan infeksi traktus urinarus
8. Untuk menjelaskan Hepatitis
9. Untuk menjelaskan HIV/AIDS
10. Untuk menjelaskan Typus abdominalis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SIFILIS
INFEKSI SIFILIS (LUES) adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh
Triponema pallidum. Jika terjadi pada ibu hamil maka disebut sifilis kongenital dan
sifilis ini merupakan bentuk penyakit sifilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat
terjadi setiap saat dalam kehamilan dengan derajat resiko infeksi yang tergantung
jumlah spiroketa (triponema) di dalam darah ibu.

Angka kejadian yang tinggi terdapat pada kelompok wanita tuna susila.
Wanita yang berhubungan seksual dengan pasangannya yang menderita sifilis
mempunyai resiko 50% untuk dapat tertular penyakit ini.

Etiologi
Sifilis disebabkan oleh infeksi Triponema pallidum.
Klasifikasi
Pembagian sifilis secara klinis ialah sifilis kongenital dan sifilis didapat atau
dapat pula digolongkan berdasarkan stadium I, II, III sesuai dengan gejala-gejalanya :

1. Sifilis Stadium I
Tiga minggu (10-90 hari) setelah infeksi timbul lesi, berukuran beberapa mm
sampai 1-2 cm, berbentuk bulat atau bulat lonjong, merah, dan bila diraba seperti ada
pengerasan (indurasi), kelainan ini tidak ada nyeri.
2. Sifilis Stadium II
Pada umumnya bila gejala sifilis II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis stadium I dan II umumnya 6-8 minggu. Sifat yang khas pada
sifilis ialah jarang ada rasa gatal, terdapat nyeri pada kepala, demam subfebril,

3
anoreksia, nyeri pada tulang, nyeri leher biasanya mendahului, kadang-kadang
bersamaan dengan kelainan pada kulit (berupa makula, papul, pustul dan rupia).
3. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi.
Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran miliar sampai berdiameter beberapa
centimeter, berbentuk nekrosis sentral. Guma mengalami supurasi dan memerah serta
meninggalkan suatu ulkus dengan dinding curam dan dalam.
Sifilis stadium ini dapat merusak semua jaringan, tulang rawan pada hidung
dan palatum. Guma juga dapat ditemukan di organ dalam, yakni lambung, hepar, lien,
paru, testis dan lain-lain.

Cara Penularan Sifilis


1. Secara Langsung
o Melalui kontak langsung dengan lesi yang mengandung triponema.
o Melalui hubungan seksual.
o Dari darah ibu ke janin melalui plasenta saat kehamilan.
2. Secara Tidak Langsung
o Melalui transfusi darah.
o Melalui alat-alat yang terkontaminasi dengan virus triponema.

Pengaruh Sifilis terhadap Kehamilan dan Persalinan

Apabila infeksi terjadi pada kehamilan, maka luka primer di daerah genital
mungkin tidak dapat dikenal karena tempatnya atau kecilnya. Sebaliknya luka itu
dapat lebih besar daripada biasa, yang mungkin disebabkan karena vaskularisasi alat
kelamin yang lebih banyak pada kelamin. Pengaruh sifilis pada janin dapat
menyebabkan antara lain :

 Kematian janin
 Partus immaturus

4
 Partus prematur

Pengaruh terhadap janin:

1. Kematian janin (IUFD)


2. Partus immaturus
3. Partus prematurus
4. Kelainan congenital

Dalam hal demikian dapat dijumpai gejala-gejala sifilis kongenital, diantaranya:

1. Pemfigus sifilitikus
2. Deskwamasi pada telapak kaki dan tangan
3. Rhagades di kanan-kiri mulut
4. Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik
5. Pada pemeriksaan ditemukan reaksi serologis yang positif
Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik, karena itu pada
waktu pemeriksaan kehamilan (ANC) perlu dilakukan anamnesis tentang
kemungkinan adanya kontak sederhana dengan penderita sifilis.

Pemeriksaan

o Pemeriksaan lapangan gelap (Direct Fluorescent Antibody Test)


o Tes skrining serologis ® Test Slide VDRL (Venerial Disease Research)
Laboratory) / RPR (Rapid Plasma Readgin)
o FTA-ABS (Fluorescent Trepnemal Antibody Absorption Test)
o Tes antibodi HIV

Penatalaksanaan

1. Sifilis harus diobati segera setelah diagnosa dibuat , tanpa memandang tuanya
kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik
prognosis bagi janin.

5
2. Pengobatan sifilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicilin, dan apabila
penderita tidak tahan (alergi) penicilin, dapat diberikan secara desensitiasi.
Eritromisin tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk
mengobati infeksi pada janin.
3. Untuk sifilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun), dianjurkan
mendapat Benzathine penicilin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali
suntik ( separuh di kanan dan separuh di kiri). Untuk sifilis lama (late sifilis)
diperlukan dosis yang lebih tinggi. Dosis tunggal penicilin di atas umumnya
sudah cukup untuk melindungi janin dari penderitaan sifilis.
4. Abortus atau kematian janin selama atau tidak lama setelah pengobatan
biasanya tidak disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi karena
pengobatan terlambat diberikan.
5. Suami juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah
tali pusat juga diperiksa.
6. Follow up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan sehingga
bila perlu pengobatan uang dapat segera diberikan.
7. Bayi yang lahir dari ibu dengan sifilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu
tersebut masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus
dihindari

Terapi :
- Suntikan penisilin G, secara ini sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8-10 hari.
- Obat-obatan peroral penisilin dan eritromisin.
- Lues kongenital pada neonatus:
Penisilin G 100.000 satuan/kg BB sekaligus.

2.2 CYTOMEGALOVIRUS (CMV)


Cytomegalovirus adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari family
virus herpes, sehingga memiliki kemampuan latensi. Pada infeksi CMV, infeksi

6
maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa disertai
keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang minim bagi ibu,
namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang dikandung, dapat pula
menyebabkan infeksi kongenital, perinatal, bagi bayi yang dilahirkan.

Virus ditularkan melalui berbagai cara, antara lain:


o transfusi darah
o transplantasi organ
o kontak seksual
o air susu
o air seni
o Percikan Ludah atau air liur (saliva)
o Urine
o transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada
persalinan pervaginam.

Diagnosis

Virus dapat diisolasi dari biakan urin atau biakan berbagai cairan atau jaringan
tubuh lain. Tes serologis mungkin terjadi peningkatan Ig M yang mencapai kadar
puncak 3-6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1-2 tahun kemudian. Ig G
meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup.

a. Prenatal
Efek infeksi pada janin dideteksi dengan USG,CT Scan atau MRI. Dapat
dijumpai mikrosefalus, ventrikulomegali atau kalsifikasi serebrum. Amniosintesis
dilakukan untuk biakan virus atau kardosintesis untuk mendeteksi IgM dalam
memastikan kecurigaan kasus infeksi primer.

b. Maternal
Dengan mengisolasi virus dalam biakan urine/sekresi atau uji serologi.

Dampak Terhadap Kehamilan dan persalinan

Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan
angka sebesar 40-50%. 10-20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-

7
gejala, antara lain: korioretinitis, mikrosephali, klasifikasi serebral,
hepatosplenomegali, hidrosephalus. 80-90% tidak menunjukkan gejala namun kelak
di kemudian hari dapat menunjukkan gejala: retardasi mental, gangguan visual, dan
gangguan psikomotor. Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan
infeksi menyerang janin.

Tidak terdapat bukti bahwa kehamilan meningkatkan resiko. Risiko penularan


pada janin tertinggi dalam trimester pertama dan kedua,sementara infeksi trimester
ketiga biasanya tanpa gejala sisa. Infeksi 10-20 % simtomatik sewaktu:
IUGR,karioretinitis, mikrosefali, pengapuran otak, hepato plasmomegali dan
hidrosepalus. Infeksi 80-90 % asimtomatik sewaktu lahir, tetapi menunjukkan
keterbelakangan mental seperti gangguan visual, tetapi, kehilangan pendengaran yabg
progresif dan perkembangan psikomotorik terlambat.

Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.


Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi dan mencegah transfusi darah.
Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan:

1. Ultrasonografi
2. Pemeriksaan biakan cytomegovirus dalam cairan amnion

Pencegahan
Kesehatan perlu dijaga dengan Kesehatan perlu dijaga dengan baik pada situasi
yang berisiko tinggi. Misalnya tersedianya unit rawat intensif neonatal, pusat
rawat berobat jalan dan unit dialysis. Transfuse ibu dengan darah positif CMV harus
dihindari.

Pemeriksaan Laboratorium

o Anti CRV IgM dan IgG dan IgG aviditas

8
o Pemeriksaan dilakukan pada saat ibu merencanakan kehamilan jika
hasil pemeriksaansebelumnya negative

Hasil dan Tindak Lanjut


o IgM (-) : periksa ulang beberapa minggu kemudian, jika hasil tetap IgM (-)
berarti tidak terifeksi dan lakukan langkah pencegahan. Sementara itu, jika
IgG (+) : lakukan pemeriksaan konfirmasi IgM dan IgG aviditas, jika IgM
(+) dan IgG rendah berarti infeksi primer perlu pemeriksaan lebih lanjut
apakah janin terinfeksi atau tidak.
o IgG (+): berarti sudah pernah terinfeksi dimasa lalu, karena itu sudah kebal
terhadap CRV. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut,pada kehamilan
berikut untuk melihat jumlah titer IgG, apakah masih mencukupi atau tidak.

2.3 RUBELLA
Rubella ( campak jerman) adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan
infeksi kronik intrauterine, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin,
rubella disebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan
melalui droplet dari ibu hamil kepada janin.

Tanda dan gejala


1. Demam ringan, pusing dan mata ringan
2. Sakit tenggorokan
3. Ruam kulit setelah demam turun (warna merah jambu)
4. Kelenjar limfe membengkak
5. Persendian bengkakdan nyeri pada beberapa kasus
6. Fotofobia
7. Abortus spontan
8. Radang arthritis atau ensefalitis
9. Pada ibu hamil kadang tanpa gejala

9
Dampak pada kehamilan dan persalinan
o Insidensi anomaly congenital: bulan pertama 50%, bulan kedua 25%, bulan
ketiga 10% dan bulan keempat 4%. Pemaparan pada bulan pertama dapat
menyebabkan malformasi jantung, mata, telinga, atau otak. Pemaparan bulan
keempat: infeksi sistemik,retardasi pertumbuhan intrauterine.
o Infeksi rubella congenital dapat menyebabkan sindron rubella congenital yang
terdiri atas hal-hal berikut ini.
 Pertumbuhan janin yang terhambat (merupakan kondisi yang paling
sering terjadi)
 Katarak yang dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Katarak adalah
pemutihan lensa mata sehingga mengakibatkan kebutaan menetap.
Kelainan katarak ini biasanya disertai dengan bola mata yang kecil
 Kelainan jantung bawaan
 Hilang fungsi pendengaran akibat proses infeksi yang terjadi pada
saraf pendengaran
 Radang otak dan selaput otak
Pengobatan
Tidak ada obat spesifik untuk mengobati infeksi virus rubella. Obat yang
diberikan biasanya bersifat untuk meringankan gejala yang timbul. Hanya saja pada
anak-anak dan orang dewasa, gejala-gejala yang timbul adalah sangat ringan. Bayi
yang lahir dengan sindrom rubella congenital, biasanya harus ditangani secara
sekama oleh para ahli.
Semakin banyak kelainan bawaan yang diderita akibat infeksi congenital,
semakin besar pula pengaruhnya pada proses pertumbuhan dan perkembangan
anak.bayi lahir yaitu dengan terdeteksinya IgM Rubella pada darah bayi.
Pencegahan penularan virus rubella
Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan virus rubella adalah
dengan pemberian imunisasi. Saat ini imunisasi yang dapat diberikan untuk
mencegah rubella adalah dengan pemberian vaksin MMR pada wanita usia

10
reproduksi yang belum mempunyai antibody terhadap virus rubella amatlah penting
untuk mencegah terjadinya infeksi rubella congenital pada janin. Setelah pemberian
imunisasi MMr, penundaan kehamilan harus dilakukan selama 3 bulan.

Pemeriksaan Laboratorim
o Anti Rubella IgM dan IgG bila perlu
o Pemeriksaan penyaring (skirining) dilakukan saat ibu merencanakan kehamilan,
awal kehamilan (minggu 1-17), wanita hamil yang dicurigai kontak dengan virus
atau terdapat gejala klinis

Hasil dan tindak lanjut


o IgG (+): sudah pernah terinfeksi dimasa lalu sehingga sudah kebal terhadap
Rubella. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut sampai dengan kehamilan berikut
o IgM (-), IgM(-)/(+): periksa ulang1-4 minggu kemudian jika hasil tetap IgG (-
),IgM(-) berarti belum pernah terinfeksi , oleh karena itu daaan hind danari
sumber infeksi dan lakukan vaksinasi jika kehamilan belum terjadi. Sementara
itu jika IgG (+) dam IgM (+) berarti infeksi baru terjadi pertama kali. Jika IgG
(-) berarti IgM tidak spesifik dan belum pernah terinfeksi. Oleh karena itu
lakukan tindakan preventif dan vaksinasi jika kehamilan belum terjadi.

2.4 HERPES
Herpes berasal dari bahasa yunani yang artinya merayap. Infeksi herpes
disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV). Virus ini memiliki karakteristik
bergerak dari satu saraf kecil ke saraf kecil dengan cara merayap. Pergerakannya akan
berakhir ketika virus-virus tersebut sampai di kumpulan saraf. Herpes terbagi :
1. Herpes genitalis: infeksi homunis pada traktus genitalia bagian bawah
2. Herpes simpleks: infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes homunis
tipe II yang menyerang daerah mukokutan, seperti adanya vesikel
berkelompok dasar kulit yang sembab dan eritema pada daerah mukokutan.

11
Gejala klinis
1. Gejala primer biasanya timbul dalam 3-7 hari setelah paparan
2. Infeksi asimtomatik: parestesia yang ringan dan rasa panas di daerah
perineum dapat terjadi sebelum lesi kelihatan
3. Jika mukosa vesika urinaria terinfeksi maka urinisasi sangat nyeri sampai
terjadi retensi urine
4. Terjadivesikel jernih padalabia mayora/minora, kulit perineum, vestibula
bahkan sampai vagina dan mukosa ektoserviks
5. Vesikel yang dialami dalam waktu 1-7 hari membentuk ulkus dangkal dan
nyeri. Bila penyembuhan terjadi tidak menyebabkan parut/ulserasi
6. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa infeksi primer pada ibu hamil dapat
menyebabkan infeksi ke janin melalui plasenta, sehingga gangguan pada
janin sangat tergantung pada periode mana infeksi tersebut terjadi. Ada 3
periode perkembangan janin yaitu :
 Periode pembelahan zigot ( sejak pembuahan sampai blastokista,
yaitu minggu ke –2).
Bila terjadi pengaruh pada periode ini akan terjadi kematian ( abortus
dini ).
 Periode embrio ( minggu ke –3 sampai minggu ke –7 ).
Periode ini sangat sensitif untuk terjadinya kelainan kongenital
mayor bila terjadi gangguan.
 Periode fetal ( minggu ke – 8 sampai lahir ).
Gangguan pada periode ini biasanya akan mengakibatkan kelainan
kongenital yang bersifat minor atau hanya gangguan fungsi saja.

Pencegahan
Jika baru pertam kali terkena herpes selama hamil sangat penting untuk segera
melakukan konsultasi.risiko bayi yang terkena lebih besar jika mengalami infeksi
herpes pertama kali saat akan melahirkan. Saat hamil , jika pasangan
mempunyariwayat terkena herpes, pastikan pasangan memakai kondom saat
berhubungan seksual selama hamil karena pasangan akan dapat melarkan infeksi
sampai lesi sembuh. Pemberian antivirus pada ibu yang terinfeksi dan ingin hamil

12
atau sudah hamil dapat menolong ibu terbebas dari gejalaherpes pada saat melahirkan,
maka persalinan sebaiknya diselesaikan secara SC karena resiko bagi janin cukup
besar bila persalinan dilakukan per vaginam.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Anti HSV-1 IgG danIgM, anti HSV-2 IgG dan IgM
2. Pemeriksaan dilakukan saat ibu merencanakan kehamilan dan awal kehamilan.
Bila hasil negative maka periksa pasangannya. Bila istri (-) pasangan (+)
dengan riwayat herpes genital, maka periksa istri menjelang akhir kehamilan

Hasil dan Tindak Lanjut


1. IgG (-): periksa pasangan/suami terhadap anti HSV-2 IGg,jika suami IGg(+)
lakukan tindakan preventif penularan dengan penggunaan kondom. Periksa
ulang 2 minggu kemudian, jika IgG (-) berarti tidak terinfeksi. Jika IgG (+)
berarti infeksi primer dengan resiko tinggi penularan pada janin, segera konsul
ke dokter,jika terdapat lesi untuk mencegah penularan pada bayi, biasanya
dokter menganjurkan untuk SC
2. IgG (+): infeksi kambuhan, resiko penularan pada janin lebih kecil dari
infeksi primer. Jika terdapat lesi, biasanya dokter menganjurkan SC untuk
mencegah penularan pada bayi

2.5 VARICELLA
varicella atau cacar air adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus
varizella zoster . organ tubuh yang diserang adalah kulit, selaput lender mata dan
mulut serta kerongkongan dan organ lain misalnya otak. Penyakit ini dapat
menyerang semua umur, tetap anak-anak lebih sering terkena.

Cara penularan

13
Varicella cepat menular. Kejadian penularan pada orang lain sejak 1-2 hari
sebelum munculnya ruam sampai dengan membentuk kerompeng.

Beberapa bahaya dan komplikasi dari varicella:


 Pada anak
a. Paling sering terjadi infeksi pada kulit,
b. enchepalitis (radang otak) dan pneumonia
 Pada ibu hamil
a. Trimester I dan II, keguguran bayi lahir mati, bayi cacat,BBLR, cacar air
pada masa bayi.
b. Trimester III, bila > 6 hari sebelum melahirkan maka bayi akan terkena
cacar air ringan. Bila < 6 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan,
bayi akan mengalami cacarair bahkan bisa meninggal.
Dampak Terhadap Kehamilan

5-10% wanita dewasa rentan terhadapa infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicela
akut terjadi pada 1:7500 kehamilan. Komplikasi maternal yang mungkin terjadi:

1. Persalinan preterm
2. Ensefalitis
3. Pneumonia
Pencegahan
Vaksinasi merupakan langkah bijaksana dalam perlindungan terhadap virus

varicella zoster dan komplikasinya. Vaksin dapat diberikan sedini mungkin, namun

apabila dikehendaki orang tua,vaksin dapat diberikan setelah umur > 1 tahun. Apabila

vaksin diberikan pada umur >13 tahun, maka imunisasi diberikan 2 kali dengan 4-8

minggu.

Gejala Klinis

14
1. Masa inkubasi 10-21 hari.
2. Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala prodromal.
3. Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa, lesi kulit muncul 2-3
hari setelah demam, malaise, sakit kepala, anoreksia.
4. Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas
juga dapat mengenai selaput lendir.
5. Lesi berupa makula eitema dalam beberapa jam akan berubah jadi papula,
vesikula, pustula, dan krusta.
6. Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru sehingga
menimbulkan gambaran yang polimorf.

Pengobatan
Varicella ini sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan adanya serangan berulang saat individu tersebut mengalami
panurunan daya tahan tubuh. Penyakit varicella dapat diberi penggobatan “Asiklovir”
berupa tablet 800 mg per hari setiap 4 jam sekali (dosis orang dewasa, yaitu 12 tahun
ke atas) selama 7-10 hari dan salep yang mengandung asiklovir 5% yang dioleskan
tipis di permukaan yang terinfeksi 6 kali sehari selama 6 hari. Larutan “PK” sebanyak
1% yang dilarutkan dalam air mandi biasanya juga digunakan.
Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan
bekas luka yang ditimbulkan dengan banyak mengkonsumsi air mineral untuk
menetralisir ginjal setelah mengkonsumsi obat. Konsumsi vitamin C plasebo ataupun
yang langsung dari buah-buahan segar seperti juice jambu biji, juice tomat dan
anggur. Vitamin E untuk kelembaban kulit bisa didapat dari plasebo, minuman dari
lidah buaya, ataupun rumput laut. Penggunaan lotion yang mengandung pelembab
ekstra saat luka sudah benar- benar sembuh diperlukan untuk menghindari iritasi
lebih lanjut.

15
2.6 TOXOPLASMOSIS
Toxoplasmosis adalah suatu infeksi protozoa Toxoplasma gondii,

yangbiasanya terjadinya melalui kontak dengan tinja kucing, makan makanan mentah,

atau makanan daging yang terkontaminasi dengan toxo ini.

Hanya sekitar 20% wanita hamil dengan toxoplasmosis yang menunjukkan

gejala dari penyakit ini. Tetapi jika seorang wanita terinfeksi sesaat sebelum atau

selama kehamilan, maka kemungkinan sekitar 40-50% untuk menularkan ke bayi

dalam kandungannya, walaupun ibu hamil sendiri tidak tanpa sakit.

Gejala klinis

1. Demam.
2. Sakit kepala.
3. Badan lemah.
4. Pembekakan kelenjar getah bening.
5. Penglihatan terganggu.
6. Disorientasi.
7. Gemetar.
8. Kejang.

Dampak terhadap kehamilan dan persalinan

Resiko terjadinya kelainan berat pada janin lebih besar bila terinfeksi di
trimester pertama dan kedua. Namun, kemungkinan tertular di trimester ini lebih
rendah dibanding di trimester akhir.

Bila terinfeksi,janin menghadapi resiko seperti:

16
1. Kelainan sistemik, seperti: kuning, pembesaran hati dan limfa, juga
perdarahan
2. Kelainan syaraf mata
3. Gangguan fungsi syaraf pusat (gangguan kecerdasan dan keterlambatan
bicara)
4. Cacat bawaan, seperti pembesaran kepala (hydrocephalus)
5. Keguguran

Pencegahan

Untuk itu, ibu hamil perlu memperhatikan hal-hal berikut agar terhindar dari

 Benar-benar memasak semua daging (daging beku selama beberapa hari juga
mengurangi kemungkinan Toxoplasma).
 Mencuci tangan dan peralatan dengan benar setelah menyentuh daging mentah.
 Cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi
 Jangan minum susu yang tidak dipasteurisasi atau minum air mentah.
 Beri makan kucing dengan makanan yang dimasak dengan matang.
 Jangan mengadopsi atau memegang kucing liar.
 Jangan memelihara kucing baru saat hamil.
 Wanita hamil harus memakai sarung tangan saat berkebun, benar-benar
mencuci tangan mereka setelah itu, dan menghindari kontak dengan kotoran
kucing, dan sebaiknya meminta orang lain untuk membersihkan kotak kotoran
kucing (bersihkan kotak kotoran kucing setiap hari).
 Taruh kotak pasir kotoran kucing di luar ruangan saat tidak digunakan.

Pengobatan

Toxoplasmosis dapat ditangani secara medis. Ada beberapa obat, biasanya


digunakan dalam kombinasi, untuk mengobati infeksi oleh parasit ini. Tiga obat yang
paling sering digunakan ke pasien, termasuk orang dengan HIV adalah pirimetamin
(Daraprim), sulfadiazin (Microsulfon), dan asam folinic. Namun, pasien hamil diobati
dengan spiramisin (Rovamycine) dan leucovorin (Wellcovorin) di samping obat yang
tercantum di atas. Pasien dengan HIV biasanya membutuhkan pengobatan seumur

17
hidup untuk menjaga parasit tetap ditekan. Obat lain kadang-kadang digunakan
adalah klindamisin (Cleocin), azitromisin (Zithromax), atau atovakuon (Mepron).
Obat ini digunakan terutama ketika pasien alergi terhadap pirimetamin atau
sulfadiazin. Dosis bervariasi, cara terbaik untuk menentukan perawatan medis
individu adalah didasarkan pada situasi kesehatan pasien.

Sayangnya, pirimetamin (Daraprim) dan sulfadiazin (Microsulfon) dapat


menyebabkan efek samping yang signifikan, terutama pada janin. Dua dari efek
samping utama adalah penekanan sumsum tulang (pengobatan leucovorin dapat
mengurangi penekanan ini) dan toksisitas hati untuk pirimetamin. Untuk sulfadiazin,
efek samping bisa mual, muntah, toksisitas hati, kejang, dan gejala lainnya. Obat ini
digunakan pada wanita hamil karena risiko infeksi oleh Toxoplasma biasanya lebih
parah daripada efek samping obat. Dokter yang merawat harus diberitahu cepat jika
efek samping terjadi.

2.7 INFEKSI TRAKTUR URINARUS


Infeksi traktus urinarius adalah bila ada pemeriksaan urin ditemukan bakteri
yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. Urin yang diperiksa harus bersih, segar, dan
diambil dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan fungsi supra simphisi.

Infeksi saluran kencing adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai
pada kehamilan. Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi
simtomatik dapat mengenai salran bawah yang menyebabkan sisititis, atau
menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal sehingga mengakibatkan pielonefritis.

Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal
perineum. Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa galur escherichia coli memiliki
pili yang meningkatkan virulensinya. Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya
tidak meningkatkan factor-faktor virulensi ini, stasis air kemih tampaknya

18
menyebabkan hal itu, dan bersam dengan revluksvesikoureter, stasis mempermudah
timbulnya gejala infeksi saluran kemih bagian atas.
Overdistensi yang disertai kateterisasi untuk mengeluarkan air kemih sering
menyebabkan infeksi saluran kemih.

1) Bakteriuria asimptomatik

Ditemukan bakteri sebanyak >100.000 per ml air seni daari sediaan air seni.
Angka kejadian bakteriuria asimptomatik dalam kehamilan sama seperti wanita usia
reproduksi yang seksual aktif dan non pregnant sekitar 2-10%. Jenis bakteri yang
ditemukan:

1. Eschericia coli (60%)


2. Proteus mirabilis
3. Klebsiella pneumoniae
4. Streptococus grup B.
Bila bakteriuria asimptomatik tidak diterapi dengan baik maka 20% ibu hamil
akan menderita sistisis akut atau pielonefritis akut pada kehamilan lanjut.

 Ampisilin 3x500 mg selama 7-10 hari.


 Cephalosporin.
 Nitrofurantoin.

Setelah terapi, lakukan pemeriksaan ulangan dengan biakan urin oleh karena
kejadian ini seringkali berulang (25%).

2) Sitisis akut

Sistsis merupakan peradangan kandung kemih tanpa disertai radang pada


bagian saluran kemih, biasanya inflamasi akibat bakteri. Terjadi pada 1-2%
kehamilan. Tanda dan gejala:

19
1. Hampir 95% mengeluh nyeri pada daerah supra simphisis atau nyeri saat
berkemih.
2. Frekuensi berkemih meningkat tetapi jumlahnya sedikit sehingga
menimbulkan rasa tidak puas dan tuntas.
3. Air kencing kadang terasa panas.
4. Air kencing berwarna lebih gelap dan serangan akut kadang-kadang berwarna
kemerahan.
5. Ditemukan banyak eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan laboratorim.
Penatalaksanaan:

1. Anjurkan ibu untuk banyak minum.


2. Atur frekuensi berkemih untuk mengurangi sensasi nyeri, spasme, dan
rangsangan untuk selalu berkemih (tetapi dengan jumlah urin yang minimal).
Makin sering berkemih, nyeri dan spasme akan makin bertambah.
3. Terapi antibiotik yang dipilih, mirip dengan pengobatan bakteriuria
asimptomatik. Apabila antibiotika tunggal kurang memberikan manfaat,
berikan antibiotika kombinasi. Kombinasi tersebut dapat berupa jenis
obatnya ataupun cara pemberiannya, misal: amoksisilin 4x250 mg per oral,
digabung dengan gentamisisn 2x80mg secara IM selama 10-14 hari. Dua
hingga 4 minggu kemudian dilakukan penilaian laboratorium untuk evaluasi
pengobatan.
4. Untuk pencegahan infeksi berulang berikan nitrofurantoin 100 mg/hari setiap
malam sampai sesudah 2 minggu post partum.
3) Pielonefritis akut

Pielonefritis akut merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai


dalam kehamilan dan frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan terakhir
dan permulaan masa nifas. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh E. Coli dan dapat
pula oleh kuman-kuman lain seperti Stafilokokus aureus, Basillus proteus, dan

20
Pseudomonas aerugenosa. Kuman dapat menyebar secara hematogen atau
limfogen, akan tetapi terbanyak dari kandung kemih.

Gejala yang penting diperhatikan:

1. Pielonefritis akut ditandai dengan gejala demam, menggigil, mual, dan


muntah, nyeri pada daerah kostovertebra atau pinggang. Sekitar 85% kasus
suhu tubuh melebihi 38 derajat celcius dan sekitar 12% suhu tubuhnya
mencapai 40 derajat selcius.
2. Sering disertai mual, muntah, dan anoreksia.
3. Kadang-kadang diare.
4. Dapat juga jumlah urin berkurang.
5. Pemeriksaan air kemih menunjukkan banyak sel-sel leukosit dan bakteri.
Penatalaksanaan

1. Ibu hamil dengan pielonefritis akut, hardirawatinapkan. Karena penderita


sering mengalami mual dan muntah, mereka umumnya datang dengan
keadaan dehidrasi.
2. Bila ibu datang dengan keadaan syok, segera lakukan pemasangan infus untuk
restorasi cairan dan pemberian medikamentosa. Pantau TTV dan diuresis
secara berkala.
3. Bila terjadi ancaman partus prematurus, lakukan pemberian antibiotika seperti
yang telah diuraikan di atas dan penatalksanaan partus prematurus.
4. Terapi kombinasi antibiotika yang efektif adalah gabungan sefoksitin 1-2
gram intravena setiap 6 jam dengan gentamisin 80 mg IV setiap 12 jam.
Ampisilin 2 gram/ ciproksin 2 gram IV dan gentamisisn 2x80 mg.
4) Streptococus grup B (GBS)

GBS adalah flora normal manusia dengan reservoir utama di traktus


digestivus. GBS dapat masuk ke dalam traktus urinarius utama di traktus digestivus
melalui kontaminasi feses atau kontak seksual.

21
Dampaknya adalah :

Penularan dari ibu ke anak dapat terjadi secara vertikal saat persalinan dengan faktor
resiko penularan:
a. Persalinan preterm.
b. Ketuban pecah dini (KPD)
c. BBLR
d. Febris intrapartum

Pengobatan

Pengobatan utama pada infeksi SGB adalah pemberian antibiotik. Antibiotik


yang direkomendasikan adalah golongan penisilin dan ampisilin yang diberikan
melalui suntikan (intravena). Pada penderita yang alergi terhadap penisilin, pilihan
alternatif adalah antibiotik vancomycin. Antibioltik pilihan lain yang dapat digunakan
antara lain golongan fluorokuinolon dan aminoglikosida.

2.8 HEPATITIS

Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang
paling sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, penyebab hepatitis
infeksiosa terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemungkinan juga dapat karena
virus hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt
kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Pada
trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan congenital
(anomaly pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III sering terjadi premature.
Tidak dianjurkan untuk melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau
SC, karena akan mempertinggi risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan
dapat tertular melalui plasenta, waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih
kontroversi penularan melalui air susu.

22
Pengaruh Hepatitis terhadap Kehamilan dan persalinan

Pengaruh hepatitis virus pada ibu hamil adalah meningkatkan angka kejadian
abortus, partus prematums, dan perdarahan. Risiko bagi janin dalam kandungan
adalah prematurus, kematian janin dan penularan hepatitis virus. Kelainan kongenital
pada janin belum pernah dilaporkan.1 Transmisi virus hepatitis dari ibu ke anak dapat
terjadi transplasental, melalui kontak dengan darah atau tinja ibu waktu persalinan,
kontak yang intim antara ibu dan anak setelah persalinan, atau melalui air susu ibu.13

Beberapa teori lain yang menjelaskan mekanisme penularan virus perinatal adalah11:

1. Adanya kebocoran plasenta yang menyebabkan tercampurnya darah ibu


dengan darah fetus.
2. Tertelannya cairan amnion yang terinfeksi.
3. Adanya abrasi pada kulit selama persalinan yang menjadi tempat masuknya
virus.
4. Tertelannya darah selama persalinan.
5. Penularan melalui selaput lendir.

Bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B akut maupun kronik, perlu diberi
pengobatan imunoprofilaksis.

Penatalaksanaan
o Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
o Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan
tentang pentingnya janin dipisahkan dengan ibunya
o Periksa HbsAg
o Kontrol kadar bilirubin, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT),
serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah,
karena kemungkinan telah ada disseminated intravascular coagulapathy
(DIC)
o Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik Pada ibu yang
HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena kemungkinan terjadi
penularan melalui darah tali pusat

23
o Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2×24 jam diberi suntikan anti
hepatitis serum

2.9 HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat
kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan
pada penderita infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus
AIDS dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas
diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa
menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan,
atau melalui ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV
positif tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar
dibandingkan dengan risiko penularan HIV.
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada
infeksi PMS lainnya, seperti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi
toksoplasmik, CMV, TBC dan lain-lain.
Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique,
anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun
vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh
penyakit oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian
AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta
beratnya infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya
dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak
buruknya dalam kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting
peranannya, yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan
mengadakan tes terhadap HIV sebelum kehamilan.

24
Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko
infeksi pada bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat
terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk
melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar
bersalin sebagai berikut:
1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong
persalinan
2. Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
3. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
4. Gunakan pelindung mata (kacamata)
5. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang
infeksius
6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody
terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis

Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan


melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan
bayi, sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus
ini. Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi
tidak dilakukan tindakan yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya
jangan lakukan sirkumsisi.
Perawatan tali pusat harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi yang
menggunakan virus hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut
tidak menderita virus HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat
bertahan sampai 15 bulan. Jadi diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk
menentukan adanya perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin
baru tampak pada usia 12-18 bulan.

25
2.10 TYPUS ABDOMINALIS
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian
yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh
buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan :
lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya
kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya
cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi.
Walaupun kuman-kuman tifus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu,
namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu
biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penularan oleh ibu melalui
jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun
(70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun
sebanyak (5%-10%).
Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah Salmonella paratyphi A,dan Salmonella


paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B. Basil gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen, yaitu: antigen O, antigen
H, dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob
pada suhu 15oC – 41o C (optimum 37oC) dan pH pertumbuhan 6-8.

Tanda dan gejala klinis

1. Demam

26
Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu
pertama terutama pada sore dan malam hari, pada minggu ke-2 suhu tubuh terus
menigkat, dan pada minggu ke-3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptik, tidak menggigil, dan tidak
berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.

Gangguan pada saluran pencernaan


 Halitosis
 Bibir kering
 Lidah kotor berselaput putih
 Perut agak kembung
 Mual
 Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
 Pada permulaan umumnya terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi.

Gangguan kesadaran
 Kesadaran menurun ringan sampai berat.
 Umumnya apatis.
 Bradikardi relatif.
 Umumnya tiap kenaikan 1 derajat celcius diikuti penambahan denyut nadi
10-15 kali per menit.

Gejala lain
Cepat lelah, malaise, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh tubuh.
Gejala-gejala tersebut dirasakan antara10-14 hari.

Komplikasi

Pada usus halus


Jarang terjadi tapi sering fatal akibatnya, yaitu:

27
 Perdarahan usus: jika perdarahan banyak maka terjadi melena (keluarnya
feses hitam yang diawali oleh darah yang berubah) disertai nyeri perut dan
tanda renjatan.
 Perforasi usus: timbul biasanya pada minggu ketiga terjadi pada bagian
distal ileum.
 Peritonitis: biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi.
Ditemukan gejala abdomen yang akut yaitu nyeri perut yang sangat hebat,
dinding abdomen yang tegang (defans muscular), dan nyeri tekan.

Di luar usus halus


Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meningitis,
kolesistitis, ensefalitis, bronchopneumonia (akibat infeksi sekunder), dehidrasi, dan
asidosis.

Penatalaksanaan
1. Isolasi pasien, disinfeksi pakaian.
2. Perawatan yang baik untuk menghindari infeksi.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total) kemudian boleh duduk, jika tidak demam boleh
berdiri terus berjalan.
4. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.
5. Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang, dan
tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan
cair melalui sonde lambung.
6. Obat pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis tinggi yaitu 100 mg/kg BB/
hari (maksimum 2 gram per hari) diberikan 4 kali sehari per oral/ intravena
kloramfenikol tidak boleh diberikan apabila jumlah leukosit ≤ 2000/ UI. Bila
pasien alergi dapat diberikan penicillin/ kotrimoksazol.

28
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Seorang ibu hamil harus merawat kehamilannya sejak dini dengan
memeriksakan diri secara teratur ke dokter dan atau tenaga medis yang berkompeten,
menjaga kebersihan dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Karena gizi ibu hamil,
kebersihan dan pemeriksaan teratur (Ante natal care) mempunyai peranan penting
tidak saja agar proses kelahiran mudah, tetapi yang lebih penting lagi adalah bayi
yang dilahirkan dalam kondisi sehat.Kondisi kehamilan dapat terpengaruh beberapa
keadaaan, antara lain adalah penyakit infeksi.
Beberapa penyakit infeksi yang didapat, terutama pada kehamilan dini bisa
menyebabkan terjadinya keguguran dan dampak yang serius pada janin, sehingga
dapat menimbulkan kelainan-kelainan dan cacat pada bayi yang dilahirkan.

3.2 SARAN
1. Bagi Ibu ibu yang hamil hendaknya memeriksakan dirinya secara rutin
mnimal 4 kali selama kehamilan agar bisa dideteksi secara dini bila ada
kelainan pada janinnya.
2. Bagi petugas kesehatan agar senantiasa meningkatkan Pengetahuan dan
keterampilannya untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas Ibu dan
anak.
3. Bagi teman teman agar belajar yang rajin agar kelak bisa menangani pasien
dengan profesional

29
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, A B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan


Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

http://sylviamcsimanjuntak.blogspot.com/2013/06/infeksi-yang-menyertai-
kehamilan-dan.html

30
INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN

SIFILIS
INFEKSI SIFILIS (LUES) adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Triponema pallidum. Jika
terjadi pada ibu hamil maka disebut sifilis kongenital dan sifilis ini merupakan bentuk
penyakit sifilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan
dengan derajat resiko infeksi yang tergantung jumlah spiroketa (triponema) di dalam darah
ibu.

Angka kejadian yang tinggi terdapat pada kelompok wanita tuna susila. Wanita yang
berhubungan seksual dengan pasangannya yang menderita sifilis mempunyai resiko 50%
untuk dapat tertular penyakit ini.

Etiologi
Sifilis disebabkan oleh infeksi Triponema pallidum.

Klasifikasi
Pembagian sifilis secara klinis ialah sifilis kongenital dan sifilis didapat atau dapat pula
digolongkan berdasarkan stadium I, II, III sesuai dengan gejala-gejalanya :

1. Sifilis Stadium I
Tiga minggu (10-90 hari) setelah infeksi timbul lesi, berukuran beberapa mm sampai 1-2 cm,
berbentuk bulat atau bulat lonjong, merah, dan bila diraba seperti ada pengerasan
(indurasi), kelainan ini tidak ada nyeri.
2. Sifilis Stadium II
Pada umumnya bila gejala sifilis II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara
sifilis stadium I dan II umumnya 6-8 minggu. Sifat yang khas pada sifilis ialah jarang ada rasa
gatal, terdapat nyeri pada kepala, demam subfebril, anoreksia, nyeri pada tulang, nyeri leher
biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit (berupa
makula, papul, pustul dan rupia).
3. Sifilis Stadium III

31
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya
satu, dapat multipel, ukuran miliar sampai berdiameter beberapa centimeter, berbentuk
nekrosis sentral. Guma mengalami supurasi dan memerah serta meninggalkan suatu ulkus
dengan dinding curam dan dalam.
Sifilis stadium ini dapat merusak semua jaringan, tulang rawan pada hidung dan palatum.
Guma juga dapat ditemukan di organ dalam, yakni lambung, hepar, lien, paru, testis dan
lain-lain.

Cara Penularan Sifilis


1. Secara Langsung
- Melalui kontak langsung dengan lesi yang mengandung triponema.
- Melalui hubungan seksual.
- Dari darah ibu ke janin melalui plasenta saat kehamilan.
2. Secara Tidak Langsung

- Melalui transfusi darah.

- Melalui alat-alat yang terkontaminasi dengan virus triponema.

Pengaruh Sifilis terhadap Kehamilan dan Persalinan

Apabila infeksi terjadi pada kehamilan, maka luka primer di daerah genital mungkin tidak
dapat dikenal karena tempatnya atau kecilnya. Sebaliknya luka itu dapat lebih besar
daripada biasa, yang mungkin disebabkan karena vaskularisasi alat kelamin yang lebih
banyak pada kelamin. Pengaruh sifilis pada janin dapat menyebabkan antara lain :

- Kematian janin

- Partus immaturus

- Partus premature

Pengaruh terhadap janin:

32
1. Kematian janin (IUFD)
2. Partus immaturus
3. Partus prematurus
4. Kelainan congenital

Dalam hal demikian dapat dijumpai gejala-gejala sifilis kongenital, diantaranya:

1. Pemfigus sifilitikus
2. Deskwamasi pada telapak kaki dan tangan
3. Rhagades di kanan-kiri mulut
4. Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik
5. Pada pemeriksaan ditemukan reaksi serologis yang positif

Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik, karena itu pada waktu
pemeriksaan kehamilan (ANC) perlu dilakukan anamnesis tentang kemungkinan adanya
kontak sederhana dengan penderita sifilis.
Pemeriksaan

 Pemeriksaan lapangan gelap (Direct Fluorescent Antibody Test)


 Tes skrining serologis ® Test Slide VDRL (Venerial Disease Research) Laboratory) /
RPR (Rapid Plasma Readgin)
 FTA-ABS (Fluorescent Trepnemal Antibody Absorption Test)
 Tes antibodi HIV

PENATALAKSANAAN

1. Sifilis harus diobati segera setelah diagnosa dibuat , tanpa memandang tuanya kehamilan.
Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik prognosis bagi janin.
2. Pengobatan sifilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicilin, dan apabila penderita
tidak tahan (alergi) penicilin, dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin tidak
dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi pada janin.
3. Untuk sifilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun), dianjurkan mendapat
Benzathine penicilin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik ( separuh di kanan dan

33
separuh di kiri). Untuk sifilis lama (late sifilis) diperlukan dosis yang lebih tinggi. Dosis
tunggal penicilin di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi janin dari penderitaan
sifilis.
Abortus atau kematian janin selama atau tidak lama setelah pengobatan biasanya tidak
disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi karena pengobatan terlambat diberikan.
4. Suami juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali pusat
juga diperiksa.
5. Follow up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan sehingga bila perlu
pengobatan uang dapat segera diberikan.
6. Bayi yang lahir dari ibu dengan sifilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut masih
menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.
Terapi :
- Suntikan penisilin G, secara ini sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8-10 hari.
- Obat-obatan peroral penisilin dan eritromisin.
- Lues kongenital pada neonatus:
- Penisilin G 100.000 satuan/kg BB sekaligus.
· CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Cytomegalovirus adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari family virus herpes,
sehingga memiliki kemampuan latensi. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil
kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya
menimbulkan gejala yang minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi
fetus yang dikandung, dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, perinatal, bagi bayi yang
dilahirkan.

Virus ditularkan melalui berbagai cara, antara lain:

 transfusi darah
 transplantasi organ
 kontak seksual
 air susu
 air seni
 Percikan Ludah atau air liur (saliva)

34
 Urine
 transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan
pervaginam.

Diagnosis

Virus dapat diisolasi dari biakan urin atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain.
Tes serologis mungkin terjadi peningkatan Ig M yang mencapai kadar puncak 3-6 bulan
pasca infeksi dan bertahan sampai 1-2 tahun kemudian. Ig G meningkat secara cepat dan
bertahan seumur hidup.

a. Prenatal
Efek infeksi pada janin dideteksi dengan USG,CT Scan atau MRI. Dapat dijumpai
mikrosefalus, ventrikulomegali atau kalsifikasi serebrum. Amniosintesis dilakukan untuk
biakan virus atau kardosintesis untuk mendeteksi IgM dalam memastikan kecurigaan kasus
infeksi primer.

b. Maternal
Dengan mengisolasi virus dalam biakan urine/sekresi atau uji serologi.
Dampak Terhadap Kehamilan

Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka
sebesar 40-50%. 10-20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala, antara lain:
korioretinitis, mikrosephali, klasifikasi serebral, hepatosplenomegali, hidrosephalus. 80-90%
tidak menunjukkan gejala namun kelak di kemudian hari dapat menunjukkan gejala:
retardasi mental, gangguan visual, dan gangguan psikomotor. Seberapa besar kerusakan
janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.

Tidak terdapat bukti bahwa kehamilan meningkatkan resiko. Risiko penularan pada janin
tertinggi dalam trimester pertama dan kedua,sementara infeksi trimester ketiga biasanya
tanpa gejala sisa. Infeksi 10-20 % simtomatik sewaktu: IUGR,karioretinitis, mikrosefali,
pengapuran otak, hepato plasmomegali dan hidrosepalus. Infeksi 80-90 % asimtomatik
sewaktu lahir, tetapi menunjukkan keterbelakangan mental seperti gangguan visual, tetapi,
kehilangan pendengaran yabg progresif dan perkembangan psikomotorik terlambat.

Penatalaksanaan

35
Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan. Pencegahan meliputi
penjagaan kebersihan pribadi dan mencegah transfusi darah. Usaha untuk membantu
diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan:

1. Ultrasonografi
2. Pemeriksaan biakan cytomegovirus dalam cairan amnion
Pencegahan
Kesehatan perlu dijaga dengan Kesehatan perlu dijaga dengan baik pada situasi yang
berisiko tinggi. Misalnya tersedianya unit rawat intensif neonatal, pusat rawat berobat jalan
dan unit dialysis. Transfuse ibu dengan darah positif CMV harus dihindari.
Pemeriksaan Laboratorium

· Anti CRV IgM dan IgG dan IgG aviditas


· Pemeriksaan dilakukan pada saat ibu merencanakan kehamilan jika hasil
pemeriksaansebelumnya negative
Hasil dan Tindak Lanjut
· IgM (-) : periksa ulang beberapa minggu kemudian, jika hasil tetap IgM (-) berarti tidak
terifeksi dan lakukan langkah pencegahan. Sementara itu, jika IgG (+) : lakukan pemeriksaan
konfirmasi IgM dan IgG aviditas, jika IgM (+) dan IgG rendah berarti infeksi primer perlu
pemeriksaan lebih lanjut apakah janin terinfeksi atau tidak.
· IgG (+): berarti sudah pernah terinfeksi dimasa lalu, karena itu sudah kebal terhadap
CRV. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut,pada kehamilan berikut untuk melihat jumlah
titer IgG, apakah masih mencukupi atau tidak.
· Rubella
Rubella ( campak jerman) adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi kronik
intrauterine, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, rubella disebabkan oleh
virus plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan melalui droplet dari ibu hamil
kepada janin.
A. Tanda dan gejala
1. Demam ringan, pusing dan mata ringan
2. Sakit tenggorokan

36
3. Ruam kulit setelah demam turun (warna merah jambu)
4. Kelenjar limfe membengkak
5. Persendian bengkakdan nyeri pada beberapa kasus
6. Fotofobia
7. Abortus spontan
8. Radang arthritis atau ensefalitis
9. Pada ibu hamil kadang tanpa gejala
B. Dampak pada kehamilan
· Insidensi anomaly congenital: bulan pertama 50%, bulan kedua 25%, bulan ketiga 10%
dan bulan keempat 4%. Pemaparan pada bulan pertama dapat menyebabkan malformasi
jantung, mata, telinga, atau otak. Pemaparan bulan keempat: infeksi sistemik,retardasi
pertumbuhan intrauterine.
· Infeksi rubella congenital dapat menyebabkan sindron rubella congenital yang terdiri
atas hal-hal berikut ini.
ü Pertumbuhan janin yang terhambat (merupakan kondisi yang paling sering terjadi)
ü Katarak yang dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Katarak adalah pemutihan lensa
mata sehingga mengakibatkan kebutaan menetap. Kelainan katarak ini biasanya disertai
dengan bola mata yang kecil
ü Kelainan jantung bawaan
ü Hilang fungsi pendengaran akibat proses infeksi yang terjadi pada saraf pendengaran
ü Radang otak dan selaput otak
C. Pengobatan
Tidak ada obat spesifik untuk mengobati infeksi virus rubella. Obat yang diberikan biasanya
bersifat untuk meringankan gejala yang timbul. Hanya saja pada anak-anak dan orang
dewasa, gejala-gejala yang timbul adalah sangat ringan. Bayi yang lahir dengan sindrom
rubella congenital, biasanya harus ditangani secara sekama oleh para ahli.
Semakin banyak kelainan bawaan yang diderita akibat infeksi congenital, semakin besar pula
pengaruhnya pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak.bayi lahir yaitu dengan
terdeteksinya IgM Rubella pada darah bayi.

37
D. Pencegahan penularan virus rubella
Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan virus rubella adalah dengan pemberian
imunisasi. Saat ini imunisasi yang dapat diberikan untuk mencegah rubella adalah dengan
pemberian vaksin MMR pada wanita usia reproduksi yang belum mempunyai antibody
terhadap virus rubella amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi rubella
congenital pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMr, penundaan kehamilan harus
dilakukan selama 3 bulan.
E. Pemeriksaan Laboratorim
ü Anti Rubella IgM dan IgG bila perlu
ü Pemeriksaan penyaring (skirining) dilakukan saat ibu merencanakan kehamilan, awal
kehamilan (minggu 1-17), wanita hamil yang dicurigai kontak dengan virus atau terdapat
gejala klinis
F. Hasil dan tindak lanjut
IgG (+): sudah pernah terinfeksi dimasa lalu sehingga sudah kebal terhadap Rubella.
Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut sampai dengan kehamilan berikut
IgM (-), IgM(-)/(+): periksa ulang1-4 minggu kemudian jika hasil tetap IgG (-),IgM(-)
berarti belum pernah terinfeksi , oleh karena itu daaan hind danari sumber infeksi dan
lakukan vaksinasi jika kehamilan belum terjadi. Sementara itu jika IgG (+) dam IgM (+)
berarti infeksi baru terjadi pertama kali. Jika IgG (-) berarti IgM tidak spesifik dan belum
pernah terinfeksi. Oleh karena itu lakukan tindakan preventif dan vaksinasi jika kehamilan
belum terjadi.
Varicella
varicella atau cacar air adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus varizella zoster .
organ tubuh yang diserang adalah kulit, selaput lender mata dan mulut serta kerongkongan
dan organ lain misalnya otak. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, tetap anak-anak
lebih sering terkena.
Cara penularan
Varicella cepat menular. Kejadian penularan pada orang lain sejak 1-2 hari sebelum
munculnya ruam sampai dengan membentuk kerompeng.

38
Beberapa bahaya dab komplikasi dari varicella:
§ Pada anak
Paling sering terjadi infeksi pada kulit,
enchepalitis (radang otak) dan pneumonia
§ Pada ibu hamil
o Trimester I dan II, keguguran bayi lahir mati, bayi cacat,BBLR, cacar air pada masa bayi.
o Trimester III, bila > 6 hari sebelum melahirkan maka bayi akan terkena cacar air ringan.
Bila < 6 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan, bayi akan mengalami cacarair bahkan
bisa meninggal.
Dampak Terhadap Kehamilan

5-10% wanita dewasa rentan terhadapa infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicela akut
terjadi pada 1:7500 kehamilan. Komplikasi maternal yang mungkin terjadi:

1. Persalinan preterm
2. Ensefalitis
3. Pneumonia
Pencegahan
Vaksinasi merupakan langkah bijaksana dalam perlindungan terhadap virus varicella zoster

dan komplikasinya. Vaksin dapat diberikan sedini mungkin, namun apabila dikehendaki

orang tua,vaksin dapat diberikan setelah umur > 1 tahun. Apabila vaksin diberikan pada

umur >13 tahun, maka imunisasi diberikan 2 kali dengan 4-8 minggu

GEJALA KLINIS

1. Masa inkubasi 10-21 hari.


2. Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala prodromal.
3. Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa, lesi kulit muncul 2-3 hari setelah
demam, malaise, sakit kepala, anoreksia.

39
4. Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas juga
dapat mengenai selaput lendir.
5. Lesi berupa makula eitema dalam beberapa jam akan berubah jadi papula, vesikula,
pustula, dan krusta.
6. Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru sehingga menimbulkan
gambaran yang polimorf.
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis adalah suatu infeksi protozoa Toxoplasma gondii, yangbiasanya terjadinya

melalui kontak dengan tinja kucing, makan makanan mentah, atau makanan daging yang

terkontaminasi dengan toxo ini.

Hanya sekitar 20% wanita hamil dengan toxoplasmosis yang menunjukkan gejala dari

penyakit ini. Tetapi jika seorang wanita terinfeksi sesaat sebelum atau selama kehamilan,

maka kemungkinan sekitar 40-50% untuk menularkan ke bayi dalam kandungannya,

walaupun ibu hamil sendiri tidak tanpa sakit.

GEJALA KLINIS

1. Demam.
2. Sakit kepala.
3. Badan lemah.
4. Pembekakan kelenjar getah bening.
5. Penglihatan terganggu.
6. Disorientasi.
7. Gemetar.
8. Kejang.
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN

40
Resiko terjadinya kelainan berat pada janin lebih besar bila terinfeksi di trimester pertama
dan kedua. Namun, kemungkinan tertular di trimester ini lebih rendah dibanding di
trimester akhir.

Bila terinfeksi,janin menghadapi resiko seperti:

1. Kelainan sistemik, seperti: kuning, pembesaran hati dan limfa, juga perdarahan
2. Kelainan syaraf mata
3. Gangguan fungsi syaraf pusat (gangguan kecerdasan dan keterlambatan bicara)
4. Cacat bawaan, seperti pembesaran kepala (hydrocephalus)
5. Keguguran
Infeksi Traktus Urinarius
Infeksi traktus urinarius adalah bila ada pemeriksaan urin ditemukan bakteri yang jumlahnya
lebih dari 10.000 per ml. Urin yang diperiksa harus bersih, segar, dan diambil dari aliran
tengah (midstream) atau diambil dengan fungsi supra simphisi.

Infeksi saluran kencing adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai pada kehamilan.
Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat
mengenai salran bawah yang menyebabkan sisititis, atau menyerang kaliks, pelvis, dan
parenkim ginjal sehingga mengakibatkan pielonefritis.

Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal perineum.
Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa galur escherichia coli memiliki pili yang
meningkatkan virulensinya. Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya tidak meningkatkan
factor-faktor virulensi ini, stasis air kemih tampaknya menyebabkan hal itu, dan bersam
dengan revluksvesikoureter, stasis mempermudah timbulnya gejala infeksi saluran kemih
bagian atas.
Overdistensi yang disertai kateterisasi untuk mengeluarkan air kemih sering menyebabkan
infeksi saluran kemih.

1) BAKTERIURIA ASIMPTOMATIK

41
Ditemukan bakteri sebanyak >100.000 per ml air seni daari sediaan air seni. Angka kejadian
bakteriuria asimptomatik dalam kehamilan sama seperti wanita usia reproduksi yang
seksual aktif dan non pregnant sekitar 2-10%. Jenis bakteri yang ditemukan:

1. Eschericia coli (60%)


2. Proteus mirabilis
3. Klebsiella pneumoniae
4. Streptococus grup B.
Bila bakteriuria asimptomatik tidak diterapi dengan baik maka 20% ibu hamil akan
menderita sistisis akut atau pielonefritis akut pada kehamilan lanjut.

o Ampisilin 3x500 mg selama 7-10 hari.


o Cephalosporin.
o Nitrofurantoin.
Setelah terapi, lakukan pemeriksaan ulangan dengan biakan urin oleh karena kejadian ini
seringkali berulang (25%)

2) SISTISIS AKUT

Sistsis merupakan peradangan kandung kemih tanpa disertai radang pada bagian saluran
kemih, biasanya inflamasi akibat bakteri. Terjadi pada 1-2% kehamilan. Tanda dan gejala:

1. Hampir 95% mengeluh nyeri pada daerah supra simphisis atau nyeri saat berkemih.
2. Frekuensi berkemih meningkat tetapi jumlahnya sedikit sehingga menimbulkan rasa
tidak puas dan tuntas.
3. Air kencing kadang terasa panas.
4. Air kencing berwarna lebih gelap dan serangan akut kadang-kadang berwarna
kemerahan.
5. Ditemukan banyak eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan laboratorim.
Penatalaksanaan:

1. Anjurkan ibu untuk banyak minum.

42
2. Atur frekuensi berkemih untuk mengurangi sensasi nyeri, spasme, dan rangsangan
untuk selalu berkemih (tetapi dengan jumlah urin yang minimal). Makin sering berkemih,
nyeri dan spasme akan makin bertambah.
3. Terapi antibiotik yang dipilih, mirip dengan pengobatan bakteriuria asimptomatik.
Apabila antibiotika tunggal kurang memberikan manfaat, berikan antibiotika kombinasi.
Kombinasi tersebut dapat berupa jenis obatnya ataupun cara pemberiannya, misal:
amoksisilin 4x250 mg per oral, digabung dengan gentamisisn 2x80mg secara IM selama 10-
14 hari. Dua hingga 4 minggu kemudian dilakukan penilaian laboratorium untuk evaluasi
pengobatan.
4. Untuk pencegahan infeksi berulang berikan nitrofurantoin 100 mg/hari setiap malam
sampai sesudah 2 minggu post partum.
3) PIELONEFRITIS AKUT

Pielonefritis akut merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai dalam kehamilan
dan frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan terakhir dan permulaan masa nifas.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh E. Coli dan dapat pula oleh kuman-kuman lain seperti
Stafilokokus aureus, Basillus proteus, dan Pseudomonas aerugenosa. Kuman dapat
menyebar secara hematogen atau limfogen, akan tetapi terbanyak dari kandung kemih.

Gejala yang penting diperhatikan:

1. Pielonefritis akut ditandai dengan gejala demam, menggigil, mual, dan muntah, nyeri
pada daerah kostovertebra atau pinggang. Sekitar 85% kasus suhu tubuh melebihi 38
derajat celcius dan sekitar 12% suhu tubuhnya mencapai 40 derajat selcius.
2. Sering disertai mual, muntah, dan anoreksia.
3. Kadang-kadang diare.
4. Dapat juga jumlah urin berkurang.
5. Pemeriksaan air kemih menunjukkan banyak sel-sel leukosit dan bakteri.
PENATALAKSANAAN:

43
1. Ibu hamil dengan pielonefritis akut, hardirawatinapkan. Karena penderita sering
mengalami mual dan muntah, mereka umumnya datang dengan keadaan dehidrasi.
2. Bila ibu datang dengan keadaan syok, segera lakukan pemasangan infus untuk
restorasi cairan dan pemberian medikamentosa. Pantau TTV dan diuresis secara berkala.
3. Bila terjadi ancaman partus prematurus, lakukan pemberian antibiotika seperti yang
telah diuraikan di atas dan penatalksanaan partus prematurus.
4. Terapi kombinasi antibiotika yang efektif adalah gabungan sefoksitin 1-2 gram
intravena setiap 6 jam dengan gentamisin 80 mg IV setiap 12 jam. Ampisilin 2 gram/
ciproksin 2 gram IV dan gentamisisn 2x80 mg.
4) STREPTOCOCCUS GRUP B (GBS)

GBS adalah flora normal manusia dengan reservoir utama di traktus digestivus. GBS dapat
masuk ke dalam traktus urinarius utama di traktus digestivus melalui kontaminasi feses atau
kontak seksual.

DAMPAK terhadap kehamilan:

1. Penularan dari ibu ke anak dapat terjadi secara vertikal saat persalinan dengan faktor
resiko penularan:
- Persalinan preterm.

- Ketuban pecah dini (KPD)

- BBLR

- Febris intrapartum

Hepatitis
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering
dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, penyebab hepatitis infeksiosa terutama oleh
virus hepatitis B. walaupun kemungkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau Hepatitis
C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk
pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang

44
dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III
sering terjadi premature.
Tidak dianjurkan untuk melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan
mempertinggi risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui
plasenta, waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih kontroversi penularan melalui
air susu.
Penatalaksanaan
§ Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
§ Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang pentingnya
janin dipisahkan dengan ibunya
§ Periksa HbsAg
§ Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT), serum
glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah, karena kemungkinan telah
ada disseminated intravascular coagulapathy (DIC)
§ Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik Pada ibu yang HbsAg positif
perlu diperiksa HbsAg anak karena kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat
§ Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu
§ Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2×24 jam diberi suntikan anti hepatitis serum
HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik
wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi
HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada janinnya
telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut
terjadi. Penelitian di AS dab Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu
hamil adalah 20-40%.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui
ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui
bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.

45
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi PMS
lainnya, seperti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi toksoplasmik, CMV,
TBC dan lain-lain.
Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, BB
menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada
ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunisyik yang
menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine)
dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi
oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam kehamilan
merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam
kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya, yaitu
hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan tes
terhadap HIV sebelum kehamilan.
Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko infeksi pada bayi
yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1%
pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan
terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
ü Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan
ü Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
ü Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
ü Gunakan pelindung mata (kacamata)
ü Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
ü Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
ü Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV
serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui
pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan bayi,
sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini. Perawatan

46
ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan tindakan
yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan sirkumsisi.
Perawatan tali pusat harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi yang menggunakan virus
hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita virus
HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan sampai 15 bulan. Jadi
diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan adanya perubahan ke arah
negatif atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin baru tampak pada usia 12-18 bulan.
Typus Abdominalis
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih
tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap
kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi
dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur.
Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tifus
abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui
bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan
penularan oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi
bagi abortus buatan.
Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan
kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70%-80%), pada usia
30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%).
ETIOLOGI

Penyebab penyakit ini adalah Salmonella paratyphi A,dan Salmonella paratyphi A, dan
Salmonella paratyphi B. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora,
mempunyai 3 macam antigen, yaitu: antigen O, antigen H, dan antigen Vi. Dalam serum
penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh
pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15oC – 41o C (optimum 37oC) dan pH
pertumbuhan 6-8.

47
TANDA DAN GEJALA KLINIS

1. Demam
Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu pertama
terutama pada sore dan malam hari, pada minggu ke-2 suhu tubuh terus menigkat, dan
pada minggu ke-3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang
dengan pemberian antiseptik, tidak menggigil, dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai
epitaksis.

Gangguan pada saluran pencernaan


- Halitosis
- Bibir kering
- Lidah kkotor berselaput putih
- Perut agak kembung
- Mual
- Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
- Pada permulaan umumnya terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi.

Gangguan kesadaran
- Kesadaran menurun ringan sampai berat.
- Umumnya apatis.
- Bradikardi relatif.
- Umumnya tiap kenaikan 1 derajat celcius diikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali
per menit.
Gejala lain
Cepat lelah, malaise, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh tubuh. Gejala-
gejala tersebut dirasakan antara10-14 hari.

KOMPLIKASI

Pada usus halus

48
Jarang terjadi tapi sering fatal akibatnya, yaitu:

- Perdarahan usus: jika perdarahan banyak maka terjadi melena (keluarnya feses hitam
yang diawali oleh darah yang berubah) disertai nyeri perut dan tanda renjatan.
- Perforasi usus: timbul biasanya pada minggu ketiga terjadi pada bagian distal ileum.
- Peritonitis: biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi.
Ditemukan gejala abdomen yang akut yaitu nyeri perut yang sangat hebat, dinding
abdomen yang tegang (defans muscular), dan nyeri tekan.
Di luar usus halus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalitis,
bronchopneumonia (akibat infeksi sekunder), dehidrasi, dan asidosis.

PENATALAKSANAAN

1. Isolasi pasien, disinfeksi pakaian.


2. Perawatan yang baik untuk menghindari infeksi.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali
(istirahat total) kemudian boleh duduk, jika tidak demam boleh berdiri terus berjalan.
4. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.
5. Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang, dan tidak
menimbulkan gas. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde
lambung.
6. Obat pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis tinggi yaitu 100 mg/kg BB/ hari
(maksimum 2 gram per hari) diberikan 4 kali sehari per oral/ intravena kloramfenikol tidak
boleh diberikan apabila jumlah leukosit ≤ 2000/ UI. Bila pasien alergi dapat diberikan
penicillin/ kotrimoksazol.

49

Anda mungkin juga menyukai