Anda di halaman 1dari 70

INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN

1. Syphilis

Infeksi syphilis (lues) yang disebabkan oleh Treponema pallidum, baik yang sudah lama

maupun yang baru diderita oleh ibu dapat ditularkan kepada janin. Syphilis kongenita

merupakan bentuk penyakit syphilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat terjadi setiap saat

dalam kehamilan, dengan derajat risiko infeksi yang tergantung jumlah spiroketa (treponema) di

dalam darah ibu.

Sudah diketahui secara umum bahwa syphilis mempunyai pengaruh buruk pada janin:

dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus prematurus. Dalam hal

demikian dapat dijumpai gejala-gejala syphilis kongenita, diantaranya pemfigus syfilitikus,

deskwamasi pada telapak kaki dan tangan, serta rhagade di kanan-kiri mulut. Pada persalinan

tampak janin atau plasenta yang hidropik.

Syphilis harus diobati segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang tuanya

kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik prognosis bagi janin.

Syphilis primer yang tidak diobati dengan adekuat, 25% akan menjadi syphilis sekunder dalam

waktu 4 tahun.

Sebelum zaman antibiotika, syphilis diobati dengan neoarsphenamine (Salvarsan) dan

bismuth. Sekarang pengobatan syphilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicillin, dan

apabila penderita tidak tahan (alergi) penicillin, dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin

tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi pada janin.
Untuk syphilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun) dianjurkan

mendapat Benzathine penicillin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik (separuh di

kanan dan separuh di kiri). Untuk syphilis lama (late syphilis) diperlukan dosis yang lebih

tinggi: 7,2 juta satuan (total) dibagi dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta satuam IM perminggu

dalam 3 minggu.

Dosis tunggal penicilline di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi janin dari

penderitaan syphilis. Abortus atau kematian janin selama atau tidak lama setelah pengobatan

biasanya tidak disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi karena pengobatan terlambat

diberikan. Suami juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali

pusat juga diperiksa. Follow up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan

sehingga bila perlu pengobatan ulang dapat segera diberikan.

Untuk lues kongenita pada neonatus dianjurkan pengobatan sebagai berikut: 100.000-

150.000 satuan/kg BB aquaeous crystalline penicilline G perhari (diberikan 50.000 satuan/kg BB

secara IV setiap 8-12 jam) atau 50.000 satuan/kg BB Procain penicillin perhari diberikan 1x IM

selama 10-14 hari.

Bayi yang lahir dari ibu dengan syphilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut

masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.

2. Cito Megallo Virus (CMV)


CMV adalah virus DNA yang merupakan anggota keluarga sehingga menimbulkan

kemampuan latensin.virus ini merupakan penyebab infeksi perinatal tersering. Bukti infeksi pada

janinditemukan 0,5 sampai 2 % dari semua neonates.

Gejala ibu yang terinfeksi CMV biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata karena

biasanya CMV datang pergi tanpa gejala.


1. Cara penularan

Virus ditularkan melalui cara-cara berikut ini :

Secara horizontal melalui percikan ludah,air liur (saliva) dan urine

 Secara vertical dari ibu ke janin bayi

Sebagai penyakit menular seksual

2. Diagnosis

Prenatal
Efek infeksi pada janin dideteksi dengan USG,CT Scan atau MRI. Dapat dijumpai

mikrosefalus, ventrikulomegali atau kalsifikasi serebrum.Amniosintesis dilakukan untuk biakan

virus atau kardosintesis untuk mendeteksi IgM dalam memastikan kecurigaan kasus infeksi

primer.

Maternal

Dengan mengisolasi virus dalam biakan urine/sekresi atau uji serologi.

3. Dampak pada kehamilan

Tidak terdapat bukti bahwa kehamilan meningkatkan resiko. Risiko penularan pada janin

tertinggi dalam trimester pertama dan kedua,sementara infeksi trimester ketiga biasanya tanpa

gejala sisa. Infeksi 10-20 % simtomatik sewaktu: IUGR,karioretinitis, mikrosefali, pengapuran

otak, hepato plasmomegali dan hidrosepalus. Infeksi 80-90 %asimtomatik sewaktu lahir, tetapi

menunjukkan keterbelakangan mental seperti gangguan visual, tetapi, kehilangan pendengaran

yang progresif dan perkembangan psikomotorik terlambat.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Anti CRV IgM dan IgG dan IgG aviditas


Pemeriksaan dilakukan pada saat ibu merencanakan kehamilan jika hasil pemeriksaansebelumnya
negative

5. Hasil dan Tindak Lanjut


IgM (-) : periksa ulang beberapa minggu kemudian, jika hasil tetap IgM (-) berarti tidak terifeksi
dan lakukan langkah pencegahan. Sementara itu, jika IgG (+) : lakukan pemeriksaan konfirmasi
IgM dan IgG aviditas, jika IgM (+) dan IgG rendah berarti infeksi primer perlu pemeriksaan
lebih lanjut apakah janin terinfeksi atau tidak.
IgG (+): berarti sudah pernah terinfeksi dimasa lalu, karena itu sudah kebal terhadap CRV. Tidak
diperlukan pemeriksaan lanjut,pada kehamilan berikut untuk melihat jumlah titer IgG, apakah
masih mencukupi atau tidak.
6. Pencegahan
Kesehatan perlu dijaga dengan Kesehatan perlu dijaga dengan baik pada situasi yang berisiko
tinggi. Misalnya tersedianya unit rawat intensif neonatal, pusat rawat berobat jalan dan unit
dialysis. Transfuse ibu dengan darah positif CMV harus dihindari.
3. Rubella
Rubella ( campak jerman) adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi kronik

intrauterine, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, rubella disebabkan oleh virus

plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan melalui droplet dari ibu hamil kepada

janin.

A. Tanda dan gejala


 Demam ringan, pusing dan mata ringan
 Sakit tenggorokan
 Ruam kulit setelah demam turun (warna merah jambu)
 Kelenjar limfe membengkak
 Persendian bengkakdan nyeri pada beberapa kasus
 Fotofobia
 Abortus spontan
 Radang arthritis atau ensefalitis
 Pada ibu hamil kadang tanpa gejala

B. Dampak Pada Kehamilan


1. Insidensi anomaly congenital: bulan pertama 50%, bulan kedua 25%, bulan ketiga 10% dan
bulan keempat 4%. Pemaparan pada bulan pertama dapat menyebabkan malformasi jantung,
mata, telinga, atau otak. Pemaparan bulan keempat: infeksi sistemik,retardasi pertumbuhan
intrauterine.
2. Infeksi rubella congenital dapatmenyebabkan sindron rubella congenital yang terdiri atas hal-hal
berikut ini.
 Pertumbuhan janin yang terhambat (merupakan kondisi yang paling sering terjadi)
 Katarak yang dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Katarak adalah pemutihan lensa mata
sehingga mengakibatkan kebutaan menetap. Kelainan katarak ini biasanya disertai dengan bola
mata yang kecil
 Kelainan jantung bawaan
 Hilang fungsi pendengaran akibat proses infeksi yang terjadi pada saraf pendengaran
 Radang otak dan selaput otak
C. Pengobatan
Tidak ada obat spesifik untuk mengobati infeksi virus rubella.Obat yang diberikan biasanya
bersifat untuk meringankan gejala yang timbul.Hanya saja pada anak-anak dan orang dewasa,
gejala-gejala yang timbul adalah sangat ringan.Bayi yang lahir dengan sindrom rubella
congenital, biasanya harus ditangani secara sekama oleh para ahli. Semakin banyak kelainan
bawaan yang diderita akibat infeksi congenital, semakin besar pula pengaruhnya pada proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.bayi lahir yaitu dengan terdeteksinya IgM Rubella pada
darah bayi.
D. Pencegahan penularan virus rubella
Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan virus rubella adalah dengan
pemberian imunisasi. Saat ini imunisasi yang dapat diberikan untuk mencegah rubella adalah
dengan pemberian vaksin MMR pada wanita usia reproduksi yang belum mempunyai antibody
terhadap virus rubella amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi rubella congenital
pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMr, penundaan kehamilan harus dilakukan selama 3
bulan
E. Pemeriksaan Laboratorim
 Anti Rubella IgM dan IgG bila perlu
 Pemeriksaan penyaring (skirining) dilakukan saat ibu merencanakan kehamilan, awal kehamilan
(minggu 1-17), wanita hamil yang dicurigai kontak dengan virus atau terdapat gejala klinis
F. Hasil dan tindak lanjut
 IgG (+): sudah pernah terinfeksi dimasa lalu sehingga sudah kebal terhadap Rubella. Tidak
diperlukan pemeriksaan lanjut sampai dengan kehamilan berikut
 IgM (-), IgM(-)/(+): periksa ulang1-4 minggu kemudian jika hasil tetap IgG (-),IgM(-) berarti
belum pernah terinfeksi , oleh karena itu daaan hind danari sumber infeksi dan lakukan
vaksinasi jika kehamilan belum terjadi. Sementara itu jika IgG (+) dam IgM (+) berarti infeksi
baru terjadi pertama kali. Jika IgG (-) berarti IgM tidak spesifik dan belum pernah
terinfeksi.Oleh karena itu lakukan tindakan preventif dan vaksinasi jika kehamilan belum terjadi.
4. Herpes

Infeksi herpes virus hominis pada orang dewasa biasanya ringan. Walaupun demikian, penyakit

ini dapat menyebabkan kematian janin dan bayi. Pada bayi dapat dijumpai gelembung-

gelembung pada kulit di seluruh badan, atau pada konjungtiva dan selaput lendir mulut.

Kematian bayi dapat pula disebabkan oleh ensefalitis herpes virus.

Virus tipe II dapat menyebabkan herpes genitalis dengan gelembung-gelembung berisi cairan di

vulva, vagina, dan servik, yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV) sehingga sering

disebut herpes simplek. Herpes simplek ditularkan melaluin hubungan seksual.

Diagnosis tidak sulit yaitu apabila terdapat gelambung-gelambung di daerah alat kelamin,

ditemukannya benda-benda inklusi intranuklear yang khas di dalam sel-sel epitel vulva, vagina

atau servik setelah dipulas menurut papanicolau, memberi kepastian dalam diagnosis.

Herpes genitalis merupakan infeksi virus yang senantiasa bersifat kronik, recurrent, dan dapat
dikatakan sulit diobati. Sampai saat ini hanya satu cara pengobatan herpes yang cukup efektif,

yaitu antivirus yang disebut acyclovir. Obat-obat analgetik dipakai untuk mengurangi rasa nyeri

di daerah vulva. Acyclovir dalam kehamilan tidak dianjurkan, kecuali bila infeksi yang terjadi

merupakan keadaan yang mengancam kematian ibu, seperti adanya ensefalitis, pneumonitis, dan

atau hepatitis, dimana acyclovir dapat diberikan secara IV.

Bila pada kehamilan timbul herpes simplek perlu mendapat perhatian yang serius, karena melalui

plasenta virus dapat masuk ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian

pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60% , separuh yang hidup menderita

cacat neurologis atau kelainan pada mata. Bila transmisi terjadi pada kehamilan trimester I

cenderung terjadi abortus atau malformasi congenital berupa mikroinsefali, sedangkan trimester

II terjadi prematuritas. Pada bayi baru lahir dari ibu yang manderita herpes simplek akan

mengalami kelinan berupa hepatitis, infeksi berat, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit

berupa vesikel herpetiformis dan bahkan busa lahir mati.

SC dianjurkan pada wanita yang pada saat kelahiran menunjukkan gejala-gejala akut pada

genetalia, untuk menghindari penularan akibat kontak langsung. Karena bila dengan persalinan

pervaginam 50% bayi akan mengalami infeksi. Pada pasca persalinan, ibu yang menderita

herpes aktif harus diisolasi. Bayinya dapat diberikan untuk menyusui bila ibu telah cuci tangan

mengganti baju yang bersih.

Penatalaksanaan

1. Ibu hamil yang menderita herpes simplek genitals primer dalam 6 minggu terakhir masa

kehamilannya dianjurkan untuk SC sebelum atau dalam 4 jam pecahnya ketuban.

2. Untuk bayi lahir dari ibu dengan herpes simplek, banyak runah sakit yang menganjurkan untuk

mangisolasi bayi baru lahir dari ibu yang mengalami herpes simplek. Bayi harus diawasi ketat
selama 1 bulan pertama kehidupannya. Untuk bayi dengan ibu herpes simplek dan melalui

pervaginam harus diberikan profilaksis asiklovir intravena selama 5-7 hari dengan dosis 3x10

mg/kgBB/hari.

5. Varicella (Cacar Air/Chicken Pox)

Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas.

Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-

kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus. Disangka bahwa telah

terjadi penularan intra uterin apabila gelambung-gelambung timbul dalam 10 hari setelah

kelahiran. Frekuensi cacar bawaan tidak lebih tinggi pada para bayi yang lahir dari ibu yang

menderita cacar air dalam masa hamil.

1. Masa inkubasi

Waktu terekspos sampai kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3 pekan. hal ini bisa sitandai

dengan badan yang terasa panas dingin.

2. Gejala

Pada permulaannya, penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan

lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan

nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit

yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu

diikuti timbul di anggota gerak dan wajah.

Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam

kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting

ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan
terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-

kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.

3. Waktu karantina yang disarankan

Selama 5 hari setelah ruam mulai muncul dan sampai semua lepuh telah berkeropeng. Selama

masa karantina sebaiknya penderita tetap mandi seperti biasa, karena kuman yang berada pada

kulit akan dapat menginfeksi kulit yang sedang terkena cacar air. Untuk menghindari timbulnya

bekas luka yang sulit hilang sebaiknya menghindari pecahnya lenting cacar air. Ketika

mengeringkan tubuh sesudah mandi sebaiknya tidak menggosoknya dengan handuk terlalu keras.

Untuk menghindari gatal, sebaiknya diberikan bedak talk yang mengandung menthol sehingga

mengurangi gesekan yang terjadi pada kulit sehingga kulit tidak banyak teriritasi. Untuk yang

memiliki kulit sensitif dapat juga menggunakan bedak talk salycil yang tidak mengandung

mentol. Pastikan anda juga selalu mengkonsumsi makanan bergizi untuk mempercepat proses

penyembuhan penyakit itu sendiri. Konsumsi buah- buahan yang mengandung vitamin C seperti

jambu biji dan tomat merah yang dapat dibuat juice.

4. Pencegahan

Imunisasi tersedia bagi anak-anak yang berusia lebih dari 12 bulan. Imunisasi ini dianjurkan bagi

orang di atas usia 12 tahun yang tidak mempunyai kekebalan.Penyakit ini erat kaitannya dengan

kekebalan tubuh.

5. Pengobatan

Varicella ini sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi tidak menutup

kemungkinan adanya serangan berulang saat individu tersebut mengalami panurunan daya tahan

tubuh. Penyakit varicella dapat diberi penggobatan “Asiklovir” berupa tablet 800 mg per hari

setiap 4 jam sekali (dosis orang dewasa, yaitu 12 tahun ke atas) selama 7-10 hari dan salep yang
mengandung asiklovir 5% yang dioleskan tipis di permukaan yang terinfeksi 6 kali sehari selama

6 hari. Larutan “PK” sebanyak 1% yang dilarutkan dalam air mandi biasanya juga digunakan.

Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan bekas luka yang

ditimbulkan dengan banyak mengkonsumsi air mineral untuk menetralisir ginjal setelah

mengkonsumsi obat. Konsumsi vitamin C plasebo ataupun yang langsung dari buah-buahan

segar seperti juice jambu biji, juice tomat dan anggur. Vitamin E untuk kelembaban kulit bisa

didapat dari plasebo, minuman dari lidah buaya, ataupun rumput laut. Penggunaan lotionyang

mengandung pelembab ekstra saat luka sudah benar- benar sembuh diperlukan untuk

menghindari iritasi lebih lanjut.

6. Diagnosis

Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat ditegakkan

dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah munculnya ruam-

ruam kulit pada varicella didaerah punggung. Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada

minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu

setelah pemeriksaan IgM.Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah

dengan menggunakan FAMA – Fluorescent Antibody Membrane Antigen

7. Dampak terhadap kehamilan

5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut

terjadi pada 1 : 7500 kehamilan

Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :

a. Persalinan preterm

b. Ensepalitis

c. Pneumonia
Penatalaksanaan terdiri dari terapi simptomatik namun harus dilakukan pemeriksaan sinar x

torak untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia mengingat bahwa komplikasi pneumonia

terjadi pada 16% kasus dan mortalitas sampai diatas 40%.Bila terjadi pneumonia maka

perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diterapi dengan antiviral oleh karena perubahan

dekompensasi akan sangat cepat terjadi.

Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara

13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu.Bila

infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin

pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari

sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self

limiting”. Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca

persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan

mortalitas 30%.Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam

jangka waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan

yang sangat infeksius. Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah

terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil

pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka

waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi varciella tidak boleh dilakuykan pada kehamilan oleh

karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan.

http://kebidananfull.blogspot.co.id/2013/07/infeksi-yang-menyertai-kehamilan-dan.html

Toxoplasmosis

Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toxoplasma gondii. Ibu dengan toxoplasma

gondii biasanya tidak menampakan gejala walaupun 10%-20% ibu yang terinfeksi didapatkan adanya
iymphadenopathy. Infeksi dapat ditemukan pada sindrom mononucleosislike dengan adanya kelelahan

dan lesu, jarang terjadi pada encephalitis.

BBL dengan menderita toxoplasma congenital terinfeksi saat berada di dalam uterus secara

transplacental. Choriuretinitis merupakan manifestasi klinis yang serinng muncul apada BBL sebagai

gejala toxoplasma. Berikut adalah temuan-temuan yang didapatkan pada bayi dengan infeksi

toxoplasma congenital: chorioretinitis, hydrocephalus, penyakit kuning, hepatosplenomegali,

mikrosefali, glaucoma, kejang, demam, hipotermi, limpadenopati, mual, diare, katarak, mikroftalmia,

syaraf mata atrofi, pneumonia.

Penularannya tergantung pada 3 hal yaitu : lingkungan yang memungkinkan perkembangan agen

penyakit, adanya induk semang dan agen penyakit itu sendiri.

Agen penyakit toksoplasmosis meliputi :

1. Kucing

Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. Sekitar ½ dari beberapa kucing yang diuji

mempunyai antibody toxoplasma. Ini berarti bahwa kucing tersebut terinfeksi karena memakan hewan

pengerat dan burung pemakan daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah terinfeksi, kucing

mengeluarkan ookista yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran ookista terus menerus sampai sekitar

2 minggu sebelum kucing itu sembuh atau pulih kembali. Hewan ini mudah terinfeksi lagi dan dapat

mengeluarkan ookista ketika terinfeksi oleh organisme lain.

Feses kucing sudah sangat infeksius. Ookist dalam feses menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan

dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran dan dapat

dicegah dengan pembuangan sampah setiap hari.

2. Daging
Wabah “christiaan barand” adalah contoh penularan toxoplasma melalui daging. Konsumsi daging yang

terinfeksi adalah penyebab utama toxoplasma di Eropa, dimana dibatasinya penggunaan lemari

pendingin dan biasanya daging tidak dibekukan. Seharusnya daging dimasak pada suhu yang tinggi

untuk mecegah terjadinya penularan toxoplasma.

2. Infeksi Traktus Urinarius

Infeksi saluran kencing adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berkembang biaknya

mikroorganisme di dalam saluran kemih. Infeksi ini merupakan infeksi bakteri yang paling sering

dijumpai pada wanita karena pendeknya uretra pada wanita sehingga memudahkan masuknya bakteri

ke dalam kandung kemih.

Pada wanita hamil memiliki peluang lebih tinggi lagi untuk terserang infeksi saluran kencing

tersebut. telah terjadi perubahan-perubahan baik secara anatomik maupun fisiologik maka sistem

saluran kemih pada ibu hamil rawan terjadi infeksi. Pada wanita hamil terjadi penurunan tonus dan

aktifitas otot-otot ureter yang berakibat terjadinya penurunan kecepatan pengeluaran urin melalui

system pengumpul urin. Ureter bagian atas dan pelvis renal mengalami dilatasi dan menyebabkan

terjadinya hidronefrosis fisiologis pada kehamilan. Hidronefrosis ani adalah akibat pengaruh

progesterone terhadap tonus otot dan peristaltic, dan yang paling penting adalah akibat obstuksi

mekanik oleh uterus yang membesar. Juga didapatkan perubahan pada kandung kemih termasuk

penurunan tonus, peningkatan kapasitas, dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Selain

itu terjadi peningkatan pH urin selama kehamilan memudahkan pertumbuhan bakteri. Ini semua

merupakan predisposisi terjadinya infeksi saluran kemih pada ibu hamil.

Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai

saluran bawah yang menyebabkan sisititis, atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal sehingga
mengakibatkan pielonefritis. komplikasi yang sering timbul pada ibu hamil akibat infeksi saluran kemih

adalah pielonefritis, hipertensi, kematian janin dalam kandungan dan anemia.

Kuman penyebab utama infeksi saluran kemih adalah golongan basil gram negative aerobik yang

dalam keadaan normal bertempat tinggal di dalam traktus digestifus ( saluran pencernaan). Pada

umumnya penyebab infeksi ini adalah 90% adalah E. Coli, Klebsiella-Enterobacter 5% dan Proteus

mirabilis, enterococcus, Staphylococcus.

Ada 3 cara terjadinya infeksi yaitu:

 Penyebaran melalui aliran darah yangberasal dari usus halus atau organ lain ke dalam saluran kemih

 Penyebaran melalui saluran getah bening yang berasal dari usus besar ke buli-buli atau ginjal

 Secara asenden yaitu terjadinya migrasi mikroorganisme melalui uretra, buli-buli, ureter dan ginjal.

1. Gambaran Klinis

Gejala meliputi demam, menggigil hebat, dan nyeri tumpul di salah satu atau kedua regio lumbal. Pasien

mungkin mengalami anoreksia, mual dan muntah. Perjalanan penyakit dapat hipotermia sangat

bervariasi dengan demam sampai setinggi 40 C. rasa nyeri biasanya sampai 34 C dapat ditimbulkan

dengan perkusi disalah satu atau kedua sudut costovertebra. Sedimen urin sering mengandung banyak

leukosit, seringkali dalam gumpalan-gumpalan dan banyak bakteri.

Kreatinin plasma harus diukur pada awal terapi. Pielonefritis akut pada sebagian wanita hamil

menyebabkan penurunan pada laju filtrasi glomerulus yang bersifat reversible. Wanita dengan

pielonefritis ante partum mengalami insufisiensi pernafasan dengan derajat bervariasi akibat cidera

alveolus dan edema paru yang dipicu oleh endotoksin. Pada sebagian wanita cidera parunya parah

sehingga menimbulkan syndrome gawat nafas akut.


Graham dkk (1983) memastikan bahwa pemberian terapi antimikroba pada wanita ini diikuti oleh

peningkatan aktifitas uterus. Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan endotoksin. Hemolisis akibat

endotoksin juga sering terjadi, dan sekitar 1/3 dari wanita ini mengalami anemia akut.

2. Penatalaksanaan

Hidrasi intra vena agar produksi urin memadai merupakan hal yang esensial. Keluaran urin, tekanan

darah dan suhu dipantau secara ketat. Demam tinggi harus diatasi, biasanya dengan selimut pendingin.

Infeksi saluran kemih yang serius ini biasanya cepat berespon terhadap hidrasi intravenal dan terapi

antimikroba. Pemberian antibiotic adalah golongan penisilin dengan sprektum luas (piperasilin,

mezlosilin, tikarsilin/asam klavilanik) atau sefalosforin sprektum luas ( sefotaksim, sefrisoksim,

seftriakson) atau aztreonam atau aminoglikosida. Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah

terapi, tetapi walaupun gejala cepat menghilang dianjurkan agar terapi dilanjutkan hingga 7-10 hari.

Apabila biakan urin selanjutnya memberikan hasil positif diberikan nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur

selama sisa kehamilan.

3. Akibat infeksi saluran kemih pada kehamilan

Pielonefritis akut merupakan penyulit tersering pada kehamilan dapat menimbulkan ancaman yang

serius terhadap kesejahteraan ibu maupun janin. Infeksi saluran kemih baik dalam tingkat pielonefritis

akut maupun masih bakteriuria asimtomatik pada kehamilan dapat meningkatkan risiko persalinan

preterm, terjadinya abortus dan lahir mati.

4. 3. Hepatitis

Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling

sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis infeksiosa

terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga dapat karena virus

hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt kehamilan dan
mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi

keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin).

Sedangkan pada trimester II dan III sering terjadi premature. Tidak dianjurkan untuk

melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan mempertinggi

risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta,

waktu lahir, atau masa neonates, walaupun masih masih kontroversi penularan melalui

air susu.

Masa inkubasi hepatitis B bervariasi dari 1-6 bulan. Hepatitis B sering tidak menunjukkan

gejala ikhterik atau asimtomatik, walaupun dalam keadaan sangat parah dapat timbul

penyakit kuning serta kegagalan hepar yang akut.

1. Penatalaksanaan

a. Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV

b. Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang

pentingnya janin dipisahkan dengan ibunya

c. Periksa HbsAg

d. Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT),

serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah, karena

kemungkinan telah ada disseminated intravaskular coagulapathy (DIC)

e. Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik

f. Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena kemungkinan

terjadi penularan melalui darah tali pusat

g. Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu

h. Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2x24 jam diberi suntikan anti hepatitis
serum

4. Hiv/Aids

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik

wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita

infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada

janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi

perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa menunjukkan bahwa risiko

transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui

plasenta, perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian,

WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui bayinya mengingat

manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.

Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi PHS

lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi toksoplasmik,

CMV, TBC dan lain-lain. Penderita AIDS mempunyai gejala awal yang tidak spesifik

seperti fatique, anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring

maupun vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan

oleh penyakit oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii

pneumonia.

Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT

(Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya

infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam

kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya
dalam kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya,

yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan tes

terhadap HIV sebelum kehamilan.

Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko infeksi pada

bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate

0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya

pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:

a. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong

persalinan

b. Gunakan sarung tangan saat menolong bayi

c. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS

d. Gunakan pelindung mata (kacamata)

e. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius

f. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut

g. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody

terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis

Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan

melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan

bayi, sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini.

Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak

dilakukan tindakan yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan

lakukan sirkumsisi. Perawatan tali pusat harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi

yang menggunakan virus hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut
tidak menderita virus HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan

sampai 15 bulan. Jadi diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan adanya

perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin baru tampak pada usia

12-18 bulan.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita infeksi HIV dibagi menjadi 2:

a. Infeksi dini HIV dengan mencegah timbulnya infeksi oportunistik serta memperpanjang

hidup penderita.

b. Tahap lanjut dengan memberikan pengobatan untuk infeksi oportunistik dan keganasan

serta perawatan pada fase terminal.

5. Typus Abdominalis

Typus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasnya

mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada

saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Salmonella typhi, basil gram negatif,

bergerak dengan rambut, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam

antigen yaitu antigen O (somatik), antigen H (flagela) dan antigen Vi.

Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih

tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap

kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya

infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.

Bakteri masuk melaluin saluran cerna, dibutuhkan jumlah seratus ribu sampai satu

milyar untuk dapat menimbulkan infeksi. Sebagaian besar bakteri mati oleh asam
lambung. Bakteri yang tetap hidup akan masuk kedalam ileum melalui mikrovili dan

mencapai plak payeri, selanjutnya masuk kedalam pembuluh darah (bakteremia). Pada

tahap selanjutnya, s.typoii menuju keorgan sistem retikoendotial.

1. Gejala klinis

Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala

prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak

semangat. Pada kasus khas biasa ditemukan gejala klinis berupa demam, gangguan pada

saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran

2. Komplikasi

Pada tifus abdominalis dapat terjadi komplikasi berupa perdarahan usus, perforasi usus,

peritonitis, miningitis, kolesitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatis, dehidrasi,

asidosis.

3. Pengobatan

a. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.

b. Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama, lemah

dan anoreksia dll.

c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat

mutlak, berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan

selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.

d. Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan

makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meragsang dan tidak banyak

menimbulkan gas.
e. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.

f. Obat terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari dai bagi dalam 4dosis selama 10

hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla pasien tidak serasi/alergi dapat diberikan

golongan obat lain misalnya penisilin atau kortimoksazol.

g. Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur.

Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman

tifus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak

menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena

kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak

merupakan indikasi bagi abortus buatan.

http://kebidananfull.blogspot.co.id/2013/07/infeksi-yang-menyertai-kehamilan-dan_3.html
INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN
A. TOXOPLASMOSIS
1. Temuan klinis

Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang


disebsbkan oleh toxoplasma gondii.
Ibu dengan toxoplasma gondii biasanya tidak menampakan gejala walaupun 10%-20%
ibu yang terinfeksi didapatkan adanya iymphadenopathy. Infeksi dapat ditemukan pada sindrom
mononucleosislike dengan adanya kelelahan dan lesu, jarang terjadi pada encephalitis.
BBL dengan menderita toxoplasma congenital terinfeksi saat berada di dalam uterus
secara transplacental. Choriuretinitis merupakan manifestasi klinis yang serinng muncul apada
BBL sebagai gejala toxoplasma. Berikut adalah temuan-temuan yang didapatkan pada bayi
dengan infeksi toxoplasma congenital: chorioretinitis, hydrocephalus, penyakit kuning,
hepatosplenomegali, mikrosefali, glaucoma, kejang, demam, hipotermi, limpadenopati, mual,
diare, katarak, mikroftalmia, syaraf mata atrofi, pneumonia.
2. Penularan
a. Kucing
Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. Sekitar ½ dari beberapa
kucing yang diuji mempunyai antibody toxoplasma. Ini berarti bahwa kucing tersebut terinfeksi
karena memakan hewan pengerat dan burung pemakan daging yang terinfeksi. Satu minggu
setelah terinfeksi, kucing mengeluarkan oocyst yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran oocyst
terus menerus sampai sekitar 2 minggu sebelum kucing itu sembuh atau pulih kembali. Hewan
ini mudah terinfeksi lagi dan dapat mengeluarkan oocyst ketika terinfeksi oleh organisme lain.
Feses kucing sudah sangat infeksius. Oocyst dalam feses menyebar melalui udara dan
ketika dihirup akan dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari
dalam kotoran dan dapat dicegah dengan pembuangan sampat setiap hari. Jika oocyst terkandung
dalam tanah sisa-sisa partikel berada di atasnya dan akan terbawa arus air hujan. Sisa oocyst
dapat bertahan hidup sampai lebih dari 1 tahun tetapi tidak aktif dalam keadaan beku,
kekeringan, panas lebih dari 50 °C atau terkontak dengan ammonia, biodin atau formalin.
b. Daging
Wabah “christiaan barand” adalah contoh penularan toxoplasma melalui daging.
Konsumsi daging yang terinfeksi adalah penyebab utama toxoplasma di Eropa, dimana
dibatasinya penggunaan lemari pendingin dan biasanya daging tidak dibekukan. Seharusnya
daging dimasak pada suhu yang tinggi untuk mecegah terjadinya penularan toxoplasma
3. Diagnosis
a. Ibu
Diagnosa klinis toxoplasma akut tidak dapat dipercaya apabila tidak ditemukan tanda
yang spesifik berkaitan dengan infeksi. Namun demikian toxoplasma akut harus
dipertimbangkan pada setiap wanita hamil dengan limfa denopati, utamanya meliputi rahim
posterior, dan atau gejala mononucleosisslike.
Diagnosa utama infeksi toxoplasma selama kehamilan adalah meliputi salah satu dari hal
berikut:
1) Menunjukan hasil yang positif pada uji yang dilakukan
2) Terjadi peningkatan antibody yang diperoleh dari serum ibu pada dua kali pemeriksaan yang
berbeda, atau
3) Terdeteksi antibody IgM toxoplasma
Pada usia remaja dengan infeksi primer jarang terjadi perkembangan antibody IgG dan
IgM. Antibody IgG spesifik toxoplasma berkembang dalam waktu 2 minggu setelah terinfeksi
dan berlangsung selamanya. Perkembangan antibody IgM spesifi toxsoplasm terjadi dalam 10
hari setelah terinfeksi dan meningkat 6 bulan sampai > 7 tahun.
The enzyme linked immunosorbent assay (Uji Elisa) asay test untuk melihat tingginya
perkembangan antibody IgM dapat bertahan sampai beberapa tahun. UJI IVA (Indairec
immaunofluorescence Antibody Test untuk IgM toxoplasma spesifik biasanya menunjukan kadar
yang tinggi pada 6 bulan setelah terinfeksi, berikutnya titer akan menurun. Uji IVA lebih
bermanfaat dari uji Elisa dalam membedakan infeksi adanya primer pada wanita hamil.
b. Anak
Gejala klinis pada bayi baru lahir akan dapat ditemukan seperti pada temuan diatas.
Gejala klinik yang paling banyak ditemukan adalah chorioretinitis, penyakit kuning, demam, dan
hepatosplenomegali. Adanya IgM toxoplasma spesifik pada bayi baru lahir memperjelas
diagnosa infeksi congenital. Adanya kista toxoplasma gondii pada pemerikaan histology plasenta
juga mendukung kuat diagnosa infeksi pada bayi.
c. Diagnosa prenatal
Mendiagnosa toxoplasma pada kehamilan dipercaya dengan cairan amnion atau darah
janin yang dapat didiagnosa dengan amniosentesis atau cordosentesis.
IgM spesifik toxoplasma jika didapatkan pada darah janin dari cordosentesis dapat pula
digunakan untuk mendiagnosa infeksi janin namun sayangnya antibody IgM janin sedikit
berekembang sampai umur kehamilan 21 sampai 24 minggu.

4. Penatalaksanaan dan pencegahan


a. Ibu
Prognosa pada infeksi yang akut baik, kecuali pada keadaan imonosekresi yang amat
besar. Wanta hamil dengan infeksi akut dapat dirawat dengan kombinasi pyrimethamine, asam
folimik dan sulfonamide. Dosis standar pyrimethamine adalah 25 mg/hari/oral dan 1 gr
sulfadiazine peroral 4 X/hari selam 1 tahun. Pyrimethamine adalah musuh dari asam folik dan
oleh karena itu mungkinmemberikan efek teratogenik jika diberikan pada trimester I. Asam
folimik diberikan dengan dosis 6 mg secara IM atau per oral setiap pada hari yang berbeda untuk
mengetahui apakah benar habisnya asam folat disebsbkan oleh Pyrimethamine.
Spiramycin adalah ejen lain yang digunakan pada pengobatan toxoplasma akut dan dapat
diperoleh pada pusat pengontrolan penyakit di USA, ini biasa digunakan di Eropa dan karenanya
tidak ada pengawasan yang baik terhadap kemanjuran obat ini
b. Janin
Adanya gejala infeksi pada bayi lahir harus ditangani dengan pemberian pyrimethamine
dengan dosis 1 mg/kg/hr/oral selam 34 hari, dilanjutkan dosis 0,5 mg/kg/hr selam 21-30 hari dan
sulfadiazine dengan dosis 20 mg/kg per oral selam 1 tahun. Pada saat menginjak remaja
diberikan asam folimik 2-6 mg secara IM atau oral 3 X seminggu walaupun pada saat bayi dia
mendapatkan pyrimethamine. Infeksi congenital pada bayi baru lahir bukan merupakan
infeksius, oleh karena itu tidak perlu diisolasi. Bayi baru lahir yang tiak menunjukan infeksi dan
positif antibody IgG toxoplasma spesifiknya mungkin didapatkan dari ibunya secara
transplasetal. Pada bayi yang Tidak ditemukannya temuan yang lain yang mencurigakan
terjadinya infeksi congenital., harus dipantau, apabila tidak terinfeksi harus menunjukan adanya
penurunan titer antibody IgG terhadap toxoplasma.

B. RUBELLA

Rubella dapat meningkatkan angka kematian perinatal


dan sering menyebabkan cacat bawaan pada janin. Sering dijumpai apabila infeksi dijumpai
pada kehamilan trimester I (30-50%). Anggota tubuh anak yang bisa menderita karena rubella:
1. Mata (katarak, glaucoma, mikroftalmia)
2. Jantung (Duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonalis, septum terbuka)
3. Alat pendengaran (tuli)
4. Susunan syaraf pusat (meningoensefalitis, kebodohan)
Dapat pula terjadi hambatan pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologik (termasuk
trombositopenia dan anemia), hepatosplenomegalia dan ikterus, pneumonitis interstisialis
kronika difusa, dan kelainan kromosom. Selain itu bayi dengan rubella bawaan selama beberapa
bulan merupakan sumber ibfeksi bagi anak-anak dan orang dewasa lain.

1. Diagnosis
Diagnosis rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya hampir sama
dengan penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Virus pada rubella sering
mencapai dan merusak embrio dan fetus. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi virus atau
dengan dotemukannya kenaikan titer anti rubella dalam serum.
Nilai titer antibody
a. Imunitas 1:10 atau lebih
b. Imunitas rendah < 1:10
c. Indikasi adanya infeksi saat ini ³ 1:64
Apabila wanita hamil dalam trimester I menderita viremia, maka abortus buatan perlu
dipertimbangkan. Setelah trimester I, kemungkinan cacat bawaan menjadi kurang yaitu 6,8%
dalam trimester II dan 5,3% dalam trimester III.
2. Tanda dan Gejala klinis:
a. Demam-ringan
b. Merasa mengantuk
c. Sakit tenggorok
d. Kemerahan sampai merah terang atau pucat, menyebar secara cepat dari wajah ke seluruh tubuh,
kemudian menghilang secara cepat
e. Kelenjar leher membengkak
3. Penatalaksanaan dan pencegahan
Hingga kini tidak ada obat-obatna yang dapat mencegah viremia pada orang yang tidak
kebal.. manfaat gamaglobulin dap\lam hal ini masih diragukan, yang lebih manjur ialah vaksin
rubella. Akan tetapi, vaksinasi ini sering menimbulkan artralgia atau arthritis, dan pula vaksinasi
yang dilakukan tidak lama sebelum terjadinya kehamilan atau dalam kehamilan dapat
menyebabkan infeksi janin. Karena itu, lebih baik vaksinasi diberikan sebelum perkawinan.
Pemberian vaksin pada wanita selam kunjungan prekonsepsi dianjurkan untuk uji serologi
varicella apabila klien selama masa kanak-kanaknya tidak mempunyai riwayat infeksi,
kontraindikasi pada kehamilan adalah menghindari konsepsi selama 3 bulan setelah vaksinasi.
C. CMV (CITOMEGALO VIRUS)
Cytomegalovirus – CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus
Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi
darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau
kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
Infeksi primer CMV dapat terjadi dengan frekuensi 1-2%. Infeksi congenital
kekerapannya adalah 1-2% dari kehamilan. Walaupun jarang, 10-15% anak yang mengalami
infeksi congenital akan mengalami cacat bawaan. Bila infeksi terjadi pada trimester I atau awal
trimester kedua dapat timbul keadaan hydrocephalus, mikrocephalus, mikroftalmia, hernia,
gangguan pendengaran, retardasi mental dan mungkin ditemukan kalsifikasi serebral. Bila
infeksi terjadi pada bulan-bulan terakhir kehamilan dapat dijumpai hepatosplenomegali,
trombositopeni, purpura, korioretinitis, dan pneumonitis. Selain melalui plasenta, infeksi dapat
sampai ke BBL melalui kontak virus dari servik, ASI, faring, dan urin ibu yang melahirkannya.
Transfusi darah juga dapat menularkan infeksi CMV. Infeksi yang terjadi setelah lahir ini akan
menampilkan gejala pneumonia, hepatosplenomegali dan sepsis yang tarjadi pada bulan pertama
kehidupannya.
1. Diagnosis
Diagnosis pada ibu ditegaskan melalui pemeriksaan serologik, karena klinis tidak
menunjukkan gejala yang khas. Virus biasanya dapat diisolasi dalam pembiakan jaringan.
Hingga kini tidak dikenal pengobatan yang manjur bagi penyakit ini bagi ibu maupun neonatus.
Kesulitan lain ialah bahwa infeksi CMV pada ibu biasanya tidak menimbulkan gejala dan sering
tidak diketahui. Bila diketahui terdapat gejala infeksi, maka dapat diberi pengobatan
simptomatik dan istirahat. Ibu dengan status imunitas yang rendah dan infeksi yang berat perlu
diberi obat antivirus.

2. Dampak Terhadap Kehamilan


CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi
lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan
infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik. Resiko transmisi dari ibu ke
janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 – 50%.
10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
a. Hidrop non imune
b. PJT simetrik
c. Korioretinitis
d. Mikrosepali
e. Kalsifikasi serebral
f. Hepatosplenomegali
g. hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan
gejala :
1. Retardasi mental
2. Gangguan visual
3. Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin. CMV
rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke janin sebesar
0.15% – 1%
Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.
Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah
Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan :
1. Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop, asites atau kelainan sistem saraf pusat
2. Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion

D. HERPES
Infeksi herpes virus hominis pada orang dewasa biasanya ringan. Walaupun demikian,
penyakit ini dapat menyebabkan kematian janin dan bayi. Pada bayi dapat dijumpai gelembung-
gelembung pada kulit di seluruh badan, atau pada konjungtiva dan selaput lendir mulut.
Kematian bayi dapat pula disebabkan oleh ensefalitis herpes virus.
Virus tipe II dapat menyebabkan herpes genitalis dengan gelembung-gelembung berisi
cairan di vulva, vagina, dan servik, yang dikenal juga dengan nama herpes simpleks.
Penularan kepada anak dapat terjadi melalui:
1. Hematigen melalui plasenta
2. Akibat penjalaran ke atas dari vagina ke janin apabila ketuban pecah
3. Melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir
Diagnosis tidak sulit yaitu apabila terdapat gelambung-gelambung di daerah alat
kelamin, ditemukannya benda-benda inklusi intranuklear yang khas di dalam sel-sel epitel vulva,
vagina atau servik setelah dipulas menurut papanicolau, memberi kepastian dalam diagnosis.
Herpes genitalis merupakan infeksi virus yang senantiasa bersifat kronik, recurrent,
dan dapat dikatakan sulit diobati. Sampai saat ini hanya satu cara pengobatan herpese yang
cukup efektif, yaitu antivirus yang disebut acyclovir. Obat-obat analgetik dipakai untuk
mengurangi rasa nyeri di daerah vulva. Acyclovir dalam kehamilan tidak dianjurkan, kecuali
bila infeksi yang terjadi merupakan keadaan yang mengancam kematian ibu, seperti adanya
ensefalitis, pneumonitis, dan atau hepatitis, dimana acyclovir dapat diberikan secara IV. SC
dianjurkan pada wanita yang pada saat kelahiran menunjukkan gejala-gejala akut pada genetalia,
untuk menghindari penularan akibat kontak langsung. Karena bila dengan persalinan
pervaginam 50% bayi akan mengalami infeksi. Pada pasca persalinan, ibu yang menderita
herpes aktif harus diisolasi. Bayinya dapat diberikan untuk menyusui bila ibu telah cuci tangan
mengganti baju yang bersih.

E. VARICELLA
Varicella merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster.
Gambaran klinis berupa vesikel di atas kulit kemerahan yang akan berubah menjadi polimorf
disertai gejala konstitusi terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. virus varisela-zoster (V-Z
virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya mengenai anak, yang ditandai oleh
demam yang mendadak, malaise, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam
yang kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng.
1. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama menyerang kelompok umur anak-anak
dan juga bisa menyerang orang dewasa. Penyebarannya melalui droplet lewat udara. Masa
penularan lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit.
2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV) Penamaan
virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit
varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan
herves zoster
3. Patogenesis
Infeksi virus masuk bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak
tertutup kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui
system respirasi. Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial,
kemudian akan terjadi viremia disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya lesi di
permukaan virus. Virus masuk melalui mukosa saluran pernafasan dan diduga berkembang biak
pada jaringan kelenjar regional. 4 – 6 hari setelah infeksi, diduga viremia ringan terjadi, diikuti
dengan virus menginfeksi dan berkembang biak di organ seperti hati, limpa dan kemungkinan
organ lain. Lebih kurang 10 – 12 hari setelah infeksi terjadi viremia kedua di mana pada saat
tersebut virus bisa mencapai kulit. Rash muncul sesudah 14 hari infeksi. Lesi kulit yang terjadi
berupa makula, sebagian besar berkembang menjadi papula, vesicula, pustula, dan krusta
sesudah beberapa hari. Vesicula biasanya terletak pada epidermis.
4. Gejala Klinis
a. Masa inkubasi 14-21 hari
b. Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala prodromal
c. Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa lesi kulit muncul 2-3 hari setelah demam,
malaise, sakit kepala, anorexia
d. Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas juga dapat
mengenai selaput lendir. Lesi berupa makula eritema dalam beberapa jam akan berubah jadi
papula, vesikula, pustula dan krusta.
e. Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran yang
polimorf
5. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat
ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah
munculnya ruam
Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan
ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM.
Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA -
Fluorescent Antibody Membrane Antigen.
6. Dampak terhadap Kehamilan
5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut
terjadi pada 1 : 7500 kehamilan.

Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :

1. Persalinan preterm

2. Ensepalitis

3. Pneumonia

7. Penatalaksanaan

1. Topikal : Bedak dan antibiotika

2. Sistemik : Sedativa, antipiretik, antibiotika untuk infeksi sekunder, acyclovir.

1) Antivirus: Asiklovir

Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau
penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh

2) Antipiretik: Untuk menurunkan deman

-Parasetamol atau ibuprofen

-Jangan berikan aspirin pada anak anda. Pemakaian aspirin pada infeksi virus (termasuk
virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu sindroma Reye.

3) Antihistamin: Untuk mengurangi gatal

4) Salep antibiotika: Untuk mengobati ruam yang terinfeksi

5) Antibiotika: bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit
6) Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).

Pengobatan varisela dibagi menjadi dua yaitu pada penderita normal dan penderita dengan
imunokompromise atau penurunan sistem imun :

1. Normal

1) Neonatus –> Acyclovir 500mg/m2 setiap 8 jam selama 10 hari.

2) Anak-anak –> terapi sintomatis atau acyclovir 20mg/kgbb dibagi 4 dosis selama 5 hari.

3) Dewasa atau dengan kortikosteroid –> Acyclovir 5x 800mg selama 7 hari.

4) Wanita hamil , Pnemonia –> Acyclovir 5×800mg selama 7 hari atau acyclovir IV 10mg/kgbb
setiap 8jam selama 7 hari. Terapi simptomatik namun harus dilakukan pemeriksaan sinar x torak
untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia mengingat bahwa komplikasi pneumonia terjadi
pada 16% kasus dan mortalitas sampai diatas 40%.

Bila terjadi pneumonia maka perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diterapi
dengan antiviral oleh karena perubahan dekompensasi akan sangat cepat terjadi. Sindroma
varicella kongenital dapat terjadi. Diagnosa sindroma didasarkan atas temuan IgM dalam
darah talipusat dan gambaran klinik pada neonatus antara lain :

1. Hipoplasia tungkai

2. Parut kulit

3. Korioretinitis

4. Katarak

5. Atrofi kortikal

6. mikrosepali

7. PJT simetrik

Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan
antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu.
Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi
janin pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari
sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self
limiting” Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca
persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan
mortalitas 30%.

2. Imunokompromise

1) Penyakit ringan –> Acyclovir 5×800mg selama 7-10 hari

2) Penyakit sedang –> Acyclovir IV 10mg/kgbb selama 7 hari atau lebih lama

3) Acyclovir resisten (AIDS) –> Foscarnet IV 40mg/kgbb sampai penyakit teratasi


Makalah Penyakit Yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan

Contoh Makalah Penyakit yang menyertai kehamilan dan persalinan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

C. Tujuan ....................................................................................................... 2

D. Manfaat..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Penyakit Herpes pada Kehamilan ............................................................ 3

B. Penyakit CMV pada Kehamilan .............................................................. 6

C. Penyakit Varicella pada Kehamilan ......................................................... 9

D. Penyakit Toxoplasmasis pada Kehamilan ................................................ 14

E. Penyakit Typus Abdominalis pada Kehamilan ........................................ 16


F. Penyakit Hepatitis pada Kehamilan ......................................................... 19

G. Penyakit Infeksi Traktus Urinarius pada Kehamilan ................................ 22

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 25

A. Kesimpulan .............................................................................................. 25

B. Saran ......................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama masa kehamilan, daya tahan seseorang cenderung mengalami penurunan. Akibatnya,
rentan terserang berbagai penyakit. Bahkan infeksi ringan , terkadang sulit untuk dihindari. Padahal,
selama kehamilan seorang calon ibu dituntut untuk menjaga stamina agar tetap prima.

Sekalipun infeksi yang dialami oleh ibu hamil tidak selalu berpengaruh terhadap janin, namun
ceritanya akan lain bila terinfeksi virus herpes dan virus varisella Penyakit ini termasuk TORCH
(toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks) dan varisella zoster . Kelima penyakit ini
dapat mengakibatkan kerusakaan janin.Seorang ibu hamil hendaknya mewaspadai terhadap serangan
virus herpes dan virus varisella zoster, sebab infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual ini, bila
mengenai janin akan mengakibatkan kematian.

Untuk mencegah agar bayi yang sistem kekebalannya masih sangat lemah, seorang Dokter akan
memberikan saran agar ibu hamil yang terindikasi virus herpes, melahirkan secara caesar. Persalinan
caesar memungkinkan bayi tidak perlu melewati saluran persalinan yang menjadi persemaian berbagai
virus.

Penyakit herpes muncul dalam bentuk gelembung atau lepuh-lepuh pada permukaan kulit,
disertai rasa sakit. Berdasarkan bagian tubuh yang diserang, dapat dibedakan sebagai herpes genitalis,
herpes gestationis, herpes simpleks dan herpes zoster.

Ibu hamil termasuk dalam kelompok orang dewasa yang rentan terhadap penyakit
chickenpox/varisela apabila di masa mudanya belum pernah mengalaminya. Bagi ibu hamil dengan usia
kehamilan 1 hingga 3 bulan, memang bisa terjadi komplikasi terhadap janin bayi, seperti keguguran,
kelahiran mati atau bayi terkena sindrom congenital varicella (infeksi pada janin kuartal pertama
kehamilan) yang cukup berbahaya baik bagi sang janin maupun si ibu. Namun memang prevalensi ibu
hamil penderita cacar air yang mendapat komplikasi ini masih rendah (sekitar 2 dari 100 kasus).
Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan penyakit varicella. Infeksi varicella pada kehamilan
meningkatkan risiko kejadian komplikasi pneumonia. Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan
memunculkan risiko kelainan kongenital, sebesar 0,4% – 2%.
B. Rumusan Masalah

1. Apakah jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan?

2. Apa pengertian dari setiap penyakit tersebut?

3. Apa penyebab dari setiap penyakit tersebut?

4. Bagaimana tanda dan gejala dari setiap penyakit tersebut?

5. Bagaimana pencegahan dari setiap penyakit tersebut?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan

2. Untuk mengetahui penyebab dari setiap penyakit tersebut

3. Untuk memahami tanda dan gejala dari setiap penyakit tersebut

4. Untuk mengetahui cara pencegahan terjadinya dari setiap penyakit tersebut

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah :

1) Untuk memberikan gambaran tentang jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan

2) Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam pemahaman tentang jenis-jenis penyakit
yang menyertai kehamilan.
BAB II

PEMBAHASAN

Penyakit Yang Menyertai Kehamilan Dan Persalinan

A. Penyakit Herpes pada Kehamilan

Herpes berasal dari bahasa yunani yang artinya merayap. Penyakit herpes disebabkan oleh Virus
Herpes Simpleks (HSV). Virus ini memiliki karakteristik bergerak dari satu saraf kecil ke saraf kecil dengan
cara merayap. Pergerakannya akan berakhir ketika virus-virus tersebut sampai di kumpulan saraf.

Herpes masuk dalam kelompok penyakit TORCH. TORCH merupakan sebutan atau akronim dari
kelompok penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan janin, terdiri dari:

1. Toxoplasmosis

2. Other (seperti syphilis, varicella, mumps, parvovirus dan HIV)

3. Rubella

4. Cytomegalovirus

5. Herpes simpleks

1. Tipe Herpes Simplex dan Penularannya

Pada pengkajian lebih lanjut, sebagaimana dilansir NYTimes.com, penyakit herpes dibagi menjadi dua
tipe yakni Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) dan Herpes Simplex Tipe 2 (HSV-2).

HSV-1 menyerang mulut dan bibir, berupa cold sore yakni semacam lepuhan-lepuhan kecil yang
kadang nampak seperti jerawat dengan warna kemerahan. Herpes tipe ini bisa ditularkan dari organ
genital ke mulut melalui hubungan seks oral (lewat mulut).

HSV-2 menyerang organ genital. Penularannya juga terjadi terjadi lewat kontak kulit antar organ
genital maupun dari organ genital ke mulut melalui seks oral. Penularan ini karena dalam seks oral
maupun intercourse (memasukkan Mr. P ke Mrs. V) terjadi pertukaran cairan.
Jika seseorang terinfeksi virus herpes, akan dengan mudah menularkan penyakit ini ke siapapun yang
menjalin kontak dengannya.

2. Penyakit herpes genitalis

Gejala herpes berbeda antara satu penderita dengan yang lainnya. Pasalnya, penyakit ini tidak selalu
terekspresi, dalam artian adakalanya virus aktif adakalanya tidak. Seseorang yang pernah terinfeksi
umumnya tubuh akan selamanya menyimpan virus ini dan sewaktu-waktu bisa saja kambuh.

Gejala herpes genitalis sebagaimana dilansir mayoclinic.com:

1). Gejala herpes genital pada pria akan muncul gelembung kecil sepertu bisul yang kemudian pecah lalu
menjadi koreng. Luka tersebut muncul di organ genital dan sekitarnya seperti penis, skortum, paha,
anus, pantat, kandung kemih, hingga saluran kencing.

2) Gejala herpes genital pada wanita akan muncul bentuk luka sama seperti pada pria. Pada wanita juga
menyerang organ genital dan sekitarnya seperti vagina, pantat, paha, anus, hingga leher rahim.

3. Pengaruh virus herpes pada kehamilan dan cara aman melahirkan

Ibu hamil yang terinfeksi virus herpes pada minggu-minggu awal bisa mengalami keguguran. Pun
misalkan tidak sampai terjadi keguguran dan bayi bisa diselamatkan, umumnya tetap berbahaya bagi
janin karena infeksi virus herpes dapat menyebabkan cacat sistem syaraf dan penglihatan.

Jika ibu terinfeksi HSV-2 di bulan-bulan akhir kehamilan, meski janin diketahui sehat, baiknya hindari
melahirkan secara normal. Â Sebagaimana dijelaskan bahwa HSV-2 menyerang organ genital. Saat bayi
lahir secara normal, kulit bayi bersinggungan dengan kulit vagina ibu sehingga beresiko tertular herpes.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melahirkan dengan operasi sesar sehingga bayi tidak perlu
bersentuhan dengan organ genital ibu yang sudah terinfeksi.

Cara ini sudah umum dilakukan di negara-negara maju. Jadi jika terlanjur terinfeksi herpes, operasi
sesar bisa menjadi salah satu pilihan terbaik untuk melahirkan.
4. Tips Mencegah Penularan Herpes

Perawatan: Meskipun tidak ada obat untuk genital herpes, obat-obatan yang tersedia untuk
meminimalkan / mengurangi kemungkinan mengurangi penularan dan keluhan.

Terdapat tiga obat antivirus untuk perawatan genital herpes : acyclovir (Zovirax ®), valacyclovir
(Valtrex ®), dan famciclovir (Famvir ®). Obat antivirus umumnya diresepkan untuk pasien yang
mengalami episode pertama dari herpes genital, tetapi mereka dapat digunakan untuk episode berulang
juga.

Bersifat terapi digunakan dalam individu dengan berulang genital herpes yang ingin mencegah
terserang kembali.

Pasien yang mempunyai enam atau lebih serangan per tahun dapat menggunakan obat antivirus
secara berkala, sebelum gejala muncul. Penelitian telah melaporkan bahwa terapi bersifat dapat
mengurangi jumlah serangan sekurang-kurangnya 75% dari pengguna. Sepenuhnya bersifat terapi
mencegah serangan di beberapa pasien.

Efek samping dari obat antivirus termasuk perut terasa tidak enak, kehilangan nafsu makan, mual,
muntah, diare, sakit kepala, pusing, dan / atau kelemahan.
B. Penyakit CMV Dalam Kehamilan

CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki
kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi darah, transplantasi organ , kontak
seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan
lahir pada persalinan pervaginam.

30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita hamil 50 –
85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi menyerupai infeksi
mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan
periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi
beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV
yang berbeda.

1. Penyebaran

Tidak ada vektor yang menjadi perantara. Penularan transmisi atau penularan. Transmisi dari satu
individu ke individu lain dapat terjadi melalui berbagai cara. Transmisi intrauterus terjadi karena virus
yang beredar dalam sirkulasi (viremia) ibu menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada
kurang lebih 0,5 – 1% dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren. 6 Viremia pada ibu hamil dapat
menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi
primer eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen,2,10 yang mungkin akan menimbulkan
risiko tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi primer lebih tinggi
daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi. Infeksi transplasenta juga dapat terjadi, karena
sel terinfeksi membawa virus dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat
sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan menimbulkan
penyakit yang lebih berat.

Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital atau air susu ibu. Kira-kira 2% –
28% wanita hamil dengan CMV seropositif, melepaskan CMV ke sekret serviks uteri dan vagina saat
melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih 50% kejadian infeksi perinatal. Transmisi melalui air
susu ibu dapat terjadi, karena 9% – 88% wanita seropositif yang mengalami reaktivasi biasanya
melepaskan CMV ke ASI. Kurang lebih 50% – 60% bayi yang menyusui terinfeksi asimtomatik, bila
selama kehidupan fetus telah cukup memperoleh imunitas IgG spesifik dari ibu melalui plasenta.8
Kondisi yang jelek mungkin dijumpai pada neonatus yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir
rendah.

Transmisi postnatal dapat terjadi melalui saliva, mainan anak-anak misalnya karena terkontaminasi
dari vomitus. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung, kontak seksual,
transfusi darah, transplantasi organ.

Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi dari sel ke sel melalui desmosom yaitu
celah di antara 2 membran atau dinding sel yang berdekatan. Di samping itu, apabila terdapat pelepasan
virus dari sel terinfeksi, maka virus akan beredar dalam sirkulasi (viremia), dan terjadi penyebaran per
hematogen ke sel lain yang berjauhan, atau dari satu organ ke organ lainnya.

Pada infeksi primer, IgG muncul kira-kira 2 minggu kemudian. Pada reaktivasi, reinfeksi, IgG muncul
lebih cepat disertai kadar yang lebih tinggi dan kekuatan mengikat yang lebih baik (avidity), sehingga
serokonversi dan IgG aviditydipakai untuk membedakan infeksi baru atau lama. Metoda pemeriksaan
laboratorium yang digunakan ialah ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) atau ELFA (enzyme
linked immunofuorescent assay).
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan
latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air
susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada
persalinan pervaginam.

2. Diagnosis

Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain. Tes
serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan
bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian. IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup

Masalah dari interpretasi tes serologi adalah :

1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi yang tepat

2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%


3. Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten

3. Dampak Terhadap Kehamilan

CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup.
Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus
dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.

Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 –
50%.

10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :

1. Hidrop non imune

2. PJT simetrik

3. Korioretinitis

4. Mikrosepali

5. Kalsifikasi serebral

6. Hepatosplenomegali

7. Hidrosepalus

80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala :

1. Retardasi mental

2. Gangguan visual

3. Gangguan perkembangan psikomotor

Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.

4. Pencegahan :
Belum didapatkan obat yang baik untuk mencegah terjadinya infeksi CMV pada ibu dan janin yang
dikandungnya.

Dapat diusahakan :

1. Memberikan penerangan cara hidup yang higienis, menjauhi kontak dengan cairan yang dikeluarkan
oleh penderita CMV : urine, saliva, semen dlsb.

2. Bagi ibu, terutama yang melahirkan bayi prematur untuk berhati-hati dalam memberikan ASI. Bayi
prematur imunitasnya masih rendah. ASI yang mengandung virus CMV, didinginkan sampai –20oC
selama beberapa hari dapat menghilangkan virus. Cara lain pasteurisasi cepat.

3. Hati-hati pada transfusi, darah harus dari donor sero-negatif.

4. Vaksinasi mempunyai harapan dimasa datang


C. Penyakit Varicella pada Kehamilan

Varicella / chickenpox atau sering disebut cacar air adalah suatu infeksi virus menular,
yang menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik – bintik kecil yang datar maupun
menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan rasa gatal. Merupakan
infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster.
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan
dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita
hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus.
1. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV)
Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini
menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh
setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.
Secara morfologis identik dengan virus Herpes Simplex. Virus ini dapat berbiak
dalam bahan jaringan embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan
oleh sel-sel yang sakit. Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada
cairan dalam penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk
tubuh terhadap virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel,
netralisasi atau imunofluoresensi tidak langsung terhadap antigen selaput yang
disebabkan oleh virus.

2. Patofisiologi
Infeksi virus masuk bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak tertutup
kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui sistem respirasi.
Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial, kemudian akan terjadi virema
disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya lesi di permukaan virus.

Jalur transmisi varicella melalui inhalasi/droplet infection, yang dianggap mulai infeksius sejak 2hari
sebelum lesi kulit muncul. Kemungkinan lain penularan terjadi melalui lesi di kulit. Lesi di kulit dianggap
tidak infeksius setelah semua menjadi krusta, dengan kemungkinan penularan terjadi sampai 10-21 hari
(rata-rata 15 hari, sejak awal muncul lesi kulit).

Tanda awal varicella mungkin mirip gejala flu, dengan malaise dan demam, diikuti munculnya lesi
kulit yang khas. Pada suatu periode waktu didapatkan lesi berupa makula, papula, vesikel/pustula, dan
krusta, dengan lokasi tersebar/tidak berkelompok.

Penyebarannya :

 Biasanya mulai dari badan (dada), menyebar ke wajah dan ekstremitas.

 Bentuk makula, papula vesikuladan krusta dapat terjadi pada waktu yang sama.

 Bila terjadi infeksi skunder, cairan vesikula yang jernih akan berubah menjadi nanah lymfodenopati.

3. Tanda Gejala
a) Pada penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini
khas untuk infeksi virus.

b) Pada kasus yang lebih berat, bisa di dapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Berapa hari kemudian
timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan
perut. Gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi.

c) Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini
mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk secara tidak sengaja. Jika lenting ini tidak
dibiarkan maka akan segera membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan
meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar
sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi. Proses ini memakan waktu
selama 6-8jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru.

d) Pada bayi, misalnya bayi yang usianya belum genap satu tahun akan lebih menderita pada saat terserang
virus ini karena demamnya bisa sangat tinggi. Kulitnya pun akan bisa terinfeksi bakteri. Mereka belum
bisa mengeluarkan apa yang dirisaukannya kecuali menangis.
4. Efek Samping
1. Pada Kehamilan
5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut
terjadi pada 1 : 7500 kehamilan
Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :
1) Persalinan preterm.

2) Ensepalitis

3) Pneumonia

Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara
13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu. Bila infeksi pada
ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca persalinan
adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan janin
mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self limiting”

Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan,
maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.

Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus
varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera
diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi
varciella tidak boleh dilakuykan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan

2. Pada Persalinan
Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan,
maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.

Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka waktu 72 jam
pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang sangat infeksius.

Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat
ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.
5. Komplikasi
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus
varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera
diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan.

Imunisasi varciella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus
yang dilemahkan. Varisela pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan kongenital
sedangkan infeksi ibu hamil menjelang melahirkan dapat terjadi varisela congenital.

Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi
maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat
persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.

Untuk mengurangi risiko kerusakan akibat garukan, sebaiknya :

1. kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun menjaga kebersihan tangan

2. kuku dipotong pendek agar saat digaruk tidak terjadi infeksi

3. pakaian tetap kering dan bersih

4. diberi obat antibiotikan atau jika kasusnya berat diberi obat anti-virus asiklovir.

5. Isolasi untuk mencegah penularan

6. diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)

7. bila demam tinggi, kompres dengan air hangat

8. upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.

9. upayakan agar vesikel tidak pecah

6. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga
dapat ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4
hari setelah munculnya ruam
Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau
CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM. Pemeriksaan untuk
menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA – Fluorescent Antibody
Membrane Antigen.

Untuk mencegah cacar air diberikan suatu vaksin. Kepada orang yang belum pernah mengalami
komplikasi (misalnya penderita gangguan system kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin zoster atau
immunoglobulin varicella-zoster. Vaksin varicella biasanya diberikan kepada anak yang berusia 12-18
bulan.

Pencegahan varicella, selain dengan meningkatkan daya tahan tubuh, dapat ditempuh dengan
pemberian vaksinasi atau imunisasi immunoglobulin (IG) anti varicella. Vaksinasi diberikan untuk mereka
yang belum pernah terkena varicella. Immunoglobulin diberikan setelah tejadi paparan (postexposure),
terutama pada pasien dengan status imun rendah, bayi baru lahir (BBL), dan ibu hamil. Bila sudah terjadi
infeksi, prinsip terapi adalah suportif dan pemberian anti viral sesuai indikasi. Anti viral terpilih adalah
acyclovir, yang akan bekerja efektif bila diberikan 72 jam pertama sesudah munculnya lesi. Indikasi
mutlak pemberian terapi anti viral meliputi status imun rendah, manifestasi klinis berat, serta kehamilan
trimester ke-3. Pasien dengan varicella perlu dirawat bila keadaan umum lemah, lesi luas, atau untuk
keperluan isolasi.
D. Penyakit Toxoplasmasis pada Kehamilan

Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.


Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20%
kasus infeksi.

Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat
penekan respon imun).

Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan
atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis
bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental,
kejang-kejang dan ensefalitis.

1. Gejala Toxo

Sekitar 80% - 90% dari orang yang terinfeksi Toxoplasma tidak menunjukkan gejala. Mereka yang
mengalami gejala biasanya mengalami pembengkakan kelenjar getah bening serviks dan gejala mirip flu
yang hilang dalam beberapa minggu atau bulan tanpa pengobatan. Organisme ini sebenarnya masih
berada di tubuh dalam kondisi laten dan dapat aktif kembali jika orang tersebut menjadi
immunodepressed. Sebagai contoh, pasien dengan AIDS dapat terkena lesi di otak akibat reaktivasi
Toxoplasma. Pasien kemoterapi dapat terserang pada organ mata, jantung (miokarditis), paru-paru atau
otak ketika parasit menjadi aktif kembali.

Infeksi bawaan Toxoplasma bisa menyebabkan masalah serius pada mata, telinga, dan kerusakan
otak pada saat lahir. Namun, infeksi bawaan mungkin asimtomatik sampai beberapa tahun pertama
kehidupan atau bahkan sampai dekade kedua atau ketiga ketika mata (penurunan penglihatan atau
kebutaan), telinga (pendengaran), atau gejala kerusakan otak (kejang, perubahan status mental)
terkena. Toxoplasmosis merupakan penyebab utama retinochoroiditis (peradangan retina dan koroid
mata) di Amerika Serikat.

2. Pengobatan Toxoplasma
Toxoplasmosis dapat ditangani secara medis. Ada beberapa obat, biasanya digunakan dalam
kombinasi, untuk mengobati infeksi oleh parasit ini. Tiga obat yang paling sering digunakan ke pasien,
termasuk orang dengan HIV adalah pirimetamin (Daraprim), sulfadiazin (Microsulfon), dan asam folinic.
Namun, pasien hamil diobati dengan spiramisin (Rovamycine) dan leucovorin (Wellcovorin) di samping
obat yang tercantum di atas. Pasien dengan HIV biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup
untuk menjaga parasit tetap ditekan. Obat lain kadang-kadang digunakan adalah klindamisin (Cleocin),
azitromisin (Zithromax), atau atovakuon (Mepron). Obat ini digunakan terutama ketika pasien alergi
terhadap pirimetamin atau sulfadiazin. Dosis bervariasi, cara terbaik untuk menentukan perawatan
medis individu adalah didasarkan pada situasi kesehatan pasien.

Sayangnya, pirimetamin (Daraprim) dan sulfadiazin (Microsulfon) dapat menyebabkan efek samping
yang signifikan, terutama pada janin. Dua dari efek samping utama adalah penekanan sumsum tulang
(pengobatan leucovorin dapat mengurangi penekanan ini) dan toksisitas hati untuk pirimetamin. Untuk
sulfadiazin, efek samping bisa mual, muntah, toksisitas hati, kejang, dan gejala lainnya. Obat ini
digunakan pada wanita hamil karena risiko infeksi oleh Toxoplasma biasanya lebih parah daripada efek
samping obat. Dokter yang merawat harus diberitahu cepat jika efek samping terjadi.

3. Pencegahan Toxoplasma

Pencegahan Toxoplasmosis utamanya adalah untuk menghindari masuknya parasit. Berikut ini
disarankan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terinfeksi Toxoplasmosis:

a. Benar-benar memasak semua daging (daging beku selama beberapa hari juga mengurangi kemungkinan
Toxoplasma).

b. Mencuci tangan dengan benar setelah menyentuh daging mentah.

c. Cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi

d. Jangan minum susu yang tidak dipasteurisasi atau minum air mentah.

e. Beri makan kucing dengan makanan yang dimasak dengan matang.

f. Jangan mengadopsi atau memegang kucing liar.

g. Jangan memelihara kucing baru saat hamil.


h. Wanita hamil harus memakai sarung tangan saat berkebun, benar-benar mencuci tangan mereka
setelah itu, dan menghindari kontak dengan kotoran kucing, dan sebaiknya meminta orang lain untuk
membersihkan kotak kotoran kucing (bersihkan kotak kotoran kucing setiap hari).

i. Taruh kotak pasir kotoran kucing di luar ruangan saat tidak digunakan.
E. Penyakit Typus abdominalis pada Kehamilan

1. Definisi

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.

2. Etiologi

Salmonella typhi Batang gram negative yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu: antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida), antigen H (flagella), antigen V1 dan
protein membrane hialin.

3. Patofisiologi

Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman,
sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman
masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia
primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan
menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.

Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang
biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga
menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga
terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan
terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.

Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan
lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi
menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal
(pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu
pertama .pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang
dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.

a. Gangguan pada saluran pencernaan :

a) Halitosis

b) Bibir kering

c) Lidah kotor berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis

d) Perut agak kembung.

e) Mual

f) Splenomegali disertai nyeri pada perabaan

g) Pada permulaan umumnya terjadi diare

h) Kemudian menjadi obstipasi

b. Gangguan kesadaran:

a) Kesadaran menurun ringan sampai berat.

b) Umumnya apatis

c) Bradikardi relative

d) Umumnya tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit.

e) Penderita mulai cepat lelah, malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh tubuh, hal
tersebut dirasakan antara 10-14 hari

5. Infeksi Typus Abdominalis pada Kehamilan

Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari
pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 %
hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar
kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada
wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di
keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum
ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap
ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.

6. Penanganan dan Pengobatan

a. Pengobatan

1) Kloramfenikol

2) Kotrimoksasol

3) Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi denganAmpisilin 100
mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.2.

b. Perawatan

1) Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring
sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan
usus atau perforasi usus.

2) Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan posisi berbaring untuk menghindari
komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus

3) Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.

4) Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama, lemah dan anoreksia
dll.

5) Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak, berbaring terus
ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.

6) Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak meragsang dan tidak banyak menimbulkan gas.
7) Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.

8) Obat terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari dai bagi dalam 4dosis selama 10 hari. Dosis
maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla pasien tidak serasi/alergi dapat diberikan golongan obat lain
misalnya penisilin atau kortimoksazol.

9) Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada
wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tifus abdominalis tidak di
keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum
ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap
ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
F. Penyakit Hepatitis pada Kehamilan

1. Pengertian

Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan
menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. ( Panduan Lengkap Kebidanan &
Keperawatan )

Hepatitis dikategorikan dalam beberapa golongan, diantaranya hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. di


Indonesia penderita penyakit hepatitis umumnya cenderung lebih banyak mengalami banyak golongan
hepatitis B dan hepatitis C. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut “hepatitis akut”
,hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut “hepatitis kronik “.

2. Etiologi

Penyebab hepatitis bermacam-macam. Pada prinsipnya penyebab hepatitis terbagi atas infeksi
dan bukan infeksi.

Penyebab-penyebab tersebut antara lain :

a. Infeksi virus ; hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,


Hepatitis E, Hepatitis F, hepatitis G.

b. Non virus ; Komplikasi dari penyakit lain, Alkohol, Obat-obatan kimia atau zat kimia, Penyakit autoimun.

Sedangkan penyakit hepatitis yang ditimbulkannya disebut sesuai nama virusnya. Di antara
ketujuh jenis hepatitis tersebut, hepatitis A, B dan C merupakan jenis hepatitis terbanyak yang sering
dijumpai. Sedangkan kasus hepatitis F masih jarang ditemukan. Para ahli masih memperdebatkan
apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis tersendiri atau tidak.

3. Gejala

Gejala dan tanda penyakit hepatitis-B adalah sebagai berikut :

a. Selera makan hilang

b. Rasa tidak enak di perut


c. Mual sampai muntah

d. Demam tidak tinggi Kadang-kadang disertai nyeri sendi

e. Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas (lokasi hati)

f. Bagian putih pada mata (sklera) tampak kuning

g. Kulit seluruh tubuh tampak kuning

h. Air seni berwarna coklat

4. Pengaruh hepatitis virus pada kehamilan dan janin

a. Pengaruh hepatitis virus pada kehamilan

Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala nya akan sama
dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala yang timbul relatip lebih ringan
dibanding dengan gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di
rumah sakit.

Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan
penderita umumnya menunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering
terjadi, dengan menimbulkan mortalitas Ibu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidak
hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropic disertai kebutuhan janin yang meningkat
akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis Tampaknya gizi ibu
hamil sangat menentukan prognose.

Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan
sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula
meningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada
kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya
hepatitis virus, telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-
perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus. Diketahui bahwa
pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu
dengan kenaikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada
kehamilan mudah terjadi DIC (Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitian ini terbukti
bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkan beratnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi
sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitis virus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.

b. Pengaruh hepatitis pada janin

Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun segera setelah
lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :

a. Melewati placenta

b. Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan

c. Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya

d. Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.

Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan
akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan
dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus
placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir.
Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi
hepatitis virus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari
nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini,
hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim.

5. Pengobatan

Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.
Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum
menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi tinggi protein dan
karbohidrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru diberikan bila
terjadi penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktif dan cukup berat, mempunyai risiko untuk
terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap
diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaan trans aminase serum dan pemeriksaan
hepatitis virus anti gen secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus bila tidak
mengalami penyulit-penyulit lain.
G. Penyakit Infeksi Traktus Urinarius pada Kehamilan

1. Definisi

Infeksi Traktus Urinarius adalah bila ada pemeriksaan urine ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih
dari 10.000 per ml. urine yang diperiksa harus bersih, segar dan di ambil dari aliran tengah (midstream)
atau diambil dengan pungsi suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml
ini disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala, disebut bakteriuria
asimptomatik dan mungkin disertai dengan gejala-gejala yang disebut bakteriuria simptomatik
(Sarwono, 2005).

Infeksi saluran kencing merupakan komplikasi medik utama pada wanita hamil. Sekitar 15% wanita,
mengalami satu kali serangan akut infeksi saluran kencing selama hidupnya. Infeksi saluran kencing
dapat mempengaruhi keadaan ibu dan janin, dampak yang ditimbulkan antara lain anemia, hipertensi,
kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR).

2. Patofisiologi

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:

1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang terinfeksi.

2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang terdapat kuman
penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplay jantung ke ginjal.

3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui helium ginjal.

4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending. Tetapi dari kedua
cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah karena
menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imun
supresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat misalnya
infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi dari tulang,
kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih dan menyebabkan
infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh adanya refluks vesico ureter
yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal untuk menyebabkan infeksi.

Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum
ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi,
bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius
untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.

3. Klasifikasi Infeksi Traktus Urinarius

Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :

1. Kandung kemih (sistitis)

2. Uretra (uretritis)

3. Prostat (prostatitis)

4. Ginjal (pielonefritis)

4. Tanda dan Gejala

· Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :

1. Mukosa memerah dan oedema

2. Terdapat cairan eksudat yang purulent

3. Ada ulserasi pada urethra

4. Adanya rasa gatal yang menggelitik

5. Good morning sign

6. Adanya nanah awal miksi

7. Nyeri pada saat miksi

8. Kesulitan untuk memulai miksi


9. Nyeri pada abdomen bagian bawah.

10. Kebutuhan untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya

11. sakit punggung, menggigil

Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :

1. Disuria (nyeri waktu berkemih)

2. Peningkatan frekuensi berkemih

3. Perasaan ingin berkemih

4. Adanya sel-sel darah putih dalam urin

5. Nyeri punggung bawah atau suprapubic

6. Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.

· Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :

1. Demam

2. Menggigil

3. Nyeri pinggang

4. Disuria

Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi
dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.

5. Komplikasi Infeksi Traktus Urinarius

ISK dapat menyebabkan infeksi ginjal, dan pembentukan abses ginjal atau perirenal. Infeksi ginjal
dapat menyebabkan awal persalinan dan berat badan lahir rendah.

6. Efek Samping pada Kehamilan, persalinan

Beberapa pengaruh infeksi traktus urinalis pada kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Terjadi insiden kelahiran preterm, mortalitas perinatal meningkat dan peningkatan insiden bayi berat lahir
rendah ( BBLR )

2. Terdapat peningkatan insiden anemia dan hipertensi kehamilan

7. Pemeriksaan Diagnostik

1. Urinalisis

a) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila
terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih

b) Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan
oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

2. Bakteriologis

a) Mikroskopis

b) Biakan bakteri

3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik

4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau
dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.

8. Pengobatan

Para ahli menganjurkan untuk memberikan terapi antibiotika. Beberapa kajian terapi antibiotika
untuk bakteriuria asimptomatik.

Nama Obat Dosis Angka keberhasilan

Amoxilain+asam klavulanat 3x500 mg/hari 92%

Amoxilin 4x250 mg/ hari 80%

Nitropurantoin 4x50-100mg/hari 72 %

Terapi antibiotika untuk pengobatan bakteriuruia asimptomatik biasanya diberikan untuk jangka 5-7 hari
secara oral. Sebagai kontrol hasil pengobatan dapat dilakukan pemeriksaan ulangan biakan bakteriologik
air kemih.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks. Virus herper ini tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa diberikan untuk genital herpes adalah
Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat
disembuhkan atau dihilangkan selama-lamanya. Herpes dapat juga ditularkan selama masa
kehamilan dan kelahiran.
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga
memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi darah, transplantasi
organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus varisella sozter, biasanya
sering terjadi pada anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas.
Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-
kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus, atau kematian janin.
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Jika wanita
hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau
keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan
kesadaran. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil
konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar
kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan
penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
Infeksi traktus urinalis atau infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang paling
sering dijumpai selama kehamilan. Walaupun bakteriuria asimtomatik merupakan hal biasa,
infeksi simtomatik dapat mengenai saluran bawah yang menyebabkan sistitis atau menyerang
kaliks, pelvis, dan parenkin ginjal sehingga menyebabkan pielonefritis.
Bahwa penyebaran penyakit infeksi dalam kehamilan telah sangat menghawatirkan dan
perlu penanganan yang serius. Penyakit infeksi dalam kehamilan sangat berpengaruh pada
tingkat kesehatan seseorang dan kondisi kesehatan reproduksi. Penanggulangan Penyakit infeksi
dalam kehamilan dapat lebih efektif dengan dilakukannya upaya pencegahan dengan
pemeriksaan khusus sedini mungkin sebelum terlambat.

B. Saran
1. Bagi ibu yang sedang hamil
a) Sebaiknya selama masa kehamilan selalu menjaga daya tahan tubuh atau stamina sehingga
tidak rentan terserang berbagai penyakit.
b) Diharapkan agar lebih menjaga kebersihan diri terutama pada bagian Genital (alat kelamin),
karena hal itu dapat mencegah timbulnya jamur atau virus pada bagian genital yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti Herpes Genitalis dan varicella.
c) Jika ibu mengalami gejala – gejala seperti nafsu makan berkurang, demam, terdapat ruam pada
bagian tubuh, dan terasa gatal ibu harus segera datang ketenaga kesehatan untuk mendapatkan
pengobataan.
2. Bagi petugas kesehatan agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas Ibu dan anak. Serta dapat memberikan penyuluhan
dengan penekanan pada aspek perubahan perilaku.
3. Bagi teman teman agar belajar yang rajin agar kelak bisa menangani pasien dengan professional
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Nugraheny,Esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi.Yogyakarta: Pustaka Rihama
http://ayufatmawatianterior.blogspot.com/2013/05/makalah-herpes-dan-varicella-pada-ibu.html diunduh
pada hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 10.10 WIB
http://blog-bidanrika.blogspot.com/2012/03/cmv-dalam-kehamilan.html diunduh pada hari Jumat, 13
Desember 2013 pkl: 10.10 WIB
http://www.info-kes.com/2013/05/penyakit-toxoplasmosis-toxo.html diunduh pada hari Jumat, 13
Desember 2013 pkl: 10.25 WIB
http://yhani21june.blogspot.com/2013/05/makalah-dan-asuhan-kebidanan-typus_5.html diunduh pada
hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 10.45 WIB
http://masalahkebidanan.blogspot.com/2013/04/makalah-hepatitis-dalam-kehamilan-askeb.html
diunduh pada hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 11.00 WIB
http://sichesse.blogspot.com/2012/04/makalah-askeb-iv-patologi-infeksi.html diunduh pada hari Jumat,
13 Desember 2013 pkl: 11.20 WIB

Anda mungkin juga menyukai