1. Syphilis
Infeksi syphilis (lues) yang disebabkan oleh Treponema pallidum, baik yang sudah lama
maupun yang baru diderita oleh ibu dapat ditularkan kepada janin. Syphilis kongenita
merupakan bentuk penyakit syphilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat terjadi setiap saat
dalam kehamilan, dengan derajat risiko infeksi yang tergantung jumlah spiroketa (treponema) di
Sudah diketahui secara umum bahwa syphilis mempunyai pengaruh buruk pada janin:
dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus prematurus. Dalam hal
deskwamasi pada telapak kaki dan tangan, serta rhagade di kanan-kiri mulut. Pada persalinan
Syphilis harus diobati segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang tuanya
kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik prognosis bagi janin.
Syphilis primer yang tidak diobati dengan adekuat, 25% akan menjadi syphilis sekunder dalam
waktu 4 tahun.
bismuth. Sekarang pengobatan syphilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicillin, dan
apabila penderita tidak tahan (alergi) penicillin, dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin
tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi pada janin.
Untuk syphilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun) dianjurkan
mendapat Benzathine penicillin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik (separuh di
kanan dan separuh di kiri). Untuk syphilis lama (late syphilis) diperlukan dosis yang lebih
tinggi: 7,2 juta satuan (total) dibagi dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta satuam IM perminggu
dalam 3 minggu.
Dosis tunggal penicilline di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi janin dari
penderitaan syphilis. Abortus atau kematian janin selama atau tidak lama setelah pengobatan
biasanya tidak disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi karena pengobatan terlambat
diberikan. Suami juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali
pusat juga diperiksa. Follow up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan
Untuk lues kongenita pada neonatus dianjurkan pengobatan sebagai berikut: 100.000-
secara IV setiap 8-12 jam) atau 50.000 satuan/kg BB Procain penicillin perhari diberikan 1x IM
Bayi yang lahir dari ibu dengan syphilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut
masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.
kemampuan latensin.virus ini merupakan penyebab infeksi perinatal tersering. Bukti infeksi pada
Gejala ibu yang terinfeksi CMV biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata karena
2. Diagnosis
Prenatal
Efek infeksi pada janin dideteksi dengan USG,CT Scan atau MRI. Dapat dijumpai
virus atau kardosintesis untuk mendeteksi IgM dalam memastikan kecurigaan kasus infeksi
primer.
Maternal
Tidak terdapat bukti bahwa kehamilan meningkatkan resiko. Risiko penularan pada janin
tertinggi dalam trimester pertama dan kedua,sementara infeksi trimester ketiga biasanya tanpa
otak, hepato plasmomegali dan hidrosepalus. Infeksi 80-90 %asimtomatik sewaktu lahir, tetapi
4. Pemeriksaan Laboratorium
intrauterine, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, rubella disebabkan oleh virus
plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan melalui droplet dari ibu hamil kepada
janin.
Infeksi herpes virus hominis pada orang dewasa biasanya ringan. Walaupun demikian, penyakit
ini dapat menyebabkan kematian janin dan bayi. Pada bayi dapat dijumpai gelembung-
gelembung pada kulit di seluruh badan, atau pada konjungtiva dan selaput lendir mulut.
Virus tipe II dapat menyebabkan herpes genitalis dengan gelembung-gelembung berisi cairan di
vulva, vagina, dan servik, yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV) sehingga sering
Diagnosis tidak sulit yaitu apabila terdapat gelambung-gelambung di daerah alat kelamin,
ditemukannya benda-benda inklusi intranuklear yang khas di dalam sel-sel epitel vulva, vagina
atau servik setelah dipulas menurut papanicolau, memberi kepastian dalam diagnosis.
Herpes genitalis merupakan infeksi virus yang senantiasa bersifat kronik, recurrent, dan dapat
dikatakan sulit diobati. Sampai saat ini hanya satu cara pengobatan herpes yang cukup efektif,
yaitu antivirus yang disebut acyclovir. Obat-obat analgetik dipakai untuk mengurangi rasa nyeri
di daerah vulva. Acyclovir dalam kehamilan tidak dianjurkan, kecuali bila infeksi yang terjadi
merupakan keadaan yang mengancam kematian ibu, seperti adanya ensefalitis, pneumonitis, dan
Bila pada kehamilan timbul herpes simplek perlu mendapat perhatian yang serius, karena melalui
plasenta virus dapat masuk ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian
pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60% , separuh yang hidup menderita
cacat neurologis atau kelainan pada mata. Bila transmisi terjadi pada kehamilan trimester I
cenderung terjadi abortus atau malformasi congenital berupa mikroinsefali, sedangkan trimester
II terjadi prematuritas. Pada bayi baru lahir dari ibu yang manderita herpes simplek akan
mengalami kelinan berupa hepatitis, infeksi berat, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit
SC dianjurkan pada wanita yang pada saat kelahiran menunjukkan gejala-gejala akut pada
genetalia, untuk menghindari penularan akibat kontak langsung. Karena bila dengan persalinan
pervaginam 50% bayi akan mengalami infeksi. Pada pasca persalinan, ibu yang menderita
herpes aktif harus diisolasi. Bayinya dapat diberikan untuk menyusui bila ibu telah cuci tangan
Penatalaksanaan
1. Ibu hamil yang menderita herpes simplek genitals primer dalam 6 minggu terakhir masa
2. Untuk bayi lahir dari ibu dengan herpes simplek, banyak runah sakit yang menganjurkan untuk
mangisolasi bayi baru lahir dari ibu yang mengalami herpes simplek. Bayi harus diawasi ketat
selama 1 bulan pertama kehidupannya. Untuk bayi dengan ibu herpes simplek dan melalui
pervaginam harus diberikan profilaksis asiklovir intravena selama 5-7 hari dengan dosis 3x10
mg/kgBB/hari.
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas.
Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-
kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus. Disangka bahwa telah
terjadi penularan intra uterin apabila gelambung-gelambung timbul dalam 10 hari setelah
kelahiran. Frekuensi cacar bawaan tidak lebih tinggi pada para bayi yang lahir dari ibu yang
1. Masa inkubasi
Waktu terekspos sampai kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3 pekan. hal ini bisa sitandai
2. Gejala
Pada permulaannya, penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan
lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan
nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit
yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam
kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting
ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan
terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-
kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.
Selama 5 hari setelah ruam mulai muncul dan sampai semua lepuh telah berkeropeng. Selama
masa karantina sebaiknya penderita tetap mandi seperti biasa, karena kuman yang berada pada
kulit akan dapat menginfeksi kulit yang sedang terkena cacar air. Untuk menghindari timbulnya
bekas luka yang sulit hilang sebaiknya menghindari pecahnya lenting cacar air. Ketika
mengeringkan tubuh sesudah mandi sebaiknya tidak menggosoknya dengan handuk terlalu keras.
Untuk menghindari gatal, sebaiknya diberikan bedak talk yang mengandung menthol sehingga
mengurangi gesekan yang terjadi pada kulit sehingga kulit tidak banyak teriritasi. Untuk yang
memiliki kulit sensitif dapat juga menggunakan bedak talk salycil yang tidak mengandung
mentol. Pastikan anda juga selalu mengkonsumsi makanan bergizi untuk mempercepat proses
penyembuhan penyakit itu sendiri. Konsumsi buah- buahan yang mengandung vitamin C seperti
4. Pencegahan
Imunisasi tersedia bagi anak-anak yang berusia lebih dari 12 bulan. Imunisasi ini dianjurkan bagi
orang di atas usia 12 tahun yang tidak mempunyai kekebalan.Penyakit ini erat kaitannya dengan
kekebalan tubuh.
5. Pengobatan
Varicella ini sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan adanya serangan berulang saat individu tersebut mengalami panurunan daya tahan
tubuh. Penyakit varicella dapat diberi penggobatan “Asiklovir” berupa tablet 800 mg per hari
setiap 4 jam sekali (dosis orang dewasa, yaitu 12 tahun ke atas) selama 7-10 hari dan salep yang
mengandung asiklovir 5% yang dioleskan tipis di permukaan yang terinfeksi 6 kali sehari selama
6 hari. Larutan “PK” sebanyak 1% yang dilarutkan dalam air mandi biasanya juga digunakan.
Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan bekas luka yang
ditimbulkan dengan banyak mengkonsumsi air mineral untuk menetralisir ginjal setelah
mengkonsumsi obat. Konsumsi vitamin C plasebo ataupun yang langsung dari buah-buahan
segar seperti juice jambu biji, juice tomat dan anggur. Vitamin E untuk kelembaban kulit bisa
didapat dari plasebo, minuman dari lidah buaya, ataupun rumput laut. Penggunaan lotionyang
mengandung pelembab ekstra saat luka sudah benar- benar sembuh diperlukan untuk
6. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat ditegakkan
dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah munculnya ruam-
ruam kulit pada varicella didaerah punggung. Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada
minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu
5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut
a. Persalinan preterm
b. Ensepalitis
c. Pneumonia
Penatalaksanaan terdiri dari terapi simptomatik namun harus dilakukan pemeriksaan sinar x
terjadi pada 16% kasus dan mortalitas sampai diatas 40%.Bila terjadi pneumonia maka
perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diterapi dengan antiviral oleh karena perubahan
Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara
13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu.Bila
infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin
pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari
sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self
limiting”. Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca
persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan
mortalitas 30%.Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam
jangka waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan
yang sangat infeksius. Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah
terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil
pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka
waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi varciella tidak boleh dilakuykan pada kehamilan oleh
http://kebidananfull.blogspot.co.id/2013/07/infeksi-yang-menyertai-kehamilan-dan.html
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toxoplasma gondii. Ibu dengan toxoplasma
gondii biasanya tidak menampakan gejala walaupun 10%-20% ibu yang terinfeksi didapatkan adanya
iymphadenopathy. Infeksi dapat ditemukan pada sindrom mononucleosislike dengan adanya kelelahan
BBL dengan menderita toxoplasma congenital terinfeksi saat berada di dalam uterus secara
transplacental. Choriuretinitis merupakan manifestasi klinis yang serinng muncul apada BBL sebagai
gejala toxoplasma. Berikut adalah temuan-temuan yang didapatkan pada bayi dengan infeksi
mikrosefali, glaucoma, kejang, demam, hipotermi, limpadenopati, mual, diare, katarak, mikroftalmia,
Penularannya tergantung pada 3 hal yaitu : lingkungan yang memungkinkan perkembangan agen
1. Kucing
Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. Sekitar ½ dari beberapa kucing yang diuji
mempunyai antibody toxoplasma. Ini berarti bahwa kucing tersebut terinfeksi karena memakan hewan
pengerat dan burung pemakan daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah terinfeksi, kucing
mengeluarkan ookista yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran ookista terus menerus sampai sekitar
2 minggu sebelum kucing itu sembuh atau pulih kembali. Hewan ini mudah terinfeksi lagi dan dapat
Feses kucing sudah sangat infeksius. Ookist dalam feses menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan
dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran dan dapat
2. Daging
Wabah “christiaan barand” adalah contoh penularan toxoplasma melalui daging. Konsumsi daging yang
terinfeksi adalah penyebab utama toxoplasma di Eropa, dimana dibatasinya penggunaan lemari
pendingin dan biasanya daging tidak dibekukan. Seharusnya daging dimasak pada suhu yang tinggi
Infeksi saluran kencing adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berkembang biaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih. Infeksi ini merupakan infeksi bakteri yang paling sering
dijumpai pada wanita karena pendeknya uretra pada wanita sehingga memudahkan masuknya bakteri
Pada wanita hamil memiliki peluang lebih tinggi lagi untuk terserang infeksi saluran kencing
tersebut. telah terjadi perubahan-perubahan baik secara anatomik maupun fisiologik maka sistem
saluran kemih pada ibu hamil rawan terjadi infeksi. Pada wanita hamil terjadi penurunan tonus dan
aktifitas otot-otot ureter yang berakibat terjadinya penurunan kecepatan pengeluaran urin melalui
system pengumpul urin. Ureter bagian atas dan pelvis renal mengalami dilatasi dan menyebabkan
terjadinya hidronefrosis fisiologis pada kehamilan. Hidronefrosis ani adalah akibat pengaruh
progesterone terhadap tonus otot dan peristaltic, dan yang paling penting adalah akibat obstuksi
mekanik oleh uterus yang membesar. Juga didapatkan perubahan pada kandung kemih termasuk
penurunan tonus, peningkatan kapasitas, dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Selain
itu terjadi peningkatan pH urin selama kehamilan memudahkan pertumbuhan bakteri. Ini semua
Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai
saluran bawah yang menyebabkan sisititis, atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal sehingga
mengakibatkan pielonefritis. komplikasi yang sering timbul pada ibu hamil akibat infeksi saluran kemih
Kuman penyebab utama infeksi saluran kemih adalah golongan basil gram negative aerobik yang
dalam keadaan normal bertempat tinggal di dalam traktus digestifus ( saluran pencernaan). Pada
umumnya penyebab infeksi ini adalah 90% adalah E. Coli, Klebsiella-Enterobacter 5% dan Proteus
Penyebaran melalui aliran darah yangberasal dari usus halus atau organ lain ke dalam saluran kemih
Penyebaran melalui saluran getah bening yang berasal dari usus besar ke buli-buli atau ginjal
Secara asenden yaitu terjadinya migrasi mikroorganisme melalui uretra, buli-buli, ureter dan ginjal.
1. Gambaran Klinis
Gejala meliputi demam, menggigil hebat, dan nyeri tumpul di salah satu atau kedua regio lumbal. Pasien
mungkin mengalami anoreksia, mual dan muntah. Perjalanan penyakit dapat hipotermia sangat
bervariasi dengan demam sampai setinggi 40 C. rasa nyeri biasanya sampai 34 C dapat ditimbulkan
dengan perkusi disalah satu atau kedua sudut costovertebra. Sedimen urin sering mengandung banyak
Kreatinin plasma harus diukur pada awal terapi. Pielonefritis akut pada sebagian wanita hamil
menyebabkan penurunan pada laju filtrasi glomerulus yang bersifat reversible. Wanita dengan
pielonefritis ante partum mengalami insufisiensi pernafasan dengan derajat bervariasi akibat cidera
alveolus dan edema paru yang dipicu oleh endotoksin. Pada sebagian wanita cidera parunya parah
peningkatan aktifitas uterus. Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan endotoksin. Hemolisis akibat
endotoksin juga sering terjadi, dan sekitar 1/3 dari wanita ini mengalami anemia akut.
2. Penatalaksanaan
Hidrasi intra vena agar produksi urin memadai merupakan hal yang esensial. Keluaran urin, tekanan
darah dan suhu dipantau secara ketat. Demam tinggi harus diatasi, biasanya dengan selimut pendingin.
Infeksi saluran kemih yang serius ini biasanya cepat berespon terhadap hidrasi intravenal dan terapi
antimikroba. Pemberian antibiotic adalah golongan penisilin dengan sprektum luas (piperasilin,
seftriakson) atau aztreonam atau aminoglikosida. Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah
terapi, tetapi walaupun gejala cepat menghilang dianjurkan agar terapi dilanjutkan hingga 7-10 hari.
Apabila biakan urin selanjutnya memberikan hasil positif diberikan nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur
Pielonefritis akut merupakan penyulit tersering pada kehamilan dapat menimbulkan ancaman yang
serius terhadap kesejahteraan ibu maupun janin. Infeksi saluran kemih baik dalam tingkat pielonefritis
akut maupun masih bakteriuria asimtomatik pada kehamilan dapat meningkatkan risiko persalinan
4. 3. Hepatitis
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling
sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis infeksiosa
terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga dapat karena virus
hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt kehamilan dan
mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi
keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin).
Sedangkan pada trimester II dan III sering terjadi premature. Tidak dianjurkan untuk
melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan mempertinggi
risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta,
waktu lahir, atau masa neonates, walaupun masih masih kontroversi penularan melalui
air susu.
Masa inkubasi hepatitis B bervariasi dari 1-6 bulan. Hepatitis B sering tidak menunjukkan
gejala ikhterik atau asimtomatik, walaupun dalam keadaan sangat parah dapat timbul
1. Penatalaksanaan
b. Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang
c. Periksa HbsAg
f. Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena kemungkinan
h. Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2x24 jam diberi suntikan anti hepatitis
serum
4. Hiv/Aids
wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita
infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada
janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi
transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui
plasenta, perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian,
WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui bayinya mengingat
manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi PHS
CMV, TBC dan lain-lain. Penderita AIDS mempunyai gejala awal yang tidak spesifik
maupun vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan
pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT
kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya
dalam kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya,
yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan tes
Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko infeksi pada
bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate
0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya
pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
a. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong
persalinan
e. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan
bayi, sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini.
Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak
dilakukan tindakan yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan
lakukan sirkumsisi. Perawatan tali pusat harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi
yang menggunakan virus hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut
tidak menderita virus HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan
sampai 15 bulan. Jadi diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan adanya
perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin baru tampak pada usia
12-18 bulan.
Penatalaksanaan
a. Infeksi dini HIV dengan mencegah timbulnya infeksi oportunistik serta memperpanjang
hidup penderita.
b. Tahap lanjut dengan memberikan pengobatan untuk infeksi oportunistik dan keganasan
5. Typus Abdominalis
Typus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasnya
mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Salmonella typhi, basil gram negatif,
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih
tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap
kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya
Bakteri masuk melaluin saluran cerna, dibutuhkan jumlah seratus ribu sampai satu
milyar untuk dapat menimbulkan infeksi. Sebagaian besar bakteri mati oleh asam
lambung. Bakteri yang tetap hidup akan masuk kedalam ileum melalui mikrovili dan
mencapai plak payeri, selanjutnya masuk kedalam pembuluh darah (bakteremia). Pada
1. Gejala klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
semangat. Pada kasus khas biasa ditemukan gejala klinis berupa demam, gangguan pada
2. Komplikasi
Pada tifus abdominalis dapat terjadi komplikasi berupa perdarahan usus, perforasi usus,
asidosis.
3. Pengobatan
b. Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama, lemah
c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat
mutlak, berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan
d. Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meragsang dan tidak banyak
menimbulkan gas.
e. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
f. Obat terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari dai bagi dalam 4dosis selama 10
hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla pasien tidak serasi/alergi dapat diberikan
Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman
tifus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak
menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena
kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak
http://kebidananfull.blogspot.co.id/2013/07/infeksi-yang-menyertai-kehamilan-dan_3.html
INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN
A. TOXOPLASMOSIS
1. Temuan klinis
B. RUBELLA
1. Diagnosis
Diagnosis rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya hampir sama
dengan penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Virus pada rubella sering
mencapai dan merusak embrio dan fetus. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi virus atau
dengan dotemukannya kenaikan titer anti rubella dalam serum.
Nilai titer antibody
a. Imunitas 1:10 atau lebih
b. Imunitas rendah < 1:10
c. Indikasi adanya infeksi saat ini ³ 1:64
Apabila wanita hamil dalam trimester I menderita viremia, maka abortus buatan perlu
dipertimbangkan. Setelah trimester I, kemungkinan cacat bawaan menjadi kurang yaitu 6,8%
dalam trimester II dan 5,3% dalam trimester III.
2. Tanda dan Gejala klinis:
a. Demam-ringan
b. Merasa mengantuk
c. Sakit tenggorok
d. Kemerahan sampai merah terang atau pucat, menyebar secara cepat dari wajah ke seluruh tubuh,
kemudian menghilang secara cepat
e. Kelenjar leher membengkak
3. Penatalaksanaan dan pencegahan
Hingga kini tidak ada obat-obatna yang dapat mencegah viremia pada orang yang tidak
kebal.. manfaat gamaglobulin dap\lam hal ini masih diragukan, yang lebih manjur ialah vaksin
rubella. Akan tetapi, vaksinasi ini sering menimbulkan artralgia atau arthritis, dan pula vaksinasi
yang dilakukan tidak lama sebelum terjadinya kehamilan atau dalam kehamilan dapat
menyebabkan infeksi janin. Karena itu, lebih baik vaksinasi diberikan sebelum perkawinan.
Pemberian vaksin pada wanita selam kunjungan prekonsepsi dianjurkan untuk uji serologi
varicella apabila klien selama masa kanak-kanaknya tidak mempunyai riwayat infeksi,
kontraindikasi pada kehamilan adalah menghindari konsepsi selama 3 bulan setelah vaksinasi.
C. CMV (CITOMEGALO VIRUS)
Cytomegalovirus – CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus
Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi
darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau
kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
Infeksi primer CMV dapat terjadi dengan frekuensi 1-2%. Infeksi congenital
kekerapannya adalah 1-2% dari kehamilan. Walaupun jarang, 10-15% anak yang mengalami
infeksi congenital akan mengalami cacat bawaan. Bila infeksi terjadi pada trimester I atau awal
trimester kedua dapat timbul keadaan hydrocephalus, mikrocephalus, mikroftalmia, hernia,
gangguan pendengaran, retardasi mental dan mungkin ditemukan kalsifikasi serebral. Bila
infeksi terjadi pada bulan-bulan terakhir kehamilan dapat dijumpai hepatosplenomegali,
trombositopeni, purpura, korioretinitis, dan pneumonitis. Selain melalui plasenta, infeksi dapat
sampai ke BBL melalui kontak virus dari servik, ASI, faring, dan urin ibu yang melahirkannya.
Transfusi darah juga dapat menularkan infeksi CMV. Infeksi yang terjadi setelah lahir ini akan
menampilkan gejala pneumonia, hepatosplenomegali dan sepsis yang tarjadi pada bulan pertama
kehidupannya.
1. Diagnosis
Diagnosis pada ibu ditegaskan melalui pemeriksaan serologik, karena klinis tidak
menunjukkan gejala yang khas. Virus biasanya dapat diisolasi dalam pembiakan jaringan.
Hingga kini tidak dikenal pengobatan yang manjur bagi penyakit ini bagi ibu maupun neonatus.
Kesulitan lain ialah bahwa infeksi CMV pada ibu biasanya tidak menimbulkan gejala dan sering
tidak diketahui. Bila diketahui terdapat gejala infeksi, maka dapat diberi pengobatan
simptomatik dan istirahat. Ibu dengan status imunitas yang rendah dan infeksi yang berat perlu
diberi obat antivirus.
D. HERPES
Infeksi herpes virus hominis pada orang dewasa biasanya ringan. Walaupun demikian,
penyakit ini dapat menyebabkan kematian janin dan bayi. Pada bayi dapat dijumpai gelembung-
gelembung pada kulit di seluruh badan, atau pada konjungtiva dan selaput lendir mulut.
Kematian bayi dapat pula disebabkan oleh ensefalitis herpes virus.
Virus tipe II dapat menyebabkan herpes genitalis dengan gelembung-gelembung berisi
cairan di vulva, vagina, dan servik, yang dikenal juga dengan nama herpes simpleks.
Penularan kepada anak dapat terjadi melalui:
1. Hematigen melalui plasenta
2. Akibat penjalaran ke atas dari vagina ke janin apabila ketuban pecah
3. Melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir
Diagnosis tidak sulit yaitu apabila terdapat gelambung-gelambung di daerah alat
kelamin, ditemukannya benda-benda inklusi intranuklear yang khas di dalam sel-sel epitel vulva,
vagina atau servik setelah dipulas menurut papanicolau, memberi kepastian dalam diagnosis.
Herpes genitalis merupakan infeksi virus yang senantiasa bersifat kronik, recurrent,
dan dapat dikatakan sulit diobati. Sampai saat ini hanya satu cara pengobatan herpese yang
cukup efektif, yaitu antivirus yang disebut acyclovir. Obat-obat analgetik dipakai untuk
mengurangi rasa nyeri di daerah vulva. Acyclovir dalam kehamilan tidak dianjurkan, kecuali
bila infeksi yang terjadi merupakan keadaan yang mengancam kematian ibu, seperti adanya
ensefalitis, pneumonitis, dan atau hepatitis, dimana acyclovir dapat diberikan secara IV. SC
dianjurkan pada wanita yang pada saat kelahiran menunjukkan gejala-gejala akut pada genetalia,
untuk menghindari penularan akibat kontak langsung. Karena bila dengan persalinan
pervaginam 50% bayi akan mengalami infeksi. Pada pasca persalinan, ibu yang menderita
herpes aktif harus diisolasi. Bayinya dapat diberikan untuk menyusui bila ibu telah cuci tangan
mengganti baju yang bersih.
E. VARICELLA
Varicella merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster.
Gambaran klinis berupa vesikel di atas kulit kemerahan yang akan berubah menjadi polimorf
disertai gejala konstitusi terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. virus varisela-zoster (V-Z
virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya mengenai anak, yang ditandai oleh
demam yang mendadak, malaise, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam
yang kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng.
1. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama menyerang kelompok umur anak-anak
dan juga bisa menyerang orang dewasa. Penyebarannya melalui droplet lewat udara. Masa
penularan lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit.
2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV) Penamaan
virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit
varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan
herves zoster
3. Patogenesis
Infeksi virus masuk bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak
tertutup kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui
system respirasi. Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial,
kemudian akan terjadi viremia disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya lesi di
permukaan virus. Virus masuk melalui mukosa saluran pernafasan dan diduga berkembang biak
pada jaringan kelenjar regional. 4 – 6 hari setelah infeksi, diduga viremia ringan terjadi, diikuti
dengan virus menginfeksi dan berkembang biak di organ seperti hati, limpa dan kemungkinan
organ lain. Lebih kurang 10 – 12 hari setelah infeksi terjadi viremia kedua di mana pada saat
tersebut virus bisa mencapai kulit. Rash muncul sesudah 14 hari infeksi. Lesi kulit yang terjadi
berupa makula, sebagian besar berkembang menjadi papula, vesicula, pustula, dan krusta
sesudah beberapa hari. Vesicula biasanya terletak pada epidermis.
4. Gejala Klinis
a. Masa inkubasi 14-21 hari
b. Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala prodromal
c. Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa lesi kulit muncul 2-3 hari setelah demam,
malaise, sakit kepala, anorexia
d. Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas juga dapat
mengenai selaput lendir. Lesi berupa makula eritema dalam beberapa jam akan berubah jadi
papula, vesikula, pustula dan krusta.
e. Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran yang
polimorf
5. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat
ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah
munculnya ruam
Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan
ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM.
Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA -
Fluorescent Antibody Membrane Antigen.
6. Dampak terhadap Kehamilan
5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut
terjadi pada 1 : 7500 kehamilan.
1. Persalinan preterm
2. Ensepalitis
3. Pneumonia
7. Penatalaksanaan
1) Antivirus: Asiklovir
Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau
penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh
-Jangan berikan aspirin pada anak anda. Pemakaian aspirin pada infeksi virus (termasuk
virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu sindroma Reye.
5) Antibiotika: bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit
6) Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).
Pengobatan varisela dibagi menjadi dua yaitu pada penderita normal dan penderita dengan
imunokompromise atau penurunan sistem imun :
1. Normal
2) Anak-anak –> terapi sintomatis atau acyclovir 20mg/kgbb dibagi 4 dosis selama 5 hari.
4) Wanita hamil , Pnemonia –> Acyclovir 5×800mg selama 7 hari atau acyclovir IV 10mg/kgbb
setiap 8jam selama 7 hari. Terapi simptomatik namun harus dilakukan pemeriksaan sinar x torak
untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia mengingat bahwa komplikasi pneumonia terjadi
pada 16% kasus dan mortalitas sampai diatas 40%.
Bila terjadi pneumonia maka perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diterapi
dengan antiviral oleh karena perubahan dekompensasi akan sangat cepat terjadi. Sindroma
varicella kongenital dapat terjadi. Diagnosa sindroma didasarkan atas temuan IgM dalam
darah talipusat dan gambaran klinik pada neonatus antara lain :
1. Hipoplasia tungkai
2. Parut kulit
3. Korioretinitis
4. Katarak
5. Atrofi kortikal
6. mikrosepali
7. PJT simetrik
Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan
antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu.
Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi
janin pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari
sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self
limiting” Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca
persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan
mortalitas 30%.
2. Imunokompromise
2) Penyakit sedang –> Acyclovir IV 10mg/kgbb selama 7 hari atau lebih lama
DAFTAR ISI
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
D. Manfaat..................................................................................................... 2
A. Kesimpulan .............................................................................................. 25
B. Saran ......................................................................................................... 26
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama masa kehamilan, daya tahan seseorang cenderung mengalami penurunan. Akibatnya,
rentan terserang berbagai penyakit. Bahkan infeksi ringan , terkadang sulit untuk dihindari. Padahal,
selama kehamilan seorang calon ibu dituntut untuk menjaga stamina agar tetap prima.
Sekalipun infeksi yang dialami oleh ibu hamil tidak selalu berpengaruh terhadap janin, namun
ceritanya akan lain bila terinfeksi virus herpes dan virus varisella Penyakit ini termasuk TORCH
(toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks) dan varisella zoster . Kelima penyakit ini
dapat mengakibatkan kerusakaan janin.Seorang ibu hamil hendaknya mewaspadai terhadap serangan
virus herpes dan virus varisella zoster, sebab infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual ini, bila
mengenai janin akan mengakibatkan kematian.
Untuk mencegah agar bayi yang sistem kekebalannya masih sangat lemah, seorang Dokter akan
memberikan saran agar ibu hamil yang terindikasi virus herpes, melahirkan secara caesar. Persalinan
caesar memungkinkan bayi tidak perlu melewati saluran persalinan yang menjadi persemaian berbagai
virus.
Penyakit herpes muncul dalam bentuk gelembung atau lepuh-lepuh pada permukaan kulit,
disertai rasa sakit. Berdasarkan bagian tubuh yang diserang, dapat dibedakan sebagai herpes genitalis,
herpes gestationis, herpes simpleks dan herpes zoster.
Ibu hamil termasuk dalam kelompok orang dewasa yang rentan terhadap penyakit
chickenpox/varisela apabila di masa mudanya belum pernah mengalaminya. Bagi ibu hamil dengan usia
kehamilan 1 hingga 3 bulan, memang bisa terjadi komplikasi terhadap janin bayi, seperti keguguran,
kelahiran mati atau bayi terkena sindrom congenital varicella (infeksi pada janin kuartal pertama
kehamilan) yang cukup berbahaya baik bagi sang janin maupun si ibu. Namun memang prevalensi ibu
hamil penderita cacar air yang mendapat komplikasi ini masih rendah (sekitar 2 dari 100 kasus).
Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan penyakit varicella. Infeksi varicella pada kehamilan
meningkatkan risiko kejadian komplikasi pneumonia. Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan
memunculkan risiko kelainan kongenital, sebesar 0,4% – 2%.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
2) Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam pemahaman tentang jenis-jenis penyakit
yang menyertai kehamilan.
BAB II
PEMBAHASAN
Herpes berasal dari bahasa yunani yang artinya merayap. Penyakit herpes disebabkan oleh Virus
Herpes Simpleks (HSV). Virus ini memiliki karakteristik bergerak dari satu saraf kecil ke saraf kecil dengan
cara merayap. Pergerakannya akan berakhir ketika virus-virus tersebut sampai di kumpulan saraf.
Herpes masuk dalam kelompok penyakit TORCH. TORCH merupakan sebutan atau akronim dari
kelompok penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan janin, terdiri dari:
1. Toxoplasmosis
3. Rubella
4. Cytomegalovirus
5. Herpes simpleks
Pada pengkajian lebih lanjut, sebagaimana dilansir NYTimes.com, penyakit herpes dibagi menjadi dua
tipe yakni Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) dan Herpes Simplex Tipe 2 (HSV-2).
HSV-1 menyerang mulut dan bibir, berupa cold sore yakni semacam lepuhan-lepuhan kecil yang
kadang nampak seperti jerawat dengan warna kemerahan. Herpes tipe ini bisa ditularkan dari organ
genital ke mulut melalui hubungan seks oral (lewat mulut).
HSV-2 menyerang organ genital. Penularannya juga terjadi terjadi lewat kontak kulit antar organ
genital maupun dari organ genital ke mulut melalui seks oral. Penularan ini karena dalam seks oral
maupun intercourse (memasukkan Mr. P ke Mrs. V) terjadi pertukaran cairan.
Jika seseorang terinfeksi virus herpes, akan dengan mudah menularkan penyakit ini ke siapapun yang
menjalin kontak dengannya.
Gejala herpes berbeda antara satu penderita dengan yang lainnya. Pasalnya, penyakit ini tidak selalu
terekspresi, dalam artian adakalanya virus aktif adakalanya tidak. Seseorang yang pernah terinfeksi
umumnya tubuh akan selamanya menyimpan virus ini dan sewaktu-waktu bisa saja kambuh.
1). Gejala herpes genital pada pria akan muncul gelembung kecil sepertu bisul yang kemudian pecah lalu
menjadi koreng. Luka tersebut muncul di organ genital dan sekitarnya seperti penis, skortum, paha,
anus, pantat, kandung kemih, hingga saluran kencing.
2) Gejala herpes genital pada wanita akan muncul bentuk luka sama seperti pada pria. Pada wanita juga
menyerang organ genital dan sekitarnya seperti vagina, pantat, paha, anus, hingga leher rahim.
Ibu hamil yang terinfeksi virus herpes pada minggu-minggu awal bisa mengalami keguguran. Pun
misalkan tidak sampai terjadi keguguran dan bayi bisa diselamatkan, umumnya tetap berbahaya bagi
janin karena infeksi virus herpes dapat menyebabkan cacat sistem syaraf dan penglihatan.
Jika ibu terinfeksi HSV-2 di bulan-bulan akhir kehamilan, meski janin diketahui sehat, baiknya hindari
melahirkan secara normal. Â Sebagaimana dijelaskan bahwa HSV-2 menyerang organ genital. Saat bayi
lahir secara normal, kulit bayi bersinggungan dengan kulit vagina ibu sehingga beresiko tertular herpes.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melahirkan dengan operasi sesar sehingga bayi tidak perlu
bersentuhan dengan organ genital ibu yang sudah terinfeksi.
Cara ini sudah umum dilakukan di negara-negara maju. Jadi jika terlanjur terinfeksi herpes, operasi
sesar bisa menjadi salah satu pilihan terbaik untuk melahirkan.
4. Tips Mencegah Penularan Herpes
Perawatan: Meskipun tidak ada obat untuk genital herpes, obat-obatan yang tersedia untuk
meminimalkan / mengurangi kemungkinan mengurangi penularan dan keluhan.
Terdapat tiga obat antivirus untuk perawatan genital herpes : acyclovir (Zovirax ®), valacyclovir
(Valtrex ®), dan famciclovir (Famvir ®). Obat antivirus umumnya diresepkan untuk pasien yang
mengalami episode pertama dari herpes genital, tetapi mereka dapat digunakan untuk episode berulang
juga.
Bersifat terapi digunakan dalam individu dengan berulang genital herpes yang ingin mencegah
terserang kembali.
Pasien yang mempunyai enam atau lebih serangan per tahun dapat menggunakan obat antivirus
secara berkala, sebelum gejala muncul. Penelitian telah melaporkan bahwa terapi bersifat dapat
mengurangi jumlah serangan sekurang-kurangnya 75% dari pengguna. Sepenuhnya bersifat terapi
mencegah serangan di beberapa pasien.
Efek samping dari obat antivirus termasuk perut terasa tidak enak, kehilangan nafsu makan, mual,
muntah, diare, sakit kepala, pusing, dan / atau kelemahan.
B. Penyakit CMV Dalam Kehamilan
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki
kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi darah, transplantasi organ , kontak
seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan
lahir pada persalinan pervaginam.
30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita hamil 50 –
85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi menyerupai infeksi
mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan
periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi
beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV
yang berbeda.
1. Penyebaran
Tidak ada vektor yang menjadi perantara. Penularan transmisi atau penularan. Transmisi dari satu
individu ke individu lain dapat terjadi melalui berbagai cara. Transmisi intrauterus terjadi karena virus
yang beredar dalam sirkulasi (viremia) ibu menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada
kurang lebih 0,5 – 1% dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren. 6 Viremia pada ibu hamil dapat
menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi
primer eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen,2,10 yang mungkin akan menimbulkan
risiko tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi primer lebih tinggi
daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi. Infeksi transplasenta juga dapat terjadi, karena
sel terinfeksi membawa virus dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat
sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan menimbulkan
penyakit yang lebih berat.
Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital atau air susu ibu. Kira-kira 2% –
28% wanita hamil dengan CMV seropositif, melepaskan CMV ke sekret serviks uteri dan vagina saat
melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih 50% kejadian infeksi perinatal. Transmisi melalui air
susu ibu dapat terjadi, karena 9% – 88% wanita seropositif yang mengalami reaktivasi biasanya
melepaskan CMV ke ASI. Kurang lebih 50% – 60% bayi yang menyusui terinfeksi asimtomatik, bila
selama kehidupan fetus telah cukup memperoleh imunitas IgG spesifik dari ibu melalui plasenta.8
Kondisi yang jelek mungkin dijumpai pada neonatus yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir
rendah.
Transmisi postnatal dapat terjadi melalui saliva, mainan anak-anak misalnya karena terkontaminasi
dari vomitus. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung, kontak seksual,
transfusi darah, transplantasi organ.
Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi dari sel ke sel melalui desmosom yaitu
celah di antara 2 membran atau dinding sel yang berdekatan. Di samping itu, apabila terdapat pelepasan
virus dari sel terinfeksi, maka virus akan beredar dalam sirkulasi (viremia), dan terjadi penyebaran per
hematogen ke sel lain yang berjauhan, atau dari satu organ ke organ lainnya.
Pada infeksi primer, IgG muncul kira-kira 2 minggu kemudian. Pada reaktivasi, reinfeksi, IgG muncul
lebih cepat disertai kadar yang lebih tinggi dan kekuatan mengikat yang lebih baik (avidity), sehingga
serokonversi dan IgG aviditydipakai untuk membedakan infeksi baru atau lama. Metoda pemeriksaan
laboratorium yang digunakan ialah ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) atau ELFA (enzyme
linked immunofuorescent assay).
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan
latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air
susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada
persalinan pervaginam.
2. Diagnosis
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain. Tes
serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan
bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian. IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup
1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi yang tepat
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup.
Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus
dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 –
50%.
2. PJT simetrik
3. Korioretinitis
4. Mikrosepali
5. Kalsifikasi serebral
6. Hepatosplenomegali
7. Hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala :
1. Retardasi mental
2. Gangguan visual
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.
4. Pencegahan :
Belum didapatkan obat yang baik untuk mencegah terjadinya infeksi CMV pada ibu dan janin yang
dikandungnya.
Dapat diusahakan :
1. Memberikan penerangan cara hidup yang higienis, menjauhi kontak dengan cairan yang dikeluarkan
oleh penderita CMV : urine, saliva, semen dlsb.
2. Bagi ibu, terutama yang melahirkan bayi prematur untuk berhati-hati dalam memberikan ASI. Bayi
prematur imunitasnya masih rendah. ASI yang mengandung virus CMV, didinginkan sampai –20oC
selama beberapa hari dapat menghilangkan virus. Cara lain pasteurisasi cepat.
Varicella / chickenpox atau sering disebut cacar air adalah suatu infeksi virus menular,
yang menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik – bintik kecil yang datar maupun
menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan rasa gatal. Merupakan
infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster.
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan
dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita
hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus.
1. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV)
Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini
menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh
setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.
Secara morfologis identik dengan virus Herpes Simplex. Virus ini dapat berbiak
dalam bahan jaringan embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan
oleh sel-sel yang sakit. Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada
cairan dalam penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk
tubuh terhadap virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel,
netralisasi atau imunofluoresensi tidak langsung terhadap antigen selaput yang
disebabkan oleh virus.
2. Patofisiologi
Infeksi virus masuk bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak tertutup
kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui sistem respirasi.
Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial, kemudian akan terjadi virema
disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya lesi di permukaan virus.
Jalur transmisi varicella melalui inhalasi/droplet infection, yang dianggap mulai infeksius sejak 2hari
sebelum lesi kulit muncul. Kemungkinan lain penularan terjadi melalui lesi di kulit. Lesi di kulit dianggap
tidak infeksius setelah semua menjadi krusta, dengan kemungkinan penularan terjadi sampai 10-21 hari
(rata-rata 15 hari, sejak awal muncul lesi kulit).
Tanda awal varicella mungkin mirip gejala flu, dengan malaise dan demam, diikuti munculnya lesi
kulit yang khas. Pada suatu periode waktu didapatkan lesi berupa makula, papula, vesikel/pustula, dan
krusta, dengan lokasi tersebar/tidak berkelompok.
Penyebarannya :
Bentuk makula, papula vesikuladan krusta dapat terjadi pada waktu yang sama.
Bila terjadi infeksi skunder, cairan vesikula yang jernih akan berubah menjadi nanah lymfodenopati.
3. Tanda Gejala
a) Pada penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini
khas untuk infeksi virus.
b) Pada kasus yang lebih berat, bisa di dapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Berapa hari kemudian
timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan
perut. Gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi.
c) Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini
mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk secara tidak sengaja. Jika lenting ini tidak
dibiarkan maka akan segera membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan
meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar
sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi. Proses ini memakan waktu
selama 6-8jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru.
d) Pada bayi, misalnya bayi yang usianya belum genap satu tahun akan lebih menderita pada saat terserang
virus ini karena demamnya bisa sangat tinggi. Kulitnya pun akan bisa terinfeksi bakteri. Mereka belum
bisa mengeluarkan apa yang dirisaukannya kecuali menangis.
4. Efek Samping
1. Pada Kehamilan
5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut
terjadi pada 1 : 7500 kehamilan
Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :
1) Persalinan preterm.
2) Ensepalitis
3) Pneumonia
Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara
13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu. Bila infeksi pada
ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca persalinan
adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan janin
mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self limiting”
Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan,
maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus
varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera
diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi
varciella tidak boleh dilakuykan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan
2. Pada Persalinan
Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan,
maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.
Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka waktu 72 jam
pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang sangat infeksius.
Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat
ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.
5. Komplikasi
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus
varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera
diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan.
Imunisasi varciella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus
yang dilemahkan. Varisela pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan kongenital
sedangkan infeksi ibu hamil menjelang melahirkan dapat terjadi varisela congenital.
Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi
maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat
persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.
1. kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun menjaga kebersihan tangan
4. diberi obat antibiotikan atau jika kasusnya berat diberi obat anti-virus asiklovir.
8. upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
6. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga
dapat ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4
hari setelah munculnya ruam
Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau
CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM. Pemeriksaan untuk
menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA – Fluorescent Antibody
Membrane Antigen.
Untuk mencegah cacar air diberikan suatu vaksin. Kepada orang yang belum pernah mengalami
komplikasi (misalnya penderita gangguan system kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin zoster atau
immunoglobulin varicella-zoster. Vaksin varicella biasanya diberikan kepada anak yang berusia 12-18
bulan.
Pencegahan varicella, selain dengan meningkatkan daya tahan tubuh, dapat ditempuh dengan
pemberian vaksinasi atau imunisasi immunoglobulin (IG) anti varicella. Vaksinasi diberikan untuk mereka
yang belum pernah terkena varicella. Immunoglobulin diberikan setelah tejadi paparan (postexposure),
terutama pada pasien dengan status imun rendah, bayi baru lahir (BBL), dan ibu hamil. Bila sudah terjadi
infeksi, prinsip terapi adalah suportif dan pemberian anti viral sesuai indikasi. Anti viral terpilih adalah
acyclovir, yang akan bekerja efektif bila diberikan 72 jam pertama sesudah munculnya lesi. Indikasi
mutlak pemberian terapi anti viral meliputi status imun rendah, manifestasi klinis berat, serta kehamilan
trimester ke-3. Pasien dengan varicella perlu dirawat bila keadaan umum lemah, lesi luas, atau untuk
keperluan isolasi.
D. Penyakit Toxoplasmasis pada Kehamilan
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat
penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan
atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis
bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental,
kejang-kejang dan ensefalitis.
1. Gejala Toxo
Sekitar 80% - 90% dari orang yang terinfeksi Toxoplasma tidak menunjukkan gejala. Mereka yang
mengalami gejala biasanya mengalami pembengkakan kelenjar getah bening serviks dan gejala mirip flu
yang hilang dalam beberapa minggu atau bulan tanpa pengobatan. Organisme ini sebenarnya masih
berada di tubuh dalam kondisi laten dan dapat aktif kembali jika orang tersebut menjadi
immunodepressed. Sebagai contoh, pasien dengan AIDS dapat terkena lesi di otak akibat reaktivasi
Toxoplasma. Pasien kemoterapi dapat terserang pada organ mata, jantung (miokarditis), paru-paru atau
otak ketika parasit menjadi aktif kembali.
Infeksi bawaan Toxoplasma bisa menyebabkan masalah serius pada mata, telinga, dan kerusakan
otak pada saat lahir. Namun, infeksi bawaan mungkin asimtomatik sampai beberapa tahun pertama
kehidupan atau bahkan sampai dekade kedua atau ketiga ketika mata (penurunan penglihatan atau
kebutaan), telinga (pendengaran), atau gejala kerusakan otak (kejang, perubahan status mental)
terkena. Toxoplasmosis merupakan penyebab utama retinochoroiditis (peradangan retina dan koroid
mata) di Amerika Serikat.
2. Pengobatan Toxoplasma
Toxoplasmosis dapat ditangani secara medis. Ada beberapa obat, biasanya digunakan dalam
kombinasi, untuk mengobati infeksi oleh parasit ini. Tiga obat yang paling sering digunakan ke pasien,
termasuk orang dengan HIV adalah pirimetamin (Daraprim), sulfadiazin (Microsulfon), dan asam folinic.
Namun, pasien hamil diobati dengan spiramisin (Rovamycine) dan leucovorin (Wellcovorin) di samping
obat yang tercantum di atas. Pasien dengan HIV biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup
untuk menjaga parasit tetap ditekan. Obat lain kadang-kadang digunakan adalah klindamisin (Cleocin),
azitromisin (Zithromax), atau atovakuon (Mepron). Obat ini digunakan terutama ketika pasien alergi
terhadap pirimetamin atau sulfadiazin. Dosis bervariasi, cara terbaik untuk menentukan perawatan
medis individu adalah didasarkan pada situasi kesehatan pasien.
Sayangnya, pirimetamin (Daraprim) dan sulfadiazin (Microsulfon) dapat menyebabkan efek samping
yang signifikan, terutama pada janin. Dua dari efek samping utama adalah penekanan sumsum tulang
(pengobatan leucovorin dapat mengurangi penekanan ini) dan toksisitas hati untuk pirimetamin. Untuk
sulfadiazin, efek samping bisa mual, muntah, toksisitas hati, kejang, dan gejala lainnya. Obat ini
digunakan pada wanita hamil karena risiko infeksi oleh Toxoplasma biasanya lebih parah daripada efek
samping obat. Dokter yang merawat harus diberitahu cepat jika efek samping terjadi.
3. Pencegahan Toxoplasma
Pencegahan Toxoplasmosis utamanya adalah untuk menghindari masuknya parasit. Berikut ini
disarankan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terinfeksi Toxoplasmosis:
a. Benar-benar memasak semua daging (daging beku selama beberapa hari juga mengurangi kemungkinan
Toxoplasma).
d. Jangan minum susu yang tidak dipasteurisasi atau minum air mentah.
i. Taruh kotak pasir kotoran kucing di luar ruangan saat tidak digunakan.
E. Penyakit Typus abdominalis pada Kehamilan
1. Definisi
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.
2. Etiologi
Salmonella typhi Batang gram negative yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu: antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida), antigen H (flagella), antigen V1 dan
protein membrane hialin.
3. Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman,
sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman
masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia
primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan
menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang
biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga
menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga
terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan
terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan
lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi
menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal
(pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu
pertama .pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang
dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.
a) Halitosis
b) Bibir kering
e) Mual
b. Gangguan kesadaran:
b) Umumnya apatis
c) Bradikardi relative
d) Umumnya tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit.
e) Penderita mulai cepat lelah, malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh tubuh, hal
tersebut dirasakan antara 10-14 hari
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari
pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 %
hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar
kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada
wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di
keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum
ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap
ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
a. Pengobatan
1) Kloramfenikol
2) Kotrimoksasol
3) Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi denganAmpisilin 100
mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.2.
b. Perawatan
1) Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring
sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan
usus atau perforasi usus.
2) Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan posisi berbaring untuk menghindari
komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus
4) Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama, lemah dan anoreksia
dll.
5) Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak, berbaring terus
ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
6) Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak meragsang dan tidak banyak menimbulkan gas.
7) Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
8) Obat terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari dai bagi dalam 4dosis selama 10 hari. Dosis
maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla pasien tidak serasi/alergi dapat diberikan golongan obat lain
misalnya penisilin atau kortimoksazol.
9) Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada
wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tifus abdominalis tidak di
keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum
ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap
ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
F. Penyakit Hepatitis pada Kehamilan
1. Pengertian
Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan
menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. ( Panduan Lengkap Kebidanan &
Keperawatan )
2. Etiologi
Penyebab hepatitis bermacam-macam. Pada prinsipnya penyebab hepatitis terbagi atas infeksi
dan bukan infeksi.
b. Non virus ; Komplikasi dari penyakit lain, Alkohol, Obat-obatan kimia atau zat kimia, Penyakit autoimun.
Sedangkan penyakit hepatitis yang ditimbulkannya disebut sesuai nama virusnya. Di antara
ketujuh jenis hepatitis tersebut, hepatitis A, B dan C merupakan jenis hepatitis terbanyak yang sering
dijumpai. Sedangkan kasus hepatitis F masih jarang ditemukan. Para ahli masih memperdebatkan
apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis tersendiri atau tidak.
3. Gejala
e. Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas (lokasi hati)
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala nya akan sama
dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala yang timbul relatip lebih ringan
dibanding dengan gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di
rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan
penderita umumnya menunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering
terjadi, dengan menimbulkan mortalitas Ibu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidak
hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropic disertai kebutuhan janin yang meningkat
akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis Tampaknya gizi ibu
hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan
sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula
meningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada
kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya
hepatitis virus, telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-
perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus. Diketahui bahwa
pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu
dengan kenaikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada
kehamilan mudah terjadi DIC (Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitian ini terbukti
bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkan beratnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi
sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitis virus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.
Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun segera setelah
lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
a. Melewati placenta
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan
akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan
dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus
placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir.
Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi
hepatitis virus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari
nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini,
hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim.
5. Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.
Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum
menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi tinggi protein dan
karbohidrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru diberikan bila
terjadi penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktif dan cukup berat, mempunyai risiko untuk
terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap
diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaan trans aminase serum dan pemeriksaan
hepatitis virus anti gen secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus bila tidak
mengalami penyulit-penyulit lain.
G. Penyakit Infeksi Traktus Urinarius pada Kehamilan
1. Definisi
Infeksi Traktus Urinarius adalah bila ada pemeriksaan urine ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih
dari 10.000 per ml. urine yang diperiksa harus bersih, segar dan di ambil dari aliran tengah (midstream)
atau diambil dengan pungsi suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml
ini disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala, disebut bakteriuria
asimptomatik dan mungkin disertai dengan gejala-gejala yang disebut bakteriuria simptomatik
(Sarwono, 2005).
Infeksi saluran kencing merupakan komplikasi medik utama pada wanita hamil. Sekitar 15% wanita,
mengalami satu kali serangan akut infeksi saluran kencing selama hidupnya. Infeksi saluran kencing
dapat mempengaruhi keadaan ibu dan janin, dampak yang ditimbulkan antara lain anemia, hipertensi,
kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR).
2. Patofisiologi
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang terdapat kuman
penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplay jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui helium ginjal.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending. Tetapi dari kedua
cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah karena
menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imun
supresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat misalnya
infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi dari tulang,
kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih dan menyebabkan
infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh adanya refluks vesico ureter
yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal untuk menyebabkan infeksi.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum
ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi,
bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius
untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal (pielonefritis)
10. Kebutuhan untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya
6. Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri pinggang
4. Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi
dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
ISK dapat menyebabkan infeksi ginjal, dan pembentukan abses ginjal atau perirenal. Infeksi ginjal
dapat menyebabkan awal persalinan dan berat badan lahir rendah.
Beberapa pengaruh infeksi traktus urinalis pada kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Terjadi insiden kelahiran preterm, mortalitas perinatal meningkat dan peningkatan insiden bayi berat lahir
rendah ( BBLR )
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisis
a) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila
terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
b) Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan
oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a) Mikroskopis
b) Biakan bakteri
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau
dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
8. Pengobatan
Para ahli menganjurkan untuk memberikan terapi antibiotika. Beberapa kajian terapi antibiotika
untuk bakteriuria asimptomatik.
Nitropurantoin 4x50-100mg/hari 72 %
Terapi antibiotika untuk pengobatan bakteriuruia asimptomatik biasanya diberikan untuk jangka 5-7 hari
secara oral. Sebagai kontrol hasil pengobatan dapat dilakukan pemeriksaan ulangan biakan bakteriologik
air kemih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks. Virus herper ini tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa diberikan untuk genital herpes adalah
Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat
disembuhkan atau dihilangkan selama-lamanya. Herpes dapat juga ditularkan selama masa
kehamilan dan kelahiran.
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga
memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi darah, transplantasi
organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus varisella sozter, biasanya
sering terjadi pada anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas.
Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-
kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus, atau kematian janin.
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Jika wanita
hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau
keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan
kesadaran. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil
konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar
kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan
penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
Infeksi traktus urinalis atau infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang paling
sering dijumpai selama kehamilan. Walaupun bakteriuria asimtomatik merupakan hal biasa,
infeksi simtomatik dapat mengenai saluran bawah yang menyebabkan sistitis atau menyerang
kaliks, pelvis, dan parenkin ginjal sehingga menyebabkan pielonefritis.
Bahwa penyebaran penyakit infeksi dalam kehamilan telah sangat menghawatirkan dan
perlu penanganan yang serius. Penyakit infeksi dalam kehamilan sangat berpengaruh pada
tingkat kesehatan seseorang dan kondisi kesehatan reproduksi. Penanggulangan Penyakit infeksi
dalam kehamilan dapat lebih efektif dengan dilakukannya upaya pencegahan dengan
pemeriksaan khusus sedini mungkin sebelum terlambat.
B. Saran
1. Bagi ibu yang sedang hamil
a) Sebaiknya selama masa kehamilan selalu menjaga daya tahan tubuh atau stamina sehingga
tidak rentan terserang berbagai penyakit.
b) Diharapkan agar lebih menjaga kebersihan diri terutama pada bagian Genital (alat kelamin),
karena hal itu dapat mencegah timbulnya jamur atau virus pada bagian genital yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti Herpes Genitalis dan varicella.
c) Jika ibu mengalami gejala – gejala seperti nafsu makan berkurang, demam, terdapat ruam pada
bagian tubuh, dan terasa gatal ibu harus segera datang ketenaga kesehatan untuk mendapatkan
pengobataan.
2. Bagi petugas kesehatan agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas Ibu dan anak. Serta dapat memberikan penyuluhan
dengan penekanan pada aspek perubahan perilaku.
3. Bagi teman teman agar belajar yang rajin agar kelak bisa menangani pasien dengan professional
DAFTAR PUSTAKA