BAB I
PENDAHULUAN
Dari seluruh persalinan, induksi persalinan terjadi antara 10% - 20% dengan
berbagai indikasi baik ibu maupun janin. Dikenal dua jenis induksi yaitu secara mekanis
dan medisinalis. Pemakaian balon kateter, batang laminaria, dan pemecahan selaput
ketuban termasuk cara mekanis. Induksi medisinalis dapat dengan menggunakan infus
oksitosin intravena dengan keuntungan waktu paruh yang pendek hingga mudah diawasi
dan dikendalikan bila terjadi komplikasi, namun sangat bergantung pada skor bishop
sehingga perlu pematangan serviks terlebih dahulu (Elasari, et al., 2007)
Bahan induksi persalinan yang bersifat nonmekanik paling sering menggunakan
prostaglandin E. Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 (PGE1) yang
direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan dan pencegahan ulkus peptikum dan
sekarang telah banyak digunakan di bidang obstetri (Goldberg, A.B., et al., 2004, Anonim,
2006).
Beberapa penelitian menyebutkan misoprostol sangat efektif untuk induksi
persalinan karena dapat mematangkan serviks dan memacu kontraksi miometrium sehingga
dianjurkan untuk ibu hamil dengan serviks yang belum matang. Kerugian terutama efek
samping sistemiknya dan kesulitan pengaturan pemberiannya sebagai bahan induksi
persalinan. Walaupun demikian prostaglandin telah dikembangkan sebagai bahan
pertimbangan yang membantu dimulainya induksi persalinan pada serviks yang belum
matang. (Elasari, et al.,2007, Goldberg, A.B., et al., 2004).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai efektifitas serta keamanan penggunaan
misoprostol untuk induksi persalinan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 3 Misoprostol
Misoprostol (Cytotec R) adalah analog prostaglandin E1 (PGE1) yang dikembangkan untuk
pengobatan dan pencegahan ulkus peptikum (Alisa dkk, 2002).
Secara kuat PGE1, memberikan efek kuat terhadap hambatan sekresi asam lambung akan
tetapi masa kerjanya kerjanya yang pendek dan aktifitasnya lemah bila diberikan peroral
maka dilakukan modifikasi pada struktur molekul PGE1. Perpindahan gugus hidroksil (OH)
dari C15 ke C16 mengurangi efek samping dan memperbaiki aktifitasnya secara oral.
Misoprostol mempunyai susunan kimiawi C22H38O5 dengan nama kimiawi methyl 11
alpha, 16 dihydroksi 16 methyl 9, oxoprost, 13 E-en-1-oate. Tersedia dalam 3 kemasan yaitu
100 mikrogram, 200 mikrogram dan 400 mikrogram.
Misoprostol sangat mudah larut dan mengalami destrefikasi cepat menjadi asam
lemaknya yang bertanggung jawab dalam aktifitas klinisnya (Alisa, 2001). Setelah
mengalami oksidasi pada rantai alpha dan beta diikuti reduksi oleh keton akan menjadi
analog prostaglandin yang sebagian besar dieksresi lewat urine. Waktu untuk mencapai kadar
puncak saat induksi asam Misoprsotol adalah 9-15 menit dan waktu paruh 20-30 menit
(priyadi, 1999).
Pada uterus Misoprostol menimbulkan kontraksi miometrium dan pematangan serviks
(More B, 2002). Seperti pada prostaglandin yang lain Misoprostol juga bekerja dengan jalan
meningkatkan Ca2+ bebas intrasekuler. Proses ini menghasilkan interaksi myosin
terfosforilasi dan aktin. Pada saat yang sama terjadi gap junction miometrium yang
memudahkan kontraksi terkoordinasi pada uterus. Pembukaan serviks terjadi sebagai akibat
kenaikan asam hialuronidase dan cairan serta penurunan dermatan sulfat dan kandroitin
sulfat yang merupakan bahan dasar pembentukan kolagen (Cunningham dkk, 2005). Pada
4
vagina prostaglandin dapat diabsorbsi dengan mudah dan cepat sehingga dapat diberikan
dalam bentuk tablet (Rayburn, 1996).
Menurut Chuck dan Nufakkor, 1995 pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa tablet
misoprostol yang dimasukkan ke dalam vagina lebih baik atau setara ekfetifitasnya
dibandingkan dengan gel prostaglandin E2 intraservikal (Cunningham dkk, 2005).
Skor 0 1 2 3
Pembukaan Serviks (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1/ 0 +1/ +2
Konsistensi Serviks keras sedang lunak
Posisi serviks Ke Searah Ke arah
belakang sumbu depan
jalan
lahir
Skor Bishop
ketika dosis yang sama diberikan sublingual daripada vagina. Rute sublingual lebih efektif
yakni proporsi kelahiran pervaginam dalam waktu 12 jam sedikit lebih tinggi.
Secara farmakokinetik dijelaskan bahwa misoprostol terbukti cepat diabsorbsi.
Misoprostol sangat mudah larut dan mengalami esterifikasi yang cepat menjadi asam lemak
yang bertanggung jawab dalam aktifitas klinisnya. Waktu untuk mencapai kadar puncak
induksi adalah 123 menit dengan paruh waktu 20-40 menit.
Penelitian yang dilakukan oleh Esa Lestary menunjukkan efektifitas misoprostol
sublingual lebih cepat karena misoprostol sublingual mengalami penyerapan lebih cepat dan
terhindar dari metabolism melalui hati sehingga konsentrasi maksimal dapat dicapai dalam
waktu singkat. Sedangkan lama persalinan oleh kelompok yang diinduksi oksitosin jauh
lebih lama sekitar >12 jam dengan rerata lama interval waktu induksi persalinan adalah
13,873,28, kemungkinan karena aktifitas oksitosin dapat dihilangkan oleh enzim
oksitosinase melalui pemecahan ikatan peptide yang diduga sumber enzim oksitosinase
adalah plasenta.
Misoprostol mengurangi kandungan hidroksipolin pada serviks gravid. Perubahan
histokimia yang terjadi pada serviks gravid setelah penggunaan misoprostol telah dipelajari
dalam studi menggunakan mikroskop elektron dan penilaian ambilan prolin. Hasil yang
didapatkan adalah kandungan kolagen yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Diameter kolagen juga disebutkan lebih rendah. Ini mengindikasikan bahwa
misoprostol bekerja pada jaringan ikat, dengan adanya bukti disintegrasi dan disolusi kolagen
(Aleem HA, 2009).
pervaginam lebih efektif daripada yang diberikan peroral. Namun, masih belum
terdapat cukup bukti mengenai regimen misoprostol yang optimal dan aman.
[Derajat Rekomendasi A]
Perdarahan pasca persalinan :
Misoprostol dosis 600 g per oral atau 1000 g per rektal dapat digunakan untuk
pencegahan perdarahan pascapersalinan bila tidak tersedia oksitosin dan
ergometrin. Perhatikan efek samping demam dan menggigil [Derajat Rekomendasi
A].
10
BAB III
KESIMPULAN
Misoprostol dosis 25 mikrogram cukup efektif dan aman untuk induksi persalinan. Efek
samping yang ditimbulkan oleh misoprostol dapat muncul pada ibu dan janin sehingga
memerlukan penentuan dosis yang tepat dan observasi ketat saat pemberiannya.
Pemakaian misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi pada umumnya direkomendasikan
pada daerah di mana uterotonika atau prostaglandin tidak tersedia atau terlalu mahal. Pada
daerah dengan sumber daya terbatas (low-resource setting).
Misoprostol dapat dipertimbangkan dibandingkan metode aborsi yang tidak aman seperti
ramuan herbal, insersi benda asing atau trauma yang disengaja.
11
DAFTAR PUSTAKA
Adachi, Oku, Arias, F. (2008). Pharmacology of oxytocin and prostaglandins. Clinical Obstet
Gynecology. 43, p. 455-68.
Anonim. (2006). Kedu dan Diy. Suara Merdeka. Jakarta.
Elasari, T., Mirani, P., Ansyori, M.H., Syamsuri, K.A., Husin. (2007). Efektifitas dan efek
samping misoprostol dosis 25 mg vaginal untuk induksi persalinan. Pertemuan Ilmiah
Tahunan VIII Fetomaternal. Jogya. p. 189-202.
Feitosa, Sulistia, G. (2005). Prostaglandin. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 406-7.
Goldberg, A.B., Greenberg, M.B., Darney, P.D. (2004). Misoprostol and Pregnancy. Review
Article. The New England Journal of Medicine. Number 1. Volume 344. p. 38-47.
Hariadi, Soewarto, S. (2008). Ketuban Pecah Dini. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. p. 677-81.
Jordan, S., Hartono, A. (2003). Prostaglandin. Obat yang meningkatkan kontraktilitas
uterus/oksitosik. Farmakologi Kebidanan. Jakarta. EGC. p. 142-55.
Knoch, J., Susanto, H., Sukarya, S.W., Prawira, B.H. (2007). Perbandingan efektifitas
Prostaglandin E2 dan Oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan aterm
dengan ketuban pecah sebelum waktunya. Meternal-Fetal Medicine Devision
Departement of Obstetrics and Ginekology. UNPAD.
Maged R, Handaya, Edwin A. (2003). Peranan misoprostol dalam penanganan perdarahan
postpartum. Dalam kumpulan makalah bebas. KOGI XII 2003. Yogyakarta. Subagian
Fetomaternal SMF Obsgin FK-UI. Jakarta
Parson S, Frohn, W.E., Simmons, S, Carlan, S.J (2007). Prostaglandin E2 gel versus
misoprostol for servical ripening in patients with premature Rupture of Membranes
after 34 weeks. American Journal of Obstetric and Gynecology. Vol 99. no 2. p. 206-
10.
Phaneuf, Bricker, L., Luckas, M. (2004). Amniotomy alone for induction of labour. Cochrane
Database Syst Rev. 2. CD002862. Abstract.
Shetty, A., Daniellian, P., Templeton, A. (2007). Misoprostol sublingual untuk induksi
persalinan aterm. Am J Obstet gynecol. 186(1). p. 72-6.
Wing S., Norwitz, E., Robinson, J., Repke, J. (2007). Labor and delivery. Gabbe SG, Niebyl
JR, Simpson JL, eds. Obstetrics: normal and problem pregnancies. 4th ed. New York.
Churchill Livingstone. p. 353-94.
Yuane, Ludmir, J., Sehdev, H.M. (2010). Anatomy and physiology of the uterine cervix. Clin
Obstet Gynecol. 43. p. 433-9.
12