Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal


SEPSIS

Dosen Mata Kuliah :


Prof. Dr. dr. Yusrawati, SpOG (K)

Disusun Oleh :
Asti Marian Sari
720200116

PROGRAM MATRIKULASI S2 ILMU KEBIDANAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT, yang tiada tuhan selain
diri-Nya yang menguasai alam semesta ini, dan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah kegawatdaruratan dalam kebidanan dan neonatal dengan pokok bahasan
SEPSIS.
Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana tanpa bimbingan dan pengarahan dari
semua pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
ibu Prof. DR.dr.Yusrawati, SpOG sebagai dosen mata kuliah Kegawatdaruratan dalam
kebidanan dan neonatal yang telah membimbing penulis.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan evaluasi demi
perbaikan penulisan makalah ini.

Bengkulu, Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1.................................................................................................................................. L
atar Belakang........................................................................................................... 1
1.2.................................................................................................................................. R
umusan Masalah...................................................................................................... 2
1.3.................................................................................................................................. Tu
juan Penulisan.......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian sepsis ....................................................................................................3
2.2................................................................................................................................. Eti
ologi sepsis.............................................................................................................. 3
2.3................................................................................................................................. Pa
tofisiologi sepsis..................................................................................................... 4
2.4................................................................................................................................. Ta
hapan perkembangan sepsis.................................................................................... 4
2.5. Faktor resiko sepsis........................................................................................... 4
2.6................................................................................................................................. Se
psis puerperalis....................................................................................................... 5
2.7................................................................................................................................. Ta
nda dan gejala sepsis puerperium........................................................................... 6
2.8................................................................................................................................. Fa
ktor resiko sepsis puerperalis.................................................................................. 6
2.9................................................................................................................................. Pe
natalaksanaan sepsis puerperalis............................................................................. 7
2.10. Sepsis neonatorum................................................................................................ 9
2.11. Gejala sepsis neonatorum.................................................................................... 9
2.12. Penyebab sepsis neonatorum............................................................................... 10
2.13. Pencegahan sepsis neonatorum...........................................................................12
2.14. Penatalaksanaan sepsis neonatorum....................................................................12
2.15. Upaya Pencegahan dan Peran Bidan dalam Penanganan
Sepsis Puerperium dan Sepsis Neonatorum...................................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 17
3.2 Saran ................................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sepsis masih menjadi masalah kesehatan yang harus diwaspadai dan merupakan salah
satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas bayi dan anak di seluruh dunia. Penelitian
yang dilakukan di Inggris pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 oleh Mc. Pherson et
al. (2013) menyatakan bahwa 1 dari 20 kematian yang terjadi di Inggris diakibatkan oleh
sepsis, dengan prevalensi kejadian sebesar 5,5% untuk wanita dan 4,8% untuk pria. Angka
kejadian sepsis yang dilaporkan di Amerika tercatat 750.000 setiap tahunnya dan kematian
sekitar 2% kasus terkait dengan kejadian severe sepsis (Angus & Poll, 2013).
Penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai sepsis diantaranya yang dilakukan di
Rumah Sakit (RS) Dr. Soetomo pada tahun 2012 mengenai profil penderita sepsis akibat
bakteri penghasil extended-spectrum beta lactamase (ESBL) mencatat bahwa kematian
akibat sepsis karena bakteri penghasil ESBL adalah sebesar 16,7% dengan rerata kejadian
sebesar 47,27 kasus per tahunnya. Penelitian tersebut melaporkan bahwa 27,08% kasus
adalah sepsis berat, 14,58% syok sepsis dan 53,33% kasus adalah kasus sepsis (Irawan et
al., 2012).
Sepsis diawali dengan adanya kejadian systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) yang disertai dengan infeksi. Walaupun kejadian sepsis ditandai dengan adanya
infeksi namun tidak selamanya terdapat bakteremia. Kejadian tersebut dimungkinkan karena
adanya endotoksin maupun eksotoksin di dalam darah sedangkan bakterinya berada di
dalam jaringan( Guntur, 2008).
Bidan di komunitas memiliki peran salah satunya sebagai pelaksana dan ruang lingkup
pelayanan kebidanan di komunitas meliputi upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif)
yaitu memberikan informasi dan pendidikan kesehatan, upaya pencegahan (preventif) yang
ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan-gangguan kesehatan individu,
keluarga dan kelompok masyarakat, diagnosis dini dan pertolongan tepat guna,
meminimalkan kecacatan, pemulihan kesehatan (rehabilitatif), serta kemitraan
1.2. Rumusan masalah
1. Apa dimaksud dengan yang pengertian sepsis
2. Apa dimaksud dengan yang etiologi sepsis.
3. Bagaimana patofisiologi sepsis
4. Bagaimana tahapan perkembangan sepsis
5. Apa yang termasuk kedalam faktor resiko sepsis
6. Apa yang dimaksud dengan sepsis puerperalis
7. Bagaimana tanda dan gejala sepsis puerperium
8. Apa yang termasuk kedalam faktor resiko sepsis puerperalis
9. Bagaimana penatalaksanaan sepsis puerperalis
10. Apa yang dimaksud dengan sepsis neonatorum
11. Bagaimana gejala sepsis neonatorum
12. Apa yang menjadi penyebab sepsis neonatorum
13. Bagaimana pencegahan sepsis neonatorum
14. Bagaimana penatalaksanaan sepsis neonatorum
15. Bagaimana upaya pencegahan dan peran bidan dalam penanganan sepsis puerperium
dan sepsis Neonatorum
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian sepsis
2. Untuk mengetahu Etiologi sepsis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi sepsis
4. Untuk mengetahui tahapan perkembangan sepsis
5. Untuk mengetahui faktor resiko sepsis
6. Untuk mengetahui sepsis puerperalis
7. Untuk mengetahui tanda dan gejala sepsis puerperium
8. Untuk mengetahui faktor resiko sepsis puerperalis
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan sepsis puerperalis
10. Untuk mengetahui sepsis neonatorum
11. Untuk mengetahui gejala sepsis neonatorum
12. Untuk mengetahui penyebab sepsis neonatorum
13. Untuk mengetahui pencegahan sepsis neonatorum
14. Untuk mengetahui penatalaksanaan sepsis neonatorum
15. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan peran bidan dalam penanganan sepsis
puerperium dan sepsis Neonatorum

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Sepsis


Sepsis adalah syindrom penyakit akibat infeksi yang mengancam jiwa, ditandai
dengan gangguan fungsi organ akibat regulasi respon tubuh terganggu. (suhendro,
2017)
Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi
proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan temperatur tubuh, perubahan
jumlah leukosit, takikardi dan takipnu (PERDACI, 2014).
Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran
darah dengan kondisi infeksi yang sangat berat, bisa menyebabkan organ-organ
tubuh gagal berfungsi dan berujung pada kematian (Purnama, 2014)
Sepsis adalah adanya sindroma respons inflamasi sistemik (Systemic
Inflammatory Response Syndrome / SIRS) ditambah dengan adanya infeksi pada
organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut. Definisi lain
menyebutkan bahwa sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi, berdasarkan
adanya SIRS ditambah dengan infeksi yang dibuktikan atau dengan suspek infeksi
secara klinis. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (> 38oC atau <
36◦C); takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik
terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah
putih.. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur (Guntur,2008)
2.2. Etiologi Sepsis
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host
terhadap infeksi (Caterino,2012).

2.3. Patofisiologi Sepsis


Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk
ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan
jaringan disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbul
reaksi inflamasi. Meskipun dasar proses inflamasi sama, namun intensitas dan
luasnya tidak sama, tergantung luas jejas dan reaksi tubuh. Inflamasi akut dapat
terbatas pada tempat jejas saja atau dapat meluas serta menyebabkan tanda dan
gejala sistemik.
Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal bersamaan dari sistem
imun dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek yang
menakutkan dari sindrom sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi dari
generalisasi respons imun terhadap tempat yang berjauhan dari tempat infeksi,
kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi dan anti inflamasi selular,
serta penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi
2.4. Tahapan Perkembangan Sepsis
Menurut Reinhart & Eyrich (2015), sepsis berkembang dalam tiga tahap, yaitu:
1. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal ini
sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
2. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai
mengganggu fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-paru atau hati.
3. Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun ke
tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak mendapatkan
oksigen yang cukup. Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari
uncomplicated sepsis ke syok septik dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan
organ multiple dan kematian.
2.5. Faktor resiko sepsis
1. Usia
Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik
dibandingkan usia tua. Orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan
kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam
kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 54 tahun. Pola yang sama
muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska Pribumi. Sehubungan dengan kulit
putih, orang Asia lebih cenderung mengalami kematian yang berhubungan dengan
sepsis di masa kecil dan remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan tua
usia. Ras Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk
meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua kelompok
umur (Melamed A, 2006).
2. Jenis kelamin
Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan
dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras / etnis. Laki-laki 27%
lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun, risiko untuk pria
Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki Amerika Indian / Alaska
Pribumi kemungkinan mengalami kematian berhubungan dengan sepsis hanya 7%
(Melamed A, 2006).
3. Ras
Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan
terendah di antara orang Asia (Melamed A, 2005). Penyakit Komorbid Kondisi
komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal ginjal kronis,
diabetes mellitus, HIV, penyalah gunaan alkohol) lebih umum pada pasien sepsis
non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut
yang lebih berat (Esper, 2006)
4. Penyakit Komorbid
Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal
ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalah gunaan alkohol) lebih umum pada
pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan disfungsi
organ akut yang lebih berat (Esper, 2006)
2.6. Sepsis Puerperalis
Hingga saat ini belum ada definisi universal mengenai sepsis dalam bidang obstetri,
namun istilah sepsis puerperalis masih digunakan untuk menggambarkan sepsis yang
terjadi setelah persalinan. Menurut WHO, sepsis pueperalis adalah infeksi saluran genital
yang dapat terjadi kapanpun mulai dari pecahnya ketuban atau saat persalinan sampai
dengan hari ke-42 pascasalin (Tabel 1).

Tabel.1. Definisi WHO Mengenai Sepsis Puerperalis


Waktu/Onset Demam Gejala yang Berhubungan
Mulai dari pecahnya • >38°C diukur 2x • Nyeri panggul
ketuban / saat dengan interval 4 jam • Sekret vagina abnormal
persalinan • >38.5°C dalam 1x (warna, jumlah, konsistensi
sampai dengan hari pengukuran dan bau)
ke-42 pascasalin • Pemanjangan waktu
involusi uterus
*meliputi chorioamnionitis dan endometritis
2.7. tanda dan gejala sepsis puerperium
Ibu biasanya mengalami:
1. Nyeri pelvik
2.  Lochea abnormal
3. Suhu >380C atau <360
4. Denyut jantung >90 x permenit
5. leukosit >12.000/mm2
6. Nyeri tekan uterus
7. Pada laserasi/luka episiotomi terasa nyeri, bengkak, mengeluarkan cairan nanah
8. Lochea yang berbau menyengat atau busuk 
9. Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusi uterus)
2.8. faktor resiko sepsis puerperium
1. Faktor terkait komunitas
Mencakup status sosio ekonomi yang rendah, kurangnya pengetahuan
mengenai gejala dan tanda-tanda sepsis, kurangnya akses ke pusat pelayanan
medis, desain gedung pelayanan medis yang kurang mendukung, dan rendahnya
sistem sanitasi. Akses menuju fasilitas medis mungkin kurang karena kesulitan
transportasi dan jarak tempuh yang jauh. Pusat pelayanan medis seringkali
kekurangan sarana dan staf medis terlatih, terutama di daerah terpencil. Kehamilan
berisiko tinggi biasanya terjadi karena faktor 4T (4 Terlalu) dan 3T (3 Terlambat).
Faktor 4T adalah Terlalu muda untuk hamil (kurang dari 20 tahun); Terlalu tua
untuk hamil (lebih dari 35 tahun); Terlalu sering hamil (anak > 3) dan Terlalu dekat
jarak kehamilannya (< 2 tahun). Faktor 3 Terlambat adalah Terlambat mengambil
keputusan untuk mencari upaya kedaruratan medis; Terlambat tiba di fasilitas
kesehatan; dan Terlambat mendapat pertolongan medis.
2. Faktor risiko persalinan
mencakup persalinan tidak bersih dan persalinan tidak aman (yang dibantu oleh
dukun beranak tradisional atau praktisi tak terlatih). World Health Organization
memperkirakan bahwa insidensi sepsis maternal dapat menurun sekitar 50% jika
semua persalinan dilakukan di pusat-pusat persalinan resmi. Kondisi persalinan lain
yang dapat meningkatkan risiko sepsis maternal antara lain ketuban pecah dini
yang dibiarkan dalam waktu lama, partus lama (prolongerd labour), partus macet
(obstructed labour), pemeriksaan vaginal yang sering dan/atau tidak higienis,
seksio sesarea, serta perdarahan pascasalin. Suatu penelitian di Ife State Hospital
Nigeria menunjukkan bahwa 31,5% sepsis maternal berkaitan dengan pecah
ketuban dini (premature rupture of membranes [PROM]), 65,7% berkaitan dengan
pemanjangan partus > 12 jam, dan 50,7% berkaitan dengan pemeriksaan vagina
yang terlalu sering. Seksio sesaera merupakan salah satu faktor risiko penting,
dengan tingkat sepsis sebesar 5,0% dengan pemberian antibiotik profilaktik dan
10,1% tanpa antibiotik profilaktik. Prosedur lain yang meningkatkan risiko infeksi
puerperalis mencakup persalinan buatan, episiotomi, amniosentesis, cerclage,
perdarahan pascasalin, dan tertahannya sisa produk kehamilan.
2.1. Faktor kondisi komorbid
ibu yang dapat meningkatkan risiko sepsis maternal antara lain: malnutrisi,
primiparitas, anemia (karena malnutrisi, penyakit sickle cell, talasemia, malaria),
obesitas, gangguan metabolisme glukosa dan diabetes melitus, HIV/ AIDS, infeksi
panggul, infeksi Streptococcus group A, infeksi Streptococcus group B, malaria
terutama di daerah endemik malaria yang dapat menyebabkan kematian janin dan
maternal hingga 10% dan 60%.
2.9.Penatalaksanaan Sepsis Puerperalis
Setiap profesional medis sebaiknya mengetahui sasaran terapi yang ingin
dicapai dalam pengelolaan sepsis berat dan syok septik agar luaran pasien lebih
terukur. Setelah diagnosis ditegakkan maka rangkaian terapi harus dimulai secara
agresif dan adekuat dalam waktu < 6 jam. Patokan yang disebut dengan”Early goal
directed therapy” telah terbukti dapat menurunkan AKI secara signifikan. Pendekatan
tersebut terdiri dari: pemberian cairan intravena, peningkatan pemberian oksigen,
pemberian obat-obat vasopresor, pemberian obat-obat inotropik, pemberian transfusi
darah, pemberian ventilasi mekanik, dan pemakaian kateter arteri. Pendekatan ini
bertujuan untuk penyesuaian kembali, cardiac preload, afterload, dan kontraktilitas
jantung untuk tujuan akhir tercapainya keseimbangan antara oxygen delivery dan
oxygen demand.
1. Isolasi dan Batasan pada Perawatan Ibu
Tujuan dari kegiatan ini adalah mencegah penyebaran infeksi pada ibu lain
dan bayi mereka.
     Prinsip-prinsip keperawatan dasar adalah penting bidan harus :
1. Merawat ibu di suatu ruang terpisah atau jika hal ini tidak mungkin, di pojok
bangsal, terpisah dengan pasien lain. 
2. Menggunakan gown dan sarung tangan pada saat mengunjungi ibu dan gown
serta sarung tangan khusus ini hanya di pakai ketika berhadapan dengan ibu 
3. Menyimpan satu set peralatan, alat makan, peralatan dapur lainnya hanya
digunakan untuk ibu dan memastikan bahwa peralatan ini tidak digunakan
oleh orang lain. 
4. Mencuci tangan sampai bersih sebelum dan setelah mengurusi ibu.
2. Pemberian Dosis Tinggi Antibiotik Berspektrum Luas
Kegiatan ini biasanya diresepkan oleh dokter. Jika di tempat tersebut tidak
tersedia dokter, petugas kebidanan harus mengetahui cara meresepkan dan
memberikan obat-obatan yang tepat. Jika secara hukum tidak memungkinkan
peraturan tersebut harus dikaji kembali. Ibu akan meninggal akibat sepsis
puerperalis jika terapi antibiotik yang tepat tidak diberikan sedini mungkin.
Tujuan pemberian antibiotik adalah memulai pengobatan dengan segera dan
menghentikan penyebaran infeksi lebih lanjut.
Pilihan antibiotic jika ibu tidak sangat sakit (misalnya tidak demam atau hanya
demam ringan, denyut tidak sangat tinggi, status kesadaran normal).
Program pengobatan yang berguna adalah :
Amoxilin 1 gram stat per oral di ikuti dengan 500 mg setiap 8 jam selama tujuh
hari + metronidazole 400 atau 500 mg setiap 8 jam selama tujuh hari, atau 
3.   Pemberian cairan yang banyak
Tujuan pemberian cairan ini adalah memperbaiki atau mencegah dehidrasi dan
membantu menurunkan demam.
 Pada kasus-kasus berat, penting untuk memberikan cairan intravena terlebih
dahulu. Jika ibu sadar dan tidak ada indikasi yang menunjukan perlunya
pemberian anastesi umum pada beberapa jam selanjutnya, ia juga harus
diberikan cairan oral. Pada kasus  kasus ringan tambahkan asupan cairan oral.
     4.    Pengeluaran fragmen plasenta yang tertahan
 Fragmen plasenta yang tertahan dapat menjadi penyebab terjadinya sepsis
puerperalis curigai keadaan ini jika uterus lunak dan membesar,dan jika lokea
berlebihan dan mengandung bekuan darah.ibu harus segera dirujuk ke fasilitas
yang mempunyai peralatan dan petugas perawatan kesehatan terlatih untuk
melakukan kuretase.
    5.    Pemberian asuhan kebidanan yang terlatih
Berikut ini adalah hal-hal yang penting :
a. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di tempat tidur
b. Memantau tanda-tanda vital
c. Mengukur asupan dan pengeluaran
d. Menjaga agar catatan tetap akurat
e. Mencegah penyebaran infeksi dan infeksi silang
    6.   Penangan komplikasi
Jika demam masih ada dalam 72 jam setelah pemberian antibiotik, evaluasi dan
tindakan lebih lanjut harus dilakukan. Jika kondisi sepsis membutuhkan tindakan
medis lebih lanjut, maka intervensi pembedahan dan persalinan dapat dilakukan.
2.10 . Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia
yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum
merupakan sindroma klinis dari kelainan sistemik yang disebabkan oleh bakteremia pada
bayi umur 28 hari pertama kehidupan. The International Sepsis Definition Conference
(ISDC 2001) mendefinisikan sepsis merupakan sindroma klinis dengan adanya Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis neonatorum sering kali
tidak terdeteksi sehingga berakibat kematian. Selain itu diagnosis yang sulit ditegakkan
dan pemberian antibiotik spektrum luas berpotensi menimbulkan resistensi jangka
panjang.
2.11. Gejala Sepsis Neonatorum
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:
1. Bayi tampak lesu
2. tidak kuat menghisap
3. denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
4. gangguan pernafasan
5. kejang
6. jaundice (sakit kuning)
7. muntah
8. diare
9. perut kembung
2.12. Penyebab Sepsis Neonatorum
Penyebab sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri, khususnya
bakteri streptococcus. Selain itu, bakteri-bakteri lain juga bisa memicu kondisi
yang juga dikenal dengan istilah sepsis neonatal ini. Misalnya  Escherichia coli (E.
coli), dan Listeria.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan
tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi
berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari
20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah
dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin
serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.\
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi
imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat
kontak tangan.
c. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
  Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus
masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi
adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur
ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
  Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,
cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk
ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada
lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui
kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi
oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis,
Candida albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi
nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir,
selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau
profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
2.13. Pencegahan Sepsis Neonatorum
1. Pada masa Antenatal  :
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan
ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
2. Pada masa Persalinan :
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
a. Pada masa pasca Persalinan :
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan
peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril
2.14. Upaya Pencegahan dan Peran Bidan dalam Penanganan Sepsis Puerperium dan
Sepsis Neonatorum
Bidan di komunitas memiliki peran salah satunya sebagai pelaksana dan
ruang lingkup pelayanan kebidanan di komunitas meliputi upaya-upaya peningkatan
kesehatan (promotif) yaitu memberikan informasi dan pendidikan kesehatan, upaya
pencegahan (preventif) yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan-gangguan kesehatan individu, keluarga dan kelompok masyarakat,
diagnosis dini dan pertolongan tepat guna, meminimalkan kecacatan, pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), serta kemitraan.
Upaya promotif dalam praktek kebidanan pada ibu hamil adalah dengan
mencegah adanya anemia dalam kehamilan melalui penyuluhan-penyuluhan dan
kegiatan-kegiatan lain. Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik
bagi ibu baik dalam kehamilan maupun persalinan. Berbagai penyulit dapat timbul
akibat anemia seperti abortus, partus prematurus, syok, dan lain-lain. Karena itulah
usaha promotif dalam peningkatan gizi ibu hamil sangat dipentingkan untuk
mengurangi angka kehamilan dengan anemia untuk mengurangi angka kematian ibu
dan bayi. Adapaun usaha promotifnya adalah dengan memberikan penyuluhan
kepada ibu hamil tentang pencegahan anemia dengan perbaikan gizi yaitu dengan
menjelaskan dan menginformasikan mengenai pola nutrisi yang baik bagi ibu hamil
untuk menunjang kesehatan ibu dan pertumbuhan janin yang baik.
Untuk penangan sepsis puerperalis bidan dapat melakukan upaya preventif
diantaranya bidan harus :
a. Amati tanda dan gejala infeksi puerpuralis yang diagnosa bila 2 atau lebih gejala
terjadi sejak pecahnya selaput ketuban mulai hari ke 2.
b. Saat memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal / gejala infeksi.
c. Beri penyuluhan kepada ibu, suami .keluargany agar waspada terhadap tanda /
gejala infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika memungkinkannya.
d. Jika diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari sumber
infeksi.
e. Jika uterus nyeri, pengecilan uterus lambat, atau terdapat perdarahan pervaginam,
mulai berikan infus Ringer Laktat dengan jarum berlubang besar  ( 16 – 18G ),
rujuk ibu segera ke RS ( ibu perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya
sisa jaringan placenta ).
f. Jika kondisinya gawat dan terdapat tanda / gejala septik syok dan terjadi
dehidrasi, beri cairan IV dan antibiotika sesuai dengan ketentuan. Rujuk ibu ke
RS.
g. Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit merujuk berikan
antibiotika.
h. Pastikan bahwa ibu / bayi dirawat terpisah / jauh dari anggota keluarga lainnya,
sampai infeksi teratasi.
i. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah memeriksa inu / bayi.
j. Alat – alat yang dipakai ibu jangan dipakai untuk keperluan lain, terutama untuk
ibu nifas / bayi lain.
k. Beri nasehat kepada ibu pentingnya kebersihan diri, penggunaan pembalut
sendiri dan membuangnya dengan hati – hati.
l. Tekankan pada anggota keluarga tentang pentingnya istirahat, gizi baik dan
banyak minum bagi ibu.
m. Motivasi ibu untuk tetap memberikan asuhan.
n. Lakukan semua Pencatatan dengan seksama.
o. Amati ibu dengan seksama dan jika kondisinya tidak membaik dalam 24 jam,
segera rujuk ke RS.
p. Jika syok terjadi ikuti langkah – langkah penatakasaan syok yang didiskusikan di
satandar 21
q. Lakukan tes sensitivitas sebelum memberikan suntikan antibiotika.
r. Semua ibu nifas berisiko terkena infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi
dalam keadaan mati, persalinan yang memanjang, pecahnya selaput ketuban
yang lama mempunyai risiko yang lebih tinggi.
s. Kebersihan dan cuci tangan sangatlah penting, baik untuk pencegahan maupun
penanganan sepsis.
t. Infeksi bisa menyebabkan perdarahan postpartum sekunder. Keadaan ibu akan
semakin memburuk jika antibiotika tidak diberikan secara dini dan memadai.
u. Ibu dengan sepsis puerpuralis perlu dukungan moril, karena keadaan umumnya
dapat menyebabkannya menjadi sangat letih dan depresi.
Pada standar pelayanan kebidanan tentang penanganan pada sepsis puerpuralis yaitu:
1. Mengenali tanda – tanda sepsis puerpularis dan mengambil tindakan yang tepat.
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerpularis, melakukan
perawatan dengan segera dan merujuknya sehingga pasien dengan sepsis puerpuralis
mendapat penanganan yang memadai dan tepat waktu sehingga terjadi penurunan
kematian dan kesakitan akibat sepsis puerpuralis.
2. Meningkatkan pemanfaatan bidan dalam pelayanan nifas dengan baik agar ibu
mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu
setelah persalinan, baik dirumah, dipuskesmas ataupun dirumah sakit.
3. Bidan berlatih dan terampil dalam memberikan pelayanan nifas, termasuk penyebab,
pencegahhan, pengenalan dan penanganan dengan tepat sepsis puerpuralis.
4. Tersedia peralatan / perlengkapan penting : sabun, air bersih yang mengalir, handuk
bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik sekali pakai, set infus steril dengan
jarum berukuran 16 dan 18 G, sarung tangan bersih DTT / steril.
5. Tersedia obat – oabatan penting : cairan infus ( Ringer Laktat ), dan antibiotika. Juga
tersedianya tempat penyimpanan untuk obat – obatan yang memadai.
6. Adanya sarana pencatatan pelayanan nifas / Kartu Ibu.
7. Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah, berjalan dengan baik untuk ibu
dengan komplikasi pasca persalinan
8. Adapun upaya promotif yang dapat dilakukan selama kehamilan adalah pendidikan
kesehatan tentang gizi. Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi
nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya.Keadaan gizi juga merupakan factor
penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
9. Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya
ketuban dan terjadinya infeksi.
10. Selama persalinan Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak
mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-
larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah
terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup
hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan
harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya
perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan
menurut keperluan.Menyarankan semua wanita hamil untuk mencari bantuan medis
segera setelah keluar lendir darah atau cairan dari jalan lahir. Jika selaput ketuban
pecah dan  tidak mengalami kontraksi, kurangi melakukan pemeriksaan vagina. Jika
persalinan tidak dimulai dalam waktu 18 jam setelah selaput ketuban pecah, berikan
antibiotik profilaksis, sebagai berikut :
a. ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan
b. gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam
Hentikan antibiotik setelah persalinan pervaginam, jika persalinan dengan operasi
caesar, berikan metronidazol IV 500 mg tiap 8 jam.Antibiotik diteruskan sampai
pasien bebas demam selama 48 jam.
11. Selama Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir.Pada
hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-
kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat
bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat
Jika bidan telah memberikan pengobatan sederhana, tetapi tidak ada perubahan
atau penyembuhan maka dilakukan rujukan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
yang lebih lengkap. Dalam melakukan rujukan ada beberapa hal yang harus
dipersiapkan :
1.Bidan
Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan
yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk menatalaksana kegawatdaruratan
obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan
2.Alat
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi
baru lahir (tabung suntik, selang IV, dll) bersama ibu ke tempat
rujukan.Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu
melahirkan sedang dalam perjalanan.
3.Keluarga
Beri tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi dan mengapa
ibu dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya
rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu
dan/atau bayi baru lahir ke tempat rujukan.
4.Surat
Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai
ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil
pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan/atau bayi baru
lahir.Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan.
5.Obat
Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan. Obat-obatan
mungkin akan diperlukan selama perjalanan.
6.Kendaraan
Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi
yang cukup nyaman.Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik
untuk.mencapai tempat rujukan dalam waktu yang tepat.
7.Uang
Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat-obatan yang diperiukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang
diperiukan selama ibu tinggal difasilitas rujukan.

BAB III
PENUTUP

3.2. Kesimpulan
Sepsis merupakan salah satu penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada
ibu dan bayi baru lahir. Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetilia yang
dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan
dan 42 hari setelah persalinan atau abortus.  Sepsis puerperalis dapat terjadi dimasa
intrapartum atau postpartum. Sebelum kelahiran, membran amniotik dan membran
korionik dapat terinfeksi jika ketuban pecah (ruptur membran) terjadi berjam-jam
sebelum persalinan dimulai. Bakteri kemudian mempunyai cukup waktu untuk berjalan
dari vagina  kedalam uterus dan menginfeksi membran, plasenta, bayi ,dan ibu.
Penatalaksanaanya yaitu Isolasi dan batasan pada perawatan ibu, pemberian dosis tinggi
antibiotik berspektrum luas, pemberian cairan yang banyak, pengeluaran fragmen
plasenta yang tertahan, pemberian asuhan keperawatan yang terlatih, penanganan
komplikasi. Pencegahannya dilakukan pada masa kehamilan, persalinan dan sampai
masa nifas.
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada
aliran darah bayi selam empat minggu pertama kehidupan. Penyebabnya dimulai pada
infeksi antenatal, infeksi intranatal, infeksi postnatal.
Bidan di komunitas memiliki peran salah satunya sebagai pelaksana dan ruang
lingkup pelayanan kebidanan di komunitas meliputi upaya-upaya peningkatan kesehatan
(promotif) yaitu memberikan informasi dan pendidikan kesehatan, upaya pencegahan
(preventif) yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan-gangguan
kesehatan individu, keluarga dan kelompok masyarakat, diagnosis dini dan pertolongan
tepat guna, meminimalkan kecacatan, pemulihan kesehatan (rehabilitatif), serta
kemitraan (kolaborasi).
3.3. Saran
Pada kesempatan ini penulis dapat menyampaikan saran yaitu pentingnya
memahami sepsis yang merupakan salah satu penyebab morbidibitas dan mortalitas pada
ibu dan bayi. Dalam melakukan asuhan kebidanan, hendaknya bidan dapat melakukan
pelayanan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan tentang penanganan pada sepsis.

DAFTAR PUSTAKA
Angus DC, Poll T. 2013.Severe sepsis and septic shock. N Engl J Med. 2013; 369: 840-51.

Caterino JM, Kahan S.2012. Master Plan Kedaruratan Medik. Indonesia: Binarupa Aksara
Publisher

H, A. Guntur. 2007. Sepsis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III.Editor :
Aru W. Sudoyo, dkk. Jakarta : FK UI

Irawan et al., 2012. Profil Penderita Sepsis Akibat Bakteri Penghasil ESBL. J Peny Dalam.
13 : 63-68

Putri,Yesika.. Faktor resiko sepsis pada pasien dewasa di RSUP DR Kariadi tahun. Jurnal
media medika muda [sumber online]. Diakses pada 26 Februari 2021. Tersedia
dari :https://media.neliti.com/media/publications/139055-ID-faktor-risiko-sepsis-pada-
pasien-dewasa.pdf

Suhendro 2017. Jakarta antimicroba update 2017. [sumber online] Diakses pada tanggal 25
maret 2020. Tersedia
dari:
:http://staff.ui.ac.id/system/files/users/suhendro/publication/definisi_dan_kriteria_terbaru_di
agnosis_sepsis_sepsis-3.pdf

Rifayani, sofie, dkk. 2011. Obstetri Emergensi. Jakarta : sagung seto. Ulfatun Nikmah

WHO. 2012. Modul Kebidanan Nifas sepsis puerperalis. Jakarta : EGC

Wilar, R., Kumalasari, E., Suryanto, D. Y., & Gunawan, S. (2016). Faktor Risiko Sepsis
Awitan Dini. Sari Pediatri. https://doi.org/10.14238/sp12.4.2010.265-9

Anda mungkin juga menyukai