Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal


RUPTUR UTERI

Dosen Mata Kuliah :


Prof. Dr. dr. Yusrawati, SpOG (K)

Disusun Oleh :
Asti Marian Sari
720200116

PROGRAM MATRIKULASI S2 ILMU KEBIDANAN


PROGRAM PASCA SARJANA 1
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT, yang tiada tuhan


selain diri-Nya yang menguasai alam semesta ini, dan melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah pada mata kuliah kegawatdaruratan dalam kebidanan dan
neonatal dengan pokok bahasan RUPTUR UTERI.
Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana tanpa bimbingan dan pengarahan
dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada ibu Prof. DR.dr.Yusrawati, SpOG sebagai dosen mata kuliah
Kegawatdaruratan dalam kebidanan dan neonatal yang telah membimbing penulis.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan
evaluasi demi perbaikan penulisan makalah ini.

Bengkulu, April 2021

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor
ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan salah
satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain
plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Penyebab
kematian janin dalam rahim paling ting- gi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan
penyulit kehamilan ruptur uteri.
Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya kematian
ibu dan anak karena ruptura uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang
tertinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Afrika
dan Asia. Angka ini sebenernya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu
dan masyarakat.Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas
pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga
merupakan faktor yang penting. Ibu-ibu yang telah mengalami pengangkatan
rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi dan takut diceraikan oleh
suaminya.Oleh karena itu, diagnosa yang tepat serta tindakannya yang jitu juga
penting.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Ruptur Uteri ?


b. Apa yang menyebabkan dan fatofisologi terjadinya Ruptur Uteri ?
c. Apa saja tanda dan gejala akibat Ruptur Uteri ?
d. Bagaiaman pencegahan dan penatalaksanaan dari kasus Ruptur Uteri ?
e. Apakah ada resiko bagi Ibu dan Bayi untuk kasus Ruptur Uteri ?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Ruptur Uteri


b. Untuk mengetahui penyebab dan fatofisologi terjadinya Ruptur Uteri
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala akibat Ruptur Uteri
d. Untuk mengetahui bagaiaman pencegahan dan penatalaksanaan dari kasus
Ruptur Uteri 3

e. Untuk mengetahui apakah ada resiko bagi Ibu dan Bayi untuk kasus Ruptur
Uteri
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

 Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat


dilampauinya daya regang miometrium
 Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan
atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum
viserale. ( Obstetri dan Ginekologi )

Ruptur uteri ada 2 macam :

a. Ruptur uteri completa kalau semua lapisan dinding rahim robek


b. Ruptur uteri incompleta kalau perimetrium masih utuh

2.2 Etiologi
Penyebab utama dari ruptur uteri adalah karena adanya rintangan, misalnya :
a. Disporposi kepala panggul
b. Hirosefalus
c. Letak lintang
d. Ada tumor dijalan lahir
Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan, pada saat
diregangkan melampaui kekuatan miometrium, maka terjadilan ruptur uteri.
Faktor predisposisi ruptur uteri, antara lain :
a. Multiparitas
b. Perut uterus (bekas SC, bekas operasi mioma)
c. Pertolongan yang salah, yaitu :
 Mendorong uterus pada kondisi yang tidak memenuhi syarat
 Versi ekstraksi
 Pemberian oksitosin yang berlebihan

2.3 Patofisiologi
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding uteri
atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya
tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong kebawah dan kedalam SBR. SBR
menjadi lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh
kontraksi SAR yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retaksi yang
membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin
tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul
sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang bertambah mengecil pada
saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR keatas.
Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi semakin meninggi ke arah pusat
melewati batas fisiologi menjadi patologi. Lingkaran patologi ini disebut lingkaran
Bandl (Ring Van Bandl). Sbr terus menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan
oleh serviks dan his berlangsung kuat terus menerus tetapi bagian terbawah janin
tidak kunjung turun kebawah memlalui jalan lahir, lingkaran retraksi semakin lama
semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas sembari dindingnya sangat tipis
hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini menandakan telah terjadi ruptur imminens dan
rahim yang terancam robek pada saat his berikut berlangsung dinding SBR akan
robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah perdarahan
tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus.

2.4 Klasifikasi Ruptur Uteri


Menurut waktu kejadiannya :
1. Ruptura uteri gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus
2. Ruptur uteri durante partum
Terjadi waktu melhirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang
terbanyak
Menurut lokasinya :
1. Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik / miomektomi
2. Segmen Bawah Rahim (SBR)
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama. SBR tambah lama tambah tegang
dan tipis, dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3. Serviks uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi , sedang
pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis-kolporeksis
Robekan-robekan diantara serviks dan vagina

Menurut robeknya peritoneum :


1. Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya, sehingga terdapat hubungan
langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
2. Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek.

Menurut etiologinya :
1. Ruptur uteri spontanea
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC.
Miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelpasan plasenta secara
manual.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelinan panggul, janin besar seperti penderita DM, hidrosfetalis, postmaturitas
dan grandemultipara.
2. Ruptur uteri violenta (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti :
a. Ekstraksi forsep
b. Versi dan ekstraksi
c. Embriotomi
d. Versi braxton hicks
e. Sindroma tolakan

2.5 Diagnosis dan Gejala Klinis


Terlebih dahulu adalah mengenal betul gejala dari ruptur uteri mengancam
(threantened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak secepatnya
supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala Ruptur Uteri Mengancam (RUM) :
(1) Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus
sudah lama berlangsung
(2) Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
(3) Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan
(4) Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa
(5) Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor) yaitu mulut
kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam)
(6) His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus
(7) Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras,
terutama sebelah kiri atau keduanya
(8) Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan
(9) Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang semakin tipis dan
teregang. Sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang
penuh, untuk itu lakukan katerisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan
tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa,
misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun
belakang
(10) Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang
ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada katerisasi
ada hematuri
(11) Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
(12) Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti
edema porsio, vagina, vulva, dan kaput kepala janin yang besar.
(RUPTUR UTERI IMINENS)

2.6 Tanda dan Gejala


(1) Anamnesis dan inspeksi :
 Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
menjerit seolah olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,
pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps
 Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus
 Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum
 Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur
 Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih lebih
kalau bagian terdepan atau kalau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat
jalan lahir
 Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu
 Kontraksi uterus biasanya hilang
 Mula-mula terdapat defans muskuler kemuadian perut menjadi kembung dan
meteoristis ( parialis usus)

(2) Palpasi
 Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan
 Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul
 Bila janin sudah keluar dari kavum uteri , jadi rongga perut, maka akan terbaba
bagian-bagian janin janin langsung di bawah kulit perut, dan di sampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa
 Nyeri tekan perut, terutama pada tempat yang robek

(3) Auskultasi
 Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga
perut

(4) Pemeriksaan Dalam


 Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat
didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
 Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum, dan bagian-bagian janin

(5) Keteterisasi
 Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih

2.7 Pencegahan
Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada
pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita ambil
langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal).
1. Panggul sempit atau CPD
Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau
kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri.
Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat inpartu.
2. Malposisi Kepala
Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melakukan
seksio sesarea primer saat inpartu.
3. Malpresentasi
Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4. Hidrosefalus
5. Rigid cervix
6. Tetania uteri
7. Tumor jalan lahir
8. Grandemultipara + abdomen pendulum
9. Pada bekas seksio sesarea
Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a
Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a
Caesarean, kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean
Section. Pada keadaan dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus
bersalin dirumah sakit dengan observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya
kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau perlu lakukan segera repeat c section.
Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan korporal menurut
statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus
dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.

10. Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di
RS dengan pengawasan yang teliti.

11.Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege

artis, jangan melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dilarang

memberikan oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran

supaya waktu memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat

menimbulkan ruptura uteri traumatika.

2.8 Penanganan
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus
diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,
persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan
dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu
ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat
sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai
pembedahan tidak akan bisa diterima.
Penanganan ditempat pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah mengatasi syok/pre-
syok, untuk itu bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa ibu, bidan
dapat melakukan :
a. Pemasangan infuse untuk mengganti cairan danperdarahan untuk mengatasi
syok/pre-syok
b. Mempersiapkan sarana dan pra sarana untuk dapat segera merujuk pasien
c. Tidak melakukan pemeriksaan dalam untuk menghindari terjadinya perdarahan
yang baru.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi
dengan tindakan jenis operasi:
(1) Histerektomi, baik total maupun subtotal.
(2) Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
(3) Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang
cukup. Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara
lain:
- Keadaan umum
- Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
- Jenis luka robekan
- Tempat luka
- Perdarahan dari luka
- Umur dan jumlah anak hidup
- Kemampuan dan keterampilan penolong

2.9 Komplikasi
 Apabila terjadi perdarahan yang hebat dalam perut ibu, hal ini mengakibatkan suplai
darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan kematian
janin dan ibu.
 Jika ibu memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilan sebelumnya, disarankan untuk
tidak hamil lagi sebab beresiko terjadinya ruptur uteri yang berulang. Namun, jika
hamil
lagi, diperlukan pengawasan yang ketat selama kehamilan, kemudian bayi akan dilahirkan
dengan cara caesar.
SKEMA PENATALAKSANAAN RUPTUR UTERI DI

TINGKAT BIDAN PRAKTEK MANDIRI

RUPTUR UTERI

PEMASANGAN INFUS

BERI TAHU KELUARGA

MEMPERSIAPKAN SARANA DAN PRASARANA RUJUKAN

MEMASANG OXYGEN JIKA KEADAAN MEMBURUK

TIDAK MELAKUKAN PEMERIKSAAN DALAM

MERUJUK PASIEN
SKEMA PENATALAKSANAAN RUPTUR UTERI DI

RUMAH SAKIT

Imminens Inkomplit Komplit

Kepala Kepala Tepi Luka Luka

belum masuk sudah masuk Lurus/Baik Compang-Camping

Janin Hidup Janin Mati

Laparatom

Histerorafi
K/ lek
U
Je

Ekstraksi Forcep Embriotomi

K/U Baik
Histerorafi Amputasi uteri/

Histerektomi total

Bedah Sesarea Cukup anak Tubektomi


BAB III

PENUT

UP

3.1 Simpulan

 Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miometrium
 Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan
Ginekologi
)
 Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat
operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi.
 Penanganan ditempat pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah mengatasi
syok/pre- syok, untuk itu bidan harus segera melakukan rujukan untuk
menyelamatkan jiwa ibu

3.2 Saran

Setelah pembelajaran materi rupture uteri ini diharapkan kepada bidan dalam
melakukan penanganan kasus ini dapat memberikan penangan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Maryuni Anik, 2012, asuhan kegawatdaruratan dalam


kebidanan. Jakarta : Trans Info Media

Sastrawinata, Obstetri Patologi,Bandung: Elsttar offset

Mochtar Rustam,Sinopsis obstetric fisiologi dan patologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai