Disusun Oleh :
Asti Marian Sari
720200116
i
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT, yang tiada tuhan selain
diri-Nya yang menguasai alam semesta ini, dan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah kegawatdaruratan dalam kebidanan dan neonatal dengan pokok bahasan
SOLUSIO PLASENTA.
Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana tanpa bimbingan dan pengarahan dari
semua pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
ibu Dr. dr. Hudila Rifa Karmia, SpOG sebagai dosen mata kuliah Kegawatdaruratan
dalam kebidanan dan neonatal yang telah membimbing penulis.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan evaluasi demi
perbaikan penulisan makalah ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iv
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
A. Rumusan masalah.........................................................................................................................2
B. Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................................................iv
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................iv
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan setiap wanita akan mengalami suatu proses yang dinamakan
kehamilan, persalinan, nifas, melahirkan bayi atau bayi baru lahir dan merencanakan KB
untuk menjaga jarak kehamilan yang dilalui oleh seorang wanita. Secara umun beberapa
masalah yang dapat terjadi pada ibu hamil seperti abortus, anemia, preeklampsia,
eklampsia, solusio plasenta, dan plasenta previa (Yuliawati & Astutik, 2018)
Plasenta merupakan bagian yang sangat penting bagi pertumbuhan
danperkembangan janin. Plasenta memiliki peran sebagai tempat pertukaran zat,
penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, dan sebagai barier.
Melihatpentingnya peranan plasenta, maka bila terjadi kelainan pada plasenta
akanmenyebabkan gangguan pertumbuhan janin ataupun mengganggu
prosespersalinan. Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta,
gangguan implantasi plasenta, maupun pelepasan plasenta sebelum waktunya yang
disebut solusio plasenta (Fatriani, 2020)
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta/ ablasia placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat
banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin,
jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan
mengakibatkan perdarahan yang hebat (Wantini et al., 2019)
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta
previa karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina
hampir tidak ada/tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang
sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat
solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan
jumlah, darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu
berada dalam keadaan syok (Fortuna et al., 2018)
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus
berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15% disertai
1
pula oleh preeklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya
solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu
(Yuliana et al., 2018).
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan
diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan
prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdarahan hebat, kontraksi
uterus yang hebat, hipertomi uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan
sebagai gejala tunggal tetapilebih sering berupa gejala kombinasi. Solusio plasenta
merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum dan dapat secara serius
membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta,
mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya.
Solusio plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada
janin dan bayi baru lahir.
A. Rumusan masalah
B. Tujuan
gambar 1
iv
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda lebih khas dan pada
umumnya lebih berbahaya dari solusio plasenta dengan perdarahan keluar.
Solusio plasenta diklasifikasikan menjadi beberapa tipe :
1. Berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan :
Grade 0 : Asimtomatik
Diagnosis ditegakkan secara responsif dengan menemukan hematoma
atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Ruptur sinus
marginal juga dimasukkan dalam kategori.
Grade 1 : Gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48% kasus
Gejala meliputi : Mulai dari tidak adanya perdarahan pervaginam sampai
perdarahan pervaginam ringan; uterus sedikit tegang; tekanan darah dan
denyut jantung maternal normal; tidak ada koagulopati; dan tidak
ditemukan tanda-tanda fetal distress.
Grade 2 : Gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus
Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada; ketegangan uterus
sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik ; takikardi
maternal dengan perubahan ortostatistik tekanandarah dan denyut
jantung ; terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150-250 mg/dl)
Grade 3 : Gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus
Perdarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat ; uterus tetanik dan
sangat nyeri; syok maternal; hipofibrinogenemi (<150 mg/dl); koagulopati
serta kematian janin
vi
Kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan teraba saat pemeriksaan dalam.
viii
syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam
keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga
bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar
didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah
terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan
pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas
besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguanfungsi ginjal.
Diagnosa solusio plasenta dapat ditegakkan dengan :
a. Anamnesis
1. Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
2. Perdarahan pervaginam yang hebat atau sekonyong-konyong terdiri dari
darah segar dan bekuan-bekuan darah berwarna hitam
3. Pergerakan janin sangat aktif kemudian terasa pelan hingga tidak terasa
4. Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang
5. Kadang ibu dapat menceritakan trauma atau faktor penyebab yang lain
b. Inspeksi
1. Pasien gelisah dan sering mengerang kareana kesakitan
2. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin
3. Terlihat perdarahan pervaginam ( tidak selalu)
c. Palapsi
1. Tinggi Fundus Uteri (TFU) tidak sesuai dengan usia kehamilan
2. Uterus tegang dan keras seperti papan baik diwaktu his maupun diluar his
3. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas
4. Bagian-bagian janin sulit dikenali karena uterus tegang
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140x/i,
kemudian turun di bagian bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang
terlepas lebih dari 1/3 bagian.
e. Pemeriksaan Umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jautuh dalam keadaan syok. Nadi
cepat dan kecil.
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
2) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test)
tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif
fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
g. Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasentayang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau
darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta yang disebut
hematoma retroplacenter
h. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain terlihat daerah
terlepasnya plasenta, janin dan kandung kemih ibu, darah dan tepian plasenta
i. Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin. Pemeriksaan ini dapat
dilakukanpada kehamilan 28 minggu
x
bertambahbesar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari
dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar
dari vagina; atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau
mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila
ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru
atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali
menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin
akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan
intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan
gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat
tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karana syok dan pembekuan intravaskuler.
Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang
masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya
berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama
sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan
pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya
Solutio plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.
Gambar 2.4 Pathway Solusio Plasenta
xii
apabila luka tersebut tidak mampu ditutup oleh vasokonstriksi pembuluh
darah) dapat diindikasikan.
b. Emboli, syok yang berat sewaktu persalinan dapat disebabkan oleh emboli
air ketuban. Setelah ketuban pecah ada kemungkinan air ketuban masuk ke
dalam vena-vena tempat plasenta, endoserviks, atau lukalainnya. Air
ketuban mengandung lanugo, verniks kaseosa, dan mekonium dapat
menimbulkan emboli karena dapatmenyumbat kapiler paru dan
menimbulkan infark paru serta dilatasi jantung kanan. Emboli ini dapat
menyebabkan kematian. Gejala yang timbul bila terjadi emboli yaitu sesak
napas, sianosis, edema paru, syok, dan relaksasi otot-otot rahim dengan
perdarahan pasca persalinan.
c. Kerusakan ginjal, syok hipovolemik yang berat dapat menyebabkan gagal
ginjal dengan diawali hemoglobinuria, kemudian oliguria atau anuria. Hal ini
dapat merusak tubulus ginjal atau nekrosis pada korteks ginjal. Untuk itu pada
kasus solusio plasenta yang berat harus dilakukan monitoring pengeluaran
urine secara cermat.Pre-eklampsia sering menyertai solusio plasenta,
vasospasme ginjalkemungkinan besar makin intensif. Bahkan apabila
solusio plasenta disertai penyulit koagulasi intravaskular berat, terapi
perdarahan secara dini dan agresif dengan darah dan kristaloid sering
dapat mencegah disfungsi ginjal yang bermakna secara klinis. Atas alasan
yang tidak diketahui, proteinuria sering dijumpai, terutama pada solusio
plasenta yang berat. Proteinuria ini biasanya mereda segera setelah pelahiran.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus Couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim
dan di bawah perimetrium dan terkadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna
uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus
couvelaire.Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada
kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
2. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin
Hipoksia, anemia, retardasi pertumbuhan, kelainan susunan sistem saraf pusat, dan
kematian janin.
E. Penatalaksanaan Solusio Plasenta
1. Solusio Plasenta ringan
Pada solusio plasenta ringan dengan tanda perut tegang sedikit, perdarahan tidak
terlalu banyak, keadaan janin masih baik dapat dilakukan penanganan secara
konservatif. Bila perdarahan berlangsung terus, ketegangan semakin meningkat,
dengan janin masih dalam keadaaan baik bisa dilakukan seksio sesaria. Penanganan
perdarahan yang berhenti dan keadaan yang baik pada kehamilan premature dilakukan
di rumah sakit.
2. Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Penangann harus dilakukan dirumah sakit karena dapat membahayakan jiwa pasien.
Tatalaksananya adalah pemasangan infus dan tranfusi darah, amniotomi ( memecahkn
ketuban), induksi persalinan atau seksio sesaria.
xiv
A. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan
yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan
tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani
sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
B. Menentukan tempat rujukan Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah
fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas
pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan
penderita.
C. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga Kaji ulang rencana
rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan
dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk
partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak
siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang
rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal
persalinan.
D. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam perjalanan ke tempat rujukan.
Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim
E. Persiapan penderita (BAKSOKUDA) B (Bidan) Pastikan ibu/ bayi/ klien
didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan
untuk melaksanakan kegawatdaruratan A (Alat) Bawa perlengkapan dan bahan-
bahan yang diperlukan seperti spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop K
(keluarga) Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan
mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima ibu
(klien) ke tempat rujukan. S (Surat) Beri sura ke tempat rujukan yang berisi
identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat
yang telah diterima ibu O (Obat) Bawa obat-obat esensial yang diperlukan
selama perjalanan merujuk K (Kendaraan) Siapkan kendaraan yang cukup baik
untuk memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat
mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat. U (Uang) Ingatkan keluarga untuk
membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan
kesehatan yang diperlukan di tempar rujukan DA (Darah) Siapkan darah untuk
sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah apabila terjadi perdarahan.
F. Pengiriman penderita (ketersediaan sarana kendaraan) Untuk mempercepat
pengiriman penderita sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana
transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita.
G. Tindak lanjut penderita :
Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan)
Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada
tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan rumah
xvi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat
banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin,
jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan
mengakibatkan perdarahan yang hebat. Keadaan klien dengan solution plasenta
memiliki beberapa macam berdasarkan tingkat keparahannya, tingkat keparahan ini
dilihat dari volume perdarahan yang terjadi mulai dari solutio ringan hingga berat.
Trauma langsung abdomen, hipertensi ibu hamil, umbilicus pendek atau lilitan tali
pusat, janin terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas, tekanan pada vena kafa
inferior, dan lain-lain diketahui bahwa sebagai penyebab dari solution plasenta.
Beberapa faktor yang menjadi faktor predisposisi solution plasenta itu sendiri didapat
dan diketahui mulai dari faktor fisik dan psikologis dengan kata lain ditinjau dari
kebiasaan-kebiasaan klien yang dapat mendukung timbulnya solutio plasenta. Adapun
komplikasi dari nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).pada ibu
dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya
nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina). berlangsung. Komplikasi
terparah dari solution plasenta dapat mengakibatkan syok dari perdarahan yang
terjadi, keadaan seperti ini sangat berpengaruh pada keselamatan dari ibu dan
janin.Penatalaksanaan dari solutionplasenta dapat dilakukan secara konservatif dan
secara aktif.Masing-masing dari penatalaksaan tersebut mempunyai tujuan demi
keselamatan baik bagi ibu, janin, ataupun keduanya.
B. SARAN
1. Bidan diharapkan mampu menguasai baik secara teori maupun praktek solusio
plasenta untuk dapat diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh.
2. Bidan mampu meminimalkan faktor risiko dari solutio plasenta demi
mempertahankan dan meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Fadlun, Achmad Feryanto. 2013. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
HK, Joseph & M. Nugroho S. 2010.Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (Obsgyn).
Yogyakarta: Nuha Medika
Fatriani, R. (2020). Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum
Pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung, 8(1).
https://doi.org/10.47218/jkpbl.v8i1.78
Fortuna, R. R. D., Yudianti, I., & Trimardiyanti, T. (2018). WAKTU PEMBERIAN ASI
DAN KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia
(JIKI), 4(1). https://doi.org/10.31290/jiki.v(4)i(1)y(2018).page:43-52
Wantini, N. U., Santi, E., Astika, E., Damayanti, F., Studi, P., Keperawatan, I., Kedokteran,
F., & Lambung, U. (2019). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Kejadian Ikterus
Neonatorum Fisiologis. Nerspedia, 2(1).
Yuliana, F., Hidayah, N., & Wahyuni, S. (2018). Hubungan Frekuensi Pemberian ASI
dengan Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir di RSUD DR. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin. DInamika Kesehatan, 9(1).
Yuliawati, D., & Astutik, R. Y. (2018). HUBUNGAN FAKTOR PERINATAL DAN
NEONATAL TERHADAP KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM( The Relationship
Between Perinatal And Neonatal Factors on The Neonatal Jaundice ). Jurnal Ners Dan
Kebidanan, 5(2).
xviii