Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

“SYOK SEPSIS”

OLEH:

KELOMPOK 4

ARNI SILAMBI (C2014201010)


BAFIRA MONIKA WELERUBUN (C2014201011)
CHEILIN CLAUDIA LUHULIMA (C2014201012)
DEA FRICILIA (C2014201013)
MARLINA SAMAILI (C2014201037)
MAURICE CINDY TETURAN (C2014201038)
SRIYUNI LESTARI MATASAK (C2014201041)

Dosen Pengampuh: Wirmando, Ns., M. Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah syok sepsis tepat waktu.

Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan agar dapat menambah
pengetahuan mahasiswa dan mahasiswi tentang Asuhan Keperawatan “Syok Sepsis”.
Dalam menyelesaikan makalah kami mengalami banyak hambatan dan kesulitan
namun berkat bimbingan dan doronngan, serta bantuan dari semua pihak akhirnya
makalah ini terselesaikan.

Kami ucapkan banyak terima kasih kepda pengajar atas bimbingan dan
pendidikan yang diberikan kepada kami dapat menyelesaikan tugas kami dengan baik.
Makalah ini meruapakan hasil diskusi kelompok. Pembahasan didalamnya kami dapat
dari kuliah, jurnal penelitian buku-buku, diskusi anggota, dan lain-lain. Kami sadari
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat
kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang
menempuh pendidikan dan untuk kita semua.

Makassar 08 Oktober 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................4

C. TUJUAN...............................................................................................................................5

D. MANFAAT PENULISAN....................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................7

KONSEP DASAR MEDIS.................................................................................................................7

1. DEFINISI..................................................................................................................................7

2. ANATOMI FISIOLOGI...........................................................................................................7

3. KLASIFIKASI..........................................................................................................................9

4. ETIOLOGI..............................................................................................................................10

5. MANIFESTASI KLINIS........................................................................................................10

6. PATOFISIOLOGI..................................................................................................................12

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK..........................................................................................13

8. PENATALAKSANAAN........................................................................................................13

9. KOMPLIKASI........................................................................................................................15

KONSEP DASAR KEPERAWATAN.............................................................................................17

1. PENGKAJIAN.......................................................................................................................17

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN...........................................................................................19

3. INTERVENSI KEPERAWATAN.........................................................................................20

BAB III PENUTUP............................................................................................................................23

1. KESIMPULAN.......................................................................................................................23

2. SARAN...................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health Organization)


pada tahun 2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan
intensif pada negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan. Setiap
tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat. Hal seperti ini juga
terjadi di negara berkembang, dimana sebagian besar populasi dunia bermukim.
Kondisi seperti standar hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman
akan meningkatkan angka kejadian sepsis. Sepsis dan syok septik adalah salah
satu penyebab utama mortalitas pada pasien dengan kondisi kritis. Pada tahun
2004, WHO menerbitkan laporan mengenai beban penyakit global, dan
didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab tersering dari kematian
pada negara berpendapatan rendah. Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2013
yang diterbitkan oleh Kemenkes, penyakit infeksi utama yang ada di Indonesia
meliputi ISPA, pneumonia, tuberkulosis, hepatitis, diare, malaria. Dimana infeksi
saluran pemafasan dan tuberkulosis termasuk 5 besar penyebab kematian di
Indonesia (Irvan dkk, 2018).

Kondisi serupa juga terjadi di negara Mongolia, dimana penyakit infeksi


merupakan 10 penyebab kematian tertinggi di negara tersebut. Dan pada suatu
penelitian yang diadakan pada tahun 2008, angka kejadian sepsis pada pasien
yang masuk ke ICU di RS Mongolia didapatkan dua kali lebih besar
dibandingkan dengan angka di negara maju. Istilah sepsis berasal dari bahasa
Yunani "sepo" yang artinya membusuk dan pertama kali dituliskan dalam suatu
puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18 SM). Kemudian pada tahun 1914 Hugo
Schottmuller secara formal mendefinisikan "septicaemia" sebagai penyakit yang
disebabkan oleh invasi mikroba ke dalam aliran darah. Walaupun dengan
adanya penjelasan tersebut, istilah seperti "septicaemia:, sepsis, toksemia dan
bakteremia sering digunakan saling tumpang tindih. Oleh karena itu dibutuhkan
suatu standar untuk istilah tersebut dan pada tahun 1991, A merican College of
Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine (SCCM)
mengeluarkan suatu konsensus mengenai Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat. Sindrom inimerupakan suatu
kelanjutan dari inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS menjadi sepsis,
sepsis berat dan septik syok. (Irvan dkk, 2018).

Sampai saat ini sepsis dan syok septik masih merupakan tantangan besar
bagi dunia kedokteran. Seiring penjalanan sepsis menjadi syok septik, risiko
kematian meningkat secara signifikan. Setiap jam keterlambatan pemberian
antibiotik telah terbukti meningkatkan angka kematian syok septik sebesar 7,6%.
Sebaliknya pasien systemic inflammatory response syndrome (SIRS) non-
infeksi yang salah didiagnosis sebagai sepsis, dapat secara tidak tepat diobati
dengan antibiotik spek- trum luas, sehingga menunda pengobatan inflamasi
sistemik yang mendasari dan memberikan kontribusi untuk munculnya resistensi
antibiotik. (Purwanto & Astrawinata, 2018).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Syok sepsis?
2. Apa saja Etiologi syok sepsis?
3. Apa Tanda dan Gejala Syok Sepsis?
4. Bagaimana Patofisiologi syok sepsis?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada syok sepsis?
6. Bagaimana penatalaksanaan manajemen syok sepsis?
7. Bagaimana fungsi dan peran perawat kritis?
8. Bagaiaman komplikasi syok sepsis?
9. Bagaimana asuhan keperawatan syok sepsis?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu syok sepsis
2. Untuk mengetahui etiologi syok sepsis
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala syok sepsis
4. Untuk menegatahui patosifiologi syok sepsis
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada syok sepsis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan syok sepsis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan manajemen syok sepsis
8. Untuk mengetahui fungsi dan peran perawat kinis
9. Untuk mengetahui komplikasi syok sepsis
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan syok sepsis

D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa diharapkan dapat mengetahui tanda dan gejala dan
dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat bagi pasien yang
mengalami syok sepsis
2. Bagi kampus diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan pembelajaran
untuk menambah wawasan terutama di bidang kesehatan pada pasien
yang mengalami syok sepsis
3. Bagi masyarakat diharapkan dapat mengetahui tanda dan gejala serta
dapat melakukan pertolongan bagi orang yang mengalami syok sepsis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIK

1. DEFENISI
Sepsis merupakan suatu keadaan disfungsi organ yang mengancam
jiwa yang disebabkan oleh adanya disregulasi respon tubuh terhadap infeksi
(Rahajeng, 2020)

Sepsis merupakan suatu kondisi dinfungsi organ yang mengancam


jiwa, yang disebabkan ketidakmanpuan respon pjamu terhadap infeksi.
Disfungsi organ adalah sebagai perubahan akut sebagai konsekuensi infeksi
yang dirumuskan dalam skor sequential (sepsis-related) organ failure
assessment (SOFA) 22 (Purwanto & Astrawinata, 2018)

Sepsis merupakan disfungsi organ akibat gangguan regulasi respons


tubuh terhadap terjadinya infeksi. Kondisi sepsis merupakan gangguan yang
menyebabkan kematian. Syok sepsis merupakan abnormalitas sirkulasi dan
metabolisme seluler. (Aristo et al., 2019) Syok sepsis didefinisikan sebagai
sepsis yang disertai dengan gangguan sirkulasi, seluler dan metabolik yang
mengancam jiwa.(Ferianto dkk, 2021)

2. ETIOLOGI
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram negatif (60-70%
kasus). Staphylococci, pneumococci, streptosossi, dan bakteri gram positif
lain lebih jarang menimbulkan sepsis dengan angka kejadian antara 20-40%
dari seluruh angka kejadian sepsis. Jamur oportunnistik, virus atau protozoa
juga dilaporkan dapat menimbulkan sepsis dengan insidensi yang lebih
jarang.

Komponen lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein yang


merupakan komponen utama dari membran terluar bakteri gram negatif
berpengaruh terhadap stimulasi pengeluaran mediator proinflamasi yang
kemudian akan menyebabkan terjadi infimasi sistemik dan jaringan.
Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel kuman dilaporkan juga dapat
menstimulasi pelepasan sitokin, yang juga berperan penting dalam proses
agregasi trombosit. (Menkes, 2017).

Adapaun faktor risiko terjadinya sepsis antara lain yaitu:

1. Sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita HIV atau


kanker yang sedang menjalani kemoterapi.penderita.
2. Faktor usia. Sepsis dan syok septik lebih mudah terjadi pada bayi dan
kalangan lanjut usia (lansia), terutama yang berusia di atas 65 tahun.
3. Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh
(gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan alkohol d.
Pernah mengonsumsi antibiotik atau kortikosteroid dalam waktu dekat.

3. MANIFESTASI KLINIS

Adapaun faktor risiko terjadinya sepsis antara lain yaitu:

1. Sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita HIV atau


kanker yang sedang menjalani kemoterap ipenderita
2. Faktor usia. Sepsis dan syok septik lebih mudah terjadi pada bayi dan
kalangan lanjut usia (lansia), terutama yang berusia di atas 65 tahun.
c. Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan
tubuh (gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan
alkohol d. Pernah mengonsumsi antibiotik atau kortikosteroid dalam
waktu dekat. Menurut Menkes (2017) infeksi diidentifikasi atau
dicurigai dan beberapa (2 atau lebih) hal-hal berikut: a. Variabel Umum
Demam (> 38, 3 derajat C), hipotermia (suhu inti tubuh < 36 derajat C),
laju jantung >90 menit atau lebih dari dua SD di atas untuk usia
tersebut, takipnea, perubahan status mental, edema signifikan atau
keseimbangan cairan positif (>20mW/kg dalam 24 jam), hiperglikemia
(glukosa plasma >140mg/dL atau 7,7 mmol/L) tanpa ada diabetes

3. Variabel Inflamasi
Leukositosis (hitung leuositosis > 12.000), leeukopenia ( hitung
leukosit <4000), hitung leukosit normal dengan lebih dari 10% bentuk
imatur, C- reactiv protein plasma lebih dari dua SD di atas nilai normal,
prokalsitonin plasma lebih dari dua SD di atas nilai normal.

4. Variabel Hemodinamik
Hipoteni arterial (TDS <90 mmHg, MAP< 70mmHg atau penurunan
TDS > 40 mmHg pada orang dewasa atau kurang dari dua SD di
bawah nilai normal usia tersebut)

5. Variabel Disfungsi Organ


Hipoksemia arterial (PaO2/Fi02< 300 mmHg), oliguria akut (produksi
urin < 0,5 mL/kg/jam selama paling tidak 2 jam meskipun mendapat
resusitasi 9/20 cairan adekuat), peningkatan kratinin > 0,5 mg/dl atau
44,2 mmol/L, kelainan koaglukosasi (INR> 1,5 atau Appt> 60 detik),
ilius (tidak adanya bising usus), trombositopenia (hitung trombosit <
100.000, hiperbilirubinemia (bilirubin total plasma >4 mg/dl 70mmol/L.
e. Variabel Perfusi Jaringan Hiperlaktatemia (> 1mmol/L), perlambatan
pengisian kapiler kulit atau kulit berbercak-bercak

4. PATOFISIOLOGI
Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi
awal dari respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan
kondisi ini, abnormalitas sirkular seperti penurunan volume intravaskular,
vasodilatasi pembuluh darah perifer, depresi miokardial, dan peningkatan
metabolisme akan menyebabkan ketidakseimbangan antara penghantaran
oksigen sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan
hipoksia jaringan sistemik atau syok. Presentasi pasien dengan syok dapat
berupa penurunan kesadaran, takikardia, penurunan kesadaran, anuria. Syok
merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis yang mendasari. Tingkat
kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang cermat dibutuhkan untuk
mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai penanganan awal.
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi.
Hal ini akan memicu respon neurohumoral dengan adanya respon
proinflamasi dan antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi selular monosit,
makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon tubuh
selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi
selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti
tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin,
reactive oxygen species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating
factor, dan eikosanoid. Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor a,
interleukin-1ẞ, dan interleukin-6 akan mengaktifkan rantai koagulasi dan
menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC), adalah
modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan
prose fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan inflamasi. 10/20.
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memuat pro.
tersebut. Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling
dominan terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular,
trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan
terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang peranan
dalam terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global.(Irvan dkk,
2018).
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi dan
organisme penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang
paling efektif.
2. SDP: Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebelumnya diikuti
oleh pengulangan leukositosis (1500-30.000) dengan peningkatan pita
(berpindah ke kiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam
jumlah besar

3. Elektrolit serum: berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan


menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.

4. Trombosit: penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit

5. PT/PTT: mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang


diasosiasikan dengan hati/sirkulasi toksin/status syok

6. Laktat serum: meningkat dalam asidosis metabolic, disfungsi hati, syok

7. Glukosa serum: hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan


glikoneogenesis dan glikonolisis didalam hati sebagai respon dari
puasa/perubahan seluler metabolism
8. GDA: alkalosis respiratori dn hipoksemia dapat terjadi sebelumnya.
Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis
metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi

9. EKG: dapat menunjukkan segemen ST dan gelombang T dan distritmia


menyerupai infark miokard. (Irvan dkk, 2018)

6. PENATALAKSANAAN
Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh
SCCM dan ESICM yaitu "Surviving Sepsis Guidelines". Surviving Sepsis
Guidelines pertama kali dipublikasi pada tahun 2004, dengan revisi pada
tahun 2008 dan 2012. Pada bulan Januari 2017, revisi keempat dari Surviving
Sepsis Guidelines dipresentasikan pada pertemuan tahunan SCCM dan
dipublikasikan di Critical Care Medicine dan Intensive Care Medicine dimana
didapatkan banyak perkembangan baru pada revisi yang terbaru.

Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah:


a. Resusitasi awal,
b. Vasopressor/ inotropik, c. Dukungan hemodinamik,
d. Pemberian antibiotik awal,
e. Kontrol sumber infeksi,
f. Diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi),
g. Tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi h. Pencegahan
infeksi.

Early Goal-Directed Therapy (EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers


et al pada tahun 2001 merupakan komponen penting dalam protokol
sebelumnya. Rivers et al mengevaluasi efikasi dari EGDT pada 263 pasien
dengan infeksi dan hipotensi atau kadar serum laktat ≥ 4 mmol/L yang
dilakukan randomisasi dan diberikan resusitasi standar atau EGDT (133
kontrol dengan 130 EGDT) di ruang IGD sebelum dipindahkan ke ruang ICU.
Selama 6 jam di ruang IGD, pasien dengan terapi EGDT mendapatkan terapi
cairan, transfusi darah, dan inotropik lebih banyak dibandingkan grup kontrol.
Kemudian, selama 6-72 jam di ruang ICU setelah mendapatkan terapi EGDT,
kelompok pasien ini memiliki tingkat Scv02 dan pH yang lebih tinggi dengan
kadar laktat dan defisit basa yang lebih rendah. Skor disfungsi organ lebih
baik secara signifikan pada kelompok pasien EGDT.

Hal ini juga berhubungan dengan masa inap rumah sakit yang lebih
singkat dan penurunan komplikasi kardiovaskular seperti henti jantung,
hipotensi, dan gagal nafas akut.Pada tahun 2014, protokol EGDT ini
dibandingkan dengan 3 protokol lain seperti ARISE (Australasian
Resuscitation in Sepsis Evaluation), ProMISe (Protocolized Management in
Sepsis), dan ProCESS (Protocolized Care for Early Septic Shock) dan hal ini
mengubah rangkaian 6 jam dalam Surviving Sepsis Guideline dimana
pengukuran tekanan vena sentral dan saturasi oksigen vena sentral tidak
dilakukan lagi menekankan pemeriksaan ulang klinis sesering mungkin dan
pemeriksaan kecukupan cairan secara dinamis (variasi tekanan nadi arterial).
Hal ini merupakan perubahan yang signifikan, karena pada protokol
sebelumnya merekomendasikan bahwa klinisi harus menentukan angka
tekanan vena sentral secara spesifik dan ternyata tekanan vena sentral
memiliki manfaat terbatas untuk menentukan respon tubuh terhadap
pemberian cairan. Protokol ini menekankan bahwa klinisi harus melakukan
teknik "fluid challenge" untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan dari
pemberian cairan. Ketika status hemodinamik membaik dengan pemberian
cairan, pemberian cairan lebih lanjut dapat dipertimbangkan. Namun
pemberian carian harus dihentikan apabila respon terhadap pemberian cairan
tidak memberikan efek lebih lanjut. Maka dari itu, protokol ini telah berubah
dari strategi resusitasi kuantitatif ke arah terapi resusitasi yang fokus
terhadap kondisi pasien tersebut dengan dipandu pemeriksaan dinamis untuk
mengevaluasi respon dari terapi tersebut. Pemeriksaan lain yang dapat
digunakan seperti carotid doppler peak velocity, passive leg raising,
ekokardiografi. Karena infeksi menyebabkan sepsis, penanganan infeksi
merupakan komponen penting dalam penanganan sepsis. Tingkat kematian
akan meningkat dengan adanya penundaan penggunaan antimikroba. Untuk
meningkatkan keefektifitas penggunaan antibiotik, penggunaan antibiotik
berspektrum luas sebaiknya disertai dengan kultur dan identifikasi sumber
penularan kuman. Dan hal ini dilakukan sesegera mungkin. Protokol terbaru
merekomendasikan bahwa penggunaan antibiotik harus diberikan maksimal
dalam waktu 1 jam. Rekomendasi ini berdasarkan berbagai penelitian yang
meunjukkan bahwa penundaan dalam penggunaan antibiotik berhubungan
dengan peningkatan resiko kematian. Penggunaan vasopressor yang
direkomendasikan adalah norepinefrin untuk mencapai target MAP ≥ 65
mmHg. Penggunaan cairan yang direkomendasikan adalah cairan kristaloid
dengan dosis 30 ml/kgBB dan diberikan dengan melakukan fluid challenge
selama didapatkan peningkatan status hemodinamik berdasarkan variabel
dinamis (perubahan tekanan nadi, variasi volum sekuncup) atau statik
(tekanan nadi, laju nadi).Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Bemard
et al, penggunaan drotrecogin a (Human Activate Drotein menurunkan tingkat
kematian pada pasien dengan sepsis. 12/20 y teraktivasi akan menghambat
pembentukan thrombin dengan met Va, Villa dan akan menurunkan respon
inflamasi. (Irvan dkk, 2018).

7. MANAJEMEN KASUS KRITIS


Manajemen Sepsis terdapat perubahan bermakna surviving sepsis
campaign 2018 dari rangkaian 3 jam, 6 jam, menjadi rangkaian 1 jam awal.
Tujuan perubahan ini adalah diharapkan terdapat perubahan manajemen
resusitasi awal, terutama mencakup penanganan hipotensi pada syok sepsis.
(Aristo et al., 2019)
1. Pengukuran Kadar Laktat (Rekomendasi lemah, bukti penelitian lemah)
Peningkatan kadar laktat dapat menunjukkan beberapa kondisi di
antaranya hipoksia jaringan, peningkatan glikolisis aerobik yang
disebabkan peningkatan stimulasi beta adrenergik atau pada beberapa
kasus lain.

2. Kultur Darah (Pengalaman terbaik peneliti) Pengambilan kultur darah


dilakukan segera, hal tersebut berguna untuk meningkatkan optimalisasi
pemberian antibiotik dan identifikasi patogen. Kultur darah sebaiknya
dalam 2 preparat terutama untuk kuman aerobikdan anaerobik. Pengujian
kultur juga dapat menyingkirkan penyebab sepsis, apabila infeksi patogen
tidak ditemukan maka pemberian antibiotik dapat dihentikan.

3. Antibiotik Spektrum Luas (Rekomendasi kuat, bukti penelitian Sedang)


Pemberian antibiotik spektrum luas sangat direkomendasikan pada
manajemen awal. Pemilihan antibitiotik disesuaikan dengan bakteri
empirik yang ditemukan.

4. Cairan Intravena (Rekomendasi kuat, bukti penelitian Lemah) Pemberian


cairan merupakan terapi awal resusitasi pasien sepsis, atau sepsis
dengan hipotensi dan peningkatan serum laktat. Cairan resusitasi adalah
30 mg/kgBB cairan kristaloid; tidak ada perbedaan manfaat antara koloid
dan kristaloid.Pada kondisi tertentu seperti penyakit ginjal kronis,
dekompensasi kordis, harus diberikan lebih hati-hati.

5. Pemberian Vasopressor (Rekomendasi kuat, bukti penelitian cukup)


Manajemen resusitasi awal bertujuan untuk mengembalikan perfusi
jaringan, terutama perfusi organ vital. Jika tekanan darah tidak meningkat
setelah resusitasi cairan, pemberian vasopressor tidak boleh ditunda.
Vasopressor harus diberikan dalam 1 jam pertama untuk
mempertahankan MAP >65 mmHg.Dalam review beberapa literatur
ditemukan pemberian vasopressor/inotropik sebagai penanganan awal
dari sepsis.

6. Pemilihan Vasopressor Norepinefrin direkomendasi sebagai vasopresor


lini pertama. Penambahan vasopressin (sampai 0,03 U/menit) atau
epinefrin untuk mencapai target

MAP dapat dilakukan.Dopamin sebagai vasopresor alternatif


norepinefrin hanya direkomendasikan untuk pasien tertentu, misalnya pada
pasien berisiko rendah takiaritmia dan bradikardi relatif. Penggunaan
dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal sudah tidak direkomendasikan
lagi.Dobutamin disarankan diberikan pada hipoperfusi menetap meskipun
sudah diberi cairan adekuat dan vasopresor. Steroid dapat digunakan apabila
dengan norepinefrin target MAP masih belum tercapai.

8. PERAN PERAWAT KRITIS SEBAGAI ADVOKAT

Pengembangan fungsi adaptif berarti perawat bernegosiasi untuk


pasien. Karena pasien dengan penyakit kritis sering kali tidak dapat secara
efektif mengatasi masalah fisiologis dan lingkungan. Sehingga perlu bagi
perawat mengerjakannya untuk pasien apa yang tak mampu mereka kerjakan
untuk diri mereka sehingga energy disimpan. Sebagai advokat pasien,
perawat harus mengindari penambahanbeban yang meningkatkan kebutuhan
pasien untuk berinteraksi bila interaksi tidak mengembangkan adaptasi.

Sebagai contoh, energy pasien terpakai untuk rasa takut terhadap


peralatan didekatnya tidak membantu memakai energy dengan menanyakan
hal tersebut dan mendengarkan pengulangan. Demikian juga, energy
bertambah pada kebutuhan untuk secara tetap mendapatkan cinta seseorang
tetap ada, tak sebanding dalam penggunaan energy untuk berhubungan
dengan orang tersebut.(Yuliati, 2020).

9. KOMPLIKASI
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi
komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
a. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi
akut (acute respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi dari sepsis
menyebabkan kerusakan terutama pada paru. Terbentuknya cairan inflamasi
dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps
paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi
respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus
sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah
terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten
dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak
memerlukan ventilasi15 mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika
pasien mengalami ALI ARDS setelah resusitasi cairan.

b. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), Pada DIC yang disebabkan


oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara difus sebagai bagian
respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya
bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga
memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara konstan
dan difus-bekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor
pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini.
Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis
dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan
hasil yang lebih buruk.
c. Gagal jantung, Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik,
dengan mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja
langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria.
Sepsis memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat
memicu sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI),
terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan
vasopressor (yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan
dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak
dianjurkan.

d. Gangguan fungsi hati, Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai


icterus kolestatik, dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali
fosfatase. Fungsi sintetik biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien
mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu yang lama.

e. Gagal ginjal, hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama


terjadinya gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai
oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal
berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai,
maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis)
diindikasikan.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Pengkajian pada asuhan keperawatan gawat darurat meliputi :

a. Identitas
Pengkajian identitas meliputi usia, Syok Sepsis biasanya sering terjadi
pada usia bayi dan lansia.
b. Keluhan utama
Keluhan utama umumnya penderita sepsis akan mengalami gejala demam diatas
38 derajat celcius, denyut jantung diatas 90 detakan per menit, laju pernapasan lebih dari
20 napas per menit, menurunnya kesadaran, tensi darah turun, gagal ginjal hingga gagal
hati karena komplikasi yang berlebihan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mengkaji perubahan pola nafas, perubahan haluaran urine, penurunan
kesadaran, perubahan pemenuhan nutrisi dan
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji Riwayat Kesehatan yang lalu biasanya paisen dengan syok sepsis
memiliki Riwayat hipertensi, diare, hipotensi peningkatan dan penurunnan
tekanan darah.
e. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breath)
Dispnea, penapasan> 28 X/menit, terdapat pernafasan cuping hidung,
terdapat suara nafas tambahan, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak).
2) B2 (Blood)
Biasanya ditemukan sianosis dan akral dingin, frekuensi nadi cepat tidak
teratur, terjadi hipotensi.
3) B3 (Brain)
GCS abnormal, terjadi kelemahan otot, parestesia, kacau mental,
hipertermi, Hopoksia dan iskemia pada otak.
4) B4 (Bladder)
Biasanya terjadi oliguria dan anuria.
5) B5 (Bowel)
Biasanya pasien mengalami diare dan bising usus menurun.
6) B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, otot, tonus otot menurun, lemah, dan letih,

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektik b/d Hambatan upaya napas (D.0005)
b. Perfusi perifer tidak efektif b/penurunan aliran arteri dan atau vena (D.0009)
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d disfungsi pancreas (D.0027)
d. Risiko perfusi serebral tidak efektif d/d infeksi
e. Gangguan eliminasi urine b/d Penurunan Kapasitas kandung kemih
(D.0040)
f. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient (D.0019)
g. Risiko ketidak seimbangan elektrolit d/d ketidakseimbangan cairan
(D.0037)
h. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(D.0056)

3. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas (I.01011)
efektif b/d Hambatan keperawatan selama1×6 Observasi:

upaya nafas (D.0005) diharapkan Pola Napas Membaik - Monitor pola nafas
dengan kriteria hasil:
(frekuensi, kedalaman,
usaha nafas) R/ mengetahui
- Frekuensi nafas membaik
perkembangab kondisi
- Penggunaan otot bantu
pasien.
nafas menurun
- Monitor bunyi nafas
- Dispnea menurun
tambahan (mis. Gurgling,
- Kedalaman nafas
mengi, wheezing, ronkhi
membaik
kering) 34 R/ suara nafas
tambahan dapat menjadi
indikator gangguan
kepatenan jalan nafas dan
tentunya akan berpengaruh
terhadap kecukupan
pertukaran udara.
- Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma) R/ untuk
mengetahui (jumlah, warna,
aroma) sputum yang
dikeluarkan pasien.
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler atau
fowler R/ diberikan agar
klien nyaman dan membuat
sirkulasi darah berjalan
dengan baik.
- Berikan minum hangat R/
agar membantu
mengencerkan dahak pada
pasien.
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 destik R/
untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
- Berikan oksigen R/ untuk
mempertahakan saturasi
oksigen.
Edukasi :
- Ajarkan teknik batuk efektif
R/ agar membantu
mengeluarkan dahak/secret
pada pasien.
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik R/ untuk
melegahkan jalan napas.
2. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
efektif b/d penurunan keperawatan selama 1×6 jam Observasi
aliran arteri dan atau diharapkan perfusi perifer - Periksa sirkulasi perifer (mis.
vena (D.0009) meningkat dengan kriteria hasil: nadi perifer, edema, pengisian
- Denyut nadi perifer kapiler, wama, suhu, ankle-
meningkat brachial index)
- Penyembuhan luka - Identifikasi faktor risiko gangguan
meningkat sirkulasi (mis, diabetes, perokok,
- Pengisian kapiler membaik orang tua, hipertensi dan kadar
- Akral membaik kolesterol linggi)
- Turgor kulit membaik - Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremilas dengan
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan
kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
- Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat (mis,
melembabkan kulit kering pada
kaki)
- Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis,
rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
- Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis, rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

3. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia (1.03115)


glukosa darah b/.d keperawatan selama 1x6 jam Observasi
Disfungsi Pangkreas maka diharapkan glukosa darah - Identifikasi kemungkinan
(D.0027) menurun (L.05022) dengan penyebab hiperglikemia
kriteria hasil : - Identifikasi situasi yang
- kadar glukosa dalam darah menyebabkan kebutuhan insulin
cukup membaik meningkat (mis. penyakit
- kadar glukosa dalam urin kambuhan)
cukup membaik - Monitor kadar glukosa darah, jika
- lelah/lesuh cukup menurun perlu
- rasa haus cukup menurun - Monitor tanda dan gejala
- berkeringat cukup menurun hiperglikemia (mis. poliuria,
- perilaku aneh cukup menurun polidipsia, polifagia, kelemahan,
malaise, pandangan kabur, sakit
kepala)
- monitor intake dan output cairan
- Monitor keton urin, kadar analisa
gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik dan frekuensi
nadi

Terapeutik
- Berikan asupan cairan oral
- Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia
tetap ada atau memburuk
- Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik

Edukasi
- Anjurkan menghindari olahraga
saat kadar glukosa darah lebih
dart 250 mg/dL
- Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
- Ajarkan pengelolaan diabetes
(mis. penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan
penggantian karbohidrat, dan
bantuan profesional kesehatan)

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu

Kolaborasi pemberian kalium, jika


perlu.
4. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan intervensi Manajemen Peningkatan Tekanan
tidak efektif b/d infeksi keperawatan selama 1x6 jam Intra Kranial (I.09325)
maka diharapkan Perfusi
Serebral (L.02014) meningkat Observasi :
dengan kriteria hasil: – Identifikasi penyebab
- Tingkat kesadaran peningkatan TIK (mis.lesi
meningkat menempati ruang,
- Kognitif meningkat gangguan metabolism,
- Tekanan intra cranial edema serebral,
menurun peningkatan tekanan vena,
- Sakit kepala menurun obstruksi cairan

- Gelisah menurun serebrospinalis, hipertensi

- Demam menurun intrakranial idiopatik.

- Tekanan darah – Monitor peningkatan

membaik tekanan darah

- Reflek saraf membaik – Monitor penurunan


frekuensi jantung
– Monitor tekanan perfusi
serebral
Terapeutik :
- Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
- Dokumentasi hasil
pemantauan
- Berikan posisi semi
fowler
Edukasi :
– Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
– Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu .
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti konvulsan
– Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis -
Kolaborasi pemberian
pelunak tinja

5. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Urine


Urine b/d Penurunan keperawatan selama 1×6 jam (I.04152)
kapasitas kandung diharapkan Eliminasi Urine
kemih (D.0040) membaik (L.04034) dengan Observasi:
kriteria hasil :
- Sensasi berkemih - Identifikasi tanda dan gejala
meningkat retensi atau inkontinensia
- Desakan berkemih urin
menurun - Identifikasi faktor yang
- Distensi kandung kemih menyebabkan retensi atau
menurun inkontinensia urin
- Frekuensi BAK membaik.
- Monitor eliminasi urin (mis.
frekuensi, konsistensi,
aroma, volume, dan warna)

Terapeutik

- Catat waktu-waktu dan


haluaran berkemih
- Batasi asupan cairan, jika
perlu
- Ambil sampel urin tengah
(midstream) atau kultur

Edukasi

- Ajarkan tanda dan gejala


infeksi saluran berkemih
- Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urin
- Ajarkan mengambil
spesimen urin midstream
- Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
- Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemihan
- Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
- Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat


supositoria uretra, jika perlu

6. Defisit Nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.013119)


ketidakmampuan keperawatan selama 1×6 jam Observasi
mengabsorbsi nutrient diharapkan status nutrisi membaik - Identifikasi status nutrisi
(D.0019) dengan kriteria hasil : - Identifikasi alergi dan
- Porsi makan yang dihabiskan intoleransi makanan
meningkat - Identifikasi makanan yang
- perasaan cepat kenyang disukai
menurun - Identifikasi kebutuhan kalori
- berat badan membaik dan jenis nutrien
- IMT membaik - Identifikasi perlunya
- nafsu makan membaik penggunaan selang
- membrane mukosa membaik
nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik:
- Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. piramida
makanan)
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan,
jika perlu

Edukasi:
- Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik). Jika perlu
- -Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
7. Risiko ketidak Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Elektrolit (I.03122)
seimbangan elektrolit keperawatan selama 1x6 jam Observasi:
d/d maka diharapkan - Identifikasi kemungkinan
ketidakseimbangan ketidakseimbangan cairan penyebab ketidakseimbangan
cairan (D.0037) meningkat (L.03021) dengan elektrolit
kriteria hasil: - Monitor kadar elektrolit serum
- Serum natrium meningkat - Monitor mual, muntah, diare
- Serum kalium meningkat - Monitor kehilangan cairan, jika
- Serum klorida perlu
- Monitor tanda dan gejala
hipokalemia (mis: kelemahan
otot, interval QT memanjang,
kelelahan, parestesia,
penurunan refleks, anoreksia,
konstipasi, motilitas usus
menurun, pusing, depresi
pernapasan)

Terapeutik

- Atur interval waktu


pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

8. Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)


ketidakseimbangan keperawatan selama 1×6 jam Observasi:
antara suplai dan diharapkan Toleransi aktivitas - Identifikasi gangguan fungsi
kebutuhan oksigen meningkat dengan kriteria hasil : tubuh yang mengakibatkan
(D.0056) - Keluhan lelah menurun kelelahan
- Dipsnea saat aktivitas - Monitor kelelahan fisik dan
menurun emosional
- Dipsnea setelah aktivitas - Monitor pola dan jam tidur
menurun - Monitor lokasi dan
- Perasaan lemah menurun ketidaknyamanan selama
- Tekanan darah membaik melakukan aktivitas

Terapeutik :
- Sediakan lingkungan yang
nyaman dan rendah stimulus
(mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
- Anjurkan strategi koping
untung mengurangi kelelahan

Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Syok septik merupakan bagian dari sepsis dengan disfungsi peredaran


darah dan selular/metabolik yang mendasari, dikaitkan dengan peningkatan
risiko kema- tian. Sepsis didefi- nisikan sebagai disfungsi organ yang
mengancam jiwa, disebabkan oleh ketidakmam-puan respon pejamu terhadap
infeksi. Disfungsi organ dapat diidentifikasi seba- gai perubahan akut sebagai
konsekuensi infeksi yang dirumuskan dalam skor sequential (sepsis-related)
organ failure assessment (SOFA) 22. Pasien syok septik dapat diidentifikasi
secara klinis yaitu sepsis dengan disertai hipotensi menetap yang membutuhkan
vasopresor untuk mempertahankan agar tekanan arteri rata-rata 265 mmHg dan
konsentrasi laktat darah >2 mmol/L (18 mg/dL) meskipun telah dilakukan
resusitasi cairan.

B. SARAN

1. Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat terutama tenaga


kesehatan dalam hal penanganan syok sepsis
2. Diharapkan makalah ini dapat membantu dalam menambah wawasan
terutama bagi mahasiswa dan perawat di IGD dalam penanganan kasus syok
sepsis
3. Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa keperawatan dalam
menambah wawasan tentang keperawatan kritis pada pasien yang
mengalami syok sepsis

DAFTAR PUSTAKA
Aristo, I., Putra, S., Septic, E., & Process, S. (2019). Update Tatalaksana Sepsis.
48(11), 681-685.

Ferianto dkk. (2021). Pemberian Dini Vasopresor Pada Syok Sepsis. Jumal Kesehatan
Dan Lingkungan, 3. 8-17.
https://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/kes-ling/article/view/419

Irvan dkk. (2018). Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru. X, 62-73.
https://doi.org/https://doi.org/10.14710/jai.v10i1.20715

Menkes. (2017). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana


Sepsis.KEMENKES.http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No_
HK_01_07- MENKES-342.2017 ttg Pedoman Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana_Sepsis_pdf

Purwanto, D. S., & Astrawinata, D. A. W. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis dan


Syok

Anda mungkin juga menyukai