REST PLASENTA
OLEH :
KELOMPOK II
REST PLASENTA
A. Pengertian
Plasenta yang masih tertinggal disebut rest plasenta. Gejala klinis rest plasenta
adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang berkepanjangan,
dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti beberapa waktu,
perasaan tidak nyaman di perut bagian bawah (Manuaba, 2010).
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam
kavum uteri, (Saifuddin, A.B, 2010). Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian
plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan post partum dini
atau perdarahan post partum lambat yang biasanya terjadi dalam 6 hari sampai 10 hari
pasca persalinan, (Prawirohardjo, 2010).
B. Etiologi
Faktor penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun sekunder
adalah grande multipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, pengeluaran
plasenta tidak hati-hati (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Kelainan dari uterus sendiri,
yaitu anomaly dari uterus atau serviks kelemahan dan tidak efektifitas kontraksi
uterus, Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa,
implantasi dari cornu dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga
persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya
pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi
dan menahan plasenta, serta pemberian anastesi terutama yang melemahkan kontraksi
uterus, (Prawirohardjo, 2010).
C. Tanda dan Gejala
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapa
tmenimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak
ada perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest
plasenta)
Pernafasan cepat
D. Patofisiologi
Menurut, (Saifudin, A.B, 2010) setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan
berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot - otot uterus menyelesaikan proses ini pada
akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan
menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung continue,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran
juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat
perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta
yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkan menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan,
dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus
berada di antara serat - serat otot miometrium yang saling bersilang. Kontraksi serat –
serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh
darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga
dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka
perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan.
E. Pathway
REST PLASENTA
Terbentuknya
penurunan perdarahan > Kuretase potre de entre
jumlah cairan 500 cc (pintu masuknya
Kurangnya virus dan bakteri
intravaskuler
informasi Prosedur patogen
mengenai infasiv
MK : Risiko tindakan yang
penurunan
Perdarahan dilakukan
jumlah Hb Virus atau bakteri
Terputusnya
dapat masuk
kontinuitas
MK : dengan mudah ke
suplai O2 ke jaringan
Ansietas dalam tubuh
jaringan menurun
MK : Nyeri
hipoksia jaringan MK : Risiko
Akut
Infeksi
c. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah
G. Penatalaksanaan
Keluarkan sisa plasenta dengan cunam ovum atau kuret besar. Jaringan yang
melekat dengan kuat mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk melepas
plasenta terlalu kuat melekatnya dapat mengakibatkan perdarahan hebat atau perforasi
uterus yang biasanya membutuhkan tindakan hisrektomi (Prawirohardjo, 2009).
e. Oksitosin
Mungkin perlu dirujuk ke rumah sakit untuk dilatasi dan kuretase bila
terdapat perdarahan.
g. Bila kadar HB <8 gr % berikan tranfusi darah. Bila kadar Hb >8 gr%, berikan
sulfas ferosis 600mg/hari selama 10 hari.
Sisa plasenta bisa diduga kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit.
Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/ digital atau
kuret dan pemberian uterotonika.
H. Komplikasi
Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta artinya plasenta masih tumbuh dan
dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten sehingga kurang mendapat
perhatian, dan dapat terjadi degenerasi ganas menuju korio karsinoma dengan
manifestasi klinisnya. Menurut Manuaba 2008, memudahkan terjadinya :
Infeksi puerperium
I. Pengkajian
1. Identitas : data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat,medical record dan lain lain
2. Riwayat kesehatan
d. Riwayat menstruasi
e. Riwayat hamil
Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta,
Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak
lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir,
Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI
cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan
kontraksi.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi kehamilan; rest plasenta
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan hasil
4. pasien tidak
5. Kolaborasi dalam
merasa lemah.
pemberian terapi dan
5. CRT < 3 dtk transfusi
6. akral teraba
hangat.
7. Nilai lab.
Dalam batas
normal.
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Untuk mengetahui skala nyeri
berhubungan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian dan tingkat kenyamanan pasien
dengan agen selama 3 x 24 jam, nyeri secara 2. Keluahan nyeri juga dapat
cedera fisik diharapkan nyeri komprehensif dilihat dari reaksi nonverbal
teratasi, dengan kriteria (PQRST) seperti ekpresi wajah pasien
hasil : 2. Observasi reaksi 3. Dukungan yang baik dapat
1. Klien mengatakan nonverbal dari memeberikan rasa nyaman
nyeri berkurang ketidaknyamanan kepada pasien
atau hilang 4. Lingkungan yang aman dapat
2. Klien dapat 3. Bantu pasien untuk mempengaruhi , kurangnya rasa
mendemonstrasika mencari dan nyeri
n penggunaan memberikan 5. Membantu mengurangi rasa
keterampilan dukungan nyeri, dan mengaliakn pikiran
relaksasi/aktifitas pasien dari rasa nyeri.
hiburan 4. Kontrol lingkungan 6. Membantu meningkatkan rasa
3. skala nyeri yang dapat nyaman
berkurang (4-5) mempengaruhi nyeri 7. Meningkatkan atau
seperti suhu ruangan, menghilangkan rasa sakit
pencahayaan dan
bisingan
5. Berikan terapi
nonfarmakologi
(relaksasi napas dalam
dan distraksi)
7. Kolaborasi
farmakologi
pemberian obat-
obatan
Ansietas Setelah dilakukan 1. Ciptakan hubungan 1. Hubungan saling percaya
berhubungan tindakan keperawatan saling percaya dapat mengurangi keraguan
dengan selama 3x24 jam dengan pasien. atau ketakutan pasien saat
kurang maslah kecemasan 2. Tenangkan pasien diberikan tindakan
terpapar pasien dan keluarga dan bantu pasien 2. Membantu mengetahui
informasi atau dengan kriteria mengekspresikan penyebab kecemasan pasien
hasil perasaan takut atau 3. Mengetahui tingkat
Pasien megatakan cemas kecemasan pasien
kecemasan 3. Kaji tanda ansietas
berkurang verbal dan nonverbal 4. Informasi yang baik dan
Pasien mampu dan beri kesempatan jelas dapat membantu
megendalikan mengungkapkan menambah pengetahuan
perasaan cemas. kecemasannya pasien dan mengurangi
Pasien komperatif 4. Jelaskan seluruh kecemasan
terhadap tindakan prosedur tindakan 5. Agar pasien dapat
kepada pasien dan mengetahui tentang
beri dukungan pra penyakitnya.
bedah 6. Teknik relaksasi nafas
5. Beri informasi dalam dapat
tentang diagnosa, meregangangkan otot-otot
prognosis dan serta dapat mengurangi
tindakan dengan tingkat kecemasan pasien.
komunikasi yang 7. Lingkungan yang nyaman
baik dapat mengurangi
6. Ajarkan pasien kecemasan pasien.
teknik relaksasi
nafas dalam
7. Beri lilngkungan
yang tenang dan
suasana yang penuh
istirahat
DAFTAR PUSTAKA
Mastuningsih, P. 2015. Rest Placenta Pada Ibu Nifas P1a1 6 Jam Post Partum Di
Ruang Bersalin Rsud Wangaya. Jurnal Dunia Kesehatan, Volume 5 nomor 2, Hal :
76-86
Saifuddin, Abdul, et.al. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta: YBPSP
Sitti Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yogyakarta : Fitrimaya