Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN IMMOBILITAS DAN


INSTABILITAS

Fasilitator:

Sylvia Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh

Kelompok III – A2-2017

Sesi Putri Arisandi 131711133014


Rizky Nur Rochmawati 131711133029
Novianti Lailiah 131711133032
Meirina Nur Asih 131711133054
Lathifath’ul Rahayuningrum 131711133055
Cicilia Wahyu Indah Sari 131711133070
Annisa Nur Ilmastuti 131711133089
Audy Savira Y. 131711133144

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATMAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif dengan materi Asuhan Keperawatan Pada Klien immobilitas dan
instabilitas bentuk makalah. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang
diberikan oleh ibu Sylvia Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep

Terima kasih kepada ibu Sylvia Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep sebagai
dosen pengampu yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya.

Kami menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Untuk itu kritik dan
saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini

Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan


bagi pembaca. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan
kiranya pembaca dapat memakluminya. Sekian dan terima kasih.

Surabaya, 3 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3. Tujuan......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Definisi, Etiologi, Jenis, Tanda dan Gejala Immobilitas..........................5
2.2 Dampak, Manifestasi Klinis dan Komplikasi Immobilitas.....................6
2.3 Penatalaksanaan dan Pemeriksaan Penunjang Immobilitas…………10
2.4 Patofisiologi dan WOC Immobilitas……………………………………17
2.5 Definisi, Etiologi, dan Klasifikasi Instabilitas..........................................20
2.6 Manifestasi Klinis dan Komplikasi Instabilitas……………………...…22
2.7 Penatalaksanaan dan Pemeriksaan Penunjang Instabilitas..…………23
2.8 Patofisiologi dan WOC Instabilitas...........………...................................24
BAB III STUDI KASUS IMMOBILITAS dan INSTABILITAS....................25
BAB IV PENUTUP..............................................................................................67
4.1. Kesimpulan............................................................................................67
4.2. Saran.......................................................................................................67
Lampiran…………………………………………………………………..……68
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................70

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap manusia. Pada tahap ini manusia mengalami
banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, dimana terjadi kemunduran
dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Lanjut Usia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Populasi lanjut usia di dunia
akan bertambah dengan cepat di bandingkan penduduk seluruhnya, maka relative
akan lebih besar di negaranegara sedang berkembang seperti Indonesia. Populasi
lanjut usia di Indonesia di proyeksikan antara tahun 1990-2025 akan naik 414% suatu
angka yang tertinggi diseluruh dunia (United States Bureau of the Cencus dalam
Darmojo dan Martono, 2011).

Menurut Darmojo dan Martono (2004), menjadi tua bukanlah suatu penyakit
atau sakit, tetapi suatu proses perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas
kemampuan beradaptasi menjadi berkurang yang sering dikenal dengan geriatric giant
di mana lansia akan mengalami yaitu, imobilisasi, instabilitas (mudah jatuh),
intelektualitas terganggu (demensia), isolasi (depresi), inkontinensia, impotensi,
imunodefisiensi, infeksi mudah terjadi; impaksi (konstipasi), iatrogenestik (kesalahan
diagnosis), insomnia, impairment of (gangguan pada), penglihatan pendengaran,
penciuman, komunikasi, dan integritas kulit, inaniation (malnutrisi).

Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan


untuk mengontrol posisi tubuh dalam ruang merupakan suatu interaksi kompleks
sistem saraf dan muskuloskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural. Jatuh
terjadi saat sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak
mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang (kaki,saat berdiri) pada waktu
yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi iniseringkali
merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat (keluhan
utamadari penyakit – penyakit yang juga bisa mencetuskan sindromdeliriut akut).

1
1.2. RUMUSAN MASALAH
Konsep Immobilitas
1. Apa definisi dari imobilitas ?
2. Bagaimana etiologi dari imobilitas?
3. Bagaimana klasifikasi imobilitas?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari imobilitas?
5. Bagaimana patofisiologi imobilitas?
6. Bagaimana Web of Caution imobilitas?
7. Apa saja komplikasi yang disebabkan imobilitas?
8. Bagaimana penatalaksanaan imobilitas?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada imobilitas?
10. Bagaimana teori asuhan keperawatan imobilitas?
Konsep Instabilitas
11. Apa definisi dari instabilitas?
12. Bagaimana etiologi dari instabilitas?
13. Bagaimana klasifikasi instabilitas?
14. Bagaimana manifestasi klinis dari instabilitas?
15. Bagaimana patofisiologi instabilitas?
16. Bagaimana Web of Caution instabilitas?
17. Apa saja komplikasi yang disebabkan instabilitas?
18. Bagaimana penatalaksanaan instabilitas?
19. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada instabilitas?
20. Bagaimana teori asuhan keperawatan instabilitas?

1.3. TUJUAN
1. Mengetahui definisi dari imobilitas
2. Mengetahui etiologi dari imobilitas
3. Mengetahui klasifikasi imobilitas
4. Mengetahui manifestasi klinis dari imobilitas
5. Mengetahui patofisiologi imobilitas
6. Mengetahui Web of Caution imobilitas
7. Mengetahui komplikasi yang disebabkan imobilitas
8. Mengetahui penatalaksanaan imobilitas
9. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada imobilitas
2
10. Mengetahui teori asuhan keperawatan imobilitas
11. Mengetahui definisi dari instabilitas
12. Mengetahui etiologi dari instabilitas
13. Mengetahui klasifikasi instabilitas
14. Mengetahui manifestasi klinis dari instabilitas
15. Mengetahui patofisiologi instabilitas
16. Mengetahui Web of Caution instabilitas
17. Mengetahui komplikasi yang disebabkan instabilitas
18. Mengetahui penatalaksanaan instabilitas
19. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada instabilitas
20. Mengetahui teori asuhan keperawatan instabilitas

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI, ETIOLOGI, JENIS, TANDA DAN GEJALA IMMOBILITAS


2.1.1. Definisi Immobilitas
Gangguan Mobilitas atau Immobilitas merupakan keadaan di mana seseorang
tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagainya (Widuri, 2010).
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh atau satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H,
2015). Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau
lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik
(kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunter,
atau gangguan fungsi motorik dan rangka (Kozier, Erb, & Snyder, 2010).

2.1.2. Etiologi Immobilitas


Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :
1. Penurunan kendali otot
2. Penurunan kekuatan otot
3. Kekakuan sendi
4. Kontraktur
5. Gangguan muskuloskletal
6. Gangguan neuromuskular
7. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

2.1.3. Tanda dan Gejala Gangguan Mobilitas Fisik

Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik yaitu :

4
Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas

2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun.

Gejala dan Tanda Minor


1) Subjektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak

2) Objektif

a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Gerak terbatas
d) Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).

DAMPAK, MANIFESTASI KLINIS, KOMPLIKASI GANGGUAN


MOBILITAS FISIK
2.2.1 Dampak Gangguan Mobilitas Fisik
Imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti
perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan
sistem pernafasan, perubahan kardiovaskular, perubahan sistem
muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan
kecil), dan perubahan perilaku (Widuri, 2010).
Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal

5
metabolism rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk
perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel.
Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme
menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan
gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan
ekskresi urine dan pengingkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada
pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberapa
dampak perubahan metabolisme, di antaranya adalah pengurangan jumlah
metablisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, deminetralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan
gangguan gastrointestinal.

Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit


Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke
interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang
akibat menurunnya aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi
tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi kalium.
Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi disebabkan oleh menurunnya pemasukan
protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada
tingkat sel menurun, di mana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino,
lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas
metabolisme.
Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,
sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan,
seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan
gangguan proses eliminasi.
Perubahan Sistem Pernapasan

6
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan
terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu.
Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran
oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan
ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan
paru.
Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat
berapa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh
menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama,
refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokontrriksi,
kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke
sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan
karena imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang
terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena
kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya.
Terjadinya trombus juga disebabkan oleh vena statsi yang merupakan hasil
penurunan kontrasi muskular sehingga meningkatkan arus balik vena.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak
dari imobilitas adalah sebagai berkut:
1) Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan
turunya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot
ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat
menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah
dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan
tanda lemah atau lesu.
2) Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi
7
yang disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat
menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunannya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya
iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus
sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.
Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung
sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus
tidur dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku
tersebut merupakan dampk imobilitas karena selama proses imobilitas
seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-
lain (Widuri, 2010).

2.2.2 Manifestasi Klinis

Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:

1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,


atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme
kalsium.
2) Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus.
3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktifitas.
4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;
ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi).
5) Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran

8
perkemihan dan batu ginjal.
6) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia
jaringan.
7) Neurosensori: sensori deprivation (Asmadi, 2008).

2.2.3 Komplikasi
Pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik jika tidak ditangani dapat
menyebabkan masalah, diantaranya:
Pembekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan, pembengkaan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah
bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru.

Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki
dan tumit bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi.
Pneumonia
Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumonia.
Atrofi dan kekakuan sendi
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi Komplikasi lainnya
yaitu:
a) Disritmia
b) Peningkatan tekanan intra cranial
c) Kontraktur
d) Gagal nafas
e) Kematian (saferi wijaya, 2013).

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENATALAKSANAAN


IMMOBILITAS
2.3.1 Penatalaksanaan Immobilitas
1. Penatalaksanaan Imobilitas
1) Tatalaksana Umum

9
a. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga,
dan pramuwerdha.
b. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari sendiri, semampu pasien.
c. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional,
dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu
yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d. Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan
cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta
penyakit/kondisi penyerta lainnya.
e. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya
atau dihentikan bila memungkinkan.
f. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan, dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi
medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup
gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguatan
otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/
keseimbangan (misalnya berjalan pada satu garis lurus), transfer
dengan bantuan, dan ambulasi terbatas.
h. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu
berdiri dan ambulasi.
i. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau
toilet.
2) Tatalaksana Khusus
a. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi.
b. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada
dokter spesialis yang kompeten.

10
d. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien-pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk
mencegah imobilisasi lebih lanjut.

Upayakan dukungan lingkungan dan ketersediaan alat bantu untuk mobilitas


yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.

2.3.2 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan Fisik
a) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
b) Mengkaji tulang belakang
1. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
(mis.cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan
bergetar – penyakit Parkinson).
f) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

11
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer
dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu
pengisian kapiler.
g) Mengkaji fungsional klien
1. Rentang gerak (range of motion-ROM)
1) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan,
sedangkan Ekstensi merupakan gerak meluruskan
2) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi
merupakan gerak menjauhi tubuh.
3) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan
Pronasi merupakan gerak menelungkupkan tangan
4) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka ) telapak
kaki kea rah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak
memiringkan (membu) telapak kearah luar.
2. Derajat kekuatan otot
h) Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor
jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan
khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas.
4. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑,
kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

12
2.4 PATOFISIOLOGI DAN WOC GANGGUAN MOBILITAS FISIK

2.4.1 Patofisiologi Gangguan Mobilitas Fisik

Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat

disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko

menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta kontak

antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem. Terjadinya trauma dan kondisi

patologis tersebut dapat menimbulkan adanya fraktur yang menyebabkan pergeseran

fragmen tulang sehingga terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan

gangguan fungsi organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik.

Beberapa penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat

menyebabkan pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga

aliran darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak yang menimbulkan

stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian depan mengakibatkan penurunan

kekuatan otot (hemiparesis) hingga hilangnya kekuatan otot (hemiplegia) yang

akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik.

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem

otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur

gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang

bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan

isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot

memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja

otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan

klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi

isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot

memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya

13
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung,

tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien

yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan

Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada

ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari

kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan,

sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan

otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan

relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi

fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.

Penyebab lain karena kontak langsung yang terjadi antara tubuh dengan

sumber panas ekstrem seperti air panas, api, bahan kimia, listrik yang menyebabkan

combustio (luka bakar) dan merusak jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan

sensasi nyeri terutama saat dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga

terjadi hambatan mobilitas fisik.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.

Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang,

pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam

pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium,

berperan dalam pembentukan sel darah merah.

2.4.2 Web Of Caution (WOC) Immobilitas

Terlampir

14
DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI INSTABILITAS
2.5 Definisi Instabilitas
Proses penuan dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal
yang wajar, dan ini akan dialami oleh semua orang yang diberikan
umur panjang, hanya cepat dan lambatnya proses tersebut bergantung
pada masing-masing individu. Selama proses menua, lansia mempunyai
konsekuensi untuk jatuh dan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi
pada lansia adalah instabilitas yaitu berdiri dan berjalan tidak stabil atau
mudah jatuh. Instabilitas merupakan gangguan keseimbangan yang
menyebabkan kontrol tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak
mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang sehingga
memudahkan lansia berisiko terjatuh dan dapat mengalami patah tulang atau
gangguan fisik yang berat.

2.5.2 Etiologi Instabilitas


Faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan jatuh adalah
penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai yang licin
dan basah, tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang dan
alat-alat atau perlengkapan umah tangga yang tidak stabil dan tergeletak di
bawah. (Darmojo, 2009). Menurut Friedman, 1998 adalah kondisi interior
rumah meliputi bagaimana ruanganruangan tersebut dilengkapi oleh
perabot, kelayakan perabot, penerangan yang tidak memadai dan eksterior
rumah meliputi lantai, tangga, jeruji dalam keadaan buruk, tempat obat-
obatan tidak terjangkau dan pintu masuk dan pintu keluar ke rumah tidak
terdapat penerangan dan ruang gerak yang cukup untuk keluar dari rumah,
kabel listrik telanjang di lantai, kolam renang yang tidak dipagari secara
memadai.

2.5.3 Klasifikasi Instabilitas

Secara umum, instabilitas muncul sebagai suatu kondisi yang disebut


spondilolisthesis. Beberapa tipe spondilolisthesis :

20
1. Dysplastic : abnormalitas kongenital pada vertebra L5 dengan sakrum,
94% dihubungkan dengan spina bifida occulta.
2. Isthmic : merupakan lesi pada pars interarticularis sekunder akibat fraktur
kronis, fraktur akut ataupun elongasi dari pars tanpa adanya fraktur, yang
paling umum antara L5 dan sakrum. Tipe ini sering terjadi pada atlet
dewasa muda yang disebut sebagai “spondilolisis”.
3. Degeneratif : disebabkan karena instabilitas segmental kronis sekunder
akibat perubahan degenratif pafa sendi facet dan diskus, yang dapat
menyebabkan stenosis lumbal. Sering terjadi pada wanita usia tua dan
pada segmen L4-L5.
4. Patologis : adanya suatu penyakit primer yang memperngaruhi arkus
vertebra (contoh: infeksi, tumor, Paget’s disease, osteogenesis imperfecta).
5. Trauma : fraktur pada bagian vertebra selain bagian pars articularis.
6. Iatrogenic : instabilitas sekunder karena hilangnya struktur posterior
vertebra setelah dilakukannya laminektomi ekstensif dan dekompresi.

MANIFESTASI KLINIS, KOMPLIKASI INSTABILITAS


2.6 Manifestasi Klinis Instabilitas
Tanda dan gejala :
1. Terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizzi-ness
2. Vertigo
3. Rasa bergoyang
4. Rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisaasi mandiri; atau
5. Terdapat riwayat jatuh

2.6.2 Komplikasi Instabilitas


Instabilitas dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan
psikologis, kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian instabilitas adalah
patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat instabilitas
adalah fraktur pergelangan tangan lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan
lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah
jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk

21
ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari,
falafobia atau fobia jatuh. Menurut Kane (1996), yang dikutip oleh Darmojo
(2009), komplikasi-komplikasi instabilitas adalah :
1. Cedera
Cedera mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit
berupa robekan atau tarikanya jaringan otot, tobeknya arteri atau vena,
patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan
bawah, dan tungkai atas.
2. Disabilitas
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan
perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan
kepercayaan diri dan pembatasan gerak.
3. Kematian

PENATALAKSANAAN DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


INSTABILITAS
2.7 Penatalaksanaan Instabilitas
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus
karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh.
Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih
mudah, lebih sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab
jatuh secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi
kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia
itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya
jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktivitas fisik,
penggunaan alat bantu gerak.
Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan
penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sering terjadi
kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita
mengalami jatuh. Padahal terapi ini diperlukan secara terus-menerus

22
sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fungsional. Terapi
untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan
untuk mengatasi penyebab/faktor yang mendasarinya. Penderita
dimasukkan dalam program gait training dan pemberian alat bantu
berjalan. Biasanya progam rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis.
Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan
antidepresan. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki
lingkungan rumah/tempat kegiatan lanjut usia seperti tersebut di
pencegahan jatuh (Darmojo, 2009).

2.7.2 Pemeriksaan penunjang Instabilitas


Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji
menggapai fungsional (functionalreach test), dan uji keseimbangan Berg (the
Berg balance sub-scale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi
fungsi mobilitas sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna yang
menyebabkan seseorang beresiko untuk jatuh atau timbul disabilitas dalam
mobilitas.
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu mengidentifikasi
faktor risiko, menemukan penyebab/pencetus :
• Lakukan pemeriksaan neurologis untuk medeteksi defisit neurologis fokal,
adakah cerebrovascular disease atau transient ischemic attack;lakukan brain
CT scan jika ada indikasi
• Darah perifer lengkap
• Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa
darah
• Analisis agas darah
•Urin lengkap dan kultur resistensi urin
• Hemostase darah dan agregasi trombisit
• Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki (sesuai indikasi)
• EKG

23
• Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)

2.8 PATOFISIOLOGI DAN WOC INSTABILITAS


2.8.2 Patofisiologi Instabilitas
Sindrom geriatri merupakan sekumpulan kondisi klinis pada orang tua
yang dapat meningkatkan risiko perburukan kesehatan, kualitas hidup dan
dikaitkan dengan kecacatan. Tampilan klinis yang tidak khas sering membuat
sindrom geriatri tidak terdiagnosis. Sindrom geriatri terdiri dari The “13 i”
yaitu meliputi immobility (imobilisasi/keadaan kurang bergerak, tirah baring
lama), instability (gangguan keseimbangan), incontinence (inkontinensia
urin/keluarnya urin tidak terkendali), isolation (depresi), immunodeficiency
(penurunan imunitas), infection (infeksi), inanition (kurang gizi), intelectual
impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan delirium), impaction
(konstipasi), insomnia (gangguan tidur), impotence (impotensi), iatrogenic
disorder (gangguan iatrogenic) dan impairement of hearing, vision and smell
(gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman).
Salah satu sindrom geriatri adalah terjadinya instabilitas dan mudah jatuh.
Ketidakstabilan saat berjalan dan kejadian jatuh pada lansia merupakan
permasalah serius karena hal tersebut tidak hanya menyebabkan cedera,
melainkan juga dapat menyebabkan penurunan aktivitas, peningkatan utilisasi
pelayanan kesehatan, dan bahkan kematian. Seperti sindrom geriatri lainnya,
kejadian jatuh pada usia lanjut terjadi akibat perubahan fungsi organ, penyakit
dan lingkungan. Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya jatuh
pada usia lanjut. Faktorfaktor tersebut dibagi menjadi faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi gender, status psikologi (seperti
ketakutan akan jatuh, ansietas, dan depresi), keseimbangan, mobilitas,
penurunan kekuatan otot, fungsi fisik, dan kognitif. Status psikologi seperti
ketakutan akan jatuh memiliki hubungan yang bermakna jika dikaitkan
dengan penurunan aktifitas pada usia lanjut yang pernah jatuh dan
menimbulkan ketergantungan terhadap orang lain. Ketakutan mengalami jatuh
dialami 25-40% orang berusia lanjut yang kebanyakan dari mereka belum
mengalami jatuh. Rasa takut jatuh merupakan faktor risiko terjadinya hendaya

24
fungsional serta sering juga dikaitkan dengan depresi dan isolasi sosial. Faktor
ekstrinsik yang menyebabkan jatuh antara lain lingkungan yang tidak
mendukung meliputi penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan),
lantai yang licin dan basah, tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah
dipegang, alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang tidak stabil dan
tergeletak di bawah seperti tempat tidur atau jamban yang rendah sehingga
harus jongkok, obat-obatan yang diminum dan alatalat bantu berjalan.

2.8.3 Web Of Caution (WOC) Instabilitas


(Terlampir)

25
BAB III

STUDI KASUS IMOBILISASI PADA LANSIA

Kasus

Tn. A, 75 tahun dibawa anaknya ke IGD RS Surabaya karena hanya terbaring


tidur saja selama 2 minggu ini. Hal ini disebabkan oleh nyeri sendi yang dialami
membuat Tn. A enggan untuk beraktifitas. Sejak 5 hari yang lalu, penderita sulit
buang air besar (BAB) dan makan hanya sedikit. Pasien kemudian dirawat di
rumah anaknya pasien semakin tampak lemas dan tidak mau makan sama sekali.
Pasien batuk 3 minggu yang lalu. Batuk berdahak, tidak berdarah, tidak demam
dan tidak didapatkan nyeri dada. Kemudia sejak 1 hari yang lalu, pasien gelisah
dan tampak bingung. Tn. A memiliki riwayat kadar asam urat yang tinggi sejak 5
tahun yang lalu dan Tn. A jarang untuk mengkonsumsi obat asam urat yang telah
diresepkan oleh dokter. Tidak didapatkan penurunan BB yang signifikan. Dari
hasil pemeriksaan didapatkan GCS 7, E3M2V2, tekanan darah 120/70 mmHg, RR
30x/menit, suhu 36,50C, HR 108x/menit. Pada pemeriksaan paru sebelah kanan
didapatkan ronkhi basah kasar, suara dasar bronchial dan fremitus raba
meningkat. Tampak luka pada punggung bawah berukuran 4x5 cm dengan dasar
luka kemerahan. Skor Norton 9 (kemungkinan besar mengalami decubitus). Hasil
pemeriksaan laboratorium: Leukosit 7.500/mL darah (3.500 – 10.500/mL darah).
Kadar asam urat 11,3 mg/dL (4,0 – 8,5 mg/dL). Foto thorax menunjukkan
kesuraman homogen pada paru sebelah kanan. Tindakan di IGD diberikan
oksigenasi nasal kanul 4 lpm, antibiotik dan terapi cairan. Kemudian dirawat di
ruang perawatan geriatri dengan medikasi dan Kasur dekubitus. Direncanakan
konsul ke rehabilitasi medik.

3.1. Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 75 tahun
Agama : Islam

26
Alamat Asal : Sambikerep, Surabaya
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Tanggal periksa : 3 Maret 2020
Nomer RM : 12.79.23.xx
2. Data Keluarga
Nama : Ny.M
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 35 tahun
Alamat : Mojo, Surabaya
Hubungan : Anak Tn.A
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
3. Status Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama :
Anak klien membawa Tn. A ke IGD RS Surabaya karena hanya terbaring
tidur saja selama 2 minggu ini.
4. Status kesehatan dahulu
Klien mempunyai riwayat kadar asam urat yang tinggi sejak 5 tahun yang
lalu.
5. Perubahan Terkait Proses Penuaan:
1. Kondisi Umum Ya Tidak

Kelelahan : 
Perubahan BB : 
Perubahan nafsu makan : 
Masalah tidur : 
Kemampuan ADL : 
KETERANGAN : TD: 120/70 mmHg, nadi: 108x/menit,
suhu: 36,50C, RR: 30x/menit, GCS 7,
E3M2V2, skala norton 9, leukosit

27
7.500, suara napas bronkial ronchi
basah (foto= paru kanan suram).
2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : (punggung bawah,
4x5 cm dasar
kemerahan
Pruritus : 
Perubahan pigmen : 
Memar : 
Pola penyembuhan lesi : 
KETERANGAN : Kerusakan integritas kulit

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : 
Pembengkakan kelenjar : 
limfe
Anemia : 
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah
keperawatan
4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : 
Pusing : 
Gatal pada kulit kepala : 
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah
keperawatan

5. Mata
Ya Tidak
Perubahan penglihatan : 
Pakai kacamata : 
Kekeringan mata : 
Nyeri : 

28
Gatal : 
Photobobia : 
Diplopia : 
Riwayat infeksi : 
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah
keperawatan

6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : 
Discharge : 
Tinitus : 
Vertigo : 
Alat bantu dengar : 
Riwayat infeksi : 
Kebiasaan membersihkan : 
telinga
Dampak pada ADL : Tidak memperngaruhi ADL
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah
keperawatan
7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : 
Discharge : 
Epistaksis : 
Obstruksi : 
Snoring : 
Alergi : 
Riwayat infeksi : 
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah
keperawatan
8. Mulut, tenggorokan

29
Ya Tidak
Nyeri telan : 
Kesulitan menelan : 
Lesi : 
Perdarahan gusi : 
Caries : 
Perubahan rasa : 
Gigi palsu : 
Riwayat Infeksi : 
Pola sikat gigi : Klien tidak dapat melakukan sikat
gigi tanpa bantuan selama 2 minggu
ini
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah
keperawatan
9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : 
Nyeri tekan : 
Massa : 
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah
keperawatan
10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk :  (sudah 3 minggu
yll), berdahak
Nafas pendek : 
Hemoptisis : 
Wheezing : 
Asma : 
Ronchi :  (basah kasar)
Respiratory Rate : 30x/menit(takipneu)
KETERANGAN : Bersihan jalan napas tidak efektif
Pola napas tidak efektif
11. Kardiovaskuler

30
Ya Tidak
Chest pain : 
Palpitasi : 
Dipsnoe : 
Paroximal nocturnal : 
Orthopnea : 
Murmur : 
Edema : 
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah
keperawatan
12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : 
Nausea / vomiting : 
Hemateemesis : 
Perubahan nafsu makan :  (sedikit makan)
Massa : 
Jaundice : 
Perubahan pola BAB :  (sulit BAB)
Melena : 
Hemorrhoid : 
Pola BAB : Pasien BAB 1 kali sehari, kadang
tidak sama sekali.
KETERANGAN : Risiko defisit nutrisi
Perubahan pola makan
13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : 
Frekuensi : 3x sehari
Hesitancy : 
Urgency : 
Hematuria : 
Poliuria : 

31
Oliguria : 
Nocturia : 
Inkontinensia : 
Nyeri berkemih : 
Pola BAK : Pasien kencing pada waktu pagi,
siang, dan malam hari
KETERANGAN : Pasien menggunakan Diappers.
Tidak ditemukan masalah
keperawatan
14. Reproduksi (laki-laki)
Ya Tidak
Lesi : 
Disharge : 
Testiculer pain : 
Testiculer massa : 
Perubahan gairah sex : 
Impotensi : 
KETERANGAN : Tidak ada masalah keperawatan
15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi :  (WBS 3)
Bengkak : 
Kaku sendi : 
Deformitas : 
Spasme : 
Kram : 
Kelemahan otot : 
Masalah gaya berjalan : 
Nyeri punggung : 
Pola latihan : ROM pasif
Dampak ADL : Tn.A memerlukan bantuan dalam
memenuhi ADL
KETERANGAN : Imobilitas fisik

32
Nyeri kronis
16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache : 
Seizures : 
Syncope : 
Tic/tremor : 
Paralysis : 
Paresis : 
Masalah memori : 
KETERANGAN : Tidak ditemukan Masalah
Keperawatan

6. Potensi Pertumbuhan Psikososial dan Spiritual


Perasaan klien terhadap penyakitnya: klien merasa tidak enak kepada anaknya
karena ketidakmampuannya untuk beraktivitas dan merasa akan menyusahkan
anaknya saja.
7. Negative Functional Consequences
a. Kemampuan ADL : ada gangguan
b. Aspek Kognitif : tidak ada gangguan kognitif
c. Tes Keseimbangan : tidak dapat dievaluasi
d. GDS : tidak ada indikasi stres
e. Status Nutrisi : severe nutritional risk
f. Fungsi social lansia : klien sudah lama tidak keluar rumah karena
imobilisasi yang dialami sebagai dampak dari kadar asam urat yang tinggi.
3.3. Analisa Data
No Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Ds : Infeksi bakteri atau Bersihan jalan napas
Tn. A menunjuk virus saluran tidak efektif
tenggorokannya, anak pernapasan
Tn. A menambahi, Tn. A
mengalami batuk sejak 3 System imun

33
minggu yang lalu dan mempertahankan
berdahak. tubuh
Do :
RR: 30x/menit, suhu: Terbentuk sekret
36,50C, RR: 108x/menit,
hasil foto thorax Akumulasi secret di
menunjukkan adanya saluran pernapasan
berkas kesuraman
homogen di lapang paru Sumbatan pada
sebelah kanan, suara jalan napas
napas bronkial dan
auskultasi terdengar Bersihan jalan
ronkhi basah kasar di napas tidak efektif
lapang paru kanan,
fremitus teraba
meningkat.
2. Ds : Tirah baring Gangguan integritas
Anak Tn. A menemukan kulit
adanya luka kemerahan Kompresi area
di area punggung bawah. tubuh bagian bawah
Do:
Ukuran luka 4x5 cm, Anoreksia jaringan
skala Norton 9. kulit yang tertekan

Nekrosis jaringan

Terbentuk luka
kemerahan

Gangguan
integritas jaringan
3. Ds : Tirah baring Risiko deficit nutrisi
Anak Tn. A menyatakan

34
bahwa Tn. A sulit BAB Kelemahan otot
dan hanya makan sedikit pengunyah
bahkan tidak mau sama
sekali. Penurunan nafsu
Do: makan
Lapisan mukosa bibir
pucat dan kering. Asupan nutrisi tidak
terpenuhi
kecukupannya

Risiko deficit nutrisi


4. Ds : Tingginya kadar Gangguan mobilitas
Anak Tn. A menyatakan asam urat kronis fisik
bahwa Tn. A hanya
terbaring di kamar Pengendapan di
selama 2 minggu. sendi
Tn. A juga sering
mengeluhkan lututnya Menimbulkan nyeri
yang sakit. ketika sendi
Do: digerakkan akbiat
Kadar asam urat Tn. A gesekan
11,3 mg/dL.
Nyeri saat bergerak

Gangguan mobilitas
fisik

3.4. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D. 0001).


2. Gangguan mobilitas fisik (D. 0054).
3. Gangguan integritas kulit (D. 139).
4. Risiko deficit nutrisi (D. 0032).

35
3.5. Rencana Keperawatan & Kriteria Hasil

Diagnosa SLKI SIKI


Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
tidak efektif (D. tindakan keperawatan (I.01011)
0001). selama 6 jam  Observasi
diharapkan bersihan 1. Monitor pola napas
jalan napas dan bunyi napas
meningkat (L.01001) tambahan.
dengan, Kriteria  Teraupetik
Hasil : 1. Posisikan semi
1. Batuk efektif fowler.
cukup 2. Lakukan fisioterapi
meningkat (4) dada apabila perlu.
2. Produksi 3. Berikan oksigen
sputum cukup apabila perlu.
menurun (4)  Edukasi
3. Frekuensi 1. Edukasi keluarga
napas cukup pasien tentang batuk
membaik (4) efektif (pasien tidak
kooperatif untuk saat
ini).
 Kolaboratif
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran atau
mukolitik apabila
diperlukan.
Pemantauan respirasi
(I.01014)
 Observasi
1. Monitor kemampuan

36
batuk efektif
2. Monitor produksi
sputum
 Teraupetik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan
 Edukasi
1. Informasikan hasil
pemeriksaan apabila
perlu terutama pada
keluarga.
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Pencegahan luka tekan
fisik (D. 0054). tindakan keperawatan (I.14543)
selama 3 x 24 jam  Observasi
diharapkan mobilitas 1. Monitor suhu kulit
fisik meningkat yang tertekan
(L.05042) dengan, 2. Monitor mobilitas
Kriteria Hasil : dan aktivitas klien
1. ROM cukup  Teraupetik
meningkat (4) 1. Ubah posisi klien
2. Nyeri setiap 1-2 jam
menurun (5) 2. Monitor keadaan
3. Kelemahan kulit yang basan dan
fisik menurun are tonjolan tulang
(5) 3. Gunakan Kasur
khusus decubitus
4. Pastikan asupan
makanan kaya vit. B
dan C, Fe serta kalori
yang cukup

37
 Edukasi
1. Ajarkan keluarga
merawat kulit yang
luka dan menjaga
kulita yang masih
sehat
Manajemen nyeri (I.08238)
 Observasi
1. Identifikasi skala
nyeri (WBS = 3)
 Teraupetik
1. Ajarkan Teknik non
farmakologis, napas
dalam, apabila pasien
kooperatif
2. Ajarkan untuk
mobilisasi ringan
secara hati-hati
 Edukasi
1. Edukasi keluarga
tentang penyebab
nyeri sendi oleh asam
urat
2. Anjurkan pasien
patuh minum obat
Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan luka tekan
kulit (D. 139). tindakan keperawatan (I.14566)
selama 1 x 24 jam  Observasi
diharapkan integritas 1. Monitor kondisi luka
kulit dan jaringan  Teraupetik
meningkat (L.14125) 1. Bersihkan kulit
dengan, Kriteria disekitar luka dengan

38
Hasil : sabun dan air
2. Bersihkan luka
1. Kerusakan
bagian dalam dengan
lapisan kulit
PZ
menurun (5)
3. Tutup luka selonggar
2. Kemerahan
baju
menurun (5)
 Edukasi
1. Edukasi nutrisi pasien
2. Edukasi keluarga
untuk mobilisasi
pasien di atas bed

Risiko deficit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi


(D. 0032). tindakan keperawatan (I.03119)
selama 3 x 24 jam  Observasi
diharapkan status 1. Identifikasi status
nutrisi membaik. nutrisi
(L.03030) dengan, 2. Identifikasi
Kriteria Hasil : kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
1. Porsi makan
 Teraupetik
yang
1. Lakukan oral hygiene
dihabiskan
 Edukasi
cukuip
2. Anjurkan
meningkat (4)
menghabiskan diet
2. Nafsu makan
yang diberikan
membaik (5)
 Kolaborasi
3. Kolaborasi dengan
ahli gizi

ASUHAN KEPERAWATAN INSTABILITAS

3.1 Studi Kasus

39
Tn. A berusia 65 tahun tinggal di panti wredha. Saat ini klien mengeluh tidak
bisa buang air besar (BAB) selama seminggu, mengeluh selama 3 bulan
terakhir. Setelah 1 minggu Tn. A bisa BAB namun mengalami nyeri saat
defekasi dan kesulitan mengeluarkan feses (konsistensi keras). Tn. A merasa
nyeri dan penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien mengatakan
bentuk fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang. Klien tampak
pucat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 150/90 mmHg, HR : 106
x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,2 oC, TB : 158 cm, bising usus 2x/menit. Tn
A bercerita bahwa sehari minum air kurang lebih 1000 cc saja. Tn A jarang
berolahraga karena berpen dapat olahraga itu tidak penting, serta jarang
melakukan aktivitas pekerjaan rumah .

3.2 Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA

ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER

Nama wisma : Wisma Bahagia Sejahtera Tanggal Pengkajian : 10-11-


2017

1. IDENTITA :
S KLIEN
Nama : Tn. A
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Jl. Mawar Gang III Surabaya
Tanggal : 8 November 2012, Lama Tinggal di Panti 5 tahun
datang
2 DATA :
. KELUARG
A
Nama : Nn. D
Hubungan : Anak kandung
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Mawar Gang III Surabaya, Telp : 081226778xxx
3 STATUS KESEHATAN SEKARANG :
.

40
Keluhan utama: Tn. A mengatakan sudah 1 minggu belum buang air besar.

Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan: bertanya


pada petugas panti tentang kondisi yang dialaminya.

Obat-obatan: -

4 AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT


. PROSES MENUA) :

FUNGSI FISIOLOGIS

1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : √
Perubahan BB : √
Perubahan nafsu : √
makan
Masalah tidur : √
Kemampuan ADL : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada kondisi
umum

2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : √
Pruritus : √
Perubahan pigmen : √
Memar : √
Pola penyembuhan lesi : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada sistem
integumen

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : √
Pembengkakan kel : √

41
limfe
Anemia : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada sistem
hematopoetic
`
4 Kepala
.
Ya Tidak
Sakit kepala : √
Pusing : √
Gatal pada kulit kepala : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada kepala

5 Mata
.
Ya Tidak
Perubahan : √
penglihatan
Pakai kacamata : √
Kekeringan mata : √
Nyeri : √
Gatal : √
Photobobia : √
Diplopia : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tn. A merasa bagian matanya tidak nyaman saat
berada pada cahaya yang terang

6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : √
Discharge : √
Tinitus : √
Vertigo : √
Alat bantu dengar : √
Riwayat infeksi : √
Kebiasaan membersihkan : √
telinga

42
Dampak pada ADL : Saat Tn. A tidak menggunakan alat
bantu dengar, Tn. A tidak bisa
mendengar dengan jelas
KETERANGAN : Tn. A harus menggunakan alat bantu
dengar setiap hari

7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : √
Discharge : √
Epistaksis : √
Obstruksi : √
Snoring : √
Alergi : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan pada hidung sinus

8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : √
Kesulitan menelan : √
Lesi : √
Perdarahan gusi : √
Caries : √
Perubahan rasa : √
Gigi palsu : √
Riwayat Infeksi : √
Pola sikat gigi : Tn. A menggosok giginya 2x sehari saat
mandi
KETERANGAN : Tn. A kurang dapat membedakan rasa
makanan sehingga Tn. A tidak pernah
menghabiskan makanannya.

9 Leher
.
Ya Tidak
Kekakuan : √
Nyeri tekan : √
Massa : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada leher

43
10 Pernafasan
.
Ya Tidak
Batuk : √
Nafas pendek : √
Hemoptisis : √
Wheezing : √
Asma : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem pernafasan

11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : √
Palpitasi : √
Dipsnoe : √
Paroximal nocturnal : √
Orthopnea : √
Murmur : √
Edema : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem
kardiovaskuler

12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : √
Nausea / vomiting : √
Hemateemesis : √
Perubahan nafsu : √
makan
Massa : √
Jaundice : √
Perubahan pola BAB : √
Melena : √
Hemorrhoid : √
Pola BAB : Tn. A sudah 1 minggu tidak bisa buang air
besar
KETERANGAN : Tn. A mengalami penurunan nafsu makan
dan sering memilih-milih jenis makanan

44
13 Perkemihan
.
Ya Tidak
Dysuria : √
Frekuensi : 4-5 x sehari
Hesitancy : √
Urgency : √
Hematuria : √
Poliuria : √
Oliguria : √
Nocturia : √
Inkontinensia : √
Nyeri berkemih : √
Pola BAK : Normal, dengan warna kuning jernih
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada sistem
perkemihan

45
14 Reproduksi (laki-laki)
.
Ya Tidak
Lesi : √
Disharge : √
Testiculer pain : √
Testiculer massa : √
Perubahan gairah sex : √
Impotensi : √

15 Muskuloskeletal
.
Ya Tidak
Nyeri Sendi : √
Bengkak : √
Kaku sendi : √
Deformitas : √
Spasme : √
Kram : √
Kelemahan otot : √
Masalah gaya berjalan : √
Nyeri punggung : √
Pola latihan : Tn. A kurang aktifdalam beraktivitas
akibat kelemahan otot yang dialami
Dampak ADL : Tn. A menjadi kurang gerak
KETERANGAN : Tn. A sering duduk-duduk saja, jarang
mau melakukan latihan fisik bersama
penghunni panti yang lain

16 Persyarafan
.
Ya Tidak
Headache : √
Seizures : √
Syncope : √
Tic/tremor : √
Paralysis : √
Paresis : √
Masalah memori : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem
persyarafan

46
5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :
Psikososial YA Tidak
Cemas : √
Depresi : √
Ketakutan : √
Insomnia : √
Kesulitan dalam mengambil : √
keputusan
Kesulitan konsentrasi : √
Mekanisme koping : Mekanisme koping Tn. A adaptif
Persepsi tentang kematian : Tn. A menganggap bahwa kematian adalah hal
yang wajar terjadi pada semua orang, Tn. A mempersiapkan diri dengan
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dampak pada ADL :-

Spiritual
 Aktivitas ibadah : Tn. A rajin sholat berjamaah dengan penghuni
panti jompo yang lain
 Hambatan :-

KETERANGAN :Tn. A mampu menjalankan fungsi spiritual dengan


baik tanpa adanya hambatan

6. LINGKUNGAN :

 Kamar: Kamar Tn. A terlihat bersih dan rapi

 Kamar mandi : sudah sesuai dengan kondisi lansia. Lantainya


tidak licin, penerangan cukup dan ada
pegangan di kamar mandi.

 Dalam rumah.wisma : Wisma terlihat bersih, rajin dibersihkan oleh


petugas wisma, penerangan cukup.

 Luar rumah : Terlihat asri karena banyak pepohonan yang


ditanam di luar wisma

47
7. ADDITIONAL RISK FACTOR
Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi
kondisi saat
ini :
Sejak muda, Tn. A kurang mau beraktivitas fisik seperti olahraga. Tn. A
banyak menghabiskan waktu untuk menjalankan hobi membaca.

8. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES

1. Kemampuan ADL : mampu menjalankan ADL dengan


bantuan
minimal.
2. Aspek Kognitif : tidak tejadi gangguan pada aspek kognitif.
Masih mampu mengingat kejadian yang
telah
terjadi.
3. Tes Keseimbangan :16 detik (risiko tinggi jatuh)
4. GDS :4 (tidak diindikasikan depresi)
5. Status Nutrisi :4 (moderate nutritional risk)
6. Fungsi social lansia : sering berbincang dengan lansia
lain dalam wisma mengenai pengelaman-pengalaman pribadi.
7. Hasil pemeriksaan Diagnostik :
No Jenis Tanggal Hasil
pemeriksaan Pemeriksaan
Diagnostik
Kemampuan ADL 10 november 90 (ketergantungan sedang)
1.
2017
MMSE 10 november 27 (tidak ada gangguan
2.
2017 kognitif)
3. Tes keseimbangan 10 november 14 detik (tidak risiko tinggi

48
(Time Up Go Test) 2017 jatuh)
GDS 10 november 4 (tidak diindikasikan
4.
2017 depresi)
Status nutrisi 10 november 4 (moderate nutritional risk)
5.
2017
Fungsi sosial 10 november 8 (fungsi baik)
6.
lansia 2017

49
Lampiran

1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)

No Kriteria Skor Skor


yang
didapat
1 Makan 0 = tidak mampu 10
5 = dengan bantuan (memaotong
makanan, mengoleskan selai , dll atau
membutuhkan menu makanan
tertentu, misal makana cair, bubur)
10 = mandiri
2 Mandi 0 = dependen 5
5 = mandiri
3 Berpakaian 0 = dependen 10
5 = butuh bantuan
10 = mandiri (mengancingkan, memakai
resleting, menalikan renda/tali)
4 Berhias 0 = butuh bantuan dalam perawatan 5
pribadi
5 = mandiri (mencuci wajah. Keramas,
gosok gigi, bercukur)
5 Kontrol Bowel 0 = inkontiensia/ membutuhkan bantuan 10
(BAB) enema untuk BAB
5 = sesekali BAB tidak sadar (occasional
accident)
10 = Kontrol BAB baik
6 Kotrol Bladder 0 = inkontiensia atau memakia kateter dan 10
(BAK) tidak mampu merawat kateter dan baik
5 = sesekali BAK tidak sadar (occasional
accident)

50
10 = Kontrol BAK baik
7 Penggunaan toilet 0 = Tidak mampu 10
(mencuci, menyeka, 5 = butuh bantuan, tetapi bisa melakukan
menyiram) sesuatu dengan mandiri
10 = mandiri
8 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 5
5 = dengan bantuan
10 = mandiri
9 Mobilisasi di 0 = tidak mampu mobilisasi atau 15
permukaan datar berjalan/kursi roda < 45,72 m (50 yard)
5 = mandiri dengan kursi roda > 45,72 m
(50 yard), mampu memosisikan kursi
roda di pojok ruangan
10 = berjalan dengan bantuan 1 orang >
45,72 m (50 yard)
15 = berjalan mandiri (mungkin dengan
bantuan alat, pegangan) sejauh >
45,72 m (50 yard)
10 Berpindah ( dari 0 = tidak mampu berpindah, tidak dapat 10
kursi ke tempat duduk dengan seimbang
tidur dan sebaliknya 5 = dengan bantuan lebih banyak (1 aau 2
orang yang membantu)
10 = dengan bantuan lebih sedikit
15 = mandiri
TOTAL SKOR 90

Interpretasi:
0-20 = ketergantungan total
21-60 = Ketergantungan berat
61-90 = ketergantungan sedang
91-99 = ketergantungan ringan
100 = mandiri
(Lewis, Carole & Shaw, Keiba, 2006)

51
Kesimpulan : 90 (ketergantungan sedang)

MMSE (Mini Mental Status Exam)

Nama : Tn. A
Tgl/Jam: 10 november 2017 jam. 08.56 WIB

N Aspek Nilai Nil Kriteria


o Kognitif maksi ai
mal Kli
en
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : .............................
Hari :.................................
Musim : ............................
Bulan : ..............................
Tanggal :
2 Orientasi 5 5 Dimanasekarangkitaberada ?
Negara: …………………… Panti :
…………………
Propinsi: ………………….
Wisma/Kamar : …………
Kabupaten/kota :
………………………………………
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi,
piring, kertas), kemudian
ditanyakankepadaklien, menjawab :
1) Kursi 2). piring 3).
Kertas
4 Perhatiandankal 5 4 Meminta klien berhitung mulai dari 100
kulasi kemudia kurangi 7 sampai 5 tingkat.
Jawaban :

52
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72
5). 65
5 Mengingat 3 3 Mintaklienuntukmengulangiketigaobyek
padapoinke- 2 (tiappoinnilai 1)
1)……….. 2)…………… 3)
…………..
6 Bahasa 9 7 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukan benda tersebut).
1). ...................................
2). ...................................
3). Minta klien untuk mengulangi kata
berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :

Minta klien untuk mengikuti perintah


berikut yang terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut
(bila aktifitas sesuai perintah yang
dituliskan di kertas nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk
menulis kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang
saling bertumpuk

Total nilai 30 27 Tidak ada gangguan kognitif


Interpretasihasil :

53
24 – 30 : tidakadagangguankognitif
18 – 23 : gangguankognitifsedang
0 - 17 : gangguankognitifberat
Kesimpulan : 27 (tidak ada gangguan kognitif)

2. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test

No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)


1. 10 november 2017 jam. 09.00 16
2. 10 november 2017 jam. 09.15 13
3. 10 november 2017 jam. 09.30 12
Rata-rata Waktu TUG 14

Interpretasi hasil Tidak risiko tinggi


jatuh
Observasi gaya berjalan Tanpa alat bantu, lurus,
namun agak lama

Interpretasi hasil:

Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:


≤ 14 detik Tidak risiko jatuh
>14 detik Risiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun
waktu 6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan
bantuan dalam mobilisasi dan
melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen,
Foss & Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991)

54
3. GDS
Pengkajian Depresi

Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan 1 0 1
kesenangan
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 0
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar 1 0 1
melakukan sesuatu hal
10 Anda merasa memiliki banyak masalah dengan 1 0 0
. ingatan anda
11 Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
.
12 Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
.
13 Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
.
14 Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
.
15 Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri 1 0 0
. anda
Jumlah 4
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam
Gerontological Nursing, 2006)
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan
depresi
Kesimpulan : 4 (tidak diindikasikan depresi)

4. Status Nutrisi

Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:

55
No Indikators score Pemeriksaan
1. Menderita sakit atau kondisi yang 2 2
mengakibatkan perubahan jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan 2 2
susu
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan 2 0
minum minuman beralkohol setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau 2 0
giginya sehingga tidak dapat makan
makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk 4 0
membeli makanan
7. Lebih sering makan sendirian 1 0
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi 1 0
minum obat 3 kali atau lebih setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg 2 0
dalam enam bulan terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik 2 2
yang cukup untuk belanja, memasak atau
makan sendiri
Total score 4
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam
Introductory Gerontological Nursing, 2001)

Interpretasi:

0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk
6≥ : High nutritional risk
Kesimpulan : 4 (moderate nutritional risk)

56
5. Fungsi sosial lansia
APGAR keluarga dengan lansia

Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKORE


1. Saya puas bahwa saya dapat kembali ADAPTATION 2
pada keluarga (teman-teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman- PARTNERSHI 2
teman)saya membicarakan sesuatu P
dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman- GROWTH 1
teman) saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
aktivitas / arah baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman- AFFECTION 2
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi saya
seperti marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman RESOLVE 1
saya dan saya meneyediakan waktu
bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL 8
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik

57
Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005
Kesimpulan : 8 (fungsi baik)

58
3.3 Analisa data
No Data Fokus Masalah
1. DS:
- Tn. A sudah 1 minggu tidak bisa buang Risiko konstipasi
air besar. fungsional kronis
- Tn. A mengalami kejadian seperti ini (00236)
kurang lebih dalam 3 bulanterakhir
- Minum sehari kurang lebih 1.000 cc
- Tn. A mengaku Tn. A kurang aktif
dalam beraktivitas akibat kelemahan
otot yang dialami.
- Tn. A kurang dapat membedakan rasa
makanan sehingga Tn. A tidak pernah
menghabiskan makanannya
- Tn. A mengatakan sudah 1 minggu
belum buang air besar

DO:
- Klien tampak sedikit pucat
- Tn. A tampak sering duduk-duduk saja,
jarang mau melakukan latihan fisik
bersama penghunni panti yang lain
2 DS:
- Tn. A kurang aktif dalam beraktivitas Gaya hidup kurang
akibat kelemahan otot yang dialami gerak (00168)
- Tn. A mengaku kurang minat pada
aktivitas fisik (jogging, senam lansia,
dsb)
- Tn A berpendapat jika olahraga tidak
penting, lebih suka membaca koran
DO:
- Tn. A tampak sering duduk-duduk saja,

59
jarang mau melakukan latihan fisik
bersama penghunni panti yang lain

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko konstipasi fungsional kronis berhubungan dengan gaya hidup tidak
aktif.
2. Gaya hidup kurang gerak berhubungan dengan kurang kurang
pengetahuan tentang keuntungan olahraga bagi kesehatan.

3.5 Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
. Keperawatan
1. Risiko konstipasi Outcomes: 1. Konseling Nutrisi
fungsional kronis Menggambarkan tindakan 2. Bina hubungan
berhubungan dengan individu dalam meningkatkan terapeutik
gaya hidup tidak aktif. atau memperbaiki kesehatan berdasarkan rasa
percaya diri dan
Kriteria hasil : saling menghormati
1621 perilaku patuh: diet yang 3. Kaji asupan
sehat makanan dan
a. 162112 memakan sajian kebiasaan dan
sayuran yang kebiasaan makan
direkomendasikan per hari pasien
b. 162111 memakan sajian 4. Fasilitasi untuk
buah yang mengidentifikasi
direkomendasikan per hari perilaku makan
c. 1621114Menyeimbangkan yang harus diubah
antara intake output cairan 5. Berikan informasi
sesuai kebutuhan

60
1632 Perilaku patuh: pada mengenai perlunya
aktivitas yang disarankan modivikasi diet bagi
a. 163202 mengidentifikasi kesehatan
manfaat dari aktivitas fisik 6. Kaji ulang
b. 163210 Berpartisipasi dalam pengukuran intake
beraktivitas fisik sehari-hari dan output cairan
c. Memodivikasi aktivitas fisik pasien, nilai HB,
seperti yang diarahkan oleh tekanan darah, atau
kesehatan professional penambahan dan
penurunan berat
1633 Partisipasi dalam latihan badan sesuai
a. 163307 menyeimbangkan kebutuhan
aktivitas sehari – hari 7. Ciptakan
dengan olahraga lingkungan makan
b. 163308 Melakukan yang
olahraga secara teratur menyenangkan
8. Atur makanan yang
sesuai dengan
kesenangan klien

Terapi aktivitas
1. Pertimbangkan
kemampuan klien
dalam berpartisipasi
melalui aktivitas
spesifik
2. Bantu klien untuk
memilih aktivitas
dan pencapaian
tujuan melalui
aktivitas yang
konsisten dengan

61
kemampuan fisik,
fisiologis dan sosial
3. Bantu klien untuk
menjadwalkan
waktu-waktu
spesifik terkait
dengan aktivitas
harian
4. Bantu klien
meningkatkan
motivasi diri untuk
berolahraga (senam
rutin bersama
anggota panti yang
lain)
2. Gaya hidup kurang Outcome : Pendidikan kesehatan
gerak berhubungan Menggambarkan pemahaman 1. Identivikasi faktor
dengan kurang individu dalam mengaplikasikan internal atau
pengetahuan tentang informasi untuk meningkatkan, eksternal yang
keuntungan olahraga memlihara dan menjaga dapat meningkatkan
bagi kesehatan. kesehatan atau mengurangi
motivasi untuk
Kriteria hasil : berperikau sehat
1855 Pengetahuan gaya hidup 2. Tentukan
sehat pengetahuan
a. 185517 Pentingnya aktif kesehatan dan gaya
secara fisik hidup perilaku sehat
b. 185516 Manfaat olahraga saat ini
teratur 3. Tekankan manfaat
kesehatan positif
yang langsung
(manfaat
berolahraga) bisa

62
diterima oleh klien
4. Tekankan
pentingnya aktivitas
fisik sehari – hari
(jalan-jalan di pagi
hari, menyapu,
berkebun) sesuai
kemampuan klien

63
BAB IV

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Pasien geriatri adalah pasien yang berusia lanjut (untuk di
Indonesia, yaitu mereka yang berusia lebih dari 60 tahun) dengan berbagai
masalah kesehatan (multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani dan
rohani, dan atau masalah sosial. Sindrom geriatri merupakan sekumpulan
kondisi klinis pada orang tua yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan
dikaitkan dengan kecacatan. Tampilan klinis yang tidak khas sering
membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis. Salah satu dari sindrom
geriatri adalah instabilitas dan risiko jatuh. Ketidakstabilan saat berjalan
dan kejadian jatuh pada lansia merupakan permasalah serius karena hal
tersebut tidak hanya menyebabkan cedera, melainkan juga dapat
menyebabkan penurunan aktivitas, peningkatan utilisasi pelayanan
kesehatan, dan bahkan kematian. Faktor penyebabnya dapat berupa faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.

5.2 SARAN
Mencegah lebih baik mengobati pada kejadian sindrom geutrik
pada kasus instabilitas dengan menciptakan lingkungan yang aman untuk
menguranginya dari segi faktor eksternal dan sebagai perawat bisa
membantu menjaga kognitif pada lansia dengan cara menjaga kemandirian
pasien. Jika instabilitas terjadi maka dapat menimbulkan kematian oleh
karena itu kita harus mengembangkan ilmu tersebut dan meningkatkan
keterampilan pada bidang keperawatan gerontik

64
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (2nd ed.). Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Agustin, A. (2017). Upaya peningkatan mobilisasi pada pasien post operasi
fraktur intertrochanter femur. Jurnal Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Guerra, L., Singh, P. J., Taylor, N. F. (2015). Early mobilization of patients who
have had a hip or knee joint replacement reduces length of stay in hospital: a
systematic review. Clinical Rehabilitation, Vol. 29(9), 844-854.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat
Tidur). (Sujono Riyadi, Ed.). yogyakarta: Gosyen Publishing.
Kozier, Erb, B., & Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik. jakarta: EGC.
Darmojo RB, Martono H. 2009. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Apsari, PIB., Suyasa, IK., Maliawan, S., dan Kawiyana, S. 2013. Lumbar Spinal
Canal Stenosis: Diagnosis dan Tatalaksana. E-Jurnal Medika Udayana. Volume 2.
Nomor 9.

Darmojo RB, Martono H. 2009. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut)
edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes: revisited. Semarang: Badan


Penerbit Universitas Diponegoro

70
Sartika S. “Instability And Fall in Elderly”.Lampung. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung ; 2015.

PPNI, T. P. (2016). Dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defini


dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatabn: DPP PPNI.

71

Anda mungkin juga menyukai