Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH KEPERAWATAN ONKOLOGI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KASUS


CA MUSKULOSKELETAL

Disusun oleh:
Kelompok 6
1. Arik Setyani 131711133008
2. Meilinda Galih Setyowati 131711133112
3. Qoulam Mir Robbir Rohim 131711133126
4. I’zzatul Istiqomah 131711133125
5. Nadiya Sahara 131711133145
6. Merry Noviyanti 131711133146
7. Yuni Rengen 131711133163
A2-2017
Fasilitator: Ibu Lailatun Nikmah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah Keperawatan Onkologi yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ca Muskuloskeletal” ini tepat
waktu. Tak luput juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
dan semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini
hingga selesai.
Kami menyadari makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena
itu, apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini,
kami sangat berterima kasih. Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat
bemanfaat bagi kita semua.

Surabaya, September 2019

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar ....................................................................................................... i


Daftar Isi................................................................................................................. i
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi ........................................................................ 3
2.1.1 Muskulo ........................................................................................... 3
2.1.2 Skeletal ............................................................................................ 7
2.2 Definisi Osteosarkoma os ................................................................... 21
2.3 Etiologi ............................................................................................... 21
2.4 Klasifikasi ........................................................................................... 22
2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................... 23
2.6 Patofisiologi ....................................................................................... 24
2.7 WOC ................................................................................................... 26
2.8 Penatalaksanaan .................................................................................. 27
BAB 3 TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN............................................... 31
3.1 Pengkajian umum ............................................................................... 31
3.2 Diagnosa umum .................................................................................. 35
3.3 Intervensi umum ................................................................................. 35
3.4 Tinjauan kasus .................................................................................... 40
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 50
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer pada tulang yang paling sering
dijumpai. Data epidemiologi menunjukkan osteosarcoma paling sering terjadi pada
usia 10 – 20 tahun dan >40 tahun. Osteosarkoma merupakan penyakit dengan
tingkat keganasan ke-delapan terbanyak dengan insidensi 4,4 per satu juta.
Disamping peningkatan teknik diagnosis dan terapi osteosarkoma, tingkat bertahan
hidup 5 tahun yang masih sangat rendah dengan banyaknya relapse lokal maupun
metastase merupakan masalah yang masih sering dihadapi dalam penyakit ini
(Ottaviani, 2009).
Menurut WHO setiap tahun jumlah penderita kanker ±6.25 juta orang. Di
Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk
per tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak
yang menderita kanker per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah
penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak yang menderita kanker per
tahun. Dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang
yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang
jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas
yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari
seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus
datang dalam stadium lanjut. (Errol Hutagalung, 2009).
Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi
penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun
setelah penyakitnya terdiagnosis. Osteosarkoma disebabkan oleh adanya kelainan
genetic yang terjadi pada tulang sehungga menyebabkan tumor di tulang yang
menyebabkan destruksi pada tulang. Selain itu paparan radiasi juga bias menjadi
salah satu factor penyebab osteosarcoma. Sayangnya penderita kanker tulang kerap
datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit.
Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain.
Penanganan yang bias dilakukan pada pasien osteosarcoma adalah pembedahan
untuk mengangkat tumor, terapi radiasi dan kemoterapi untuk membunuh sel
kanker tindakan ini dilakukan sebelum pembedahan dan tindakan operasi
pengangkatan tulang dan amputasi, prosedur ini bias dilakukan jika belum terjadi
penyebaran kanker ke luar dari tulang. (Marianti, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Osteosarkoma?
2. Bagaimana etilogi Osteosarkoma?
3. Bagaimana klasifikasi Osteosarkoma?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Osteosarkoma?
5. Bagaimana Patofisiologi Osteosarkoma?
6. Bagaimana WOC Osteosarkoma?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Osteosarkoma?
a. Bagaimana asuhan keperawatan pada Osteosarkoma?
b. Pengkajian
c. Diagnosa keperawatan
d. Intervensi

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi dari Osteosarkoma
2. Mengetahui etilogi Osteosarkoma
3. Mengetahui klasifikasi Osteosarkoma
4. Memahami manifestasi klinis dari Osteosarkoma
5. Memahami patofisiologi dari Osteosarkoma
6. Mengetahui dan memahami WOC Osteosarkoma
7. Memahami penatalaksanaan Osteosarkoma
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada Osteosarkoma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Muskolo
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.
Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-
otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan
sebagian kecil ada yang melekat di bawah permukaan kulit (Ethel. 2003).
2.1.1.1 Jenis-jenis otot
a. Otot rangka, menurut Ganong (2002), otot rangka merupakan massa besar
yang menyusun jaringan otot somatik. Otot rangka tersusun dari serabut
otot yang merupakan “balok penyusun” sistem otot dalam arti yang sama
dengan neuron merupakan “balok penyusun” sistem syaraf. Hampir
seluruh otot rangka berawal dan berakhir di tendon, dan serabut otot
tersusun sejajar diantara ujung tendon sehingga daya kontraksi di setiap
unit akan saling menguatkan. Setiap serabut otot merupakan sel tunggal
ynag berinti banyak, memanjang, silindrik, dan diliputu oleh membaran sel
yang dinamakan sarkolema.

Sumber: Buku Ajar Fisiologi


Kedokteran William F Ganong
(2002)

b. Otot Polos, menurut Ganong (2002), otot polos secara anatomis berbeda
dengan otot rangka dan otot jantung karena otot polos tidak
memperlihatkan gambaran serat-lintang. Otot ini memiliki aktin dan
meiosin II yang bergeser satu sama lain untuk menghasilkan kontraksi.
Akan tetapi, filamen-filamen itu tidak tertata dalam susunan yang teratur,
seperti pada otot rangka dan jantung, sehingga tidak memperlihatkan
gambaran serat-lintang. Otot polos juga mengandung tropomiosin, tetapi
tampaknya tidak memiliki troponin. Di dalam otot polos terdapat
retikulum sarkoplasma, tetapi tidak berkembang dengan baik. Secara
umum, otot polos mempunyai sedikit mitokondria, dan sangat bergantung
pada proses glikolisis untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya.
Jenis otot polos :
Menurut Ganong (2002), struktur dan fungsi otot polos di berbagai
bagian tubuh sangat beragam. Secara umum otot polos dapat dibagi
menjadi 2:
1) Otot polos viseral (unitary). Terdapat dalam bentuk lembaran yang luas,
memiliki banyak jembatan taut-celah dengan resistensi-rendah yang
menghubungkan tiap-tiap sel otot. Otot ini dapat ditemukan terutama di
dinding visera yang berongga, contohnya adalah jaringan otot dinding
usus, uterus, dan ureter. Otot jenis ini tidak dapat dikendalikan secara
volunter, tetapi memiliki banyak persamaan fungsional dengan otot
rangka.
2) Otot polos multi unit. Otot ini tidak mempunyai sinsitium dan
kontraksinya tidak menyebar melalui sinsitium tersebut. Karena itu,
kontraksi otot polos multi-unit terlihat terpisah-pisah, halus, dan
terbatas dibandingkan dengan otot polos viseral. Sama seperti otot polos
viseral, otot polos multi-unit sangat pek aterhadap zat-zat kimia darah
dan biasanya diaktifkan oleh neurotransmiter (asetilkolin dan
norepinefrin) yang dilepaskan di ujung ujung saraf motorik.
c. Otot Jantung, menurut Ganong (2002) serat-lintang otot jantung serupa
dengan otot rangka dan terdapat garis Z. Sejumlah besar mitokondria panjang
terletak berdekatan dengan fibril otot. Serabut otot bercabang dan saling
menjalin, tetapi masing-masing merupakan unit lengkap yang dikelilingi oleh
membran sel.
Sel otot dapat di rangsang secara kimia, listrik dan ekanik untuk
menimbulkan suatu potensi aksiyang dihantarkan sepanjang membran sel.
Sel ini mengandung protein kontraktil dan mempunyai mekanisme yang
diaktifasi oleh potensial aksi. Kira-kira 40% dari seluruh tubuh terdiri dari
otot rangka, kontraksi dapat diterapkan pada semua jenis otot (Corwin, 2009).
2.1.1.2 Jenis serabut otot
Menurut Ganong (2002), secara garis besar serabut otot rangka dibagi
menjadi 2 jenis yaitu tipe I dan tipe II.
1) Otot merah, otot ini banyak mengandung serabut tipe I. Dinamakan otot
merah karena tampak lebih gelap dibandingkan otot lain. Otot merah
memiliki respons lambat dan memiliki massa laten yang panjang,
beradaptasi untuk kontraksi yang lama, lambat, dan mempertahankan
sikap tubuh. Contohnya adalah
otot panjang di punggung. Sumber: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran William F Ganong (2002)
2) Otot putih, otot ini banyak mengandung serabut tipe II. Memiliki lama
kontraksi yang singkat dan khusus untuk gerakan halus dan terampil.
Otot ekstraokular dan beberapa otot pad atangan mengandung banyak
serabut tipe II dan umumnya digolongkan ke dalam otot putih.

2.1.2 Skeletal
Skeletal, atau disebut juga sebagai sistem rangka, yang tersusun atas
tulang-tulang. Tubuh manusia memiliki sekitar 206 tulang yang membentuk
rangka. Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak
hidup (matriks). Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).
Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral. Jika
pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk. Jika
tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang
dewasa). Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel
perusakan tulang). Jaringan tulang terdiri atas jaringan kompak (sistem
harvesian: matrik dan lacuna, lamella intersisialis) dan jaringan Spongiosa
(trabecula yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh darah) (Suratun,
dkk. 2008).
2.1.2.1 Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya
(Snell, 2012) klasifikasi tulang berdasarkan bentuknya antara lain:
a. Tulang Panjang
Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada lebarnya. Tulang ini
mempunyai corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai
epifisis pada ujung-ujungnya. Selama masa pertumbuhan, diafisis
dipisahkan dari epifisis oleh kartilago epifisis. Bagian diafisis yang
terletak berdekatan dengan kartilago epifisis disebut metafisis. Corpus
mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi sumsum
tulang. Bagian luar corpus terdiri atas tulang kompakta yang diliputi oleh
selubung jaringan ikat yaitu periosteum. Ujung-ujung tulang panjang
terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang
kompakta. Facies artikularis ujung-ujung tulang diliputi oleh kartilago
hialin. Tulang-tulang panjang yang ditemukan pada ekstremitas antara
lain tulang humerus, femur, ossa metacarpi, ossa metatarsal dan
phalanges.
b. Tulang Pendek
Tulang-tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki. Contoh jenis
tulang ini antara lain os Schapoideum, os lunatum,dan talus. Tulang ini
terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selaput tipis tulang
kompakta. Tulang-tulang pendek diliputi periosteum dan facies
articularis diliputi oleh kartilago hialin
c. Tulang Pipih
Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang
kompakta, disebut tabula, yang dipisahkan oleh selaput tipis tulang
spongiosa, disebut diploe. Scapula termasuk di dalam kelompok tulang
ini walaupun bentuknya iregular. Selain itu tulang pipih ditemukan pada
tempurung kepala seperti os frontale dan os parietale.
d. Tulang Iregular
Tulang-tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam
kelompok yang telah disebutkan di atas (contoh, tulang tengkorak,
vertebrae, dan os coxae). Tulang ini tersusun oleh selapis tipis tulang
kompakta di bagian luarnya dan bagian dalamnya dibentuk oleh tulang
spongiosa.
e. Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo-
tendo tertentu, tempat terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang.
Sebagian besar tulang sesamoid tertanam di dalam tendon dan permukaan
bebasnya ditutupi oleh kartilago. Tulang sesamoid yang terbesar adalah
patella, yang terdapat pada tendo musculus quadriceps femoris. Contoh
lain dapat ditemukan pada tendo musculus flexor pollicis brevis dan
musculus flexor hallucis brevis, fungsi tulang sesamoid adalah
mengurangi friksi pada tendo, dan merubah arah tarikan tendo.
2.1.2.2 Secara umum rangka manusia dibagi menjadi tiga, yaitu
a. Rangka aksial
Kerangka aksial (kerangka sumbu tubuh) terdiri dari 80 segmen tulang,
beberapa diantaranya adalah tulang kepala (cranium), tulang leher (os
hyoideum dan vertebrae cervicales), dan tulang batang tubuh (costae,
sternum, vertebrae dan sacrum) (Moore dan Agur, 2002).
1) Tengkorak

Sumber: Sobotta Atlas Anatomi


Manusia Edisi 20,21 (1997)

Tulang-tulang tengkorak merupakan tulang yang menyusun


kerangka kepala. Tulang tengkorak tersusun atas 8 buah tulang yang
menyusun kepala dan empat belas tulang yang menyusun bagian
wajah. Tulang tengkorak bagian kepala merupakan bingkai
pelindung dari otak. Terdiri dari sinus frontal, etmidal, ssfenoidal dan
maxilar yang berupa ruang-rung udara dalam tulang tengkorak.
2) Kolumna vertebra

Sumber: Sobotta Atlas


Anatomi Manusia
Edisi 20,21 (1997)

Kolumna vertebra terbentuk dari tulang-tulang individual yang


disebut sebagai vertebra. Terdapat sekitar 26 vertebra, meliputi 7
vertebra servikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra lumbar, 1 vertebra
sakral (yang terdiri atas 5 vertebra individual) dan 1 vertebra
koksigeal (yang terdiri atas 4-5 koksigeal kecil).
Secara umum, bentuk vertebra terdiri atas korpus vertebra, lengkung
vertebra, foramen vertebra, prosesus transversus, prosesus spinosa,
prosesus artikular inferior, prosesus artikular posterior, pedikulus
dan lamina.
Terdapat sedikit perbedaan antara vertebra segmen servikal, torakal,
dan lumbal

Sumber: Sobotta Atlas Anatomi


Manusia Edisi 20,21 (1997)

Pada vertebra segmen servikal, korpus berukuran relatif lebih


kecildibandingkan segmen torakal dan lumbar. Pada prosesus
transversus terdapat foramen (lubang) transversus, yang fungsinya
untuk melewatkan arteri vertebralis. Artikulasi antara satu vertebra
servikal dengan vertebra servikal lainnya (melalui sendi
apophyseal) membentuk sudut sekitar 45 derajat. Khusus untuk
segmen C1 (atlas), terdapat facies artikulasi untuk dens axis (C2)
serta facies artikulasi yang agak besar untuk perlekatan dengan
oksipital. Sedangkan pada segmen C2 (axis), terdapat dens axis
yang akan berartikulasi dengan atlas (C1).

Sumber: Sobotta Atlas Anatomi


Manusia Edisi 20,21 (1997)
Pada vertebra segmen torakal, korpus berukuran relatif lebih besar
dibandingkan segmen servikal namun lebih kecil dibandingkan
dengan segmen lumbar. Tidak ada foramen transversus. Khas pada
vertebra segmen torakal adalah adanya facies untuk artikulasi
dengan tulang iga (kostal). Facies ini ada yang terletak di prosesus
transversus dan ada yang terletak di prosesus spinosa.
Pada vertebra segmen lumbar, korpus berukuran relatif lebih besar
dibandingkan dengan korpus pada segmen servikal dan torakal.
Adanya prosesus asesorius pada prosesus transversus dan prosesus
mamilaris pada prosesus artikulasi superior menjadi ciri khas pada
segmen lumbar.
Pada vertebra segmen sakral, bentuknya khas seperti sayap yang
melebar dengan penonjolan ke depan pada artikulasi lumbo-sakral
yang disebut sebagai promontory. Vertebra segmen sakral terdiri
atas 5 vertebra individual, yang dihubungkan satu sama lain melalui
celah transversus dan memiliki 8 foramen sakral. Di bagian
posterior terdapat celah yang disebut hiatus sakralis.
Pada vertebra segmen koksigeal, terdiri atas 4-5 segmen koksigeal
individual yang terhubung dengan vertebra segmen sakralis.
Dilihat secara lateral, kolumna vertebra yang tersusun mulai dari
servikal hingga koksigeal membentuk lengkung yang khas, yaitu
lordosis servikal, kyphosis torakal, lordosis lumbar dan kyphosis
sakral. Lordosis servikal terbentuk ketika seorang bayi mulai belajar
menegakkan kepalanya (usia 3 bulan), sedangkan lordosis lumbar
terbentuk ketika seorang anak mulai belajar berdiri.

3) Kerangka thorax
Kerangka thorax termasuk tulang pipih, terletak di bagian
tengah dada, pada sisi kiri dan kanan terdapat tempat lekat dari
rusuk. bersama-sama dengan rusuk, tulang dada memberikan
perlindungan pada jantung, paru-paru dan pembuluh darah besar
dari kerusakan

Sumber: Sobotta Atlas


Anatomi Manusia Edisi
20,21 (1997)

Secara garis besar dibagi menjadi:


a) Tulang sternum yang terdiri dari:
 Tulang hulu / manubrium yaitu tulang yang terletak di bagian atas
dari tulang dada, tempat melekatknya tulang rusuk yang pertama dan
kedua.
 Tulang badan / gladiolus, terletak dibagian tengah, tempat
melekatnya tulang rusuk ke tiga sampai ke tujuh, gabungan tulang
rusuk ke delapan sampai sepuluh.
 Tulang xiphoid process, terletak di bagian bawah dari tulang dada.
Tulang ini terbentuk dari tulang rawan.
b) Sternum yang terdiri dari:
 Costa Vera (rusuk sejati 1-7)
 Costa spuriae (rusuk 8-10)
 Costa fluctuates (rusuk melayang 11 dan 12)
b. Rangka apendikular
Kerangka apendikular yaitu kerangka tambahan terdiri dari tulang-tulang
ekstremitas baik ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah dengan total
126 segmen tulang (Moore dan Agur, 2002).
1) Girdle pectoral
a) Skapula merupakan tulang yang terletak di sebelah posterior, dan
berartikulasi dengan klavikula melalui akromion. Selain itu, skapula
juga berhubungan dengan humerus melalui fossa glenoid.terdiri dari 3
bagian, yaitu: Spina(yang mendekati bahu), procesus akromion
(berartikulasi dengan klavikula dan menggantung pada bahu), fosa
glenoid ( bahan yang mempertahankan letak)
b) Klavikula merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula melalui
akromion, dan di ujungnya yang lain berartikulasi dengan manubrium
sternum.
2) Girdle pelvis
Tulang pelvis terdiri atas dua buah tulang pelvis. Pada anak anak tulang
pinggul ini terpisah terdiri atas tiga buah tulang yaitu illium (bagian atas),
tulang ischiun (bagian bawah) dan tulang pubis (bagian tengah). Dibagian
belakang dari gelang panggul terdapat tulang sakrum yang merupakan
bagian dari ruas-ruas tulang belakang. Pada bagian depan terdapat simfisis
pubis merupakan jaringan ikat yang menghubungkan kedua tulang pubis.
Fungsi tulang pelvis terutama untuk mendukung berat badan bersama-
sama dengan ruas tulang belakang.melindungi dan mendukung organ-
organ bawah, seperti kandung kemih, organ reproduksi, dan sebagai
tempat tumbuh kembangnya janin.
3) Tulang lengan
a) Humerus
Humerus merupakan tulang panjang pada lengan atas, yang
berhubungan dengan skapula melalui fossa glenoid. Di bagian
proksimal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain leher
anatomis, leher surgical, tuberkel mayor, tuberkel minor dan sulkus
intertuberkular. Di bagian distal, humerus memiliki beberapa bagian
antara lain condyles, epicondyle lateral, capitulum, trochlear,
epicondyle medial dan fossa olecranon (di sisi posterior). Tulang ulna
akan berartikulasi dengan humerus di fossa olecranon, membentuk
sendi engsel. Pada tulang humerus ini
juga terdapat beberapa tonjolan, antara lain tonjolan untuk otot deltoid.
b) Radius
Radius merupakan tulang lengan bawah yang terletak di sisi lateral
pada posisi anatomis. Di daeraha proksimal, radius berartikulasi
dengan ulna, sehingga memungkinkan terjadinya gerak pronasi-
supinasi. Sedangkan di daerah distal, terdapat prosesus styloid dan area
untuk perlekatan tulang-tulang karpal antara lain tulang scaphoid dan
tulang lunate.
Sumber: Sobotta Atlas
Anatomi Manusia Edisi
20,21 (1997)

c) Ulna
Ulna merupakan tulang lengan bawah yang terletak di sisi medial pada
posisi anatomis. Di daerah proksimal, ulna berartikulasi dengan
humerus melalui fossa olecranon (di bagian posterior) dan melalui
prosesus coronoid (dengan trochlea pada humerus). Artikulasi ini
berbentuk sendi engsel, memungkinkan terjadinya gerak fleksi-
ekstensi. Ulna juga berartikulasi dengan radial di sisi lateral. Artikulasi
ini berbentuk sendi kisar, memungkinkan terjadinya gerak pronasi-
supinasi. Di daerah distal, ulna kembali berartikulasi dengan radial,
juga terdapat suatu prosesus yang disebut sebagai prosesus styloid.
d) Karpal
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan
ujung distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang
metakarpal. Antara tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi geser.
Ke delapan tulang tersebut adalah scaphoid, lunate, triqutrum,
piriformis, trapezium, trapezoid, capitate, dan hamate.

e) Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan
dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-
tulang karpal. Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan
metakarpal membuat tangan menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari,
sendi pelana yang terdapat antara tulang karpal dan metakarpal
memungkinkan ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti menyilang
telapak tangan dan memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu.
Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk)
terdapat tulang sesamoid

f) Phalangs
Tulang-tulang phalangs adalah tulang-tulang jari, terdapat 2 phalangs
di setiap ibu jari (phalangs proksimal dan distal) dan 3 di masing-
masing jari lainnya (phalangs proksimal, medial, distal). Sendi engsel
yang terbentuk antara tulang phalangs membuat gerakan tangan
menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam sesuatu.
4) Tulang tungkai

Sumber: Sobotta Atlas Anatomi


Manusia Edisi 20,21 (1997)

a) Tibia
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial
dibanding dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle
medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi
dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan
kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk
perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan
tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.
b) Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral
dibanding dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi
dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula membentuk malleolus
lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.
c) Tarsal
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula
dan tibia di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang
tarsal, yaitu calcaneus, talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3).
Calcaneus berperan sebagai tulang penyanggah berdiri.
d) Metatarsal
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di
proksimal dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang
metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid.
e) Phalangs
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs
di ibu jari dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak
ada sendi pelana di ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak
sefleksibel ibu jari tangan.

2.2 Definisi Osteosarkoma


Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarcoma adalah suatu neoplasma
ganas yang berasal dari sel primitive (poorly differentiated cells) di daerah
metafise tulang panjang. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya
berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif. Osteosarkoma merupakan
neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah myeloma multiple.
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng
pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) sangat aktif, yaitu pada distal femur,
proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis (Bielack, 2009).
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang terbanyakdan
menempati urutan ke-8 pada tumor ganas setelah leukemia (30%), keganasan otak
dan sistem saraf (22,3%), neuroblastoma (7,3%), tumor Wilms (5,6%), limfoma
non-Hodgkin (4,5%), rabdomiosarkoma (3,1%), retinoblastoma (2,8%),
osteosarkoma (2,4%).
Osteosarkoma dapat terjadi pada rentang usia 2 sampai 92 tahun, tetapi
paling sering terjadi pada dekade kedua (60%) dan dekade ketujuh (10%). Puncak
pertama pada usia 10 – 20 tahun dan puncak kedua pada usia 60 tahun.
Osteosarkoma primer terjadi pada usia dekade kedua, sedangkan pada usia tua
biasanya merupakan osteosarkoma sekunder. Pada orang tua dengan usia di atas
50 tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari Paget’s disease,
dengan prognosis sangat jelek. Kejadian pada laki-laki dibandingkan perempuan
lebih kurang 1,4 : 1. Berdasarkan lokasi lesi, osteosarkoma intraosseus sering
terjadi padadekade kedua, sedangkan osteosarkoma ekstraskeletal sering terjadi
pada orangdewasa (Ottaviani, 2009).

2.3 Etiologi
(Fuchs dan Pritchad, 2002) osteosarkoma dapat disebabkan oleh beberapa
faktor :
1. Senyawa kimia : Senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil, beryllium dan
methylcholanthrene merupakan senyawa yang dapat menyebabkan perubahan
genetic
2. Virus : Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan
proto-onkogen, virus FBJ yang mengandung protoonkogen c-Fos yang
menyebabkan kurang responsif terhadap kemoterapi.
3. Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang pernah
mendapatkan radiasi untuk terapi kanker.
4. Lain-lain
 Penyakit lain : Paget’s disease, osteomielitis kronis, osteochondroma,
poliostotik displasia fibrosis, eksostosis herediter multipel dll.
 Genetik : Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom Werner,
Rothmund-Thomson, Bloom.
 Lokasi implan logam.
2.4 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium, yaitu berdasarkan Musculoskeletal Tumor
Society (MSTS) untuk stratifikasi tumor berdasarkan derajat dan ekstensi lokal
serta stadium berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke
7.
1. Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking) :
 IA : derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
 IB : derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
 IIA : derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen
 IIB : tanpa metastasis
 III : ditemukan adanya metastasis
2. Sistem Klasifikasi AJCC edisi ke 7
 IA : derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8
 IB : derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya diskontinuitas
 IIA : derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8
 IIB : derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
 III : derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas
 IVA : metastasis paru
 IVB : metastasis lain

2.5 Manifestasi Klinis Osteosarkoma


(Smeltzer, 2001: 2347)
1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena.
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal
keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan
dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saat istirahat atau
pada patopatomalam hari dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Gejala yang
pada awalnya ringan dan hilang timbul, tetapi secara cepat menjadi lebih berat
dan menetap. Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang sering kali sangat
besar, nyeri tekan dan tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit di
permukaannya. Fraktur patologik.
2. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbata.
3. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena

2.6 Patofisiologi
(Smeltzer, Suzanne C,2001).
Proses perjalanan penyakit pada osteosarkoma belum dapat diketahui dengan
jelas dan pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan adanya pembelahan sel-
sel tumor disebabkan karena tubuh kehilangan gen suppressor tumor, sehingga sel-
sel tulang dapat membelah tanpa terkendali.
Tumor ini biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang dan biasa
ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia,
dimana tulang itu hancur dan digantikan tulang baru. Daerah kerusakan tulang
diikuti dengan abnormalitas tulang yang baru dibentuk. Tumor ini melewati medula
sampai ke daerah epifiseal. Ada penyebaran ke jaringan lunak sekitar dengan
osifikasi pada batas periosteal garis tulang melebar ke daerah ekstraoseus.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada
ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia Sementara tumor ini
memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak. Adanya
tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul
reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang.
Pada proses osteolitiik terjadi destruksi tulang lokalyang menyebabkan kerusakan
integritas struktur tulang. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka
terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga
terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
2.7 WOC

Genetik Senyawa Virus Radiasi


kimia terapi
kanker

Antrasiklin, pengalkil, Rous sarcoma


beryllium, methylcolanthre virus

Mutasi gen

Osteosarkoma

Poliferasi sel tulang


abnormal

Tumor menginvasi Metafisis tulang panjang


jaringan lunak

Jaringan lunak diinvasi oleh


Respon tulang
sel tumor

Adanya benjolan pada tulang


Osteoblastik

Perdarahan
Penimbunan periosteum tulang
baru
Osteolitik NYERI AKUT
Pertumbuhan tulang
abortif (D.007)
Destruksi
tulang
GANGGUAN
INTEGRITAS JARINGAN Kerusakan integritas struktur
(D.0129) tulang

GANGGUAN
MOBILITAS FISIK
(D.0054)
2.8 Penatalaksanaan Osteosarkoma
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat
dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi
merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang
radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen
rutin.
a) Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma
ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi).
Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih dari 80%
pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada paru-paru.
Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien
mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka penggunaan
adjuvant kemoterapi sangat penting pada penanganan pasien dengan
osteosarkoma.
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,
terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat
mempermudah melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb
salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi
juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah
melakukan eksisi pada metastase tersebut.
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang
disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy
dan kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga
dengan adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor
primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan
pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan
membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan
sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi
postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah
operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol),
ifosfamide (Ifex), mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi
(Rheumatrex). Protokol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan
cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi
induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah
dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan
dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate
sampai 60 - 80%.
b) Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus
sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani
pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe dari
pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus
dievaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai
pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya
tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih
baik jika dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan
tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan
dengan hanya radikal amputasi.
Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua kompartemen dapat
mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika
dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka
pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan amputasi
mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan
osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan pembedahan limb
salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan, maka dapat
dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan
konsiderasi individual, sebagai berikut :
1. Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi.
Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada
pasien yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai
pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil (osteosynthesis).
2. Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan,
terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
3. Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat soliter
atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas
merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien
remaja.
4. Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang
berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor
yang besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi.
5. Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat
disembuhkan secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar atau
pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan batas bebas
tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan
tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui
median sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika
menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena itu direkomendasikan
untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk metastase yang bilateral
(masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu).
c) Tindakan keperawatan
1. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi (pemberian
analgetika).
2. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan
berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi
ke ahli psikologi atau rohaniawan.
3. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek
samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang
adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi
gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan
indikasi dokter.
4. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan
terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
5. Prinsip Perawatan Traksi
 Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan
punggung ) dan aktivitas terapeutik.
 Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
 Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
 Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi,
gunakan teknik aseptic dengan tepat.
 Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
 Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
 Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan
imajinasi, nafas dalam.
 Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
 Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh:
edema, eritema
BAB 3
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Umum
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar tahap keperawatan pengkajian
merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan
menentukan diagnosis keperawatan. Oleh karena itu pengkajian harus diteliti
secara cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat di
identifikasi (Rohmah, 2008).
a. Pengumpulan data
Identitas
Identitas merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada :
a.) Identitas klien : nama, umur,jenis kelamin, agama,
pendidikan,pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal operasi, tanggal
pengkajian, nomor rekam medik, diagnosa medis, alamat.
b.) Identitas penanggung jawab : nama, umur, pendidikan,
pekerjaan,hubungan dengan klien, alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1.) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan klien sehingga
mendorong pasien untuk mencari pertolongan medis.Keluhan utama pada
pasien Osteosarkoma adalah nyeri. Menurut Baredero, M (2008) rasa nyeri
merupakan salah satu akibat dari penyakit kanker yang paling ditakuti
pasien. Sebenarnya, nyeri adalah gejala kanker yang paling akhir.Nyeri
dirasakan pada tahap awal karena kanker masih terlokalisasi. Sekitar 5-10%
pasien tumor padat merasa nyeri yang mengganggu kegiatan sehari-
hari.Lebih dari 90% pasien mengalami nyeri jika pasien mengalami nyeri
jika kanker sudah berkembang dan bermetatasis.
2.) Riwayat Kesehatan sekarang
Riwayat penyakit apa saja adalah satu-satunya faktor yang terpenting bagi
petugas kesehatan dalam menegakan diagnosis atau menentukan kebutuhan
pasien dengan menggunakan konsep PQRST (Smeltzer & Bere, 2012)
P : (Paliatif / provokatif), apakah yang menyebabkan keluhan dan
memperingan serta memberatkan keluhan.
Q : (Quality / Kwantity), seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya
serta berapa sering keluhan itu muncul.
R : (Region / Radiation), lokasi keluhan dirasakan dan juga arah
penyebaran keluhan sejauh mana.
S : (Scala / Severity), intensitas keluhan dirasakan, apakah sampai
mengganggu atau tidak.
T : (Timming), kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah
berulang-ulang, dimana hal ini menentukan waktu dan durasi.
3.) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu diketahui apakah ada penyakit dahulu yang pernah dialami klien yang
memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatan sekarang, misalnya
hipertensi, diabetes melitus, asma.
4.) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui apakah anggota keluarga yang mempunyai penyakit serupa
dengan klien atau penyakit keturunan lain, karena klien Osteosarkoma
penyebabnya bisa dari riwayat keturunan (genetik).
c. Keadaan Umum
1.) Penampilan
Meliputi kemampuan fisik klien secara umum biasanya terlihat lemah dan
lesu ketika banyak bergerak dan beraktivitas.
2.) Kesadaran
Tingkat kesadaran klien apakah compos mentis (sadar sepenuhnya) dengan
GCS 15-14, apatis (acuh tak acuh) dengan GCS 13-12, samnolen (keadaan
keasadaran yang mau tidur saja) dengan GCS 11-10, delirium (keadaan
kacau motorik) dengan GCS 9-7, sopor (keadaan kesadaran yang
menyerupai koma) dengan GCS 9-7, coma (keadaan kesadaran yang hilang
sama sekali)dengan GCS<7).
3.) Berat badan dan tinggi badan
Meliputi berat badan dan tinggi badan sebelum sakit dan sesudahsakit.
4.) Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital terdiri atas empat pemeriksaan, yaitu :
a.) Tekanan darah
b.) Pemeriksaan denyut nadi
c.) Pemeriksaan respirasi
d.) Pemeriksaan suhu
5.) Pemeriksaan Fisik
Menurut Nursalam (2008), pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe
dan di dokumentasikan secara persistem yang meliputi:
a.) Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya secret pada lubang
hidung, pergerakan cuping hidung waktu bernapas,auskultasi bunyi
napas apakah bersih atau ronchi, serta frekuensi napas
b.) Sistem kardiovaskuler
Terjadinya peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, tetapi keadaan
tersebut tergantung dari nyeri yang dirasakan individu.
c.) Sistem pencernaan
Kaji keadaan mulut, gigi, bibir, kaji abdomen untuk mengetahui
peristaltik usus.
d.) Sistem persyarafan
Sistem neurosensori yang dikaji adalah fungsi cerebral, fungsikranial,
dan fungsi sensori mengkaji : Nyeri superfisial,sensasi suhu, sensasi
posisi (Fransisca, 2008)
e.) Sistem penginderaan
Pada sistem penginderaan kemungkinan tidak ada gangguan pada klien
Osteosarkoma.
f.) Sistem musculoskeletal
Rentang sendi yang menunjukan kemampuan luas gerak persendian
tertentu, mulai dari kepala sampai anggota gerakbawah,
ketidaknyamanan atau nyeri yang dikatakan klien waktu bergerak,
observasi adanya luka, adanya kelemahan dan penurunan toleransi
terhadap aktifitas. Pengkajian system motorik keseimbangan koordinasi
gerakan adalah, cepat, berselang-selang, dan ataksia (Fransisca, 2008)
g.) Sistem integument
Kaji keadaan kulit, tekstur, kelembaban, turgor, warna, danfungsi
perabaan. Kaji keadaan luka. Pada klien Osteosarkoma terdapat luka
dengan panjang tergantung dari luas luka, terdapat kemerahan dan
terjadi pembesaran pada daerah luka.
h.) Sistem endokrin
Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedeme atau tidak pada
kelenjar getah bening, ada riwayat alergi atau tidak. Biasanya tidak ada
masalah pada sistem endokrin.
i.) Sistem perkemihan
Kaji adanya nyeri pada saat berkemih, adanya nyeri tekan dan benjolan.
6.) Pola Aktivitas
Pada klien Osteosarkoma biasanya aktivitas sehari-harinya terganggu
begitu juga pada status personal hygiene akan mengalami perubahan
sehingga personal hygiene klien dibantu oleh keluarga atau perawat di
ruangan.
7.) Data Penunjang
Menurut Nursalam (2008), data penunjang adala sebagai berikut :
a.) Data psikologi
Emosi klien, konsentrasi klien pada saat diajukan pertanyaan oleh
perawat. Menurut Smeltzer (2012) Koping Efektif. Pasien dan
keluarganya didorong untuk mengungkapkan rasa takut, keprihatian
dan perasaan mereka. Mereka membutuhkan dukungan dan perasaan
diterima agar mereka mampu dampak tumor maligna. Perasaan terkejut,
putus asa, dan sedih pastiakan terjadi, maka rujukan ke perawat
psikiatri, ahli psikologi, konselor atau rohaniawan perlu diindikasikan
untuk bantuan psikologik khusus.
b.) Data social
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya aktifitas disekitarnya baik ketika
dirumah atau dirumah sakit. Biasanya ada perubahan tingkah laku
karena menahan nyeri luka operasi yang dirasakan klien.
c.) Data spiritual
Hal yang perlu dikaji yaitu bagaimana pelaksanaan ibadah selama sakit.
Perlu pula dikaji keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan
dengan agama yang dianut kliendan bagaimana persepsi klien tentang
penyakitnya. Aktivitas ibadah klien Osteosarkoma biasanya terganggu.
d.) Data ekonomi
Menurut Smiltzer (2012) kemandirian versus ketergantunga merupakan
isu pada klien yang menderita keganasan. Gayahidup akan berubah
secara drastis, keluarga harus didukungdalam menjalankan penyesuaian
yang harus dilakukan.

3.2 Diagnosa Umum


1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (kompresi /
dekstrusi jaringan saraf, obstruksi atau saraf atau inflamasi) dibuktikan dengan
klien mengeluh nyeri (skala 1-5), wajah klien tampak meringis
2. Risiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
dibuktikan dengan nyeri saat bergerak
3.3 Intervensi Umum
No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
(D.0077) tindakan keperawatan (I.08238)
Nyeri Akut selama ...x24 jam Observasi :
berhubungan diharapkan nyeri akut  Mengidentifikasi
dengan agen dapat lokasi, karakteristik,
pencedera menurun/berkurang durasi, frekuensi,
fisiologis dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas
(kompresi / Tingkat Nyeri nyeri
dekstrusi (L.08066)  Mengidentifikasi
jaringan saraf,  Keluhan nyeri skala nyeri
obstruksi atau menurun (5)  Mengidentifikasi
saraf atau  Meringis faktor yang
inflamasi) menurun (5) memperberat dan
dibuktikan  Sikap protektif memperingan nyeri
dengan klien menurun (5) Terapeutik :
mengeluh nyeri  Gelisah  Memberikan teknik
(skala 1-5), menurun (5) nonfarmakologi
wajah klien  Kesulitan tidur untuk mengurangi
tampak menurun (5) rasa nyeri
meringis Kontrol Nyeri  Mengontrol
(L.08063) lingkungan yang
 Melaporkan memperberat rasa
nyeri terkontrol nyeri
(5)  Memfasilitasi
 Meningkatkan istirahat dan tidur
kemampuan Edukasi :
mengenali onset  Menjelaskan
nyeri (5) penyebab, periode
 Meningkatkan dan pemicu nyeri
kemampuan  Menjelaskan strategi
mengenali nyeri meredakan nyeri
(5)  Menganjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
 Mengajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian analgetik
2. Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
(0142) tindakan keperawatan (I.14539)
Risiko infeksi selama ...x24 jam Observasi :
dibuktikan diharapkan risiko  Memonitor tanda dan
dengan penyakit infeksi pada klien dapat gejala infeksi lokal
kronis menurun dengan kriteria sistemik
hasil : Terapeutik :
Tingkat Infeksi  Pertahankan teknik
(L.14137) aseptik pada pasien
 Meningkatkan berisiko tinggi
kebersihan Edukasi :
badan (5)  Menjelaskan tanda
 Kemerahan dan gejala infeksi
menurun (5)
 Nyeri menurun  Megajarkan cara
(5) memeriksa kondisi
 Bengkak luka atau luka
menurun (5) operasi
Kontrol Risiko
(L.14128)
 Kemampuan
mencari
informasi
tentang faktor
risiko meningkat
(5)
 Kemampuan
mengidentifikasi
faktor risiko
meningkat (5)
 Kemampuan
melakukan
strategi kontrol
risiko meningkat
(5)
3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan
Mobilitas Fisik tindakan keperawatan Mobilisasi (I.05173)
(D.0054) selama ...x24 jam Observasi:
Gangguan diharapkan mobilitas  Mengidentifikasi
mobilitas fisik fisik pada klien adanya nyeri
berhubungan meningkat dengan atau keluhan
dengan kriteria hasil : fisik lainnya
gangguan
muskuloskeletal Mobilitas Fisik  Mengidentifikasi
dibuktikan (L.05042) toleransi fisik
dengan nyeri  Pergerakan melakukan
saat bergerak ekstremitas pergerakan
meningkat (5)  Memonitor
 Kekuatan otot kondisi umum
meningkat (5) selama
 Rentang gerak melakukan
(ROM) mobilisasi
meningkat (5) Terapeutik :
 Nyeri menurun  Fasilitasi
(5) aktivitas
 Kecemasan mobilisasi
menurun (5) dengan alat
 Kelemahan fisik bantu (mis.
menurun (5) Panggar tempat
tidur)
 Fasilitasi
melakukan
pergerakan
 Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
 Menjelaskan
tujuan dan
prosedur
mobilisasi
 Menganjurkan
melakukan
mobilisasi dini
 Mengajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Duduk
ditempat tidur)
3.4 Tinjauan Kasus
KASUS

An. B 17 tahun asal Surabaya merupakan anak yang aktif mengikuti


ekstra kurikuler di sekolahnya, kurang lebih 2 bulan yang lalu klien mengeluh
ada benjolan di tungkai kanannya, terasa panas dan nyeri. Kemudian klien ke RS
dan kemudian dilakukan biopsy pada benjolan di kaki kanannya. Dengan hasil
T3N3M1. Dan sekaranga klien dirawat di ruang orthopedi dengan keluhan
tungkai bawah kanan yang mengalami pembengkakan. Klien mengatakan nyeri
pada kakinya dirasakan terus menerus, pada skala 9 (0-10). Klien tampak
menggigit sarung bantal dan sesekali menangis. Pasien sulikt untuk tidur
dikarenakan rasa nyeri. Tampak massa sebesar bola tenis ditungkai kanan,
kemerahan, mengkilap. Kulit sekitar benjolan tampak merah, dibagian puncak
benjolan tampak tampak luka terbuka berukuran 2x3 cm yang mengeluarkan pus
berwarna hijau dan bau. Klien mengatakan disentuh dan bergesekan kain saja
akan menyebabkan nyeri bertambah. Berdasarkan pengkajian 26 mei 2018 hasil
TTV klien adalah TD: 130/100mmHg, N: 88x/menit, S: 38oC, RR: 24x/mnt.
Klien saat ini dipersiapkan untuk dilakukan tindakan amputasi. Diagnosa medis
dari klien adalah osteosarcoma. Keluarga belum memberitahukan penyakit klien.

PENGKAJIAN

Tanggal MRS : 12 September 2019 Jam Masuk : 07.00


Tanggal Pengkajian : 12 September 2019 No. RM : 123xxxxxx
Jam Pengkajian : 08.00 WIB Diagnosa Masuk :
Osteosarkoma
Hari rawat ke :1

IDENTITAS
1. Inisial Pasien : An. B
2. Umur : 17 Th
3. Suku/ Bangsa : Jawa
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Pelajar
7. Alamat : Surabaya
8. Sumber Biaya : BPJS

KELUHAN UTAMA
Keluhan utama: Nyeri pada tungkai kanan

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Riwayat Penyakit Sekarang: Kurang lebih 3 bulan lalu klien mengeluh ada benjolan
di tungkai kanannya, terasa panas dan nyeri dengan skala 9 pada rentan 0-10. Nyeri
bertambah apabila disentuh dan bergesekan dengan kain saja.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pernah dirawat : Tidak Ada
Riwayat penyakit kronik dan menular : Tidak Ada
Riwayat kontrol : Tidak Ada
Riwayat penggunaan obat : Tidak Ada
Riwayat alergi:
- Obat : Tidak Ada
- Makanan : Tidak Ada
- Olahraga : Iya

Riwayat operasi : Tidak Pernah

Lain-lain : Tidak Ada

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak Ada Riwayat Penyakit Keluarga

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN Masalah Keperawatan :


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan: Tidak Ada Masalah
Keperawatan
- Alkohol : Tidak
- Merokok : Tidak
- Obat : Tidak
- Olahraga : Iya

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


Masalah Keperawatan :
1. Tanda tanda vital
Tidak Ada Masalah
- TD : 130/100mmHg Keperawatan
- N : 88x/mnt
- RR : 24x/mnt
- Suhu : 38oC
2. Sistem Pernafasan
a. RR : 88x/mnt
b. Keluhan sesak : Tidak Ada
c. Batuk : Tidak Ada
d. Penggunaan otot bantu nafas : Tidak Ada
e. Pernapasan Cuping Hidung : Tidak Ada
f. Irama nafas : Teratur
g. Frictionrub : Tidak Ada
h. Pola nafas : Normal
i. Suara nafas : Vesikuler
j. Penggunaan WSD : Tidak Ada
k. Tracheostomy : Tidak Ada
l. Lain-lain : Tidak Ada

3. Sistem Kardio vaskuler


Masalah Keperawatan :
a. TD : 130/100 mmHg
Tidak Ada Masalah
b. N : 88x/mnt Keperawatan
c. HR : 24x/mnt
d. Keluhan nyeri dada : Tidak Ada
e. Irama Jantung : Reguler
f. Suara Jantung : Normal (S1/S2)
g. Capilary Refill Time (CRT) : 3 detik
h. Akral : Hangat, Kering, Merah
i. Sirkulasi Perifer : Normal
j. JVP : Tidak Terkaji
k. CVP : Tidak Terkaji
l. CTR : Tidak Terkaji
m. Lain-lain : Tidak Ada

4. System Persyarafan
Masalah Keperawatan :
a. GCS : E4 V5 M5 Tidak Ada Masalah
b. Reflek Fisiologis : Normal Keperawatan
c. Reflek patologis : Tidak Ada
d. Keluhan Nyeri kepala : Tidak Ada
e. Pemeriksaan saraf kranial : tidak terkaji
f. Pupil : isokor
g. Sclera : anikterus
h. Konjungtiva : ananemis
i. Istirahat/ tidur : 10 Jam/ hari
j. Lain-lain : tidak ada
5. System Perkemihan
Masalah Keperawatan :
a. Kebersihan genetalia : Bersih Tidak Ada Masalah
b. Secret : tidak ada Keperawatan
c. Ulkus : tidak ada
d. Kebersihan Meatus uretra : bersih
e. Keluhan kencing : tidak ada
f. Kemapuang berkemih : Spontan
g. Kandung kemih : tidak membesar
h. Nyeri tekan pada kandung kemih: tidak ada
i. Lain-lain : tidak ada

6. System Pencernaan Masalah Keperawatan :


a. Tinggi Badan : 170 cm Tidak Ada Masalah
Keperawatan
b. Berat badan : 60 Kg
c. LILA : tidak terkaji
d. Mulut : Bersih
e. Membrane Mukosa : lembab
f. Tenggorokan : tidak ada nyeri telan
g. Abdomen : normal
h. Nyeri tekan abdomen : tidak ada
i. Luka operasi : tidak ada
j. BAB : 2x sehari
k. Nafsu makan : baik dengan frekuensi 3x sehari
l. Porsi makan : pasien habis satu porsi
m. Lain-lain : tidak ada

7. System Penglihatan
Masalah Keperawatan :
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior: tidak terkaji
Tidak Ada Masalah
b. Keluhan nyeri pada mata : tidak ada Keperawatan
c. Luka operasi : tidak ada
d. Lain-lain : tidak ada

8. System Pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior: tidak terkaji
b. Tes audiometri : tidak terkaji
c. Keluhan nyeri pada pendenganran : tidak ada
d. Luka operasi : tidak ada
e. Alat bantu dengar : tidak ada
f. Lain-lain : tidak ada

9. System Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : terbatas dikarenakan ada bbenjolan ditungkai
kanan
b. Kekuatan otot :4443
c. Kelainan ekstremitas : ektremitas bawah terganggu dikarenakan
adanya benjolan di tungkai kanan
d. Kelainan tulang belakang : tidak ada
e. Fraktur : tidak ada
f. Traksi : tidak ada Masalah Keperawatan:
g. Penggunaan alat bantu jalan : tidak ada 1. Nyeri Akut
h. Keluhan nyeri: 2. Gangguan Mobilitas
fisik
P: ada benjolan di tungkai kanan
Q: seperti di tusuk-tusuk
R: tungkai kanan
S: 9 dari 10
T: terus-menerus
i. Kompartemen Syndrome : tidak ada
j. Turgor : baik
k. Luka Operasi
10. System Integumen
a. Penilaian risiko decubitus

Aspek Kriteria Penilaian

Yang 1 2 3 4 NILAI

Dinilai
Persepsi Terbatas Sangat Keterbatasan Tidak 4
Sensori Sepenuhnya Terbatas Ringan Ada
Ganggu
an
Kelemba Terus- Sangat 3
ban menerus Lembab Kadang- Jarang
Basah kadang Basah Basah

Aktivitas Bedfast Chairfast Kadang2 Lebih 3

Jalan Sering
Jalan

Mobilisas Immobile Sangat Keterbatasan Tidak Ada 3

i Sepenuhnya Terbatas Ringan Keterbata


san

Nutrisi Sangat Kemungkinan Adekuat Sangat 3


Buruk Tidak Adekuat Baik

Gesekan Potensial Tidak 1

& Bermasalah Bermasalah Menimbulka

Pergeser n

an Masalah

NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan 21


bahwa pasien berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers).
TOTAL
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less = high
NILAI
risk)
b. Terdapat luka terbuka pada tungkai kanan dan menimbulkan keluarnya pus
yang berbau tidak sedap

Masalah Keperawatan: Risiko Infeksi

11. Sistem Endokrin


a. Pembesaran Tyroid : tidak ada
b. Pembesaran kelejar getah bening : tidak ada
c. Lain-lain : tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

a. Persepsi klien terhadap peenyakitnya:


Klien mengatakan menerima penyakitnya tetapi takut terhadapa tindakan yang
akan dihadapi yaitu amputasi.
b. Ekspresi Klien terhadap penyakitnya:
Gelisah
c. Gangguan Konsep Diri : Tidak ada
d. Reaksi saat inbteraksi : kooperatif
e. Lain-lain : tidak ada

Masalah Keperawatan: Tidak Ada

PERSONAL HYGIENE DAN KEBIASAAN

a. Kebiasaan diri:
Klien melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan
Mandi sendiri, keramas sendiri, sikat gigi sendiri, dan tidak ada gangguan
dalam pemunahan kebutuhan

Masalah Keperawatan: Tidak Ada

PENGKAJIAN SPIRITUAL

a. Kebiasaan beribadah
Sebelum sakit : sering
Sesudah sakit : sering
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:
Tidak Ada

Masalah Keperawatan: Tidak Ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Biopsy : T3N3M1 = stadium IV (stadium lanjut)

ANALISIS DATA

Masalah
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan

1. Data Subyektif Jaringan-jaringan di Nyeri Akut

- Klien mengatakan sekitar di invasi oleh

nyeri pada kakinya tumor

dirasakan terus
menerus
- Klien mengatakan Peningkatan penekanan
skala nyeri 9 pada jaringan sekitar
- P: klien mengatakan
ada benjolan di
Menekan saraf-saraf
tungkai kanan yang
perifer
terasa sakit
- Q: Seperti di tusuk-
tusuk Persepsi nyeri
- R: Tungkai kanan
- S: 9 dari 10
Nyeri Akut
- T: Dirasakan sejak 2
bulan yang lalu dan
nyeri terus-menerus

Data Objektif

- Klien tampak
menggigit sarung
bantal dan sesekali
menangis.
- TTV:
- TD : 130/100mmHg
- N : 88x/mnt
- RR : 24x/mnt
- Suhu: 38oC

2. Data subyektif Peregangan Kulit Resiko Infeksi

- Klien mengatakan
luka terasa panas Laserasi kulit

dan perih
Timbul Luka terbuka
- Klien mengatakan
luka berbau tidak Invasi Mikroorganisme
sedap

Data Objektif Resiko Infeksi


- Kulit sekitar
benjolan tampak
merah, dibagian
puncak benjolan
tampak tampak luka
terbuka berukuran
2x3 cm yang
mengeluarkan pus
berwarna hijau dan
bau
- TTV:
- TD : 130/100mmHg
- N : 88x/mnt
- RR : 24x/mnt
- Suhu: 38oC
3. Data Subyektif Permebilitas Kapiler Gangguan

- klien mengatakan Mobilitas Fisik

nyeri bertambah Shift cairan ke intrastisial

ketika disentuh dan


bergesekan dengan Edema

kain saja sehingga


menggangu Tumor

mobilitas
Menekan saraf perifer
Data Objektif
- T3N3M1 (ada Gangguan mobilitas fisik
metastase)
- tampak massa
sebesar bola tenis

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut b.d invasi tumor secara langsung pada jaringan lunak d.d klien
mengatakan nyeri pada kakinya dengan skala 9 (D0077)
2. Resiko Infeksi d.d adanya luka di puncak benjolan yg mengeluarkan pus hijau
dan bau (D0142)
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d ukuran dan penyebaran tumor, kalemahan d.d
nyeri saat bergerak dan bergsesekan dengan kain (D0054)

INTERVENSI KEPERAWATAN

Standar Intervensi
Diagnosa Standar Luaran
No Keperawatan
Keperawatan Keperawatan Indonesia
Indonesia
1. Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Managemen Nyeri
invasi tumor secara tindakan keperawatan (I08238)
langsung pada selama 2x24 jam, maka
1. Observasi
jaringan lunak d.d diharapkan klien akan:
- Identifikasi
klien mengatakan 1. Tingkat Nyeri
karakteristik.
nyeri pada kakinya (L08065)
Lokasi durasi,
dengan skala 9 - Keluhan nyeri
frekuensi nyeri
(D0077) meringis menurun
- Identifikasi skala
(5)
nyeri
- Gelisah menurun
- Identifikasi skala
(5)
nyeri
- Sulit tidur 2. Teraupetik
menurun (5) - Berikan tehnik
- TTV normal distraksi
- TD : 120/80mmHg - Fasilitasi istirahat
- N : 88x/mnt dan tidur
- RR : 24x/mnt - Control
- Suhu: 36oC lingkungan yang
2. Kontrol Nyeri memeperberat
(L08063) nyer
- Melaporkan nyeri 3. Edukasi
terkontrol - Jelaskan penyebab,
- Kemampuan periode nyeri
mengenali onset nyeri - Jelaskan strategi
- Kemampuan meredakan nyeri
mengenali penyebab 2. Kolaborasi
nyeri - Kolaborasi
pemberian
analgesik

Pemberian Analgesik
(I08243)
2. Resiko Infeksi d.d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
adanya luka di tindakan keperawatan (I14539)
puncak benjolan yg selama 2x24 jam, maka 1. Observasi
mengeluarkan pus diharapkan klien akan: - Monitor tanda dan
hijau dan bau 1. Tingkat Infeksi gejala infeksi
(D0142) (L14137) 2. Teraupetik
- Bengkak menurun (5) - Berikan perawatan
- Nyeri menurun (5) kulit area edema
- Kemerahan menurun - Cuci tangan
(5) sebelum dan
- Cairan berbau busuk sesudah kontak
menurun (5) dengan pasien
- Pus berwarna hijau - Pertahankan tehnik
menurun (5) aseptic
2.Integritas kulit dan 3. Edukasi
jaringan - Jelaskan tanda dan
- Elastisitas meningkat gejala I nfeksi
(5) - Ajarkan cara
- Nyeri menurun (5) memeriksa kondisi
- Kemerahan menurun luka atau luka
(5) operasi
- Suhu kulit normnal - Anjurkan
(36-37o C) meningkatkan
asupan nutris
- Anjurkan
meningfkatkan
asupan cairan
4. Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi
3. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
Fisik b.d ukuran dan tindakan keperawatan (I06171)
penyebaran tumor, selama 2x24 jam, maka
1. Observasi
kalemahan d.d nyeri diharapkan klien akan:
- Identifikasi adanya
saat bergerak dan 1. Mobilitas fisik
nyeri atau keluhan
(L05042)
fisik lainnya
bergsesekan dengan - Pergerakan - Identifikasi
kain (D0054) ekstremitas toleransi fisik
meningkat (5) melakukan
- Kekuatan otot ambulasi
meningkat (5) - Monitor kondisi
- Kelemahan fisik umum selama
menurun (5) melakukan
2. Toleransi Aktivitas ambulasi
(L05047) 2. Teraupetik
- Saturasi Oksigen - Fasilitasi aktivitas
meningkat (95-100%) ambulasi dengan
- TTV normal alat batu
- TD : 120/80mmHg - Fasilitasi
- N : 88x/mnt melakukan
- RR : 24x/mnt mobilisasi fisik
- Suhu: 36oC 3. Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi

Dukungan mobilisasi
(I05173)

1. Observasi
- Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
fisik lainnya
- Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
mobilisasi
2. Teraupetik
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
- Fasilitasi
melakukan
peregerakan
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan
nmelakukan
mobilisasi dini
Hari/
No. Implementasi Dan Respon Tiapa
Tgl/ Jam Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
DK Tindakan
Shift
Rabu, 13 1 10.00 Mengajarkan tehnik distraksi 14.00 S:
WIB WIB
Sept 2019 (mendengarkan music - Klien mengatakan masih
Shift pagi kesukaan pasien) merasakan nyeri
Respon: pasien masih terlihat - Klien mengatakan skala nyeri
merasakan nyeri menjadi 7
10.10 Meminta pasien untuk istirahat - Klien mengatakan masih sulit
WIB
dan tidur tidur
Respon : Pasien masih belum O:
bisa istirahat tidur - Klien masih terlihat
menyeringai
10.25 Mengajarkan tehnik napas - Klien masih tampak gelisah
WIB
dalam untuk mengurangi nyeri - TD : 120/80mmHg
Respon : pasien terlihat - N : 88x/mnt
nyaman dengan melakukan - RR : 24x/mnt
tehnik napas dalam - Suhu: 37oC
10.40 Menganjurkan keluarga untuk A: Masalah belum teratasi
WIB
selalu memngajarkan tehnik P: lanjutkan Intervensi
distraksi pada klien

56
Respon : keluarga mengerti apa Nomor : 1, 2, 3
yang di sarankan perawat dan
melakukannya
10.45 Mengidentifikasi skala nyeri
WIB
Respon: pasien mengatakan
skala nyeri masih sama yaitu 9
dari 10
10.50 Memberikan obat analgesik
WIB
aspirin via oral
Respon : pasien menuruti
perawat untuk minum obat
Rabu, 13 1 14.50 Mengidentifikasi karakteristik. 20.00 S:
WIB WIB
Sept 2019 Lokasi durasi, frekuensi nyeri - Klien mengatakan nyeri
Shift siang Respon : pasien mengatakn sudah sangat berkurang dari
frekuensi nyeri sedikit sebelumnya
berkurang, yang awalnya terus- - Klien mengatakan skala nyeri
menerus menjadi sering. menjadi 5 dari 10
15.00 Mengidentifikasi skala nyeri - Klien mengatakan sudah bisa
WIB
Respon: pasien mengatakan tidur dan istirahat
skala nyeri menurun skala 5 O:

57
16.00 Mengajarkan tehnik distraksi - Klien masih terlihat seperti
WIB
(mendengarkan music menyeringai tetapi sudah
kesukaan pasien) lebih baik dari sebelumnya
Respon: pasien mengatakan dengan skala 3
nyeri sedikit lebih terdistraksi - Klien masih tampak gelisah
16.30 Meminta pasien untuk istirahat dengan skala 3
WIB
dan tidur A: masalah belum teratasi
Respon : pasien sudah bisa P: lanjutkan Intervensi no 2, 3 5
tidur
18.00 Mengajarkan tehnik napas
WIB
dalam untuk mengurangi nyeri
Respon : pasien terlihat
nyaman dengan melakukan
tehnik napas dalam
Rabu, 13 1 22.00 Mengidentifikasi skala nyeri 06.00 S:
WIB WIB
Sept 2019 Respon: pasien mengatakan - Klien mengatakan sudah
hari
Shift skala nyeri menurun skala 3 berikut tidak merasa nyeri yang
nya
malam hebat
22.10 Mengajarkan tehnik distraksi
WIB

58
(mendengarkan music - Klien mengatakan skala nyeri
kesukaan pasien) menjadi 3 dari 10
Respon: pasien mengatakan - Klien mengatakan sudah bisa
nyeri sedikit lebih terdistraksi tidur dan istirahat
22.20 Mengajarkan tehnik napas O:
WIB
dalam untuk mengurangi nyeri - Klien terlihat lebih tenang
Respon : pasien terlihat - Klien tidak gelisah
nyaman dengan melakukan - Klien tidak mnyeriangai
tehnik napas dalam A: Masalah teratasi
P: hentikan intervensi

Rabu, 13 2 10.55 Memberikan perawatan kulit 13.40 S:


WIB WIB
Sept 2019 area edema - Nyeri menurun (3)
Shift Pagi Respon: pasien terlihat - Luka sudah tidak terasa
merasakan sakit pada saat panas
perawatan luka O:
11.20 Mengajarkan cara memeriksa - Bengkak terlihat sedikit
WIB
kondisi luka mengecil (3)
Respon: pasien mengerti apa - Luka masih terlihat merah
yang diberitahukan perawat

59
11.30 Menganjurkan meningkatkan - Pus berwarna hijau menurun
WIB
asupan cairan (3)
Respon: pasien mengerti apa A: Masalah belum teratasi
yang diberitahukan perawat P: lanjutkan Intervensi no 1,2,3 5
11.40 Berkolaborasi dengan farmasi
WIB
dalam pemberian imunisasi
Respon: pasien menuruti
tenaga kesehatan untuk
diberikan imunisasi
11.45 Menganjurkan meningkatkan
WIB
asupan nutrisi
Respon: pasien mengerti apa
yang diberitahukan perawat
Rabu, 13 2 15.30 Memberikan perawatan kulit 20.20 S:
WIB WIB
Sept 2019 area edema - Klien mengatakan area luka
Shift Respon: pasien terlihat sudah tidak terasa panas
siang merasakan sakit pada saat - Klien mengatakan luka sudah
perawatan luka membaik tidak teralu sakit
15.45 Mengajarkan cara memeriksa - Nyeri menurun (4)
WIB
kondisi luka O:

60
Respon: pasien mengerti apa - Bengkak terlihat mengecil (4)
yang diberitahukan perawat - Luka sudah tidak terlihat
15.50 Menganjurkan meningkatkan merah
WIB
asupan cairan - Luka sudah sedikit
Respon: pasien mengerti apa mongering
yang diberitahukan perawat - Pus masih leuar tetapi tidak
15.55 Menganjurkan meningkatkan terlalu banyak
WIB
asupan nutrisi A: masalah belu teratasi
Respon: pasien mengerti apa P: lanjutkan Intervensi no 1
yang diberitahukan perawat
Rabu, 13 2 21.10 Memberikan perawatan kulit 06.10 S:
WIB WIB
Sept 2019 area edema - Klien mengatakan area luka
hari
Shift Respon: pasien terlihat berikut sudah tidak terasa panas
nya
malam merasakan sakit pada saat - Klien mengatakan luka tidak
perawatan luka terasa sakit
- Nyeri sudah hilang
O:
- Bengkak terlihat mengecil
- Luka sudah mengering
A: Masalah teratasi

61
P: hentikan Intervensi
Rabu, 13 3 07.00 Memfasilitasi aktivitas 13.50 S:
WIB WIB
Sept 2019 mobilisasi dengan alat bantu - Klien mengatakan kaiknya
Shift pagi Respon: pasien menggunakan masih sakit untuk digunakan
alat bantu tongkat untuk bergerak
berjalan - Klien mengatakan masih
08.00 Mengajarkan keluarga untuk susah untu bergerak
WIB
membantu pasien dalam O:
meningkatkan pergerakan - Klien terlihat sudah berjalan
Respon: keluarga mengerti apa A: Masalah belum teratasi
yang di sarankan perawat dan P: Lanjutkan Intervensi 1,3, 4
melakukannya
08.10 Menganjurkan nmelakukan
WIB
mobilisasi dini
Respon: pasien masih susah
untuk mobilisasi normal
08.30 Memfasilitasi melakukan
WIB
mobilisasi fisik

62
Respon: pasien belajar
melakukan ambulasi dengan
tongkat dan dibantu keluarga
Rabu, 13 3 14.00 Memfasilitasi aktivitas 20.15 S:
WIB WIB
Sept 2019 mobilisasi dengan alat bantu - Klien mengatakan kakinya
Shift Respon: pasien menggunakan sudah tidak terlalu sakit
siang alat bantu tongkat untuk untuk digunakan bergerak
berjalan - Klien mengatakan masih
15.30 Menganjurkan nmelakukan susah untu bergerak
WIB
mobilisasi dini O:
Respon: pasien masih susah - Klien terlihat sudah berjalan
untuk mobilisasi normal A: Masalah belum teratasi
15.40 Memfasilitasi melakukan P: Lanjutkan Intervensi no 1
WIb
mobilisasi fisik
Respon: pasien belajar
melakukan ambulasi dengan
tongkat dan dibantu keluarga
Rabu, 13 3 21.15 Memfasilitasi aktivitas 06.00 WIb S:
WIB hari
Sept 2019 mobilisasi dengan alat bantu
berikutnya

63
Shift Respon: pasien menggunakan - Klien mengatakan kakinya
malam alat bantu tongkat untuk sudah tidak terlalu sakit
berjalan untuk digunakan bergerak
- Klien mengatakan tidak
susah un tuk bergerak
O:
- Klien terlihat mulai berjalan
dengan baik
A: Masalah teratasi
P: hentikan Intervensi

64
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteosarkoma (Sarkoma osteogenik) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah
bagian ujung tulang panjang, terutama lutut (femur distal, tibia proksimal dan
humerus proksimal). Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui,
namun ada beberapa factor yang dicurigai, diantaranya: radiasi sinar radio aktif
dosis tinggi, keturunan, beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti
penyakit paget (akibat pajanan radiasi).
Tanda dan gejala yang dapat ditemui pada pasien dengan osteosarkoma
adalah nyeri atau pembengkakan ekstremitas yang terkena, pembengkakan pada
atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas, nyeri dada,
batuk, demam, berat badan menurun, malaise. Pemeriksaan yang biasa dilakukan
adalah: CT-scan, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan
biokimia darah dan urine. Penatalaksanaan pada pasien ini tergantung pada tipe
dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.

4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah Asuhan Keperawatan Onkologi Pada
Sistemn Muskuloskeletal : Osteosarkoma ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami kanker tulang.
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian
penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang
membutuhkannya.

65
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


Dan Nanda Nic-Noc. Edisi revisi jilid 3. MediAction: Jogjakarta

Bielack, S., Carrle, D. and Casali, P.G. (2009) Osteosarcoma: ESMO


clinicalrecommendation for diagnosis, treatment and follow-up. Ann. Oncol.
20(Suppl. 4), 137–139.

Corwin, Elizabeth, J. 2009. Patologi Buku Saku. Jakarta: EGC

Fuchs B, Pritchard DJ. 2002. Etiology of Osteosarcoma.

FK Universitas Indonesia RSCM Jakarta hal. 231 – 42.

Ganong, William F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Kawiyana S. Osteosarkoma dan penanganannya. Dalam : Jurnal orthopedi RSUP


sanglah edisi maret 2010. Denpasar: Bagian / SMF Ortopedi dan traumatologi
bagian bedah FK unud; 2010; 68-74

KPKN (Komite Nasional Penanggulangan Kanker).Panduan Nasional Penanganan


Kanker Tulang (Osteosarcoma). 2005

Ottaviani G, Jaffe N, The epidemiology of osteosarcoma, Cancer Treat. Res,


2009, 152:3-13.

Rasad, Sjahriar : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Balai Penerbit FKUI.


Jakarta.2006. Hal 31-74

R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1997, Osteosarcoma, dalam : Buku Ajar Ilmu


Bedah, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta, hal. 1270-1271

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Defisini dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Defisini dan Kriteria Hasil Keparawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Defisini dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Snell, Richard S. 2012. Clinical Anatomy by Regions. 9th ed. Philadelphia:


Lippincott William & Wilkins Inc.
Suratun, dkk. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskoloskeletal. Jakarta: EGC

66
Paulsen. F dan Waschke. J. 1997 Sobotta:Atlas Anatomi Manusia Edisi 20. Jakarta:
EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19573/4/Chapter%20II.pdf. Di
akses pada tanggal 05/09/19 pukul 16.00

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19573/4/Chapter%20II.pdf. Di
akses pada tanggal 05/09/19 pukul 16.35

67

Anda mungkin juga menyukai