Anda di halaman 1dari 41

Referat

OSTEOGENESIS IMPERFECTA

Oleh:
Ayu Syartika, S.Ked
04054821618136

Pembimbing:
dr. Kemas. H.M. Sani, Sp.Rad

DEPARTEMEN RADIOLOGI RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
Osteogenesis Imperfecta

Disusun oleh :
Ayu Syartika, S.Ked
04054821618136

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Periode 2 Oktober 2017–18 Oktober 2017.

Palembang, Oktober 2017


Pembimbing

dr. Kemas.H.M.Sani, Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR

Pujian syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Osteogenesis Imperfecta ” untuk memenuhi tugas referat yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Kemas. H.M. Sani, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua.

Palembang, Oktober 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................7
2.1 Mekanisme Osifikasi Tulang..............................................................7
2.1.1 Osifikasi Intramembran...........................................................8
2.1.2 Osifikasi Endokondral.............................................................9
2.1.3 Mekanisme Pertumbuhan Tulang............................................12
2.1.4 Remodeling..............................................................................14
2.2 Osteogenesis Imperfecta ....................................................................15
2.2.1 Definisi....................................................................................15
2.2.2 Epidemiologi...........................................................................15
2.2.3 Etiologi....................................................................................16
2.2.4 Patofisiologi.............................................................................16
2.2.5 Manifestasi Klinis....................................................................18
2.2.6 Penegakan Diagnosis...............................................................21
2.2.7 Penatalaksanaan.......................................................................23
2.3 Gambaran Radiogarfi Osteogenesis Imperfecta....................................27
BAB III KESIMPULAN....................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................40

4
BAB I
PENDAHULUAN

Osteogenesis Imperfecta (OI) atau brittle bone disease (penyakit tulang


rapuh) merupakan kelainan pembentukan jaringan ikat.1 Osteogenesis imperfecta
adalah gangguan metabolik tulang yang langka yang memiliki karakteristik
meningkatnya kerapuhan tulang, massa tulang yang rendah, fraktur berulang dan
berbagai fitur diluar tulang (extra-osseus).2,3,4 Osteogenesis imperfecta merupakan
gangguan jaringan ikat bersifat genetik yang cukup jarang dijumpai, disebabkan
oleh mutasi gen yang bertugas mengkode prokolagen tipe 1 (COL1A1 dan
COL1A2) dan menyebabkan gangguan pada pembentukan kolagen tipe 1.2,3
Osteogenesis imperfecta umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia,
kelainan pada kulit, sklera berwarna biru, dentinogenesis imperfecta (DI), maupun
gangguan pendengaran.2
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kelainan ini tergolong
penyakit keturunan yang jarang ditemui, baik di Indonesia maupun dunia. Di
Amerika Serikat diperkirakan terdapat 25.000–50.000 orang yang mengidap OI,
sedangkan di Indonesia berdasarkan laporan dari FOSTEO (Forum Osteogenesis
Indonesia) pada tahun 2013 dikatakan bahwa OI dialami oleh 1 dari 20.000 anak
di Indonesia dan saat ini terdapat 3.000 pengidap OI dari 80 juta anak di
Indonesia.1,5 Angka kejadian dan prevalensi secara akurat belum tersedia . Kejadian OI
sama antara laki-laki dan perempuan serta dapat terjadi di semua kelompok ras
dan etnis.3
Osteogenesis imperfecta merupakan kondisi kronis yang membatasi
tingkat fungsional dan lama hdup penderita. Prognosis OI bervariasi, tergantung
klinis dan keparahan yang diderita pasien.6 Sebagai seorang dokter umum,
kompetensi OI adalah tingkat kemampuan 1, yaitu mampu mengenali dan
menjelaskan, dengan kata lain seorang dokter umum harus mengetahui gambaran
klinis penyakit dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut mengenai penyakit OI, selanjutnya dapat menentukan
rujkan yang paling tepat bagi pasien, disamping seorang dokter umum diharapkan

5
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukn. Salah satu cara yang bisa
dilakukan seorang dokter umum untuk mengetahui lebih lanjut mengenai OI ialah
dengan mengetahui gambaran radiologisnya. Tujuan dari referat ini adalah untuk
menjelaskan gambaran klinis dan gambaran radiologis dari OI.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mekanisme Osifikasi Tulang7


Tulang merupakan jaringan ikat yang termineralisasi, tervaskularisasi, dan
selalu berubah bentuk. Tulang terdiri dari ground substance atau matriks tulang
yang dilekati oleh serabut-serabut kolagen dan diisi oleh bone salt. Ground
substance adalah material interselular, di mana terdapat serabut jaringan ikat,
terdiri dari glikosaminoglikan, sel‐sel metabolic, air dan ion/bone salt.
Tulang dapat diklasifikasikan menurut bentuk, lokasi, ukuran dan stuktur
pembentuknya. Menurut lokasinya, tulang dibagi menjadi:
1. Tulang aksial, yaitu tulang tengkorak, tulang vertebra, sternum dan tulang
rusuk.
2. Tulang apendikular, yaitu tulang panggul, tungkai dan lengan.
3. Tulang akrial, yaitu tulang tangan dan kaki.
Jaringan pada tulang berdasarkan matrix pembentuknya dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Lamellar bone, merupakan tulang yang telah mature dengan dengan
kolagen yang tersusun di dalam lamella. Berbeda dari tulang spongosa,
lamella pada tulang kompak tersusun mengelilingi kanal vascular dan
sekarang lebih dikenal sebagai haversian canal.
2. Woven bone, atau jaringan tulang primer adalah jaringan tulang dengan
kolagen yang tersusun secara irregular, dan mengandung mineral yang
lebih sedikit dan lebih memiliki lebih banyak osteosit dibandingkan
lamellar bone. Contoh dari woven bone adalah daerah disekitar sutura dari
cranium, dan tulang pada soket gigi. Selain di kedua tempat itu, tulang ini
merupakan jaringan patologis jika ditemukan pada orang dewasa.
Berdasarkan maturitas jaringannya, tulang dapat dibagi menjadi
immature bone contohnya adalah woven bone, dan mature bone contohnya
adalah lamellar bone. Immature bone memiliki lebih banyak memiliki
hematoxilyn, sedangkan mature bone memiliki lebih banak eosin. Spikula dari

7
immature bone akan mengalami remodeling menjadi tulang spongosa atau
tulang kompak. Proses remodeling tulang akan berlangsung terus menerus
seumur hidup.
Berdasarkan asal mula osifikasi atau pembentukannya, jaringan tulang
dapat dibagi menjadi dua yaitu osifikasi intramembran, dan osifikasi
endokondral yang kemudian keduanya akan dilanjutkan oleh proses mineralisasi
matriks. Di dalam kandungan, jaringan tulang terbentuk melalui dua cara,
yaitu secara intramembran dan secara endokonral. Saat pertama kali
tulang terbentuk, baik saat dalam kandungan ataupun dalam proses
penyembuhan fraktur postnatal, spikula akan terbentuk. Spikula adalah penyusun
tulang yang berbentuk seperti jarum kecil yang merupan penyusun tulang dan
terdiri dari zat kapur dan serabut‐ serabut zat organik.

2.1.2 Osifikasi Intramembran7


Osifikasi langsung, atau sering juga disebut dengan osifikasi
intramembran adalah osifikasi yang langsung berasal dari jaringan mesenkim.
Terjadi sejak embriyo berusia enam minggu. Osifikasi ini terjadi di dalam tulang
pipih. Proses pertama dari osifikasi intramembran adalah berkumpulnya sel
mesenkimal di tempat tulang akan terbentuk. Vaskularisasi jaringan di area ini
akan meningkat dan sel mesenkim akan berdiferensiasi menjadi osteoblast.
Osteoblast dari sel mesenkim akan mensekresi kolagen tipe I dan proteoglikan
dari matriks tulang. Osteoblast yang telah dikelilingi oleh kolagen dan
proteoglikan ini akan disebut sebagai osteoid. Osteoid akan terus mengalami
kalsifikasi hingga akhinya osteoid akan terjebak di dalam suatu kanalikuli.
Osteoid yang telah terjebak di dalam kanalikuli disebut sebagai osteosit.
Beberapa sel mesenkim yang mengelilingi spikula akan berprolifesari dan
berdiferensiasi menjadi osteoprogrenitor. Sel osteoprogenitor yang berdekatan
dengan spikula akan menjadi osteoblast dan mensekresi matriks tulang dan
akhirnya akan menjadi pertumbuhan aposisi dari spikula. Jika ditulis dalam
bentuk urutan, osifikasi intramembran terjadi dengan urutan:
1. Peningkatan vaskularisasi jaringan sekitar.

8
2. Sel mesenkim mulai berproliferasi. Sel mesenkim akan meingkatkan
sel‐sel osteogenik yang kemudian akan menjadi osteoblast.
3. Osteoblast akan mesekresi kolagen tipe I dan proteoglikan, kemudian
menjadi osteoid.
4. Osteoblast kemudian dapat kembali atau menjadi osteosit yang
terjebak dalam kanula.
5. Osteoid akan terkalsifikasi menjadi tulang spongosa, dan spikula akan
membentuk trabekula. Garam mineral dalam ground substance akan
membantu proses kalsifikasi. Garam mineral ini akan terdeposisi dan
membentuk Kristal hiroksiapatit dan mebentuk serat kolagen.
6. Terjadi remodeling tulang. Periosteum dan tulang kompak terbentuk.

Gambar 1. Proses osifikasi intramembran

2.1.3 Osifikasi Endokondral7


Osifikasi endokondral adalah proses perubahan kartilago hyaline menjadi
tulang. Biasanya terjadi pada tulang panjang, tetapi dapat juga terjadi selama
pertumbuhan basis cranial dan kartilago kondilus. Osifikasi endokondral juga
diawali dengan berkumpul dan terkondensasinya sel‐sel mesenkim pada suatu
tempat akan terbentuknya tulang. Kondensasi sel mesenkim ini disebut dengan
model kartilago. Sel‐sel mesenkim ini akan terdiferensiasi menjadi kondroblast
yang akan mensekresi matriks kartilago hyaline. Matriks ini tersekresi hampir di
seluruh tulang yang akan tumbuh secara interstitial (panjang tulang) dan
appositional (diameter tulang).

9
Terkadang pada fetus berusia 12 minggu, beberapa sel perikondrial akan
berdiferensiasi menjadi osteoblast. Pada tulang panjang, proses ini terjadi region
tengah dari tulang. Osteoblast ini akan berubah menjadi osteosit dan membentuk
leher tulang disekitar model kartilago. Oleh karena itu, proses osifikasi
endokondral ini akan selalu diawali dengan proses osifikasi intramembran.
Sel‐sel mesenkim kemudian akan berproliferasi dan berdifensiasi menjadi
sel prekondroblast dan kemudian menjadi sel kondroblast. Sel‐sel ini mensekresi
matriks kartilago, dan kemudian lama‐kelamaan akan dikelilingi oleh matriks
tersebut dan disebut sebagai kondrosit. Tetapi, karena sifat matrik kartilago yang
seperti gel, maka kondrosit akan terus mampu berproliferasi dan berdiferensiasi.
Proses ini disebut juga sebagai pertumbuhan aposisi. Sedangkan kondroblast yang
terus berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk kondrosit dan menghasilkan
matrik kartilago disebut pertumbuhan interstisial.
Proses osifikasi endokondral terjadi pada dua tempat, di tengah‐tengah
model kartilago, dan di tengah‐tengah epifisis.Pada awalnya, model kartilago
tidak memiliki vaskularisasi. Saat woven bone di leher tulang di sekitar model
kartilago terbentuk dan terkalsifikasi, osteoclast memasuki pusat osifikasi primer
yaitu di kavitas medular, dan pembuluh darah akan berpenetrasi memasuki
matriks tulang dan kartilago, membentuk jaringan pembuluh darah dan menyuplai
proses hematopoetik dari sumsum tulang. Di pusat osifikasi primer ini, kondrosit
berdiferensiasi, hipertrofi dan kemudian mendeposit matriks terminenaralisasi.
Saat matriks termineralisasi ini berkalsifikasi, sebagian akan teresorbsi oleh
osteoklast yang berasal dari pembuluh darah dan terjadi fase reversal yaitu
osteoblast akan berdiferensiasi membentuk woven bone dan nantinya akan
teremodeling menjadi lamellar bone. Proses ini disebut dengan Activation‐
Resorption‐Formation (ARF).

10
Gambar 2. Proses osfikasi endokondral tulang

Pusat osifikasi sekunder berada pada ujung epifisis dari model kartilago,
dan dengan proses seperti ARF, tulang trabekular dan sumsum tulang akan
terbentuk. Diantara pusat osifikasi primer dan sekunder terdapat growth plate
atau kartilago episis atau cakram epifisis yang menjadi pusat pertumbuhan dan
akan bertahan hingga dewasa. Diferensiasi kondrosit, mineralisasi kartilago dan
terjadinya remodeling tulang inilah yang membentuk pertumbuhan longitudinal
tulang. Meskipun demikian, growth plate akan menipis seiring berjalannya
waktu, kecepatan proses mineralisasi dan resorpsi tulang akan sebanding dengan
proses pembentukan matriks tulang tersebut. Saat growth plate telah
teremodeling dengan sempurna, saat inilah tulang akan matur dengan sempurna
dan pertumbuhan longitudinal tulang akan berhenti.
Pada growth plate tahapan proses osifikasi endokondral tampak jelas dari
terbentuknya 4 zona osifikasi. Zona pertama adalah resting zone atau zona
kartilago. Kemudian zona proliferasi dimana terjadi proliferasi kondroblast dan
terkondensasinya kondroblast membentuk kumpulan sel yang isogen dan
menyintesis matrik kartilago. Sel-sel ini kemudian membesar dan membentuk sel
pre-hipertrofik dan sel hipertrofik, membentuk zona hipertrofik. Dibawahnya
akan tampak zona kalsifikasi, dimana terjadinya selektif kalsifikasi dari matrik
septa kartilago longitudinal. Terjadi pembengkakan vakuola kondrosit dan

11
akhirnya kondrosit akan apoptosis. Sebagian dari matrik yang terkalsifikasi
kemudian akan teresorpsi oleh osteoclast, menghasilkan celah-celah longitudinal
yang akan terisi oleh pembuluh darah. Kemudian osteoblast akan berdiferensiasi
membentuk lapisan woven bone di atas matrik kartilago pada celah longitudinal.
Dengan terjadinya remodeling kartilago dan terbentuknya woven bone, maka
ARF yang pertama telah terjadi.

Gambar 3. Lapisan zona pada growth plate

Dari proses ARF yang pertama akan membentuk tulang trabekula yang
disebut sebagai tulang spongosa primer. Setelah proses ARF tahap pertama
selesai terbentuk, woven bone dan sisa kartilago akan berkembang menjadi
lamellar bone dan menghasilkan tulang spongiosa yang mature. Proses ini
disebut sebagai ARF tahap kedua.

2.1.4 Mekanisme Pertumbuhan Tulang7


Terdapat tiga mekanisme dasar pada pertumbuhan tulang, hyperplasia,
hipertrofi, dan sekresi matriks ekstraseluler. Hiperplasia adalah suatu keadaan
dimana jumlah sel meningkat, sedangkan hipertrofi adalah suatu keadaan dimana
besar sel meningkat. Sekresi matriks ektraseluler adalah proses dimana terjadi
peningkatan ukuran sel karena sekresi matriks.
Pada jaringan keras sepeti tulang dan gigi, material ekstraseluler
terminenarilasi dan menyebabkan pertumbuhan interstitial tidak dapat terjadi.
Oleh karena itu, hiperplasi, hipertrofi dan sekresi ekstraseluler hanya dapat
berlangsung pada bagian permukaan jaringan. Pembentukan sel baru hanya

12
terjadi pada daerah periosteum. Pertumbuhan postnatal terjadi di tiga tempat
yaitu: (1) chondral growth, (2) sutural growth, (3) periosteal growth.
1. Chondral Growth atau pertumbuhan kartilaginus
Biasanya terjadi pada dasar cranium yang membentuk sinkondrosis yaitu
pertautan dua tulang yang dihubungkan oleh tulang rawan, septum nasal,
kartilago simphisis dan kondilus mandibula. Pertumbuhan kartilago pada
sinkondrosis sfeno‐osipitalis bisa memperbesar dimensi antero‐posterior dari
basis cranium. Pertumbuhan dari kartilago septum nasal akan membuat hidung
lebih kedepan, dan pertumbuhan kartilago pada kondilus mandibula akan
memperbesar panjang dan tinggi keseluruhan dari mandibula. Pertumbuhan
sinkrondrosis ini akan terus terjadi hingga tulang rawan terosifikasi dengan
sempurna. Pertumbuhan kartilago ini dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan
(STH). Produksi STH yang berlebih akan menyebabkan pemanjangan
pertumbuhan basis cranium dan produksi STH yang kurang akan memendekkan
bentuk basis cranium.
2. Sutural Growth atau pertumbuhan sutura
Pertumbuhan sutura akan memperbesar ukuran kepala di semua dimensi.
Pertumbuhan sutura terjadi karena aktivitas osteoblast dan sangat mirip dengan
pertumbuhan periosteal, tetapi hanya terjadi pada ujung-ujung tulang. Gambaran
histology dari pertumbuhan sutura menunjukan lapisan sel-sel osteoblast yang
melapisi tulang, lapisan fibrosa dan zona yang berada diantaranya yang
mengandung pembuluh darah, dan menghubungkan zona fibrosa ujung tulang
yang satu dan yang lain.
3. Periosteal Growth
Periosteum mengontrol terjadinya proses deposisi dan aposisi tulang
selama proses maturisasi tulang. Arah pertumbuhan periosteal tulang adalah
deposisi tulang pada permukaan luar, dan resorpsi tulang pada permukaan
bagian dalam.

13
2.1.5 Remodeling7
Proses remodeling tulang merupakan proses yang kompleks dan
terkoordinasi yang terdiri dari proses resorpsi dan formasi tulang baru yang
menghasilkan pertumbuhan dan pergantian tulang. Hasil akhir dari remodeling
tulang adalah terpeliharanya matriks tulang yang termineralisasi dan kolagen.
Aktifitas sel‐sel tulang terjadi disepanjang permukaan tulang, terutama pada
permukaan endosteal. Proses resorpsi dan formasi tulang, tidak terjadi
disembarang tempat disepanjang tulang, tetapi merupakan proses pergantian
tulang lama dengan tulang baru. Pada tulang dewasa, formasi tulang hanya
terjadi bila didahului oleh proses resorpsi tulang. Jadi urutan proses yang terjadi
pada tempat remodeling adalah aktifasi resorpsi formasi (ARF). Pada fase
antara resorpsi dan formasi (fase reversal), tampak beberapa sel mononuklear
seperti makrofag pada tempat remodeling membentuk cement line yang
membatasi proses resorpsi dan merekatkan tulang lama dan tulang baru. Proses
remodeling tulang diatur oleh sejumlah hormon dan faktor‐faktor lokal lainnya.
Hormon yang berperan pada proses remodeling tulang adalah hormon paratiroid
(PTH), insulin, hormon pertumbuhan, vitamin D, kalsitonin, glukokortikoid,
hormon seks dan hormon tiroid.

Gambar 4. Siklus remodeling tulang

14
2.2 Osteogenesis Imperfecta
2.2.1 Definisi
Osteogenesis Imperfecta (OI) merupakan gangguan pembentukan tulang
yang bersifat diturunkan, dengan karakteristik fragilitas tulang dan rendahnya
massa tulang.2,3 Osteogenesis imperfecta adalah gangguan pembentukan tulang
yang diturunkan, memiliki karakteristik masa tulang yang rendah dan
kecenderungan untuk fraktur. Kerapuhan tulang yang merupakan klinis dari
penyakit ini, menyebabkan penyakit ini disebut juga dengan nama "penyakit
tulang rapuh".4,8
Kelainan ini pada umumnya ditandai dengan tulang mudah patah, kelainan
pada ligamen, kulit, sklera, gigi, ataupun tuli. Kelainan bentuk yang paling ringan
biasanya ditandai dengan osteoporosis prematur, penderita bisa tidak mengalami
patah tulang sampai masa dewasa, sedang untuk kelainan OI yang berat adalah
ditandai dengan fraktur multipel dengan trauma ringan atau tanpa riwayat trauma
sejak dalam kandungan. Disebutkan kurangnya asupan gizi saat hamil, paparan
lingkungan/ ekosistem, dan ibu peminum alcohol meningkatkan risiko kejadian
OI.9,10
Osteogenesis Imperfecta memiliki sifat diturunkan, hal ini yang
membedakan dengan osteoporosis idiopatik remaja, meskipun osteoporosis klinis
juga merupakan konsekuensi dari osteogenesis imperfecta.4,8 Pasien dengan
osteogenesis imperfecta tidak memiliki gangguan dalam kadar kalsium serum dan
vitamin D sebagai konsekuensi dari penyakit ini, hal ini yang membedakan
dengan osteomalasia.4

2.2.2 Epidemiologi
Osteogenesis imperfecta selain diturunkan secara autosomal dominan, juga
dapat terjadi karena mutasi sporadic yang kemudian diturunkan secara autosomal
dominan. Terjadinya OI tidak dipengaruhi oleh ras ataupun jenis kelamin.
Sedangkan umur mempengaruhi derajat keparahan pada OI secara sangat
bervariasi.1,2 Usia penderita saat gejala muncul bervariasi, terutama gejala mudah
patahnya tulang. Pada kasus minoritas dapat ditemukan penurunan secara resesif

15
yang disebabkan oleh mosaicism pada orangtua.9,10,13 Berdasarkan penelitian
Kuurila pada tahun 2002, prevalensi terjadinya OI mendekati 1/15.000. Tipe OI
yang paling ringan dan yang paling sering ditemui, yaitu OI tipe I dan tipe IV,
terhitung jumlahnya lebih dari setengah jumlah keseluruhan penderita OI.
Berdasarkan penelitian Edinburgh, insiden terjadinya tipe ini pada setiap kelahiran
adalah 1 dari 20.000 kelahiran (Wynne-Davies dan Gormley 1981), sedangkan OI
tipe II dan III jumlahnya lebih sedikit. Prevalensi OI tipe I dan IV mendekati 3–
4 /100.000.Menurut Silence dkk, insiden OI tipe I di Australia 3,5 per 100.000,
sedangkan insiden OI tipe II sekitar 1–2/100.000. Menurut Silence dkk, prevalensi
pada anak-anak yang hidup adalah 1/20.000, sedangkan prevalensi OI tipe III 1–
2/100.000.11

2.2.3 Etiologi
Hampir 90% bentuk klinis (tipe) OI disebabkan oleh kelainan struktural
atau mutasi 2 gen yaitu COL1A1 dan COL1A2 yang mengkode rantai kolagen
tipe 1 (prokolagen tipe 1), dimana COL1A1 dan COL1A2 merupakan komponen
protein utama matriks ekstraselular tulang. Bentuknya yang beragam ini karena
bisa terjadi pada lokus dan alel yang sangat heterogen. Manifestasi yang timbul
tergantung dari rantai prokolagen tipe 1 yang terkena, jenisnya, dan lokasi mutasi
dari lokusnya. Sekitar 10% kasus klinis yang tak jelas, terbukti tidak didapat
kelainan biokimia dan molekul prokolagen. Hingga kini tidak diketahui dengan
jelas apakah kasus ini dikarenakankemampuan deteksi kurang atau karena
kelainan genetik yang heterogen.9,10,14,15

2.2.4 Patogenesis
Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks
tulang dan jaringan fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea, sklera,
tendon, selaput otak dan dermis.10, 15 Sekitar 30% berat badan manusia terdiri dari
prokolagen tipe I.2 Secara struktural, molekul prokolagen tipe I berbentuk triple
helix, terdiri dari 2 rantai proα1(I) (disebut COL1A1, dikode pada kromosom 17)
dan 1 rantai proα2(I) (disebut COL1A2, dikode pada kromosom 7). Masing-
masing rantai triple helix itu dibentuk oleh rangkaian 388 asam amino Gly-X-Y

16
yang berulang. Prolin sering berada di posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau
hidroksilisin sering berada di posisi Y. Glisin (Gly) merupakan asam amino
terkecil yang mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai poros
dari helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur dan
produksi helix. Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang tidak
normal sehingga matriks pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak
beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga berkurang.
Hal ini menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang, osteopenia, dan
terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan (fraktur). 9,10,14
Lebih dari 200 mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau struktur
prokolagen tipe I ditemukan pada penderita OI. Jika mutasi tersebut menurunkan
produksi/ sintesis prokolagen tipe I, maka terjadi OI fenotip ringan (osteogenesis
imperfecta tipe I), namun jika mutasi menyebabkan gangguan struktur prokolagen
tipe I maka akan terjadi OI fenotip yang lebih berat (tipe II, III, dan IV). Kelainan
struktur itu pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu 85% karena point
mutation akibat glisin digantikan oleh asam amino lain dan sisanya karena
kelainan single exon splicing. Struktur normal prokolagen tipe I. Masing-masing
rantai kolagen sebagai triple helix prokolagen, disekresikan ke ruang ekstraseluler.
Domain amino- dan carboxyl-terminal dipecah di ruang ekstraseluler, mengalami
maturitas, kemudian dirangkai, di tulang akan mengalami mineralisasi. 9,10,14
Mutasi terbanyak OI diturunkan secara autosomal dominan oleh gen
kolagen tipe I, hanya sedikit yang resesif. Secara umum penyakit ini
menggambarkan kompleksitas genetik, namun jika terjadi mutasi gen akan
mempengaruhi struktur protein yang dirupakan dalam berbagai bentuk sub unit.

Gambar 5. Pedegree dari keluarga dengan Osteogenesis yang terbanyak diturunkan


secara autosomal dominan. (Diambil dari www.carolguz.com)

17
Bentuk fenotip yang ringan dari tipe I autosomal dominan, walaupun
molekul normal yang terbentuk hanya separuh dari keseluruhan, secara kualitas
akan tampak normal. Semakin berat mutasi yang terjadi akan tampak pada
stoichiometri pada pembentukan defek rantai proα1(I) kolagen tipe I yang terdiri
dari 2 rantai proα1 dan 1 rantai proα2. Jika separuh rantai proα1(I) adalah
abnormal, 3 dari 4 kolagen tipe I akan mempunya minimal 1 rantai abnormal.
Sebaliknya jika separuh rantai proα1(I) mengalami defek, maka yang terkena
mutasi hanya 1 dari 2 molekul. Mutasi pada rantai proα1(I) adalah dominant
negative alelle (proα1M), karena mereka mempengaruhi kerusakan kedua rantai
yaitu proα1 dan proα2. Dengan kata lain pengaruh mutan alel diperkuat dengan
adanya betuk polimer alamiah dari molekul kolagen, khususnya untuk penyakit
autosomal dominan seperti OI ini, akan lebih baik jika terjadi mutasi yang
nantinya tidak memproduksi gene dari pada harus menghasilkan produk gen
abnormal. Meskipun mutasi yang menghasilkan struktur abnormal rantai proα2
bisa menurunkan jumlah normal molekul kolagen tipe 1 hingga separuh,
penurunan jumlah ini tidak selamanya jelek. Seperti pada kasus beberapa mutasi
yang menyebabkan bentuk fenotip perinatal yang letal, kebanyakan bayi dengan
OI tipe II, bentuk letal mempunyai dominasi mutasi yang baru, yang mana
kaitannya dalam keluarga untuk terjadi kejadian berulang sangat rendah.10,14
Cartilage-associated protein (CRTAP) merupakan protein yang
dibutuhkan untuk hidroksilasi prolil 3. Hilangnya CRTAP pada tikus
menyebabkan osteochondroplasia yang dikarakterisasi dengan osteoporosis berat
dan penurunan produksi osteoid. Pada manusia, mutasi CRTAP dapat
menyebabkan modifikasi post-translasional dari kolagen yang berlebihan
sehingga dapat menyebabkan gejala klinis yang mirip dengan OI.

2.2.5 Manifestasi Klinis


Istilah OI mencakup berbagai presentasi klinis yang mungkin diawali pada
awal kehamilan sampai akhir hidup pasien.16 Osteogenesis Imperfecta memiliki
berbagai keparahan klinis, mulai dari beberapa patahan di dalam rahim, kematian
perinatal sampai dengan dewasa normal dan insiden fraktur yang rendah.4

18
Pasien dengan OI dapat dijumpai klinis yang lain seperti sklera yang biru,
dentinogenesis , hyperlaxity kulit dan hipermobilitas sendi, serta dapat juga terjadi
kehilangan pendengaran pada saat dewasa.3,4,16 Selain itu, pasien OI dapat hadir
dengan Wormian bones di sutura tulang tengkorak, dan mungkin dengan tinggi
yang menurun dan memiliki deformitas tulang.3,4
Dentiginous (DI) mungkin tidak hadir di semua jenis OI (55%) Kelainan
pendengaran yang umum terutama pada tipe I dan kebanyakan pasien memiliki
beberapa tingkat gangguan pendengaran pada usia 40. Biru sklera terjadi pada OI
karena rusaknya kolagen di sklera (sekitar 50%).8
Ada beberapa fitur radiologi tertentu dilaporkan dalam OI. Mereka
termasuk tulang wormian, rusuk manik-manik, tulang luas, banyak rekahan
dengan kelainan bentuk tulang panjang, platyspondylia, metaphyses kistik,
penampilan popcorn tulang rawan pertumbuhan, patah tulang rusuk, patah tulang
belakang, dan pembentukan kalus yang luas.4,8,16

Gambar 6. Sklera Berwarna Biru pada OI8

Gambar 7. Dentiginous 8
Klasifikasi
Sistem yang dikemukakan oleh Sillence dkk (1979) membagi OI menjadi :

19
a. Tipe I
Tipe I adalah bentuk paling ringan menjadi nondeforming dan pasien dapat
mencapai ketinggian normal. Para pasien biasanya memiliki sklera biru, tetapi
dentinogenesis jarang dijumpai. Fraktur biasanya tidak terlihat pada saat lahir,
tapi selama perkembangan remaja mulai terjadi dan biasanya menurun setelah
pubertas.3,4,8,16
b. Tipe II
Tipe II adalah bentuk paling parah dari penyakit ini dan dapat
mengakibatkan kematian pada periode perinatal. Pasien jarang bertahan selama
lebih dari beberapa hari. Beberapa individu menunjukkan fraktur multipel tulang
rusuk dan tulang panjang selama intrauterine dan menunjukkan deformitas tulang
yang parah. Histiologi tulang mengungkapkan penurunan tajam di ketebalan
kedua tulang kortikal dan tulang trabekular.4
c. Tipe III
Tipe III adalah bentuk yang paling parah dari penyakit yang dapat hidup
melewati masa perinatal. Hal ini ditandai dengan deformitas tulang parah
progresif yang dimulai setelah kelahiran. Individu mungkin memiliki beberapa
patah tulang pada saat lahir dan menderita patah tulang sering sesudahnya karena
sifat yang sangat rapuh tulang mereka. Insiden fraktur tetap tinggi bahkan dalam
kehidupan dewasa. Individu memiliki perawakan sangat pendek dan karena
kecacatan serta kerapuhan tulang sering terbatas hanya pada kursi roda selama
kehidupannya. Dentinogenesis umumnya hadir.4,8
d. Tipe IV
Tipe IV secara klinis merupakan kelompok yang paling beragam dalam
klasifikasi Sillence dan mencakup semua orang-orang yang tidak memenuhi
kriteria untuk tipe I-III OI. Fenotipe dapat bervariasi dari berat ke ringan, dalam
kondisi yang lebih parah dapat terjadi patah tulang saat lahir, menderita kelainan
tulang moderat dan mencapai perawakannya yang relatif pendek. Karena fenotipik
bervariasi dalam kelompok ini, sehingga memberikan gambaran sumber yang
paling mungkin dari penyakit ini adalah heterogenitas genetik.4,16
e. Tipe V

20
Tipe V deformitas yang moderat, dan pasien menunjukkan kerapuhan
tulang yang sedang sampai parah. Tidak terdapat sklera biru dan dentinogenesis
pada tipe ini. Pasien ditandai dengan tiga ciri khas, adanya pembentukan kalus
hipertrofik di lokasi fraktur, kalsifikasi membran interoseus pada tulang lengan
bawah, dan adanya radioopak band metaphyseal yang berbatasan langsung ke
pelat pertumbuhan pada X- ray. Setelah pemeriksaan histologis, organisasi lamelar
pada tulang memiliki penampilan tidak teratur berbeda dari organisasi lamelar
normal.3,16
f. Tipe VI
Tipe VI pasien juga hadir dengan deformitas tulang yang moderat sampai
parah dan tidak ada sklera biru atau dentinogenesis . Fitur khas dari jenis ini OI
the fish scale like appearance of the bone lamellae dan adanya osteoid yang
berlebihan pada pemeriksaan histologis. Meskipun akumulasi osteoid
menunjukkan adanya defek mineralisasi yang mengingatkan osteomalacia, tidak
ada kelainan pada kalsium, fosfat, hormon paratiroid atau metabolisme vitamin D,
dan pertumbuhan pelat proses mineralisasi normal.3,4
g. Tipe VII
Tipe VII pasien juga memiliki deformitas dan kerapuhan tulang yang
moderat sampai parah, dan kadang ada sklera biru dan dentinogenesis . Fitur
klinis khas dari penyakit ini adalah pemendekan rhizomelic humerus dan femur.
Tidak seperti bentuk lain dari OI, yang dapat diwariskan secara autosomal
dominan, tipe VII OI diwariskan secara autosomal resesif.4

2.2.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis OI dapat didiagnosa pada waktu yang berbeda yaitu selama
perkembangan janin, saat lahir, dimasa kecil, atau jarang pada orang
dewasa. Terlepas dari waktu di mana diagnosis dicurigai, dasar pertama dari
evaluasi adalah anamnesa, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, radiografi yang
tepat dan pemeriksaan laboratorium rutin. Jika ini tidak dapat terdiagnosis, maka
pemeriksaan khusus genetik diperlukan.16 Selain itu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat medis dan pemeriksaan fisik juga perlu diperhatikan untuk diagnosis.3

21
Pemeriksaan rotngen dijumpai osteopenia (densitas tulang rendah), fraktur,
kompresi tulang vertebra, Wormian Bones pada tulang tengkorak.3,8,16
Diagnosis laboratorium OI tergantung pada penentuan bahwa kultur
fibroblas didapatkan prokolagen tipe I kurang dari normal, atau identifikasi mutasi
pada COL1A1 atau COL1A2, dua gen yang menyandikan rantai prokolagen tipe
I.3,8,16

2.2.7 Diagnosis Banding


1. Child abuse dan penelantaran anak
Pada OI tipe ringan paling sulit dibedakan dengan kasus penelantaran
anak. Usia fraktur tulang yang berbeda-beda pada neonatus dan anak harus
dicurigai karena kasus penelantaran anak. Selain itu pada penelantaran anak juga
terdapat manifestasi klinis non skeletal, misalnya perdarahan retina, hematoma
organ visera, perdarahan intrakranial, pankreatitis dan trauma limpa. Tipe fraktur
pada penelantaran anak biasanya adalah fraktur sudut metafiseal yang jarang
ditemukan pada OI. Densitas mineral tulang pada penelantaran anak juga normal,
sedangkan pada OI rendah. 9,10,13,14
2. Osteoporosis juvenil idiopati (OJI)
Keadaan ini ditemukan pada anak yang lebih tua, terutama antara 8 – 11
tahun, yang mengalami fraktur dan tanda osteoporosis tanpa didasari penyakit
lainnya. Gejala biasanya nyeri tulang belakang, paha, kaki, dan kesulitan berjalan.
Fraktur khasnya berupa fraktur metafiseal, meski dapat juga terjadi pada tulang
panjang. Sering terjadi fraktur vertebra yang menyebabkan deformitas dan
perawakan pendek ringan. Tulang tengkorak dan wajah normal. OJI akan
membaik spontan dalam 3-5 tahun, namun deformitas vertebra dan gangguan
fungsi dapat menetap. Jika didapat riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
maka harus dipikirkan suatu OI tipe ringan. 9,10,13,14

3. Achondroplasia
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan akibat
mutasi pada gen FGFR3. Gen ini bertanggung jawab pada pembentukan protein

22
yang berperan dalam pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan tulang
(osifikasi) dan jaringan otak. Klinis didapat sejak lahir berupa perawakan pendek,
termasuk tulang belakang, lengan dan tungkai terutama lengan dan tungkai atas,
pergerakan siku terbatas, makrosefali dengan dahi yang menonjol. Kejadian
fraktur berulang tak pernah terjadi. 9,10,13,14
4. Riketsia
Merupakan gangguan kalsifikasi dari osteoid akibat defisiensi metabolit
vitamin D. Walau jarang terjadi, riketsia juga bisa karena kekurangan kalsium dan
fosfor dalam diet. Klinis yang ditemukan antara lain hipotoni otot, penebalan
tulang tengkorak yang menyebabkan dahi menonjol, knobby deformity pada
metafisis dan dada (rachitic rosary), bisa terjadi fraktur terutama tipe greenstick
fracture. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar 25-hidroksi-vitamin D
serum, kalsium dan fosfor yang rendah, serta alkalin fosfatase meningkat.
Beberapa penyakit malabsorpsi intestinal berat, penyakit hati atau ginjal
menimbulkan gambaran klinis dan biokimia sekunder riketsia nutrisional. Pada OI
kalsium serum dan alkalin fosfatase normal. Kadar 25-hidroksi-vitamin D serum
penderita OI sering rendah menunjukkan defisiensi vitamin D sekunder akibat
kurangnya paparan terhadap sinar matahari yang sering dialami penderita
OI.9,10,13,14

2.2.8 Penatalaksanaan11
Penatalaksanaan lebih difokuskan pada terapi suportif dengan tujuan
meminimalkan terjadinya fraktur, meminimalkan ketidakmampuan, membantu
penderita OI untuk mandiri dan menjaga kesehatan secara keseluruhan (Marini
dan Gerber 1997). Idealnya, penatalaksanaan OI ini ditangani oleh tim dokter
spesialis, termasuk seorang orthopedic dan rehabilitasi medis. Terapi suportif
berisfat individualis, derajat kerusakan yang terjadi, dan usia dari penderita OI
tersebt. Dukungan moral pun juga diberikan kepada orang tua penderita, sehingga
para orang tua tersebut merasa nyaman atau tidak frustasi dalam merawat ayi atau
anaknya yang menderita OI, terutama orang tua dengan bayi penderita OI tipe II.11

23
Pada prinsipnya tidak ada pengobatan khusus pada osteogenesis
imperfecta. Tujuan utama pengobatan OI adalah mengurangi angka kejadian
fraktur, mencegah deformitas tulang panjang dan skoliosis serta meningkatkan
luaran fungsional.4,6 Pengobatan hanya bertujuan untuk:3,6
1. Merawat bayi atau anak secara seksama sehingga komplikasi fraktur yang
lebih lanjut dapat dicegah
2. Mencegah deformitas yang tidak perlu terjadi melalui penggunaan bidai yang
baik
3. Mobilisasi untuk mencegah osteoporosis
4. Koreksi deformitas jika perlu dilakukan osteotomi dan fiksasi interna.
Modifikai gaya hidup mempengaruhi luaran dari OI seperti cara duduk,
berdiri, dan mengangkat tubuh atau barang untuk mencegah fraktur tulang
belakang. Pola makan yang baik dan cukup gizi dapat memaksimalkan
pertumbuhan massa tulang, kekuatan otot dan mencegah obesitas diharapkan
dapat mengurangi resiko patah tulang. Peran lingkungan keluarga atau rumah dan
sekolah mempengaruhi psikologi dari penderita OI.3,6
Tujuan dari menajemen orthopedik adalah pada OI dengan patah tulang
dan mencegah atau memperbaiki deformitas tulang. Tindakan bracing, splinting
dan orthotic adalah salah satu menajemen orthopedik.3 Tindakan bedah yang
dilakukan pada umumnya adalah rodding yaitu menempatkan bahan metal dalam
tulang panjang yang berguna untuk memperkokoh tulang sehingga resiko fraktur
minimal.6 Tindakan imobilisasi dapat dilakukan dengan bahan material yang
ringan yang bertujuan untuk menghindari fraktur yang dapat terjadi lebih lanjut
akibat material yang digunakan. Pada umumnya, penderita OI memiliki kecepatan
pemulihan tulang yang sama dengan tulang normal.3,4,16
Penderita OI data terjadi skoliosis yang merupakan masalah serius pada
penderita OI. Prevalensi skoliosis pada OI cukup tinggi dan deformitas pada
tulang belakang meningkat sesuai berjalannya usia sehingga diperlukan
pemantauan yang adekuat. Tindakan bracing tidak dapat menghentikan
progesivitas dari skloliosis. Selain skoliosis, kifosis dan fraktur kompresi juga
dapat terjadi pada penderita OI. Pihak keluarga OI harus mendapatkan edukasi
tentang pemeliharaan tulang belakang.3

24
Aktifitas program fisik dapat meningkatkan mengoptimalkan dan
mempertahankan fungsi tulang dan kekuatan otot. Latihan fisik yang diberikan
lebih difokuskan pada postur dan stamina atau pergerakan. Postur yang baik dapat
mencegah deformitas tulang. Aktivitas yang paling dianjurkan adalah yang
berhubungan dengan air seperti berenang.2,17
Tatalakasana farmakologi berupa pengobatan growth hormone, obat
intravena atau oral bisphosphonate dan terapi gen.3,8,6,17 Biphosponat merupakan
analog sintesis dari pirofosfat yang menghambat resorpsi tulang osteoklas dengan
cara mengikat hidroksiapetit pada tulang sehingga meningkatkan mineralisasi
tulang dan memperkuat tulang.3,4 Biphosphonat meingkatkan densitas tulang
dengan meningkatakan pertumbuhan korteks dan trabekula pada tulang. Terapi
biphosponat bukanlah pengobatan utama pada OI. Terapi tersebut hanya
meningkatkan kuantitas tulang tanpa memperbaiki efek genetik. Pada studi
observasional, pemberian biphosphonat dapat mengurangi fraktur dan nyeri. 4
Asam zoledronat salah satu biphosponat yang sering digunakan pada OI. Dosis
yang dipergunakan berdasarkan pada usia dan diberikan secara intravena (IV).
Terapi dengan growth hormone dan esterogen juga digunakan pada OI
tetapi diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan terapi hormonal di
atas.3,6
Penderita OI yang rentan terhadap trauma dan memerlukan imobilisasi
jangka lama akibat frakturnya sering menyebabkan defisiensi vitamin D dan
kalsium pada anak. Karena itu diperlukan suplementasi vitamin D 400-800 IU dan
kalsium 500-1000 mg sebagai profilaktik walau tidak memperbaiki penyakit OI
sendiri. Suplemen harian 1200 IU vitamin D dan 250 mg kalsium ketika berat
badan adalah <15 kg, 500 mg kalsium jika berat badan adalah > 15 kg. Dosis
vitamin D kemudian secara berkala disesuaikan untuk menghindari hiperkalsiuria
dan nefrokalsinosis.18
Terapi gen dan transplantasi stem sel sampai saat ini masih dalam
penelitian. Terapi gen bertujuan mencegah ekspresi mutan pada alel kromosom
denga mengikat komplementari dari fragmen anti-sense DNA/RNA atau ribozyme
pre-mRNA sebelum pengkodingan. Selain itu, transplantasi stem stel merupakan

25
modifikasi dari terapi gen dalam tatalaksana OI. Transplantasi mesenkimal stem
sel dilakukan oleh Jerry dkk telah terbukti memperbaiki struktur tulang, proses
penyembuhan dan perkembangan tulang kasus OI ringan. Penelitian Horwitz dkk
menggunakan sumsum tulang dalam penatalaksanaan OI dan meghasilkan hasil
yang cukup baik pada konsentrasi rendah. Penelitian Vanleene dkk
mentransplantasikan stem sel fetus manusia pada OI tikus di uterus. Mereka
menemukan bahwa stem sel yang ditransplantasikan berubah menjadi osteoblast,
mensekresikan osteokalsin dan sintesa kolagen tipe I. Hal di atas yang menjadi
perhatian bahwa penggunaan terapi gen dan transplantasi stem sel menjadi tolak
ukur dalam penanganan OI di masa medatang.6
2.2.9 Prognosis
Osteogenesis imperfecta merupakan kondisi kronis yang membatasi
tingkat fungsional dan lama hidup penderita. Prognosis penderita OI bervariasi
tergantung klinis dan keparahan yang dideritanya. Bayi dengan OI tipe II biasanya
meninggal dalam usia bulanan - 1 tahun kehidupan. Sangat jarang seorang anak
dengan gambaran radiografi tipe II dan defisiensi pertumbuhan berat dapat hidup
sampai usia remaja. Penderita OI tipe III biasanya meninggal karena penyebab
pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja atau usia 40 tahun-an sedangkan
penderita tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih panjang/ lama hidup
penuh.
Penderita OI tipe III biasanya sangat tergantung dengan kursi roda.
Dengan rehabilitasi medis yang agresif mereka dapat memiliki ketrampilan
transfer dan melakukan ambulasi sehari-hari di rumah. Penderita OI tipe IV
biasanya dapat memiliki ketrampilan ambulasi di masyarakat juga tak tergantung
dengan sekitarnya.9,10,13-15

2.3 Gambaran Radiografi Osteogenesis Imperfecta11


Pada radiograf umumnya ditemukan adanya fraktur, tahap penyembuhan
fraktur, wormian bone, “codfish vertebrae” dan osteopenia. Gambaran radiografis
OI berubah dengan bertambahnya umur. Pada pemeriksaan radiografis, mayoritas
ditemukan antara lain: Gambaran fraktur yang bervariasi, baik variasi pada umur
maupun tahap penyembuhan yang terjadi. Fraktur seringkali terjadi pada tulang

26
panjang, tetapi bisa juga terjadi pada tulang rusuk dan tengkorak. Fraktur pada
lempeng metaphyseal merupakan karakteristik yang dapat dijumpai pada sebagian
anak penderita OI. Codfish vertebrae, fraktur pada spinal akibat tekanan, ditemui
pada usia dewasa. “Wormian bones” didefinisikan oleh Cremin dkk sebagai
“tulang-tulang sutura dimana diameternya 6 mm dari 4 mm atau lebih besar lagi,
dengan kecenderugan membentuk pola mosaic. Tulang wormian bukan
merupakan patognomonik dari OI. Protursio acetabul (soket pada sendi pinggul
yang terlalu dalam dan acetabulum yang membengkak ke kavitas pelvis
menyebabkan protrusi intrapelvic pada acetabulum). Osteopenia, terdeteksi
melalui pemeriksaan absorpsiometri degan energy sinar-X (DEXA). Sebagi
catatan, kepadatan tulang bisa normal, terutama pada OI tipe I (Lund et al 1999).
Pada OI, perubahan kepadatan mineral tulang spina, yang pertama disebabkan
oleh meningkatnya volume tulang vertebrae, dan yang kedua disebabkan oelh
meningkatnya kepadatan mneral (Moore et al 1998, Reinus dkk 1998). Pada
penanda biokimia dari formasi dan resorpsi tulang, pada kaki tampak adanya
variasi baik elevasi ataupun penurunan pada OI (Berner et al 1993, Cepollaro et al
1999). Gambaran “bowing” (=melengkung) pada kaki.

Tabel 1. Gambaran radiografis pada Osteogenesis Imperfecta11

Type Severity Skull Back Extremity Other


I Mild Wormian bones Codfish Thin cortices Osteopenia
vertebrae
(adults)
II Perinatal Undermineralizat Platyspondyly Severe Small beaded
lethal ion; plaque of deformed; broad ribs; finding are
calcification crumpled, bent pathodnomonic
femur

27
III Severe Wormnian bones Codfish Flared Thin ribs,
vertebrae; metaphyses severe
kyphoscoliosis (“popcorn” like osteophorosis
appearance
[childhood])
bowing, thin
cortices
IV Intermediate ± wormian bones Codfish Thin cortices Protrusion
vertebrae acetabuli

Radiografi antenatal OI
Bentuk berat dari OI (paling sering tipe II) dapat didiagnosis
menggunakan USG sepanjang trimester kedua kehamilan. Akan terlihat tanda-
tanda nonspesifik seperti: IUGR atau hidramnion. Selain itu, pemeriksaan USG
akan menunjukkan abormalitas pada tengkorak, tulang rusuk, tulang belakang
atau tungkai, berupa lesi hipoechoic akibat mineralisasi yang tidak cukup,
deformitas yang berhubungan dengan fraktur, pembentukan callus dan
peningkatan bone plasticity, serta micromelia, terutama pada femur (lihat gambar
8).19

Gambar 8. USG potongan sagittal dan transversal pada fetus usia 26 minggu dengan FL < p3
yang menunjukkan femur yang memendek dan melengkung dengan lekukan hipoechoic (kepala
panah) menunjukkan kemungkinan fraktur (gambar kiri) dan penurunan echogenitas dari cranial
vault (gambar kanan).

Apabila dilakukannya terminasi kehamilan berdasarkan diagnosis


antenatal melalui USG, radiografi postmortem sangat bermanfaat untuk
memastikan diagnosis dengan mengonfirmasi dan dan menunjukkan abnormalitas
tulag fetus secara spesifik (lihat gambar 9).

28
Gambar 9. Gambaran radiografi postmortem fetus berusia 23 minggu dengan OI tipe II (tipe
lethal) menunjukkan wajah berbentuk segitiga dan tungkai bawah yang memendek dan
melengkung (bowed limbs). Pada radiografi, tidak terlihat mineralisasi pada tengkorak;
osteopeniaberat terlihat melalui skeleton dengan fraktur multiple dan deformitas pada rusuk dan
tulang-tulang panjang OI.

Gambaran radiografi manifestasi skeletal OI


a. Gambaran radiografi osteopenia

Gambar 10. Gambaran radiografi anteroposterior dada pada anak dengan OI memberikan bukti
bahwa terjadi penipisan os costae posterior (anak panah), yang berhubungan dengan fraktur dan
pembentukan callus.

29
Gambar 11. Gambaran radiografi anteroposterior pelvis dan kaki pada anak dengan OI
menunjukkan osteopenia berat dan diffuse dengan penipisan prominen pada tulang metatarsal.

Gambar 12. Gambaran radiografi lateral tulang belakang pada dua nak dengan OI menunjukkan
homogenous rarefaction (kiri) dan predominant trabecular rarefaction (kanan) pada tulang
cortical dan tulang trabecular, dengan sebuah bentuk “frame-like” pada vertebra (kanan) .
Perhatikan collapse parsial dari corpus vertebrae L2 dan L5.

30
b. Fraktur tulang

Gambar 13. Gambaran radiografi anteroposterior os humerus seorang anak dengan OI


menunjukkan fraktur komplit pada mid-diaphysis dengan fragmen berbentuk segitiga yang
menempel.

Gambar 14. Gambaran radiografi lateral tungkai bwah seorang anak dengan OI menunjukkan
fraktur inkomplit bilateral pada cortex anterior diaphysis os tibia

31
Gambar 15. Gambaran radiografi lateral tulang belakang pada dua orang anak dengan OI
menunjukkan collapse vertebral yang berat dan multiple yang berhubungan dengan kifosis
(kiri) dan collapse corpus vertebral yang sedikit berat (anak panah) (kanan). Osteopenia lebih
jelas terlihat pada foto sebelah kiri.

Gambar 16. Gambaran radiografi lateral pada lumbosacral junction pada dua orang anak
dengan OI menunjukkan adanya spondylosis pada L5 (anak panah) yang berhubungan dengan
spondylolisthesis.

32
c. Deformitas tulang

Gambar 17. Gambaran radiografi anteroposterior pada lengan bawah bagian dalam pada seorang
anak yang mengalami OI menunjukkan deformitas tulang dan incurvation os radius dan os ulna.

Gambar 18. Gambaran radiografi lateral cranium seorang anak dengan OI (kiri) dan dewasa muda
dengan OI (kanan) menunjukkan deformitas pada region occipital yang berhubungan dengan
beberapa wormian bones (anak panah) pada kiri dan basilar impression pada kanan, seperti yang
ditunjukkan oleh axis migrasi yang signifikan di atas Chamberlain’s line (yaitu,garis putus-putus
yang menghubungkan aspek posterior foramen magnum dan aspek posterior palatum durum) di
kanan.

33
Gambar 19. Gambaran radiografi lateral cranium pada seorang anak dengan OI menunjukkan
wormian bones multiple yang dibatasi oleh sutura lamboidea. Penemuan ini merujuk pada
diagnosis OI namun tidak spesifik.

Gambar 20. Gambaran radiografi anteroposterior dan lateral pinggul seorang anak dengan OI
memberikan bukti deformitas pada femur, terutama pada foto lateral. Diingat juga ada garis tegas
multipel pada distal femur dan proximal tibia berhubungan dengan metaphyseal bands sepanjang
lempeng cartilage berelasi dengan terapi biphosponate.

34
Gambar 21. Gambaran radiografi lateral pinggul anak dengan OI menunjukkan deformitas pada
proximal femur dengan tulang abnormal dan berhubungan dengan fraktur yang membentuk callus.
(tanda panah).

Gambar 22. Gambaran radiografi lateral pada tungkai anak dengan OI menunjukkan bowing
anterior tibia.

35
Gambaran radiologis berdasarkan tipe OI
a. Hyperplastic callus formation

Gambar 23. Gambaran radiografi anteroposterior and lateral genu pada anak dengan OI tipe
V menunjukkan callus hiperplastik (tanda bintang) pada distal femur yang terbentuk setelah
fraktur (tanda panah)

b. Osifikasi membrane intraosseous

Gambar 24. Gambaran radiografi anteroposteriorlengan bawah bagian depan pada anak
dengan OI tipe V menunjukkan ossifikasi pada os ulnar pada aspek membrane intraosseous.

36
c. “Popcorn” calcifications

Gambar 25. Gambaran radiografi anteroposteriorpada genu seorang anak dengan OI tipe III dan
dengan riwayat osteosintesis femoral dengan bukti berupa “popcorn” calcifications (tanda panah)
dengan margin sklerotik.

37
BAB III
KESIMPULAN

Osteogenesis Imperfecta merupakan gangguan pembentukan tulang yang


bersifat diturunkan, dengan karakteristik fragilitas tulang dan rendahnya massa
tulang. Osteogenesis imperfecta memiliki karakteristik masa tulang yang rendah
dan kecenderungan untuk fraktur, umumnya ditandai dengan tulang mudah patah,
kelainan pada ligamen, kulit, sklera, gigi, ataupun tuli. Osteogenesis imperfecta
selain diturunkan secara autosomal dominan, juga dapat terjadi karena mutasi
sporadic yang kemudian diturunkan secara autosomal dominan. Berdasarkan
penelitian Kuurila pada tahun 2002, prevalensi terjadinya OI mendekati 1/15.000.
Hampir 90% bentuk klinis (tipe) OI disebabkan oleh kelainan struktural
atau mutasi 2 gen yaitu COL1A1 dan COL1A2 yang mengkode rantai kolagen
tipe 1 (prokolagen tipe 1), dimana COL1A1 dan COL1A2 merupakan komponen
protein utama matriks ekstraselular tulang. Prokolagen tipe I adalah struktur
protein utama yang menyusun matriks tulang dan jaringan fibrous lainnya, seperti
kapsul organ, fasia, kornea, sklera, tendon, selaput otak dan dermis. Prokolagen
yang abnormal akibat terjadinya mutasi gen akan membentuk cetakan yang tidak
normal sehingga matriks pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak
beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga berkurang.
Hal ini menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang, osteopenia, dan
terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan (fraktur).
Pasien dengan OI dapat dijumpai klinis yang lain seperti sklera yang biru,
dentinogenesis , hyperlaxity kulit dan hipermobilitas sendi, serta dapat juga terjadi
kehilangan pendengaran pada saat dewasa. Ada beberapa fitur radiologi tertentu
dilaporkan dalam OI. Mereka termasuk tulang wormian, rusuk manik-manik,
tulang luas, banyak rekahan dengan kelainan bentuk tulang panjang,
platyspondylia, metaphyses kistik, penampilan popcorn tulang rawan
pertumbuhan, patah tulang rusuk, patah tulang belakang, dan pembentukan kalus
yang luas.

38
Dasar pertama dari evaluasi dalam menegakkan diagnosis OI adalah
anamnesa, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, radiografi yang tepat dan
pemeriksaan laboratorium rutin. Jika ini tidak dapat terdiagnosis, maka
pemeriksaan khusus genetik diperlukan.
Pada prinsipnya tidak ada pengobatan khusus pada osteogenesis
imperfecta. Tujuan utama pengobatan OI adalah mengurangi angka kejadian
fraktur, mencegah deformitas tulang panjang dan skoliosis serta meningkatkan
luaran fungsional. Pengobatan hanya bertujuan untuk:
1. Merawat bayi atau anak secara seksama sehingga komplikasi fraktur yang
lebih lanjut dapat dicegah
2. Mencegah deformitas yang tidak perlu terjadi melalui penggunaan bidai
yang baik
3. Mobilisasi untuk mencegah osteoporosis
4. Koreksi deformitas jika perlu dilakukan osteotomi dan fiksasi interna.

DAFTAR PUSTAKA

39
1. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta
2. Indrawan DK, Suryawan B, Arimbawa. Osteogenesis imperfecta pada bayi
perempuan beusia 2 hari. JIKA 2013, 2(1):73-5
3. Glorieux F. Guide to osteogenesis imperfecta for pediatricians and family
practice physicians. November 2007.
4. Roughley PJ, Rauch F, Glorieux FH. Osteogenesis imperfecta-clinical and
molecular diversity. Eur Cell Mater. 2003;5:41-7.
5. Buletin fosteo edisi 1 tahun 2013
6. Alharbi SA. A systematic review of osteogenesis imperfect. Mol Biol.
2016;5(1):1-9
7. Mekanisme osifikasi tulang (Faraghea. 2016. Mekanisme Pertumbuhan
Tulang. Dalam https://www.scribd.com/document/244691345/Mekanisme-
Pertumbuhan-Tulang diakses tanggal 12 Oktober 2017
8. Bhadada SK, Santosh R, Bhansali A, Upreti V, Dutta P. Osteogenesis
imperfecta. JAPI. 2009;57:33-6
9. Marini JC. Osteogenesis imperfecta. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB,eds. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia:
Saunders, 2004, 2336-8

10. Beary JF, Chines A, dkk. Clinical features and diagnosis of osteogenesis
imperfecta. review version 18.3: September 2010. Di dapat dari
www.Uptodate.com

11. Auerkary El, Mariska. Aspek Klinik, Genetik dan Molekuler Osteogenesis
Imperfecta. Indonesian Journal of Dentistry. 2007; 14(2):95-110

12. Root AW, Diamond Jr FB. Disorders of calcium metabolism in the child
and adolescent. Dalam: Sperling MA, eds. Pediatric endocrinology, edisi
ke-2. Philadelphia: Saunders, 2002, 657-85.

13. Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. The molecular and biochemical
basis of genetic disease. Dalam: Thompson and thompson genetic in
medicine, edisi ke-6. Philadelphia: Saunders, 2004, 229-346.

40
14. Chevrel G. Osteogenesis imperfecta. Didapat dari:
www.orpha.net/data/patho/GB/uk-OI.pdf

15. Byers PH, Krakow D, Nunes ME, Pepin M. Genetic evaluation of


suspected osteogenesis imperfecta. Genet Med. 2006;8:383-8
16. Therapeutic strategies for osteogenesis imperfect: A guide for physical
therapists and occupational therapists. Osteogenesis imperfect foundation.
17. Falk MJ, Heeger S, Lynch KA, DeCaro KR, Bohach D, et al. Intravenous
bisphosphonate therapy in children with osteogenesis imperfect.
PEDIATRICS 2003;111(3):573-7
18. Bigot J, Boutry N, Moraux A. Radiographic features of osteogenesis
imperfecta. Insight Imaging 2013; 4:417-429

41

Anda mungkin juga menyukai