Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN OSTEOSARCOMA

Disusun Oleh :

Nama : Ricka Marliana


NIM : P032014401074
Ruang : Ruang Bedah Pav Az-Zahrawi

Clinical Teacher Clinical Instructure

( ) ( )

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberi saya kemudahan dalam
menyelesaikan laporan pendahuluan ini tepat waktu. Tanpa rahmat dan
pertolongan-Nya, saya tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT, atas limpahan nikmatnya,


saya dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul “Laporan
Pendahuluan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteosarcoma”. Laporan
pendahuluan ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Clinical
Instruktur saya yaitu kakak Ns. Revina Indika P S.Kep”. Saya berharap Laporan
pendahuluan ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain untuk meningkatkan
motivasi belajar di masa pandemi.

Saya menyadari ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan


dan kekurangan Laporan pendahuluan ini. Saya terbuka terhadap kritik dan saran
pembaca agar Laporan pendahuluan ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada Laporan pendahuluan ini, baik terkait penulisan maupun konten,
saya mohon maaf.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Akhir kata, semoga Laporan


pendahuluan ini dapat bermanfaat.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pekanbaru, 02 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
TINJAUAN TEORITIS....................................................................................................1
A. Konsep Medis Hemoroid..................................................................................................1
1. Definisi.....................................................................................................................1
2. Anatomi dan Fisiologi..............................................................................................1
3. Etiologi.....................................................................................................................4
4. Patofisiologi.............................................................................................................4
5. Patoflow...................................................................................................................1
6. Menifestasi Klinis....................................................................................................1
7. Komplikasi...............................................................................................................1
8. Pemeriksaan diagnostik............................................................................................2
9. Penatalaksanaan.......................................................................................................3
B. Konsep Medis Hemoroidectomi......................................................................................4
1. Definisi.....................................................................................................................4
2. Indikasi.....................................................................................................................5
3. Kontraindikasi..........................................................................................................5
4. Klasifikasi teknik pengangkatan..............................................................................5
5. Komplikasi Operasi..................................................................................................6
C. Konsep Asuhan Keperawatan.........................................................................................6
1. Pengkajian........................................................................................................................6
2. Diagnosis Keperawatan..................................................................................................7
3. Intervensi Keprawatan....................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................16

ii
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Medis Osteosarcoma


1. Definisi
Osteosarcoma adalah suatu pertumbuhan yang cepat pada tumor maligna
tulang. Menurut Saferi Wijaya (2013) Osteosarcoma adalah tumor tulang ganas
yang biasanya berhubungan dengan periode kecepatan pertumbuhan pada masa
remaja. Osteosarcoma merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Tumor ini tumbuh di bagian matafisis tulang. Tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang terutama lutut.
2. Anatomi dan Fisiologi
1) Anatomi
Sistem muskulosketal adalah sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo)
dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Fungsi rangka :
  Penahan tubuh untuk berdiri tegap
  Pelindung organ-organ vital dalam tubuh
  Menggerakkan tubuh dengan memfungsikan otot
  Sumsum tulang merupakan tempat pembuatan sel-sel darah merah
  Penyimpan cadangan kalsium tubuh.
Struktur jaringan tulang.
a.       Secara makroskopis
1.      Pars spongiosa (jaringan berongga)
2.      Pars kompakta (jaringan padat)

  Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum)


  Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum.
  periosteum :
  Merupakan selaput luar tulang yang tipis
  Berasal dari perikondrium tulang rawan yang merupakan pusat osifikasi, mengandung
osteoblas ( sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah.
  Merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka ke tulang.
1)      Pars kompakta
1.      Padat, halus, homogen.
2.      Sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (calsium phosfat dan calsium
carbonat) sehingga tulang padat dan kuat.
3.      Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung yellow bone marrow
4.      Tersusun atas unit osteon  haversian system
5.      Pada pusat osteon mengandung saluran (haversian kanal) tempat pembuluh darah dan
syaraf dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae)
6.      Paling banyak ditemukan pada tulang ekstremitas.
2)      Pars spongiosa

1
a.       Jaringan tulang yang berongga (seperti spons), tersusun atas honeycomb network yang
disebut trabekula
b.      Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.
c.       Rongga antara trabekula terisi ‘red bone marrow’
b.      Secara mikroskopis
1.      Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh  darah, aliran limfe)
2.      Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3.      Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan–lempengan yang mengandung
sel tulang).
4.      Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke osteon).
Klasifikasi tulang
1.      Berdasarkan bahan pembentuk
1.         Tulang keras
2.         Tulang rawan : tulang rawan hialin, tulang rawan fibrosa, tulang rawan elastik.
2.        Berdasarkan penyususn
1.      Tulang kompak
2.      Tulang spongiosa
3.        Berdasarkan bentuk
1.      Tulang panjang
2.      Tulang pendek
3.      Tulang pipih
4.      Tulang tidak beraturan
Susunan kerangka
1.      Tulang-tulang kepala
2. Tulang-tulang dada
3. Ruas tulang belakang
4. Tulang-tulang anggota gerak :
a.         Ekstremitas superior
b.         Ekstremitas inferior

3. Etiologi
Penyebab Osteosarcoma menurut Saferi Wijaya (2013), yaitu :
1) Radiasi sinar radio aktif
2) faktor keturunan (genetik)
3) Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya disebabkan oleh
penyakit

2
4) Peetumbuhan tulang yang terlalu cepat
5) Sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti : makanan dengan zat
pengawet,merokok,dan lain-lain

4. Patofisiologi
Patofisiologi Osteosarkoma menurut Saferi Wijaya dan Mariza Putri
(2013),adany atumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan
respon sosteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan
tulang). Timor ini tumbuh di bagian metafisi tulang panjang dan biasanya
ditemukan pada ujung bawah femur,ujung atas humerus dan ujung atas tibia.
Secara istolgik tumor terdiri dari massa sel-sel kumpuran atau bulat yang
berdiferensiasi dejek dan sering dengan elemen jarigan lunak seperti jaringan
fibrosa atau miksomata atau kartilaginosa yang bersekang-seling dengan
ruangan darah sinusoid. Semantara tumor ini memecah melalui dinding
periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya ,garis epifisis
membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang. Adanya tumor pada tulang
menyababkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang
normal dengan respon osteolitik yaitu proes destruksi atau penghancuran
tulang dan respon osteoblastik atau proses pemebntukan tulang. Terjadi
destruksi lokal. Pada proses osteoblastik karena adanya sel tumor maka terjadi
penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi sehingga
terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.

3
5. Patoflow

Konstipasi Peningkatan tekanan Peningkatan tekanan vena Nutrisi yang kurang


intra abdomen Haemorrbohidalis mengandung serat

Peleburan pembuluh darah vena pada pleksus haemorrhodalis (pada saluran sinus)

Pre Operasi In operasi


Post Op

Risiko Injuri Psikologis Trombosis Pembedahan Post Anastesi


Cidera Jaringan

Trauma Ketakutan Prolap Hemoroid Cidera Jaringan Kesadaran


Defekasi menurun MK : Nyeri Akut

Mk: Risiko Mk: Takut untuk BAB Risiko Perdarahan


Penurunan otot
Perdarahan Ansietas Mk: Risiko Infeksi
pernapasan

MK: Risiko Perdarahan Tidak


Konstipasi Terkontrol Akumulasi Sekret MK : Intoleransi
Aktivitas

MK : Risiko Syok Mk: Bersihan Jalan


1 Napas Tidak
Efektif
6. Menifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2008),manifestasi klinis dsri osteosarcoma adalah
nyeri atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi
semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas
penyakit),pembengkaka pada tulang atas atau persendian serta pergerkan
terbatas,teraba masa tulang dan peningkatan suhu tubuh kulit di atas mata
serta adanya pelebaran vena,serta adanya gejala-gejala metastic meliputi nyeri
dada,batuk,demam,berat badan menurun.malaise.
7. Komplikasi
Hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis, dan
strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai
darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005 dalam Natasa 2015). Komplikasi
hemoroid antara lain :
1) Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut
mengejan dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan semakin
memperberat luka di anus.
2) Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3) Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4) Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah,
makin sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat
busuk. (Dermawan, 2010 dalam Natasa, 2015).

8. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Saferi Wijaya (2013) pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman
2) CT Scan dada untuk mrlihat adanya penyebaran ke paru-paru
3) Biopsi terbuka menentukan jenis malignasi tumor tulang,meliputi tindakan
insisi,eksisi,biopsi jarum dan lesi-lesi yang dicurigai
4) Skening tulang untuk melihat penyebaran tumor

1
5) Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin
fossfatase
6) MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyabaran pada jaringan lunak sekitarnya
7) Scntigrafi untukdapat fdulakukan mendeteksi adanya “skip lesion”

8) Kolonoskopi
Kolonoskopi wajib dilakukan pada pasien yang lebih tua dan memiliki
sejarah neoplasma kolorektal baik pribadi maupun keluarga, penyakit
radang usus, perubahan kebiasaan buang air besar, penurunan berat badan
yang signifikan baru-baru ini, dan pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan anemia defisiensi besi (Trompetto dkk, 2015 dalam Pradiantini,).

9) Anoskopi
Anoskopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat
kuadran. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vascular yang menonjol
ke dalam lumen. (Sjamsuhidajat, 2016 dalam Pradiantini, 2021).

10) Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang
lebih tinggi (Pradiantini, 2021).

11) Endosonografi anorektal


Endosonografi anorektal biasanya tidak dilakukan untuk diagnosis penyakit
hemoroid, tetapi dapat bermanfaat untuk menentukan apakah hemoroid
berhubungan dengan penebalan jaringan submukosa dan sfingter anal
internal dan eksternal (Pradiantini, 2021).

12) Sigmoidoskopi

2
Pasien dengan umur dibawah 50 tahun yang memiliki resiko rendah terkena
hemoroid, dapat dilakukan pemeriksaan fleksibel sigmoidoskopi yang
terbukti sebagai pemeriksaan awal yang tepat (Trompetto dkk, 2015).

9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Keperawatan
 Dianjurkan untuk banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah yang
banyak mengandung air. Hal ini untuk memperlancar buang air besar
sehingga tidak perlu mengejan secara berlebihan.
 Terapi hemorrhoid non medis dapat berupa perbaikan pola hidup,
makan dan minum, perbaikan cara/pola defekasi (buang air besar).
Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada
dalam setiap bentuk dan derajat hemorrhoid. Perbaikan defekasi disebut
bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat
tambahan, pelicin feses dan perubahan perilaku buang air.

2) Penatalaksanaan Medis
a) Konsevatif
 Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif,
dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi
seperti kodein.
 Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi
cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat
buang air besar.
 Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik
dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada
hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari
untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid
dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum
diketahui bagaimana mekanismenya.
b) Pembedahan (Hemoroicdectomi)

3
Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan
penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan.

B. Konsep Medis Hemoroidectomi


1. Definisi
Hemoroidectomi merupakan suatu tindakan operasi yang dilakukan pada
pasien yang menderita wasir atau hemoroid. Hemoroidectomi adalah suatu
tindakan pembedahan dan cara pengakatan pleksus hemoroidalis dan mukosa
atau tanpa mukosa yang dilakukan pada jaringan yang bebar-benar berlebih.
Biasanya, tindakan ini dilakukan jika pengobatan lain sudah dijalani tapi tidak
berhasil. Secara umum, prosedur ini dilakukan sebagai upaya pengangkatan
wasir. 
Hemoroidektomi biasanya dilakukan dengan bius umum. Orang yang
akan menjalani prosedur ini dibuat tidak sadar agar tidak merasakan kesakitan
selama prosedur hemoroidektomi dilakukan. Biasanya, obat bius akan
menghilang beberapa jam setelah prosedur operasi selesai dilakukan.

2. Indikasi
1) Penderita dengan keluhan menahun dan hemoroid dengan derajat III dan
IV
2) Perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan terapi lain
yang lebih sederhana.
3) Hemoroid derajat IV dengan thrombus dan nyeri hebat.

3. Kontraindikasi
1) Hemoroid derajat I dan II
2) Penyakit Chron’s
3) Karsinoma rectum yang inoperable
4) Wanita Hamil
5) Hipertensi Portal

4
4. Klasifikasi teknik pengangkatan
1) Metode Langen-beck (eksisi atau jahitan primer radier)
Dimana semua sayatan ditempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu
memanjang dari rectum
2) Metode White head (Eksis atau jahitan primer longitudinal)
Sayatan dilakukan siskuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol
3) Metode Morgan-Milligan
Semua primary piles diangkat. Teknik Metode Morgan-Milligan yaitu :
a) Posisi pasien littotomi atau knee-chest (menungging)
b) Anestesia dapat dilakukan dengan general, regional atau lokal
anestesia
c) Dilakukan praktoskopi untuk identofikasi hemorrhoid
d) Dibuat insisi triangular mulai dari kulit anal ke arah prosimal hingga
pedikel hemorrhoid
e) Jaringan hemorrhoid di eksisi dengan gunting atau pisau, pedikel
hemorrhoid diligasi dengan chromic catgut 3-0
f) Defek kulit dan mukosa dapat dirawat secara terbuka atau dijahit
sebagian
g) Tindakan diulang pada bagian yang lain lubang anus dibiarkan
terbuka atau ditampon dengan spongostan

5. Komplikasi Operasi
 Inkontinensia
 Retensio urine
 Nyeri luka operasi
 Stenosisani
 Perdarahan fistula & abses

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Biodata pasien meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan.
2) Keluhan utama yang dirasakan pasien saat dikaji.

5
3) Riwayat penyakit sekarang merupakan penyakit yang menyertainya
pada pasien saat dilakukan pengkajian atau dari awal masuk RS sampai
dilakukan asuhan keperawatan.
4) Riwayat penyakit dahulu meliputi adakah penyakit yang menyertainya
berkaitan dengan riwayat penyakit sekarang.
5) Riwayat penyakit keluarga meliputi riwayat penyakit keluarga yang
diderita oleh pasien.
6) Pemeriksaan fisik head to toe dilakukan supaya mengetahui letak
benjolan yang dirasakan oleh pasien.
7) Aktivitas atau istirahat dengan gejala kelemahan dan malaise 8.
Sirkulasi dengan tanda takikardi (nyeri ansietas), pucat kemungkinan
adanya perdarahan.
8) Eliminasi dengan tanda dan gejala : rasa tidak puas saat defekasi,
perdarahan biasanya berwarna merah segar karena tempat perdarahan
yang dekat, hemoroid interna seringkali berdarah saat defekasi
sedangkan hemoroid eksterna jarang berdarah.
9) Nutrisi dengan gejala biasanya terjadi anoreksia, mual dan muntah.
10) Nyeri/ kenyamanan biasanya terjadi saat defekasi, duduk dan berjalan
terus menerus dan berjangka waktu, tajam dan berdenyut.
11) Keamanan biasanya gangguan dalam terapi obat yang mengakibatkan
konstipasi.

2. Diagnosis Keperawatan
a. Pre-Operatif
a) Ansietas
b) Risiko Perdarahan
c) Risiko Konstipasi
b. Intra-Operatif
a) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
b) Risiko syok
c. Post-Operatif
a) Nyeri Akut

6
b) Intoleransi Aktivitas
c) Risiko Infeksi

3. Intervensi Keprawatan
a. Pre-Operatif
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1 Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314)
kekhawatiran tindakan keperawatan Observasi :
mengalami selama 2x24 jam pasien 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
kegagalan tingkat kecemasan pasien berubah (mis. Kondisi, waktu,
(D.0080) menurun. Dengan kriteria stressor)
hasil : 2. Identifikasi kemampuan
1. Verbalisasi mengambil keputusan
kebingungan menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas
2. Verbalisasi khawatir (verbal dan nonverbal)
akibat kondisi yang
dihadapi menurun Terapeutik :
3. Periku gelisah 1. Ciptakan suasana terapeutik
menurun untuk menumbuhkan kepercayaan
4. Perilkau tegang 2. Temani pasien untuk mengurangi
menurun kecemasan, jika memungkinkan
5. Keluhan pusing 3. Pahami situasi yang membuat
menurun ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan

7
8. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan
datang.

Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan ubntuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
2. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan
perdarahan tindakan keperawatan Observasi :
(D.0012) selama 3x24 jam pasien 1. Monitor tanda dan gejala
dapat mengurangi risiko perdarahan
mengalami kehilangan 2. Monitor nilai hematokrit/
darah baik internal hemoglobin sebelum dan setelah

8
maupun eksternal. kehilangan darah
Kriteria Hasil : 3. Monitor tanda-tanda vital
1. Perdarahan anus ortostatik
menurun 4. Monitor koagulasi
2. Tekanan darah
membaik Terapeutik :
3. Frekuensi nadi 1. Pertahankan bed rest selama
membaik perdarahan
4. Suhu tubuh membaik 2. Batasi tindakan invasive, jika
perlu
3. Gunakan kasur pencegah
dekubitus
4. Hindari pengukuran suhu rectal

Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari
konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin
atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
6. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika

9
perlu
2. Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu
3. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan konstipasi (1.04160)
konstipasi intervensi selama 3x24 Observasi :
(D.0052) jam diharapkan eliminasi 1. Identifikasi faktor risiko
fekal membaik, dengan konstipasi
kriteria hasil : 2. Monitor tanda dan gejala
 kontrol konstipasi
pengeluaran fases 3. Identifikasi penggunaan obat
meningkat obatan yang menyebabkan
 kesulitan defekasi konstipasi
lama dan sulit Terapeutik :
menurun 1. Jadwalkan rutinitas BAK
 mengejan saat 2. Lakukan masase abdomen
defekasi menurun
peristaltic usus Edukasi :
membaik 1. Jelaskan penyebab dan faktor
risiko konstipasi
2. Anjurkan minum air putih sesuai
kebutuhan (1500-2000 mL/hari)
3. Anjurkan berjongkok untuk
memfasilitasi proses BAB

b. Intra-Operatif
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Manejemen Jalan Napas (1.01011)
nafas intervensi keperawatan Observasi :

10
tidakefektif selama 3x24 jam 1. Monitor pola napas
b.d efek agen diharapkan bersihan jalan
farmakologis nafas meningkat dengan Terapeutik :
(anastesi) kriteria hasil : 1. Pertahankan kepatenan jalan
 Dispnea menurun napas dengan head-tilt dan chin-

 Frekuensi nafas lift

membaik 2. Posisikan semi fowler atau fowler

 Pola napas 3. Berikan oksigen, jika perlu

membaik
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
terkontraindikasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Risiko syok Setelah dilakukan tindakan Manajemen syok [I.02048]
(D. 0039) keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam, diharapkan tingkat 1. Monitor status kardiopulmonal 
risiko syok menurun. (frekuensi dan kekuatan nad,
Dengan kriteria hasil : frekuensi napas, TD, MAP)
1. Tekanan darah sistolik 2. Monitor status oksigenasi
membaik (oksimetri nadi, AGD)
2. Tekanan darah diastolik 3. Monitor status cairan (masukan
membaik. dan haluaran,  turgor kulit, CRT)
3. Tekanan nadi membaik 4. Monitor tingkat kesadaran dan
4. Frekuensi nadi membaik respon pupil
5. Frekuensi napas 5. Periksa seluruh permukaan tubuh
membaik terhadap adanya DOTS 
(deformity/deformitas, open

11
wound/luka terbuka, 
tendemess/nyeri tekan,
swelling/bengkak)

Terapeutik
1. Pertahankan jalan napas paten
2. Berikan oksigen untuk
mempertahankan  saturasi
oksigen >94%
3. Persiapkan Intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
4. Berikan posisi syok (modified
Trendelenberg)
5. Pasang jalur IV Pasang kateter
urine untuk menilai produksi
urine
6. Pasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung

Kolaborasi
1. Kolaborast pemberlan infus
cairan, kristalold 1 – 2 L pada
dewasa
2. Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
3. Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu:

c. Post Operasi

No Diagnosis Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan

12
keperawatan hasil
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri (1.08238)
agen intervensi keperawatab Observasi :
pencedera selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisik d.d diharapkan tingak nyeri durasi, frekuensi, kualitas dan
adanya rasa menurun dengan kriteria intensitas nyeri
nyeri hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
menurun 4. Identifikasi pengetahuan tentang
 Meringis nyeri
menurun
 Gelisah menurun Terapeutik :

 kesulitan tidur 1. berikan teknik nonfarmakologis

menurun untuk mengurangi rasa nyeri


2. control lingkungan yang
 muntah mual
memperberat rasa nyeri
menurun
3. fasilitasi istirahat dan tidur
 frekuensi madi
membaik
Edukasi :
1. jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredekan nyeri

Kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian analgesic
bila perlu

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (1.14539)


b.d efek intervensi keperawatan Observasi :
prosedur selama 3x24 jam , 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
invasif diharapkan tingakt local dan sistemik
infeksi menurun dengan
kriteria hasil :

13
 kemerahan Terapeutik :
menurun 1. Berikan perawatan kulit pada area
 nyeri menurun edema
 bengkak 2. Pertahankan teknik aseptic pada
menurun pasien berisiko tinggi

 kultur darah
membaik Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 kultur urine
2. Ajarkan cara memeriksa kondisi
membaik
luka operasi

3. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi (I.05178)


Aktivitas b.d tindakan keperawatan Observasi :
imobilitas selama 2x24 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
(D.0056) diharapkan toleransi yang mengakibatkan kelelahan
aktivitas pasien 2. Monitor kelelahan fisik dan
meningkat. Dengan emosional
kriteria hasil : 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Menopang berat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
badan meningkat selama melakukan aktivitas
2. Berjalan dengan
langkah yang efektif Terapeutik :
meningkat 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
3. Berjalan dengan rendah stimulus
langkah pelan 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
meningkat dan/atau aktif
4. Berjalan dengan 3. Berikan aktivitas distraksi yang
langkah sedang menenangkan
meningkat 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

14
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, A., dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, Edisi 4.
Jakarta : Internal Publising.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2008). Asuhan Keperawatan Periopertaif. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif.A.H. dan Kusuma.H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Husna. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Hemoroidektomi


Dengan Fokus Studi Pengelolaan Nyeri Akut Di RSUD. H. Soewondo
Kabupaten Kendal 2018. Ilmiah Keperawatan, 1-14.

NATASA, A. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn.B Dengan Hemoroid Di


Ruang Ambun Suri Lantai 1 Rsud Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.

Pradiantini. (2021). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Hemoroid. Ganesha Medicina


Journal, Vol 1 No 1, 38-47.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP


PPNI.

15
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa. Jakarta Selatan: DPP
PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP


PPNI.

16

Anda mungkin juga menyukai