oleh
Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep
NIM 192311101014
FAKULTAS KEPERAWATAN
Mengetahui,
Ns. Erti Ikhtiarini D. M.Kep., Sp.Kep.J Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB
NIP 19811028 200604 2 002 NIP. 19810319 2001404 1 001
Menyetujui,
Wakil Dekan I
iii
1
A. Konsep Teori
1. Anatomi dan Fisiologi
Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
“Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada
206 tulang dalam tubuh manusia, dan diklasifikasikan menjadi lima kelompok
menurut (Price and Wilson, 2006) :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal
dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah
tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng
epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang
padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis
medularis berisi sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks
tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam
polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-
2
garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat
dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh
nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1
mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan
yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum
dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
2. Definisi
Berikut adalah pengertian fraktur menurut beberapa ahli:
a. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price & Wilson, 2006).
4
3. Epidemiologi
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun dan yang sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi
yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko
fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur
yang berhubungan dengan meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon pada menopause.
Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cidera
yang disebabkan oleh olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cidera
terbanyak adalah fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki-laki
dengan umur dibawah 15tahun. Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan.
Di negara-negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita
karena peristiwa terjatuh berhubungan dengan osteoporosis. Di Kamerun pada
tahun 2003, perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 50-64tahun
yaitu pria 4,2/100.000 penduduk, wanita 5,4/100.000 penduduk. Sedangkan
angka yang lebih tinggi ada di Maroko pada tahun 2005 insiden fraktur pria
43,7/100.000 penduduk dan wanita 52/100.000 penduduk
Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat
seiring pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Menurut
5
4. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan
yang sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang
disebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering disebabkan oleh trauma terutama pada
anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2000:627)
Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain
a. Kekerasan langsung
kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang lemah.
c. Patah akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, atau bahkan kombinasi dari
ketiganya.
5. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur menurut (Mansjoer, 2002) yaitu:
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur
6
a. Patofisiologi
Fraktur terjadi akibat ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
kekuatan trauma melebihi kekuatan tulang. Ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik meliputi kecepatan, sedangkan trauma
mengenai tulang, arah, dan kekuatan dan intrinsik meliputi kapasitas tulang
mengabsorbsi energi trauma, kelenturan yang dapat menyebabkan terjadinya
patah tulang bermacam-macam. Akibat keadaan patologi serta secara spontan.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya
jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan
membengkok, berputar, kompreai bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis
disebabkan karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kondisi patologis yang
terjadi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung dengan jenis
trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress
tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada orang yang bertugas di
kemiliteran (Smelter dan Bare, 2002).
b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Smelzter & Bare (2002) adalah sebagai
berikut:
Pada pasien pre operasi:
1. Deformitas tulang belakang adalah kelainan bentuk, alignment atau kolom
pada tulang vertebra (ulang belakang yang melengkung, kelainan tulang
belakang, bentuk tulang belakang yang salah)
2. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : rotasi
pemendekan tulang, Penekanan tulang
3. Echumosis dan perdarahan subculaneus
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tendernes atau keempukan
8
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengatahui
keadaan tulang yang mengalami fraktur yaitu:
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk mengetahui kadar Hb
dan hematokrit, kerana perdarahan yang terjadi akibat fraktur akan
menyebabkan kadar Hb dan hematokrit dalam tubuh menjadi rendah.
Selain itu, Laju Endap Darah (LED) akan meningkat apabila kerusakan
yang terjadi pada jaringan lunak sangat luas.
b. X-ray
9
3. CLINICAL PATHWAY
Operasi
Gangguan akfitas
Gangguan rasa (gangguan mobilitas
nyaman fisik)
13
4. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat,status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa nyeri pada daerah fraktur atau tidak
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun
patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya.
Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
4) Riwayat Penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit
diabetes menghambat penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
6) Pola Kebiasaan
a. Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun
ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah,
14
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pre Op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (trauma)
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera
4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, luka
5) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
7) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan imobilitas
Diagnosa Post Op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik post op
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sedera dan luka post op
4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, luka
5) Ansietas berhubungan dengan perubahan fisik pada tubuh
17
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Mampu mengontrol nyeri Pain management
berhubungan dengan tindakan keperawatan (tahu penyebab nyeri, 1. Kaji nyeri secara 1. Mengetahui kondisi umum
agens cedera fisik selama 1x24 jam mampu menggunakan komprehensif (lokasi, pasien dan pertimbangan
(trauma)
diharapkan nyeri dapat tehnik nonfarmakologi karakteristik, durasi, tindakan selanjutnya
berkurang untuk mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas, dan faktor
mencari bantuan) presipitasi)
NOC: 2. Melaporkan bahwa nyeri 2. Beri penjelasan mengenai 2. Pasien memahami keadaan
1. Pain level berkurang dengan penyebab nyeri sakitnya
2. Pain control menggunakan manajemen 3. Observasi reaksi nonverbal 3. Respon nonverbal terkadang
3. Comfort level nyeri dari ketidaknyamanan lebih menggambarkan apa
3. Mampu mengenali nyeri yang pasien rasakan
(skala, intensitas, 4. Segera immobilisasi daerah 4. Mempertahankan posisi
frekuensi, dan tanda nyeri) fraktur fungsional tulang
4. Menyatakan rasa nyaman 5. Tinggikan dan dukung 5. Memperlancar arus balik
setelah nyeri berkurang ekstremitas yang terkena vena
6. Ajarkan pasien tentang 6. Mengatasi nyeri misalnya
alternative lain untuk kompres hangat, mengatur
mengatasi dan mengurangi posisi untuk mencegah
rasa nyeri kesalahan posisi pada
tulang/jaringan yang cedera
7. Ajarkan teknik manajemen 7. Memfokuskan kembali
stress misalnya relaksasi nafas perhatian, meningkatkan
dalam rasa kontrol dan
meningkatkan kemampuan
koping dalam manajemen
nyeri yang mungkin
18
penyembuhan luka
7. Berikan terapi antibiotik bila 7. Untuk mencegah atau
perlu mengobati infeksi
5. Ansietas NOC 1. Monitor intensitas NIC
berhubungan dengan Kontrol ansietas kecemasan Penurunan Kecemasan
perubahan status 2. Menyikirkan tanda 1. Tenangkan klien 1. Kecemasan tidak meningkat
kesehatan
kecemasan 2. Berikan informasi tentang 2. Pasien dapat memahami
3. Mencari informasi untuk diagnosa prognosis dan terkait keadaannya
menurunkan kecemasan tindakan
4. Merencanakan strategi 3. Kaji tingkat kecemasan dan 3. Mengetahui tingkat
koping reaksi fisik pada tingkat kecemasan untuk
5. Menggunakan teknik kecemasan menentukan intervensi
relaksasi untuk selanjutnya
menurunkan kecemasan 4. Gunakan pendekatan dan 4. Empati petugas kesehatan
6. Melaporkan penurunan sentuhan dapat dirasakan pasien
durasi dan episode cemas 5. Temani pasien untuk 5. Kecemasan tidak meningkat
7. Melaporkan tidak adanya mendukung keamanan dan
manifestasi fisik dan penurunan rasa takut
kecemasan 6. Sediakan aktifitas untuk 6. Pengalihan terhadap
Tidak adaa manifestasi menurunkan ketegangan kecemasan yang dirasakan
perilaku kecemasan pasien
7. Intruksikan kemampuan klien 7. Mengurangi kecemasan
untuk menggunakan teknik pasien
relaksasi
6. Resiko syok Setelah dilakukan 1. Nadi dalam batas yang Shock prevention
hipovolemik tindakan keperawatan diharapkan 1. Monitor status sirkulasi 1. Mengidentifikasi
berhubungan dengan 1x6 jam syok dapat 2. Irama jantung dalam batas (tekanan darah, warna kulit, keadekuatan status sirkulasi
perdarahan dihindari yang diharapkan suhu kulit, denyut jantung,
3. Frekuensi nafas daam ritme, nadi perifer, dan CRT)
21
4.Evaluasi Keperawatan
a. Tidak ada kerusakan pada area kulit
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien
c. Pasien dapat imobilitas secara mandiri
d. Nyeri yang dirasakan berkurang
e. Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik
5. Discahrge Planning
a. Beri penyuluhan kepada pasien tentang cara merawat diri sendiri dan
eluarga juga diberi penyuluhan tentang cara perawatan pasien fraktur
cruris.
b. Memberikan informasi mengenai cara meningkatkan penyembuhan,
mencegah komplikasidan mengenali tanda-tanda komplikasi .
c. Bantu pasien unttuk memhami proses penyembuhan memelukan waktu
cukup lama.
23
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Mansjoer, Arif. dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius. FKUI.
Moorhead, Jhonson dan Swanson. 2016. Nursing Outcomes Classifications
(NOC). Fifth Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I. Nurjannah,
R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Outcomes Classifications (NOC)
Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Kelima.
Yogykarta: Mocomedia.