P
DENGAN AFF PLATE FRAKTUR CRURIS DEXTRAL
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)
RS Dr. SOERADJI TIRTONEGORO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Praktik Klinik Keperawatan II
Prodi D-IV Keperawatan Semester 4
Dosen Pembimbing: Surantono, APP., M.Kes
Mahasiswa Praktik
Mahasiswa Praktik
Diego Jazman R
Nuraini Maghfuroh
NIM.P07120213012
NIM.P07120213028
Mengetahui,
Pembimbing Pendidikan
Pembimbing Lapangan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian pergelangan kaki.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang
mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi
cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40%. Fraktur merupakan
suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang, penyebab terbanyaknya adalah
insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga
dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011).
Fraktur akan bertambah dengan adanya komplikasi diantaranya syok, sindrom
emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler
nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed
union, non union atau bahkan perdarahan (Price, 2005). Masalah pasien fraktur
tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah operasi.
Berdasarkan data dari catatan medik Ruang Umar RS Roemani Semarang,
jumlah penderita fraktur selama 1 tahun dari bulan Mei 2011 sampai April 2012
sebanyak 32 pasien, dan jumlah pasien yang mengalami fraktur cruris ada 10 pasien.
Fenomena yang ada di rumah sakit menunjukan bahwa pasien di rumah sakit
mengalami berbagai masalah keperawatan diantaranya nyeri, kerusakan mobilitas,
resiko infeksi, cemas, bahkan gangguan dalam beribadah. Masalah tersebut harus di
antisipasi dan di atasi agar tidak terjadi komplikasi. Peran perawat sangat penting
dalam perawatan pasien terutama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien aff plate fraktur cruris
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menguasai konsep dasar asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
melakukan
pengkajian,
menganalisa,
menentukan
diagnosa
memberikan
tindakan
keperawatan
yang
diharapkan
dapat
menghambat
dan
mengungkapkan
faktor-faktor
yang
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek
pelayanan keperawatan khususnya asuhan keperawatan perioperatif pasien dengan
tindakan aff plate fraktur cruris
2. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan dan proses belajar mengajar tentang
asuhan keperawatan perioperatif pasien dengan tindakan aff plate fraktur cruris
yang dapat digunakan sebagai acuan praktek mahasiswa keperawatan
3. Bagi Pembaca
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di
tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa
fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan
fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008). Crusris dextra adalah tungkai bawah kanan yang
terdiri dari dua tulang panjang yaitu tulang tibia dan fibula, 1/3 distal adalah letak
suatu patahan yang terjadi pada bagian 1/3 bawah tungkai. Jadi pengertian fraktur
cruris dextra 1/3 distal adalah patah tulang yang terjadi pada tulang tibia dan fibula
yang terletas di 1/3 bagian bawah sebelah kanan. (Price, 1994)
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk
rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot
yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006).
fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan
bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan
Dibagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus
lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk
persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang
disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar.
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)
Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari
tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular,
osteum kuboideum, kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing
berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
f.
2. Fisiologi
(Price dan
Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis
sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan
jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan
fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah,
maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik
tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada
kasus metastasis kanker ke tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.
Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini
menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa
asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah
C. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka.
D. KLASIFIKASI
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0
sekitarnya.
b. Tingkat 1
subkutan.
c. Tingkat 2
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka :
a. Derajat I
minimal.
b. Derajat II
fragmen jelas.
c. Derajat III
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau
garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubak tempat.
2. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah
yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma ada 5 yaitu:
1. Fraktur Transversal
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
3. Fraktur Spiral
di
berhubungan.
2. Fraktur Segmental
berhubungan.
3. Fraktur Multiple
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ).
seimbangan. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi,
mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi karena merupakan cedera karena terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi.
PATHWAY
Kecelakaan
Trauma eksternal lebih dari kekuatan tulang
Tulang tidak mampu menahan trauma
Fraktur
Fiksasi Eksterna Pergeseran fragmen tulang
Trauma Jaringan
yang patah
Perubahan penampilan Anestesi OREF Luka terbuka
dan penurunan fungsi tubuh
Peristaltik Trauma jaringan Penurunan pertahanan
utama tubuh
Nafsu makan Kekuatan otot dan kemampuan
gerak kurang Jalan masuk organisme
Sumber: Doengoes (2002), Smeltzer (2002),
Muttaqin (2008)
Nyeri
akut
Gangguan mobilitas fisik Resiko infeksi
Resiko ketidak
seimbangan nutrisi
kurang dari
Kebutuhan tubuh
HDR
Kerusakan
Integritas kulit
Defisit perawatan diri
F. MANIFESTASI KLINIS
fungsi, deformitas,
H. PENATALAKSANAAN
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
2. Imobilisasi fraktur, dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
c. Status neurovaskuler (misal: peredaran darah, nyeri, perabaan gerakan)
dipantau
d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi
J.
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau gibs
pada ekstrimitas
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan
K. INTERVENSI
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Klien
: Ny.K
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 08 Agustus 1962
Alamat
Diagnosa medis
: CF Ankle Sinistar
Tindakan
: ORIF
sepeda motor dengan posisi kiri, saat pasien merapat ke pinggir jalan pasien
kemudian jatuh, pasien lalu ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUP Klaten.
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat psikososisal
agar dapat kembali ke rumahnya dan bekerja lagi. Pasien mengatakan takut,
bingung, dan cemas tentang operasinya karena baru pertama kali ini dia
operasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: Baik, pasien terlihat gelisah
b. Kesadaran
c. Tanda Vital
TD: 130/90 mmHg; N: 92 x/mnt; RR 20 x/mnt; S: 36,3 0C, skor nyeri: 1 (tanpa
aktivitas)
d. Kepala leher
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan nodul limfe pada kedua sisi leher,
tidak terdapat peningkatan vena jugularis pressure (JVP).
e. Mata
g. Hidung
h. Mulut
i.
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Tidak ada retraksi, pergerakan dinding dada simetris
Palpasi
: Ekspansi dada simetris
Perkusi
: Suara sonor
Auskultasi : Tidak terkaji
2 Jantung
Inspeksi : Terlihat denyut ictus cordis pada intercosta ke 5
Palpasi
: Tidak ada pergeseran IC
Perkusi
: Suara redup
Auskultasi : Tidak terkaji
Abdomen
1
j.
Laboratorium
: 11 Juni 2015
EKG
: sinus rhythm
Pasien datang pukul 09.00 WIB, pasien mengganti baju dengan baju operasi,
pasien melepas semua pakaian dibantu keluarga, pasien mengatakan bahwa
sudah puasa sejak pukul 12 malam, pasien terlihat gelisah, pasien mengatakan
nyeri skala 1 jika tidak digunakan untuk aktivitas.
Analisa Data
No Data
DS:
Masalah
Nyeri akut
Penyebab
Agen injuri fisik
menjadi 1
DS:
Cemas
Krisis situasional
x/mnt
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik d.d
DS:
Pasien mengeluh nyeri lutut kiri, rasanya seperti ditusuk, skala nyeri 6,
hilang timbul, lamanya 30 menit, sudah 5 hari sejak kecelakaan terjadi
DO:
-
Terdapat fraktur di tempurung kaki kiri akibat jatuh dari sepeda motor
DS:
DO:
4. Asuhan Keperawatan
Dx kep
Nyeri
Tujuan
akutSetelah
Intervensi
Implementasi
dilakukan Lakukan penilaianTgl 16-06-2015
berhubungan tindakan
dengan
nyeri,Jam 10.15
terhadap
5-10
menit, karakteristik
diharapkan
pasien dapat
menambah Menjelaskan
verbal
menyatakan
manfaat
lebih
setelah Anjurkan
untuk
melakukan
nafas
klien
dan
mengatur
mengerti
nafas
dalam
dalam,
manfaat
mampu relaksasi
enakan
setelah
relaksasi
tentang Membantu
rasa kegelisaan
nyeri berkurang
dengan
mengatakan
Pasien
Pasien
dengan nyeri
kriteria:
nyaman
S:
nyaman
meningkat
Jam 10.15
Mengajarkan
injuri fisik
Evaluasi
Tgl 16-06-2015
O:
- Pasien mampu
melakukan
tekhnik
teknik
non farmakologi
nafas
dalam dengan
benar
- Pasien mampu
mengulangi
manfaat teknik
nafas dalam
- Pasien terlihat
lebih rileks
- Skala nyeri 1
A:
rasa
Pemenuhan
nyaman
teratasi sebagain
P: Amati tandatanda kegelisahan
Cemas
Setelah
dilakukan
berhubungan tindakan
Bina
salingJam 10.25
hubungan
5-10
menit,
diharapkan
cemas tentang
pasien
pasien
S:
sebelum- Pasienmengata
tindakan masuk
kamar
akan operasi
Instruksikan
penyebab
tehnik relaksasi
mengungkapkan
perasaan
- Pasien mampu
tenang
untuk Ajak
bicara
untuk berdoa.
pasien
tenang,
dan diingatkan
menggunakan
Dorong
lebih
diajak
kepada pasien
merasa
ditemani,
mengungkapkan
kecemasan
kan
senang
tampak tegang
Pasien
Jelaskan
meurun yang
dengan kriteria:
Pasien
Jam 10.25
Mendampingi
klien
Tgl 16-06-2015
Tgl 16-06-2015
menjelaskan
pasien
kembali
mengutarakan
gambaran
tindakan yang
persepsi
akan dilakukan
- Pasien terlihat
lebih rileks
A:
Pengelolaan
kecemasan pasien
telah
dilakukan,
masalah
teratasi
sebagian
P:
Pindahkan
pasien ke ruang
OK-V jika sudah
siap
C. DI RUANG OPERASI: (TAHAP INTRA OPERASI)
: 09.45 WIB
Persiapan
Instrumen 9 buah
Kassa 7 buah
Jarum 2 buah
Klien Dipasang DC
97%
-
Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas
liter/menit
-
Dipasang doek biasa pada 4 sisi, difiksasi dengan doek klem selanjutnya
Otot otot pro spinal disisihkan kelateral sambil dlakukan suction dan
dicouter, prog spinalis L4-5 dipotong dilakukan laminectomi (memotong daerah tepi
lumbal 4-5).
-
dan medulla spinalis tampak lebar. Kemudian dicuci dengan cairan Nacl 0,9 %
setelah bersih baru kemudian diberikan injeksi dexametason 2 cc, serta ditaburi
serbuk kemicitin 1 gr.
-
Instrumen, kassa dan jarum bekas pakai dihitung untuk memastikan tidak ada
cc.
-
Luka bekas operasi diolesi betadin diberi sufratul ditutup dengan kasa
steril diplester.
-
Mengontrol v/s setelah selesai operasi ;TD 110/60 mmHg, Nadi 84 x/m, R: 28
x/m, Sao2 98 %