Anda di halaman 1dari 66

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH Refleksi Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2021


UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU

Fraktur 1/3 Medial Femur Tertutup

Oleh:
Nur Hidayah, S.Ked
(15 19 777 14 339)
Pembimbing :
dr. Raymond R Anurantha, Sp. B

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nur Hidayah, S.Ked

No. Stambuk : 15 19 777 14 339

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat Palu

Judul Refleksi kasus : Fraktur 1/3 Medial Femur Tertutup


Bagian : Bagian Ilmu Bedah

Bagian Ilmu Bedah

RSU ANUTAPURA PALU

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, September 2021

Pembimbing Mahasiswa

dr. Raymond R Anurantha, Sp. B Nur Hidayah, S.Ked

2
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang. Penyebab


terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas
dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses
degeneratif dan patologi.1,2
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas (WHO, 2011). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur
di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi
yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang
dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami
fraktur pada tulang femur (Depkes RI, 2011). Dominasi kejadian di kalangan anak
muda dibawah 40 tahun dan kemudian menigkat pada orang tua (Hedlund dan
Lindgren, 1986). Delapan puluh persen pasien 35 tahun atau lebih tua dengan fraktur
femur diakibatkan karena trauma energi moderat (Armeson, 1984). Pada orang
dewasa yang lebih tua, jatuh energi rendah adalah penyebab paling umum sekitar 65
persen dari patah tulang).2
Fraktur batang femur adalah salah satu cedera paling umum yang ditangani oleh
ahli bedah ortopedi. Fraktur ini sering dikaitkan dengan multiple trauma dan dapat
mengancam jiwa. Fraktur femur biasanya hasil dari mekanisme energi tinggi seperti
tabrakan kendaraan bermotor dengan gejala sisa pemendekan anggota badan dan
kelainan bentuk jika tidak ditangani dengan tepat. Fraktur batang femur biasanya
terjadi pada trauma energi tinggi pada populasi muda, dan trauma energi rendah pada
populasi lansia. Fraktur femur juga terkait dengan komorbiditas lain yang
memerlukan penilaian dukungan hidup trauma lanjut (ATLS) menyeluruh dan
perawatan interdisipliner. Intramedullary nailing (IMN) adalah pengobatan yang

3
paling umum untuk pasien yang stabil secara fisiologis. Tujuan fiksasi adalah
penyembuhan dini dan pemulihan fungsional jangka panjang. Perawatan fraktur
batang femur modern menghasilkan hasil yang sangat baik.9

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Histologi Femur

Gambar. Anatomi tulang femur

Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah
tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di
lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang
yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellus atau trabecular). Pada
akhir tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang
berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, esterogen, dan testosteron merangsang

5
pertumbuhan tulang panjang. Esterogen, bersama dengan testosteron,
merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki
rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum
tulang.2
Tulang femur atau tulang paha pada ujung proksimalnya terdapat kaput
femoris yang bulat sesuai dengan mangkok sendi (asetabulum). Kolumna
femoris menghubungkan kaput femoris dengan korpus femoris. Di tengah kaput
femoris terdapat lekuk kecil yang dinamakan fovea kapitalis tempat melekat
ligamentum teres femoralis yang menghubungkan kaput femoris dengan fosa
asetbulum. Bagian lateral dari kolumna femoris terdapat trokhanter mayor dan
bagian medial trokhanter minor keduanya dihubungkan oleh krista
interokhanterika. Antara trokhanter mayor dan kolumna femoris terdapat lekuk
yang agak dalam disebut fosa trokhanterika.3
Pada dataran belakang tengah os femur terdapat linea aspera. Ujung distal
femur mempunyai dua bongkol sendi, kondilus lateralis dan kondilus medialis.
Diantara keduanya bagian belakang terdapat lekukan fosa interkondiloid.
Bagian medial dari kondilus medialis terdapat tonjolan kecil epikondilus
medialis femoralis dan sebelah lateral epikondilus lateralis (Syarifuddin, 2011:
105) Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Selselnya
terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan,
asam poli sakarida, dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana
garam-garam mineral anorganik ditimbun. 2,3
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel
multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remodeling tulang. Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang
dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut

6
merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam
kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah
yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm). 2,3
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya
tumbuh, selain sebagi perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung
saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang
mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang. Endosteum
adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas yang melarutkan tulang
untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna
Howship (cekungan pada permukaan tulang). 2,3

Gambar . Anatomi tulang femur


Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik (hidup) dan 70%
endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90%
serat kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit
garam terutama kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat,

7
dan ion magnesium. Garamgaram menutupi matriks dan berikatan dengan serat
kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang
memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan).
Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan). 2,3
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah
selama hidup. Pembentukan tulang dirangsang hormon, faktor makanan, dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblast. 2,3

Osteoblast dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon


terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu
pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari
garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras dalam
beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi
bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau tulang sejati. Seiring dengan

8
terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem
saluran mikroskopik di tulang. 2,3
Osteoblast bertanggung jawab atas pembentukan matriks tulang, oleh karena
itu banyak ditemukan pada tulang yang sedang tumbuh. Selnya berbentuk
kuboid atau silindris pendek, dengan inti terdapat pada bagian puncak sel
dengan kompleks Golgi di bagian basal. Sitoplasma tampak basofil karena
banyak mengandung ribonukleoprotein yang menandakan aktif mensintesis
protein.
Pada pengamatan dengan M.E tampak jelas bahwa sel-sel tersebut memang
aktif mensintesis protein, karena banyak terlihat RE dalam sitoplasmanya.
Selain itu terlihat pula adanya lisosom. Osteoblas terdapat pada permukaan
tulang, bila sedang aktif ( mensitesis matriks ) berbentuk kuboid dan
sitoplasma basophilik, Bila sedang tidak aktif, sel menjadi gepeng, kurang
basofil.
Lama-lama osteoblas dikelilingi matrik terbentuk osteosit, sehingga osteosit
terdapat dalam rongga disebut lakuna, yang diisi selain osteosit dan lanjutannya
juga matriks ekstraselular yang tidak mengapur. Matriks yang terbentuk oleh
osteoblas diletakkan di permukaan tulang disebut osteoid, baru diendapkan
garam-garam kalsium → aposisi tulang.
Osteosit merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Pada
sediaan terlihat bahwa bentuk osteosit yang gepeng mempunyai tonjolan-
tonjolan yang bercabang-cabang. Bentuk ini dapat diduga dari bentuk lacuna
yang ditempati oleh osteosit bersama tonjolan-tonjolannya dalam canaliculi.
Dari pengamatan dengan M.E dapat diungkapkan bahwa kompleks Golgi tidak
jelas, walaupun masih terlihat adanya aktivitas sintesis protein dalam
sitoplasmanya. Ujung-ujung tonjolan dari osteosit yang berdekatan saling
berhubungan melalui gap junction. Hal-hal ini menunjukkan bahwa
kemungkinan adanya pertukaran ion-ion di antara osteosit yang berdekatan.

9
Osteosit yang terlepas dari lacunanya akan mempunyai kemampuan menjadi
sel osteoprogenitor yang pada gilirannya tentu saja dapat berubah menjadi
osteosit lagi atau osteoklas.
Osteosit berasal dari osteoblas dalam lakuna di antara lamella. Satu lakuna
berisi satu osteosit. Tonjolan sitoplasma osteosit masuk kanalikuli tipis dan
saling kontak dengan tonjolan- tonjolan sel yang lain.
Terjadi pertukaran zat antara osteosit dan pembuluh darah ( pertukaran natrium)
Osteosit, gepeng berbentuk kenari memiliki :
 retikulum endoplasma kasar sedikit
 kompleks golgi
 khromatin inti lebih padat dibanding osteoblas
Osteosit berfungsi mempertahankan matriks, bila mati terjadi resorpsi matriks
Sel Osteoprogenitor bersifat osteogenik, oleh karena itu dinamakan pula sel
osteogenik. Sel-sel tersebut berada pada permukaan jaringan tulang pada
periosteum bagian dalam dan juga endosteum. Selama pertumbuhan tulang, sel-
sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan sel osteoblas yang kemudian akan
akan membentuk tulang. Sebaliknya pada permukaan dalam dari jaringan
tulang tempat terjadinya pengikisan jaringan tulang, sel-sel osteogenik
menghasilkan osteoklas.
Sel – sel osteogenik selain dapat memberikan osteoblas juga berdiferensiasi
menjadi khondroblas yang selanjutnya menjadi sel cartilago. Kejadian ini,
misalnya, dapat diamati pada proses penyembuhan patah tulang. Menurut
penelitian, diferensiasi ini dipengaruhi oleh lingkungannya, apabila terdapat
pembuluh darah maka akan berdiferensiasi menjadi osteoblas, dan apabila tidak
ada pembuluh darah akan menjadi khondroblas. Selain itu, terdapat pula
penelitian yang menyatakan bahwa sel osteoprogenitor dapat berdiferensiasi
menjadi sel osteoklas lebih – lebih pada permukaan dalam dari jaringan tulang.

10
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,
sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalami kristalisasi. Garam non kristal
ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertaruhkan, yaitu dapat
dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah. 2,3
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan
dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel
yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang
berasal dari sel-sel mirip monosit yang terdapat ditulang. Osteoklas tampaknya
mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan
memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian
kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah
selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. Osteoblas
mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini
memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang yang baru
yang lebih kuat. 2,3

11
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang
terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. pada anak dan remaja,
aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi
lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas
osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda,
aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah massa tulang
konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas
dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada
tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau
kedelapan, dominasi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi
rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas di kontrol oleh
beberapa faktor fisik dan hormon. 2,3
Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang oleh olahraga
dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk suatu stres mengenai tulang.
Fraktur tulang secara derastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme
pastinya belum jelas. Esterogen, testosteron, dan hormon pertumbuhan adalah
promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan
tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormonhormon
tersebut. Esterogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang
panjang berhenti dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar esterogen turun pada masa menopaus,
aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga
mengganggu pertumbuhan tulang. 2,3
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara
langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak lansung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalm
jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan
penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa

12
diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan dapat menyebabkan absorpsi
tulang. 2,3
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama
dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon para tiroid dilepaskan oleh kelenjar
para tiroid yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
para tiroid meningkat sebagai respon terhadap penurunan kadar kalsium serum.
Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang
pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium kedalak darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan bailk negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi
hormon paratiroid pada osteoklas. 2,3
Efek lain hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan
ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosat darah.
Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan
kalsium adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai
terhadap peningkatan kadar kasium serum. Kalsitonin meliliki sedikit efek
menghambat aktivitas dan pembentukan osteoklas. Efek efek ini meningkatkan
klasifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum. 2,3

PERTUMBUHAN TULANG
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu
osteogenesis desmalis dan osteogenesis enchondralis. Keduanya menyebabkan
jaringan pendukung kolagen primitive diganti oleh tulang, atau jaringan
kartilago yang selanjutnya akan diganti pula menjadi jaringan tulang. Hasil
kedua proses osteogenesis tersebut adalah anyaman tulang yang selanjutnya
akan mengalami remodeling oleh proses resorpsi dan aposisi untuk membentuk
tulang dewasa yang tersusun dari lamella tulang. Kemudian, resorpsi dan

13
deposisi tulang terjadi pada rasio yang jauh lebih kecil untuk mengakomodasi
perubahan yang terjadi karena fungsi dan untuk mempengaruhi homeostasis
kalsium. Perkembangan tulang ini diatur oleh hormone pertumbuhan, hormone
tyroid, dan hormone sex.

Osteogenesis Desmalis
Nama lain dari penulangan ini yaitu Osteogenesis intramembranosa, karena
terjadinya dalam membrane jaringan. Tulang yang terbentuk selanjutnya
dinamakan tulang desmal. Yang mengalami penulangan desmal ini yaitu tulang
atap tengkorak.
Mula-mula jaringan mesenkhim mengalami kondensasi menjadi lembaran
jaringan pengikat yang banyak mengandung pembuluh darah. Sel-sel
mesenkhimal saling berhubungan melalui tonjolan-tonjolannya. Dalam
substansi interselulernya terbentuk serabut-serabut kolagen halus yang
terpendam dalam substansi dasar yang sangat padat.
Tanda-tanda pertama yang dapat dilihat adanya pembentukan tulang yaitu
matriks yang terwarna eosinofil di antara 2 pembuluh darah yang berdekatan.
Oleh karena di daerah yang akan menjadi atap tengkorak tersebut terdapat
anyaman pembuluh darah, maka matriks yang terbentuk pun akan berupa
anyaman. Tempat perubahan awal tersebut dinamakan Pusat penulangan
primer.
Pada proses awal ini, sel-sel mesenkhim berdiferensiasi menjadi osteoblas
yang memulai sintesis dan sekresi osteoid. Osteoid kemudian bertambah
sehingga berbentuk lempeng-lempeng atau trabekulae yang tebal. Sementara itu
berlangsung pula sekresi molekul-molekul tropokolagen yang akan membentuk
kolagen dan sekresi glikoprotein.
Sesudah berlangsungnya sekresi oleh osteoblas tersebut disusul oleh proses
pengendapan garam kalsium fosfat pada sebagian dari matriksnya sehingga
bersisa sebagai selapis tipis matriks osteoid sekeliling osteoblas.

14
Dengan menebalnya trabekula, beberapa osteoblas akan terbenam dalam
matriks yang mengapur sehingga sel tersebut dinamakan osteosit. Antara sel-sel
tersebut masih terdapat hubungan melalui tonjolannya yang sekarang
terperangkap dalam kanalikuli. Osteoblas yang telah berubah menjadi osteosit
akan diganti kedudukannya oleh sel-sel jaringan pengikat di sekitarnya. Dengan
berlanjutnya perubahan osteoblas menjadi osteosit maka trabekulae makin
menebal, sehingga jaringan pengikat yang memisahkan makin menipis. Pada
bagian yang nantinya akan menjadi tulang padat, rongga yang memisahkan
trabekulae sangat sempit, sebaliknya pada bagian yang nantinya akan menjadi
tulang berongga, jaingan pengikat yang masih ada akan berubah menjadi
sumsum tulang yang akan menghasilkan sel-sel darah. Sementara itu, sel-sel
osteoprogenitor pada permukaan Pusat penulangan mengalami mitosis untuk
memproduksi osteoblas lebih lanjut

Osteogenesis Enchondralis
Awal dari penulangan enkhondralis ditandai oleh pembesaran khondrosit di
tengah-tengah diaphysis yang dinamakan sebagai pusat penulangan primer. Sel
– sel khondrosit di daerah pusat penulangan primer mengalami hypertrophy,
sehingga matriks kartilago akan terdesak mejadi sekat – sekat tipis. Dalam
sitoplasma khondrosit terdapat penimbunan glikogen. Pada saat ini matriks
kartilago siap menerima pengendapan garam – garam kalsium yang pada
gilirannya akan membawa kemunduran sel – sel kartilago yang terperangkap
karena terganggu nutrisinya. Kemunduran sel – sel tersebut akan berakhir
dengan kematian., sehingga rongga – rongga yang saling berhubungan sebagai
sisa – sisa lacuna. Proses kerusakan ini akan mengurangi kekuatan kerangka
kalau tidak diperkuat oleh pembentukan tulang disekelilingnya. Pada saat yang
bersamaan, perikhondrium di sekeliling pusat penulangan memiliki potensi
osteogenik sehingga di bawahnya terbentuk tulang. Pada hakekatnya
pembentukan tulang ini melalui penulangan desmal karena jaringan pengikat

15
berubah menjadi tulang. Tulang yang terbentuk merupakan pipa yang
mengelilingi pusat penulangan yang masih berongga – rongga sehingga
bertindeak sebagai penopang agar model bentuk kerangka tidak terganggu.
Lapisan tipis tulang tersebut dinamakan pipa periosteal.
Setelah terbentuknya pipa periosteal, masuklah pembuluh – pembuluh darah
dari perikhondrium,yang sekarang dapat dinamakan periosteum, yang
selanjutnya menembus masuk kedalam pusat penulangan primer yang tinggal
matriks kartilago yang mengalami klasifikasi. Darah membawa sel – sel yang
diletakan pada dinding matriks. Sel – sel tersebut memiliki potensi hemopoetik
dan osteogenik. Sel – sel yang diletakan pada matriks kartilago akan bertindak
sebagai osteoblast. Osteoblas ini akan mensekresikan matriks osteoid dan
melapiskan pada matriks kartilago yang mengapur. Selanjutnya trabekula yang
terbentuk oleh matriks kartilago yang mengapur dan dilapisi matriks osteoid
akan mengalami pengapuran pula sehingga akhirnya jaringan osteoid berubah
menjadi jaringan tulang yang masih mengandung matriks kartilago yang
mengapur di bagian tengahnya. Pusat penulangan primer yang terjadi dalam
diaphysis akan disusun oleh pusat penulangan sekunder yang berlangsung di
ujung – ujung model kerangka kartilago.

PERTUMBUHAN MEMANJANG TULANG PIPA


Setelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di daerah
epiphysis, maka teradapatlah sisa – sisa sel khondrosit diantara epiphysis dan
diaphysis. Sel – sel tersebut tersusun bederet –deret memanjang sejajar sumbu
panjang tulang. Masing – masing deretan sel kartilago dipisahkan oleh matriks
tebal kartilago, sedangkan sel –sel kartilago dalam masing – masing deretan
dipisahkan oleh matriks tipis. Jaringan kartilago yang memisahkan epiphysis
dan diaphysis berbentuk lempeng atau cakram sehingga dinamakan Discus
epiphysealis.

16
Sel –sel dalam masing – masing deretan tidak sama penampilannya. Hal ini
disebabkan karena ke arah diaphysis sel – sel kartilago berkembang yang sesuai
dengan perubahan – perubahan yang terjadi pada pusat penulangan. Karena
perubahan sel –sel dalam setiap deret seirama, maka discus tersebut
menunjukan gambaran yang dibedakan dalam daerah – daerah perkembangan.

Daerah – daerah perkembangan :


a) zona istirahat : tulang rawan hialin tanpa perubahan
b) zona proliferasi : kondrosit membelah, tersusun dalam kolom sel secara
paralel
terhadap sumbu panjang tulang
c) zona hipertrofi : khondrosit besar dengan glikogen di dalam sitoplasma
d) zona kalsifikasi : khondrosit mati, sisa matriks yang telah diresorbsi
mengalami
pengapuran.
e) zona osifikasi : muncul jaringan tulang endokondral

17
Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di daerah ke arah
diaphysis diletakan sel –sel yang akan berubah menjadi osteoblas yang selanjutnya
akan melanjutkan penulangan.
Dalam proses pertumbuhan discus epiphysealis akan semakin menipis,
sehingga akhirnya pada orang yang telah berhenti pertumbuhan memanjangnya
sudah tidak ditemukan lagi.

PEMBESARAN DIAMETER TULANG PIPA


Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui discus epiphysealis juga
mengalami pertambahan diameter dengan cara pertambahan jeringan tulang
melalui penulangan oleh periosteum lapisan dalam yang dibarengi dengan
pengikisan jaringan tulang dari permukaan dalamnya.
Dengan adanya proses pengikisan jaringan tulang ini, walau pun diameter
tulang bertambah namun ketebalannya tetap dipertahankan. Hal ini
penting,karena tanpa pengikisan,berat tulang akan bertambah terus sehingga
mengganggu fungsinya.

18
PERUBAHAN STRUKTUR JARINGAN TULANG
Pada mulanya, dari perkembangan trabekula tulang terbentuk semacam sistem
harvers yang tidak teratur polanya yang dinamakan sistem Havers primitif.
Untuk membentuk sistem Havers dengan pola teratur, perlulah sistem Havers
primitif mengalami perubahan sehingga terjadilah tulang sekunder. Perubahan
dimulai pada beberapa tempat yang terletak tersebar dalam bentuk rongga –
rongga yang disebabkan erosi tulang oleh sel-sel osteoklas. Rongga – rongga
tersebut meluas sehingga terbentuk silindris yang memanjang, disusul oleh
masuknya pembuluh darah bersama jeringan sumsum tulang kedalam rongga –
rongga tersebut. Apabila rongga sudah cukup besar, erosi akan berhenti dalm
mulailah pembentukn tulang oleh osteoblas yang diletakan oleh darah pada
dinding rongga. Pembentukan tulang berlangsung sebagai lembaran – lembaran
yang dimulai dari dinding rongga yang makin lama makin mengecilkan rongga
sehingga akhirnya pembuluh darah dikelilingi penuh oleh lembaran – lembaran
tulang. Dengan demikian terbentuklah sistem harvers dengan pembuluh darah
di tengahnya. Pada perbatasan luar setiap sistem harvers terdapat substansi
perekat yang merupakan sisa matriks tulang.
Pembentukan sistem Havers tidak berhenti estela proses di atas, namun akan
terjadi pula erosi lagi yang diikuti pembentukan sistem harvers baru seperti
semula. Proses tersebut terjadi berulang-ulang sehingga pada potongan
melintang tulang pipa akan dapat dibedakan beberapa struktur :

1. Sistem Havers yang lama


2. Sistem Havers yang sedang dibentuk
3. Ruang-ruang karena erosi
4. Sisa – sisa sistem harvers sebagai lamela intersitiil.

PERBAIKAN PATAH TULANG

19
Jika terjadi patah tulang, maka kerusakan akan menyebabkan perdarahan yang
biasanya akan diikuti oleh pembekuan. Kerusakan juga menyebabkan
kerusakan matriks dan sel – sel tulang di dekatgaris patah.
Awal dari proses perbaikan tulang dimulai dengan pembersihan dari bekuan
darah, sisa – sisa sel dan matriks yang rusak. Periosteum dan endosteum
disekitar tulang yang patah menanggapi dengan meningkatnya proliferasi
fibroblast sehingga terbentuklah jaringan seluler disekitar garis patah dan di
antara ujung – ujung tulang yang terpisah.
Pembentukan tulang baru berlangsung melalui penulangan enkhondral dan
desmal secara simultan. Untuk penulangan enkhondral didahului dengan
terbentuknya kartilago hialin yang berasal dari perubahan jaringan granulasi
sebagai hasil proliferasi fibroblast. Celah fragmen tulang sekarang diisi oleh
jaringan kartilago yang merupakan kalus. Jaringan tulang baru mengisi celah
diantara fragmen tulang membentuk kalus tulang dan menggantikan kalus
kartilago. Sel – sel osteoprogenitor dari periosteum dan endosteum akan
menjadi osteoblas sehingga di daerah tersebut terjadi penulangan desmal.
Penulangan enkhondral berlangsung sebagai trabekula dalam jaringan kartilago
yang merupakan jaringan penopang sementara dalam perbaikan patah tulang.
Tekanan pada tulang selama proses penyembuhan menyebabkan perbaikan
bentuk tulang ke bentuk asalnya sehingga benjolan kalus akhirnya akan lenyap
melalui resorpsi.

Kematangan Rangka

20
Sepanjang masa kanak-kanak, tulang rawan yang tersisa di kerangka terus
tumbuh, dan memungkinkan tulang bertambah ukuran. Setelah semua tulang
rawan digantikan oleh tulang, dan fusi telah terjadi di lempeng epifisis, tulang
tidak bisa lagi terus bertambah panjang. Pada titik ini, kematangan tulang telah
tercapai. Biasanya terjadi pada usia 18 hingga 25 tahun.
Penggunaan steroid anabolik oleh remaja dapat mempercepat proses
pematangan tulang, menghasilkan periode pertumbuhan tulang rawan yang
lebih pendek sebelum fusi terjadi. Ini berarti bahwa remaja yang menggunakan
steroid cenderung berakhir lebih pendek sebagai orang dewasa daripada yang
seharusnya.
Otot pada femur dipisahkan menjadi tiga kompartemen, tarikan otot-otot ini
pada fraktur femur dapat menyebabkan angulasi dan perpindahan

-
Kompartemen Anterior (Sartorius, pectineus, quadriceps, illiopsoas),
bertanggung jawab untuk ekstensi lutut. dipersarafi oleh nervus femoralis dari
pleksus lumbalis L 2-4 untuk dan L 2-3 untuk sartorius

21
- Kompartemen Medial (gracilis dan adduktor longus, brevis, dan magnus)

- Kompartemen posterior (biceps femoris semitendinosus, dan


semimembranosus), bertanggung jawab untuk fleksi lutut

22
Tiga kompartemen otot yang menyelimuti tulang paha. Kompartemen
anterior atau ekstensor bertanggung jawab untuk ekstensi lutut dan
menampung saraf femoralis. Kompartemen posterior atau fleksor bertanggung
jawab untuk fleksi lutut dan menampung saraf siatik. Kompartemen medial
menampung otot-otot adduktor. Kompartemen adduktor menampung saraf
obturator. Pada fraktur batang femur, saraf sciatic dan khususnya bagian
peroneal berada pada risiko cedera tertinggi karena terletak dekat dengan
femur. Otot gluteal juga mengelilingi dan menempel pada batang dan
proksimal femur mereka termasuk gluteus maximus, medius, dan minimus
dan menutupi saraf gluteal superior dan inferior. Pada fraktur batang femur,
otot-otot berubah pada fragmen fraktur tergantung pada lokasi fraktur.
Umumnya, segmen proksimal fleksi, abduksi, dan rotasi eksternal oleh
iliopsoas dan abduktor pinggul. Segmen distal ditarik ke proksimal

23
(dipendekkan) oleh paha depan dan paha belakang dan diaduksi oleh otot
adduktor.
Vaskularisasi
Suplai darah utama ke tulang paha berasal dari arteri femoralis, kelanjutan dari
arteri iliaka eksternal. Arteri femoralis berjalan di bawah bagian tengah
ligamentum inguinalis dan terbagi menjadi arteri femoralis superfisial (SFA)
dan arteri femoralis profunda (DFA). SFA memasok jaringan di bawah lutut,
dan DFA memasok batang femur dan jaringan lunak sekitarnya. Banyak cabang
muncul dari DFA, terutama arteri perforasi yang mengelilingi tulang paha. Satu
atau beberapa arteri muncul dari DFA atau cabang-cabangnya untuk mensuplai
2/3 bagian dalam korteks dan sumsum tulang. Mereka beranastomosis dengan
sistem metaphyseal-epiphyseal. Suplai darah periosteal mensuplai sepertiga
bagian luar korteks.

B. Fraktur Femur
A. Definisi

24
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh.5
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur tulang femur.
Fraktur shaft femur adalah fraktur diafisis femur, 5 cm distal dari trochanter
minor dan 5 cm proximal dari tuberkulum adductor.5

B. Epidemiologi
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi
akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa (Desiartama,
2017).4
Fraktur batang Femur adalah salah satu fraktur ortopedi pediatrik yang
paling umum dan merupakan alasan paling umum untuk rawat inap pediatrik
karena cedera ortopedi.4

C. Etiologi
Fraktur batang femur dapat terjadi akibat mekanisme energi tinggi atau
rendah dan sering dikaitkan dengan cedera serius lainnya. Penyebab paling
umum termasuk kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, jatuh pada individu
dengan osteoporosis, dan tembakan. Sebuah studi dari Finlandia menemukan
bahwa 75% Fraktur batang femur disebabkan oleh mekanisme energi tinggi,
87% di antaranya terjadi pada kecelakaan bermotor (65% dari semua fraktur).
Penyebab lain yang kurang umum dari Fraktur batang femur adalah fraktur
atipikal dari penggunaan bifosfonat, fraktur patologis melalui lesi tulang,
fraktur insufisiensi dari osteoporosis, dan fraktur stres akibat aktivitas
berlebihan pada atlet dan militer.4,5
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:

25
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
b. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :

a. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali


b. Infeksi seperti osteomielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
c. Rakitis
d. Secara spontan disebabkan oleh stres tulang yang terus menerus

D. Klasifikasi fraktur femur

Klasifikasi winquist hansen untuk fraktur shaft femur:10


1. Tipe 0: tidak ada kominusi atau fragmen kupu-kupu kecil kurang dari 25%
dari tulang.
2. Tipe I: fragmen kupu-kupu kecil kurang dari 25% dari tulang.
3. Tipe II: fragmen kupu-kupu 50% atau kurang dari lebar tulang
4. Tipe III: hancur dengan fragmen kupu-kupu besar yang lebih besar dari
50% lebarnya
5. Tipe IV: Kerusakan parah pada seluruh segmen tulang (penghancuran
segmen).

26
Gambar 3. Klasifikasi fraktur batang femur menuut winquist

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang


praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:2
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
- Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
- Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

27
Gambar 4. Klasifikasi fraktur menurut luka yang ditimbulkan

Gustilo et al mengklasifikasikan fraktur terbuka menjadi tiga tipe yaitu:


a) Tipe I: Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen
tulang yang menembus kulit.
b) Tipe II: Ukuran luka antara 1 – 10 cm, tidak terkontaminasi dan tanpa
cedera jaringan lunak yang major
c) Tipe III: Luka lebih besar dari 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak
yang signifikan. Tipe III juga dibagi menjadi beberapa sub tipe:
I. IIIA: Luka memiliki jaringan yang cukup untuk menutupi tulang
tanpa memerlukan flap coverage.
II. IIIB: kerusakan jaringan yang luas membuat diperlukannya local
atau distant flap coverage.
III. IIIC: Fraktur apapun yang menyebabkan cedera arterial yang
membutuhkan perbaikan segera.

28
2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.
- Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
- Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a. Hairline fracture/stress frakture adalah salah satu jenis fraktur
tidak lengkap pada tulang. Hal ini disebabkan oleh ”stress yang
tidak biasa atau berulang-ulang” dan juga karena berat badan terus
menerus pada pergelangan kaki atau kaki. Hal ini berbeda dengan
jenis patah tulang yang lain, yang biasanya ditandai dengan tanda
yang jelas. Hal ini dapat digambarkan dengan garis sangat kecil
atau retak pada tulang, ini biasanya terjadi di tibia, metatarsal
(tulang kaki), dan walau tidak umum biasanya terjadi pada tulang
femur. Hairline fracture/stress frakture umum terjadi pada cedera
olahraga, dan kebanyakan kasus berhubungan dengan olahraga.
b. Buck atau torus facture, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c. Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

29
Gambar 5. Fraktur komplit dan inkomplit

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme


trauma
- Fraktur transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
- Fraktur oblik: fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat tauma angulasi juga.
- Fraktur spiral: fraktur yang arah garis patahannya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
- Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan yang lain.
- Fraktur avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.

30
Gambar 6. Klasifikasi fraktur berdasarkan bentuk garis fraktur

4. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

- Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi


kedua fragmen tidak bergeser dan priosteum masih utuh.

- Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang


yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Angulasi: kedua fragmen fraktur berada pada posisi yang
membentuk sudut terhadap yang lain.
b) Impaksi: salah satu fragmen fraktur terdorong masuk kedalam
fragmen yang lain.
c) Kominutiva: tulang pecah menjadi potongan-potongan kecil.
d) Overriding: fraktur yang saling menumpuk sehingga
keseluruhan panjang tulang memendek.
e) Avulsi: fragmen fraktur tertarik dari posisi normal karena
kontraksi otot atau resistensi ligamen.

31
Gambar. Tipe-tipe fraktur

5. Berdasarkan posisi fraktur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga


bagian:

- 1/3 proksimal

- 1/3 medial

32
- 1/3 distal

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur meliputi5 :
1. Nyeri akut terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
4. Pemendekan ekstremitas. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
6. Edema lokal

E. Penegakan Diagnosis
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk
mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan
baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1)
survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2)
meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4)
menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Ketika
semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan reposisi
sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses persambungan
tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut.

1. Survey Primer

33
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing,
Circulation, Disability Limitation, Exposure)

1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah


kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas
oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk
membebaskan jalan nafas harus memproteksi tulang cervikal, karena itu
teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran atau
GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.

2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita


harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari
paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber
mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan
sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan
reservoir bag.

3. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus


diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output.
Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang,
terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat menyebabkan
kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan membuat syok kelas III.
Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan penekanan
langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami
pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat
menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan
meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang
terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan

34
pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting
disamping usaha menghentikan pendarahan

4. D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi


singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera
spinal

5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring


dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah
pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.

2. Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari
cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun
terlewatkan dan tidak terobati.
Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus mengambil
riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication, Past Medical
History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan).
Mekanisme kecelakaan penting untuk ditanyakan untuk mengetahui dan
memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien, terutama jika kita masih
curiga ada cedera yang belum diketahui saat primary survey, Selain riwayat
AMPLE, penting juga untuk mencari informasi mengenai penanganan
sebelum pasien sampai di rumah sakit
Pada pemeriksaan fisik, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi
adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2)
fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan
tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada

35
Look, kita menilai warna dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan
memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk menemukan
pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian
distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan
vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot
menunjukkan adanya crush injury dengan ancaman sindroma kompartemen.
Pada pemerikasaan Feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah
nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada periksaan Move kita
memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal.
Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal
dari fraktur dan juga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian
membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi
mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler yang dapat
mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan hemodinamik
yang normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan
adanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma
yang membesar atau pendarahan yang memancar dari luka terbuka
menunjukkan adanya trauma arterial.
Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera
muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia
sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja sama pasien. Setiap
syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan sensorisnya perlu diperiksa
secara sistematik.3

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus ekstensif, dengan hati-hati untuk menyingkirkan
cedera terkait pada kepala, dada, perut, dan situs kerangka lainnya.

36
Fraktur batang femur sulit untuk dilewatkan pada pemeriksaan;
deformitas, pembengkakan, pemendekan, nyeri tekan, mobilitas abnormal,
dan krepitasi menunjukkan diagnosis.2
Rang menggambarkan triad Waddel fraktur batang femur, cedera
kepala, dan cedera intra-abdominal atau toraks yang disebabkan oleh
tabrakan mobil-pejalan kaki. Cedera muskuloskeletal umum yang terkait
dengan fraktur batang femur yang sering terlewatkan termasuk fraktur
leher femur, dislokasi pinggul, dan cedera ligamen lutut.3

Gambar. Deformitas pada fraktur femur

Pemeriksaan penunjang
Pencitraan
Sinar-X dada dan panggul diperoleh sebagai bagian dari protokol
ATLS. Ketika pasien stabil, radiografi ortogonal dari ekstremitas yang
dicurigai cedera, termasuk sendi ipsilateral proksimal dan distal dari
cedera, harus diperoleh untuk mengkarakterisasi fraktur. Gambar-gambar
ini membantu mengidentifikasi potensi fraktur pada acetabulum, femur
proksimal, tibia proksimal, dan patela dan membantu mengidentifikasi
kemungkinan cedera lutut.3
AP dan lateral femur

37
Memungkinkan evaluasi lengkap lokasi fraktur, konfigurasi, dan
jumlah perpindahan
- AP ipsilateral dan lateral lutut dan pinggul
Untuk menyingkirkan cedera terkait

Gambar. X-ray fraktur 1/3 distal femur

CT scan biasanya bukan modalitas pencitraan awal tulang paha, tetapi


sering kali merupakan bentuk pencitraan pertama yang diperoleh pada
individu politrauma. Ini memiliki kegunaan dalam mengidentifikasi
cedera dan mengkarakterisasi fraktur untuk perencanaan operasi.
Pencitraan potongan tipis dapat membantu mengidentifikasi fraktur leher
femur yang tidak terlihat pada radiografi standar. Dikombinasikan dengan
kontras, lesi vaskular dapat diidentifikasi dan segera diobati.2

Pengukuran Panjang Kaki

38
Panjang kaki harus diukur untuk menentukan apakah ada perbedaan
dari sisi ke sisi. Penting untuk membedakan kekurangan panjang kaki true
length dan apparent length. Dengan perbedaan panjang kaki yang jelas
atau fungsional, defisiensi mungkin disebabkan oleh kemiringan panggul,
kontraktur, atau skoliosis. Untuk mengukur ketidaksetaraan panjang
tungkai yang sebenarnya, pasien dibaringkan terlentang di atas meja
pemeriksaan untuk memastikan panggul sejajar (spina iliaka anterior
superior) [ASIS] dalam garis lurus dan ekstremitas bawah tegak lurus
dengan itu). Kaki harus diposisikan secara simetris sehingga berjarak
sekitar 10 hingga 20 cm dan sejajar satu sama lain. Pengukuran dapat
dilakukan dari ASIS ke malleolus medial di setiap sisi. Kebanyakan
pasien biasanya mentolerir ketidaksetaraan panjang kaki 1 sampai 2 cm.
Jika ketidaksetaraan panjang kaki ditemukan, lokasi defisiensi dapat
ditentukan dengan mengukur dari ASIS ke trokanter mayor, trokanter
mayor ke sendi lutut, dan sendi lutut ke malleolus medial, dan
membandingkan pengukuran ini dengan kontralateral sisi untuk
menentukan lokasi perbedaan.
apparent length dengan mengukur dari titik tetap di tengah tubuh,
seperti umbilikus atau prosesus xiphoid. Atau, apparent length dapat
diukur dengan meminta pasien berdiri di atas balok bertingkat sampai
panjang kaki terasa sama.

39
Gambar. Pengukuran leg length discrepancy

F. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan patah tulang pada anak adalah pemulihan fungsi
dan tingkat aktivitas normal secepat mungkin dengan tekanan fisik dan
psikologis seminimal mungkin. Dameron dkk. menguraikan 6 prinsip utama
untuk pengobatan fraktur diafisis pediatrik: 6,8
- Perawatan paling sederhana adalah perawatan terbaik.

40
- Perawatan awal harus definitif bila memungkinkan.
- Reduksi anatomis tidak diperlukan untuk fungsi yang sempurna.
- garis fraktur harus dipulihkan, terutama garis rotasi.
- Semakin banyak pertumbuhan yang tersisa, semakin banyak renovasi yang
tersedia.
- Anggota badan harus diimobilisasi dengan belat sampai pengobatan
definitif dilakukan.
Sementara prinsip-prinsip ini masih berlaku sampai sekarang,
sejumlah faktor lain harus dipertimbangkan:
- Usia dan berat badan anak.
- Konfigurasi fraktur.
- Pengalaman ahli bedah yang merawat.
- Ketersediaan/biaya pengobatan.

Penatalaksanaan untuk fraktur yaitu: 6,8


a. Rekognisi/pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diaknosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/manipulasi/reposisi
Menurut Brunner, (2001) yang dikutip oleh Abdul Wahid (2013:
13) Upaya untuk manipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimum. Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting
tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
dan rotasfanatomis.
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih tergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya
dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah

41
jaringan lunak kehilangan elasitasnya akibat infiltrasi karena edema
dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan
untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetik diberikan sesuai ketentuan. Mungkin
diperlukan anastesi. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.7
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara
gips, bidai, danalat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan
menjadi reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan
tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang teah dalam kesejajaran yang benar. 9
Traksi. Traksi dapat digunakn untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Sinar-x digunakn untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar x. Ketika kalus sudah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi. 9
skin traksi
Beberapa pilihan tersedia untuk anak-anak yang lebih tua dari usia
6 tahun tetapi belum matang secara rangka. Ini termasuk traksi dan
casting, fiksasi eksternal, paku fleksibel, dan rodding intramedullary,
serta pelapisan. Dalam memilih opsi terbaik, pertimbangan diberikan
pada faktor pengambilan keputusan serta keterampilan dan

42
pengalaman ahli bedah dengan setiap metode. Risiko dan manfaat
pengobatan harus ditinjau bersama keluarga.9
Traksi kulit (skin traction) merupakan pengobatan sementara
sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
Yaitu dengan menarik bagian tulang yang patah dengan menempelkan
plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membentuk menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera dan
biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). Dipasang pada
dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain misal otot. Digunakan
dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.9
Traksi Sebelum Casting
Traksi direkomendasikan ketika ada risiko tinggi pemendekan yang
tidak dapat diterima dengan pengecoran langsung. Umumnya, risiko
meningkat pada anak-anak yang lebih tua dari usia 6 tahun atau pada
anak-anak dengan fraktur energi tinggi. Buehler et al24 menjelaskan
tes teleskop, di mana pemendekan 3 cm dengan kekuatan lembut saat
anak dibius memprediksi peluang dua puluh kali lipat lebih besar
untuk pemendekan yang tidak dapat diterima pada gips spica langsung.
Kontraindikasi relatif untuk traksi dan casting termasuk obesitas,
trauma multipel, cedera kepala yang signifikan, cedera lutut
mengambang, dan fraktur sangat distal yang mengganggu penempatan
pin traksi.8
Pin ditempatkan di femur distal untuk menghindari kerusakan pada
fisis tibialis proksimal. Pin dapat ditempatkan di bawah sedasi sadar
atau anestesi umum. Pin Steinmann berulir 3/16-in dibor dari medial
ke lateral, dan posisinya dikonfirmasi secara radiografis. Area kulit
tented dilepaskan, dan anak ditempatkan dalam traksi 90°/90°.
Radiografi dalam traksi diperoleh secara berkala untuk memastikan
bahwa fraktur memanjang dan dalam keselarasan yang memuaskan.

43
Ketika radiografi menunjukkan kalus dan tidak ada nyeri tekan di
lokasi fraktur (biasanya 17 hingga 21 hari), pin dilepas dan gips spica
dipasang.7
Traksi tulang (skeletal traction) adalah traksi yang digunakan untuk
meluruskan tulang yang cidera pada sendi panjang untuk
mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke
dalam tulang pada bagian distal femur maupun proksimal tibia. 7,8
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah.8
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
- Mengurangi nyeri akibat spasme otot
- Memperbaiki & mencegah deformitas
- Immobilisasi
- Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
- Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi:


- Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
- Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
- Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
- Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
- Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
- Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman

Penerapan traksi membutuhkan perban non-perekat yang diterapkan di


kedua sisi anggota tubuh yang terluka, memastikan area tekanan

44
dilapisi dengan baik; dalam hal ini, ini dipasang pada kepala fibula
untuk mencegah perkembangan neuropraxia saraf peroneal umum, dan
menghindari perban malleoli dan tendon Achilles Sekitar empat jari
kendur napas tersisa dari telapak kaki untuk memungkinkan fleksi
bebas dorso dan plantar kemudian dibalut kuat dengan perban krep.
Lutut tidak perlu dibalut untuk memungkinkan penilaian visual
keselarasan kaki. Kemudian diikat ke rangka tempat tidur dengan
beban tidak lebih dari 4,5 kg yang disesuaikan dengan berat badan
pasien.

Gambar. Skin traksi

Thomas splint

Dinamakan setelah pembuat tulang awal, Hugh Owen Thomas, (1834-


1891) yang mempelopori belat yang mengurangi gejala sisa dari patah
tulang paha menyelamatkan nyawa selama Perang Dunia Pertama,
belat Thomas adalah belat kaki panjang dengan lingkaran yang
memanjang di luar kaki yang dapat diperbaiki atau sebagai bagian dari
traksi kulit yang seimbang.

45
Penerapan belat melibatkan pengukuran panjang anggota badan yang
tidak terluka dan panjang belat disesuaikan dengan menambahkan 15-
20 cm; lingkar paha yang tidak terkena juga diukur dan cincin belat
berukuran lebih dari 5 cm. Setelah disesuaikan, sling diposisikan di
sepanjang belat untuk menopang kaki yang cedera dan cincin harus pas
dengan selangkangan dan berbatasan dengan tuberositas iscium; ini
harus empuk untuk melindungi dari mengembangkan luka tekanan.

perban non-perekat diterapkan ke kaki seperti yang dijelaskan


sebelumnya yang kemudian ditempatkan di belat. Setelah kaki
ditempatkan di belat, tali traksi yang melekat pada perekat kemudian
dilingkarkan di sekitar lateral dan medial belat dan kemudian diikat ke
ujung belat untuk mencegah tergelincir, mesin kerek diterapkan untuk
meningkatkan gaya traksi ke anggota badan. Ini sekarang berfungsi
sebagai traksi tetap.

Gambar. Thomas splint

Traksi Hamilton-Russell

Sistem traksi seimbang yang awalnya dikembangkan untuk fraktur


femur untuk mengontrol kejang otot, juga dapat digunakan untuk
fraktur acetabular. Pengaturannya dengan bingkai balok Balkan

46
dengan palang di atas lutut, dan dua palang ekstensi dengan palang di
ujung kaki tempat tidur

Traksi kulit Hamilton-Russel


Sebuah sling lembut yang lebar ditempatkan di bawah lutut yang
memberikan kekuatan ke atas, yang mengontrol angulasi posterior dari
fragmen distal. Distal ke lutut, traksi kulit (seperti yang dijelaskan)
diterapkan di mana tarikan horizontal pada tibia menggunakan tali,
katrol dan beban. Gaya mekanik sedemikian rupa sehingga tarikan
horizontal dua kali lipat dari tarikan vertikal yang memberikan vektor
resultan pada garis sumbu tulang paha. Tali traksi dipasang ke sling
dan melewati puli, yang diimbangi dengan penyeimbang sekitar 3,5
kg.

Gambar. Hamilton Russel traction

Traksi Bryant

47
Perawatan traksi tetap untuk fraktur femur pada anak-anak hingga usia
18 bulan atau kurang dari 16 kilogram. Traksi diberikan melalui
ekstensi panjang penuh ke kedua kaki. Posisi yang diinginkan adalah
ketika pinggul ditekuk hingga 90 derajat dan kedua kaki digantung
secara vertikal dengan lutut sedikit fleksi. Bokong anak harus diangkat
sehingga tidak jauh dari kasur, memungkinkan tangan yang rata lewat
di bawahnya. Pita kulit non-perekat dipasang di kedua kaki, bantalan
busa ditempatkan di atas malleoli, meninggalkan celah antara kaki
anak dan ujung set ekstensi. Perban diterapkan secara spiral untuk
mencegah set ekstensi tergelincir. Tali dipasang pada dua balok di
bagian atas ranjang bayi dan diamankan; jika beban diterapkan maka
katrol perlu diamankan ke balok atas. Bobot yang ditentukan adalah
sekitar 450 g per tahun usia anak.

Penting bagi praktisi/staf perawat untuk mewaspadai beban yang


ditambatkan pada tali pusat, yang harus jauh dari jangkauan anak.
Selain itu, makanan kecil harus diberikan pada awalnya untuk
mencegah distensi dan muntah saat anak menyesuaikan diri dengan
posisinya. Kulit di atas malleoli, dorsum kaki, dan di belakang lutut
harus diperiksa secara teratur untuk memantau kerusakan dan iskemia
betis dapat terjadi karenanya mengapa pada periode awal, traksi dan
perban dilepaskan sekali atau dua kali sehari untuk memungkinkan
suplai darah ke kaki.

Traksi dipertahankan selama tiga minggu setelah traksi dihilangkan,


dan plester spica pinggul diterapkan dengan lutut dalam fleksi 10-15
derajat dan kaki dalam posisi netral. Anak diperbolehkan berjalan
setelah enam minggu dengan gips.

48
Gambar. Traksi bryant

Reduksi Terbuka dan Fiksasi Plat


Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, skrup, plat paku, atau batang logam digunakan untuk
empertahankan fragmen tulang dalm posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan disisi tulang atau
langsung kerongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi
dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang. 8indikasi untuk ORIF
meliputi:
- Fraktur terbuka
- Fraktur yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular
Semua fraktur yang dipindahkan
- Fraktur ekstremitas bawah ipsilateral
- Fraktur yang tidak dapat direduksi

49
- Fraktur patologis
Plating adalah metode yang efektif untuk mengobati fraktur femur
pediatrik. Keuntungannya termasuk teknik yang sudah dikenal dengan
peralatan yang tersedia secara luas dan fiksasi kaku dalam keselarasan
anatomi yang memungkinkan mobilisasi cepat. Namun, sayatan besar,
kehilangan darah yang lebih tinggi, laporan refraktur dan kegagalan
implan, dan isu-isu mengenai pelepasan implan membatasi indikasi
ketika metode lain tersedia. Indikasi sempit termasuk anak-anak di
bawah usia 12 tahun dengan trauma multipel, fraktur terbuka, cedera
kepala, atau sindrom kompartemen. Beberapa ahli bedah
menggunakan pelapisan untuk fraktur yang sangat proksimal atau
distal dimana tidak ada pengobatan lain yang memungkinkan
mobilisasi cepat. Rekomendasi teknis khusus termasuk penggunaan
pelat kompresi dinamis 4,5 mm dengan fiksasi ke setidaknya enam
korteks di setiap sisi fraktur. Teknik pelapisan yang lebih baru
termasuk pelat yang lebih panjang dengan sekrup yang lebih sedikit,
penempatan pelat perkutan dengan reduksi tidak langsung, dan
pengupasan jaringan lunak yang lebih sedikit. Enam hingga 8 minggu
menahan beban berat badan setelah operasi adalah hal biasa.

c. Reyensi/imobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembalis seperti semula secara optimal. Imobilisasi fraktur. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi interna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam

50
dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur. 8

d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
diupayakan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status
neurovaskuler (misalnya pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberi tahu segera bila ada
gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan berbagai pendekatan (misalnya meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaran nyeri, termasuk analgetik).
Latihan isometrik dan seting otot diusahakan untuk meminimalkan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam
aktivitas 27 semula diusahakan sesuai batasan terapeutik. Biasanya,
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan
dan stres pada ekstremitas yang diperbolehkan, dan menentukan
tingkat aktivitas dan beban berat badan9

G. Komplikasi
Komplikasi akut (cedera terkait) termasuk hal-hal berikut.
1. Pendarahan : pedarahan menyertai semua fraktur (dan cedera jaringan
lunak).
2. Cedera vaskuler : beberapa fraktur terbuka mengganggu pembuluh
darah. Fraktur tertutup, terutama fraktur humerat suprakondilaris posterior,
mengganggu suplai vaskuler yang cukup dan menyebabkan iskemia
ekstermitas distal.

51
3. Cedera saraf : saraf mungkin cedera ketika diregangkan oleh potongan
tulang yang retak, ketika memar oleh pukulan benda tumpul, atau ketika robek
karena serpihan tulang yang tajam. Ketika saraf memar (disebut neuraprexia),
konduksi saraf terhambat, tetapi saraf tidak robek. Neurapraxia menyebabkan
defisit motorik dan sensorik sementara. Ketika saraf hancur (disebut
axonotmesis), akson terluka, tetapi selubung mielin tidak. Cedera ini lebih
parah daripada neurapraxia. Tergantung pada tingkat kerusakan, saraf dapat
beregenerasi selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun. Biasanya, saraf
robek (disebut neurotmesis) pada fraktur terbuka. Saraf yang robek tidak
sembuh secara spontan dan harus diperbaiki dengan pembedahan.
4. Emboli pulmonal : penyumbatan pada arteri pulmonalis yang biasanya
terjadi pada pasien dengan fraktur panggul dan pinggul.
5. Emboli lemak : fraktur tulang panjang (paling sering, fraktur femur) dapat
menyebabkan robeknya jaringan lemak hingga masuk ke dalam aliran darah
dan menyumbat pembuluh darah.
6. Sindrom kompartemen : fraktur dapat memicu pembengkakan pada otot
atau jaringan di dalam kompartemen. Pembengkakan ini mengakibatkan
tekanan di dalam kompartemen akan meningkat. Setelah beberapa waktu,
aliran darah dan pasokan oksigen akan menurun dan mengakibatkan
kerusakan otot. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini akan memperburuk
pembengkakan dan merusak saraf yang menjadi bagian dari kompartemen.
Otot juga akan rusak dan mengalami kematian jaringan (nekrosis) secara
permanen.
7. Infeksi : setiap fraktur dapat terinfeksi, tetapi risiko tertinggi akan dialami
oleh orang-orang yang pernah menjalani pembedahan. Infeksi akut lebih jauh
lagi dapat menyebabkan osteomielitis, yang akan sulit disembuhkan.

52
Komplikasi jangka panjang dari fraktur adalah sebagai berikut :
1. Ketidakstabilan sendi
Patah tulang dapat menyebabkan ketidakstabilan sendi. Ketidakstabilan ini
dapat melumpuhkan dan meningkatan resiko osteoatritis.
2. Kerusakan dan gangguan rentang gerak
Fraktur yang meluas ke sendi biasanya mengganggu kartilago artikular,
menyebabkan osteoatritis, dan merusak gerakan sendi. Kekakuan lebih
mungkin terjadi jika sendi membutuhkan imobilisasi yang berkepanjangan.
Lutut, siku, dan bahu sangat rentan terhadap kekakuan traumatis, terutama
pada orang tua.
3. Nonunion
Faktor penyebab utamanya termasuk imonilisasi tidak lengkap, gangguan
sebagai pasokan vaskular, dan faktor pasien yang merusak penyembuhan
(misalnya, penggunaan kortikosteroid atau hormon teroid),
4. Malunion
Melunion adalah sembuhnya tulang tetapi meninggalkan kelainan bentuk pada
tulang.
5. Osteonecrosis
Osteonecrosis adalah kematian beberapa bagian tulang akibat darah yang
mengalir ke area tulang terganggu.
6. Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah keadaan di mana sendi-sendi terasa sakit, kaku, dan
bengkak akibat adanya fraktur. Bagian tubuh yang biasanya terserah meliputi
tangan, lutut, pinggul, dan tulang punggung.
7. Perbedaan panjang tungkai
Jika fraktur pada anak-anak melibatkan lempeng pertumbuhan, pertumbuhan
anak tersebut dapat terpengaruh. Biasanya satu tungkai anak menjadi lebih
pendek dari yang lain. Pada orang dewasa, perbaikan fraktur secara bedah

53
terutama fraktur femur, dapat menyebabkan perbedaan panjang kaki. Hal ini
dapat menyebabkam kesulitan untuk berjalan.

H. Prognosis
Area fraktur perlu dikenali (via sinar x) diperlakukan dengan baik untuk
mendapatkan kesembuhan. Area yang patah biasanya perlu disetel kembali
dan kemudian dilumpuhkan (imobilisasi) untuk memungkinkan
penyembuhan. Selama waktu imobilisasi, sel tulang masuk kedalam area
unttuk membangun kembali tulang baru guna memperbaiki area yang rusak.
Periode imobilisasi biasanya 6 sampai 8 minggu, tergantung tingkat dan lokasi
kerusakan. Kekuatan struktural yang penuh biasanya belum kembali sampai
beberapa bulan setelah fraktur, bergantung pada lokasi dan ukuran fraktur.
Waktu untuk penyembuhan penuh bervariasi dari 6 minggu pada orang
dewasa muda yang sehat dengan patah tulang biasa hingga hingga dua bulan
pada pasien lebih tua dengan permasalahan kesehatan lain. Pasien lebih tua
mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas yang signifikan setelah retak
pinggul.1,3

54
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. J
JenisKelamin : Laki-laki
Umur : 9 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Villa mutiara
Agama : Kristen
Tanggal Masuk : 17 Oktober 2021
Tanggal Pemeriksaan : 17 Oktober 2021

B. Anamnesis
Primary survey:
A: Bebas
B: RR: 22 x/menit, spontan, simetris
C: HR: 92x/menit, regular, kuat angkat
D: GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor, RCL (+/+)
E: suhu 36,7 c (axial)

1. Keluhan Utama : Nyeri pada paha kanan keterbatasan gerakan pada paha kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak laki-laki berumur 9 tahun datang ke IGD RSUD Sayang Rakyat
bersama keluarganya dengan keluhan nyeri pada paha kanan setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas 2 jam yang lalu SMRS. Pasien mengalami keterbatasan gerakan
pada paha kanan, keluhan nyeri yang dirasakan terus menerus terutama saat tungkai

55
digerakkan. Saat dan setelah kecelakaan pasien tidak mengalami pingsan, mual,
muntah. Keluhan penyerta lainnya saat ini: pusing (-), sakit kepala (-), BAB (+)
biasa , BAK lancar.

Mekanisme trauma: Pada hari Minggu (17/10/2021) sekitar pukul 22.00 WITA
pasien sedang naik motor bersama kakak laki-laki dan ibunya. Motor yang dipakai
yaitu motor besar Nmax dan pasien berada dibagian depan. kemudian tiba-tiba motor
terjatuh karena keadaan jalan yang licin dan gelap karena kejadian pada malam hari.
Motor terjatuh kebagian sisi kanan dan mengenai paha sebelah kanan pasien. Pada
saat kejadian pasien sadar dan tidak ada pingsan, mual dan muntah setelah kejadian.
Pasien saat kejadian langsung dibawa ke IGD RSUD Sayang Rakyat dan dilakukan
pembersihan dan imobilisasi dengan pemasangan spalak.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat konsumsi obat : -
- Riw. Penyakit keluarga : -
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan
serupa.

C. Pemeriksaan Fisik :
1. Status generalisata
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15 E4M6V5)
Vital Sign :
- S : 36.7 (axilla)
- N : 92 x/mnt, kuat angkat, reguler
- P : 22 x/m
- SpO2 : 100 %
- VAS : 7

56
Kepala :Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor ukuran2,5
mm/2,5 mm, reflex cahaya +/+
Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : (Inspeksi) simetris bilateral


(Palpasi) vokal fremitus kanan=kiri
(Perkusi) sonor+/+
(Auskultasi) vesikuler+/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen :
- Inspeksi : Tampak cembung (+) distensi abdomen (-) jejas (-) darm steifung
(-), darm contour (-).Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)

Ekstremitas : Akral hangat pada ekstremitas Superior dan inferior, femur dextra :
Tampak external rotation pada hip joint. Tampak vulnus ekskoriatum uk 2x1 cm, dan
hematoma pada regio genu dextra. krepitasi sulit dinilai karena nyeri

Status Lokalis:

Regio femur dextra :


Look : Tampak external rotation pada hip joint. Tampak vulnus ekskoriatum uk
2x1 cm, dan hematoma pada regio genu dextra.
Feel : nyeri tekan (+), krepitasi sulit dinilai karena nyeri
Movement : nyeri gerakan aktif dan pasif, ROM terbatas karena nyeri
NVD : A. Dorsalis pedis dextra, Capillary refill time (CRT) kurang dari 2 detik
Sensorik : dalam batas normal

57
D. Pemeriksaan penunjang

Foto femur dextra AP (16/10/2021)

Hasil Pemeriksaan :
Foto femur AP :
- Fraktur oblique 1/3 tengah femur kanan, displaced ke cranioposterior

58
- Celah sendi yang tervisual baik
- Soft tissue swelling

Uraian kesan pemeriksaan :


- Fraktur oblique 1/3 tengah os femur kanan

Pemeriksaan immunoserologi (17-10-2021)


HBsAg: Non Reaktif

Tanggal: 17/10/2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
WBC 15.5 ⬆ 4.5-13.5 103/ul

RBC 4.10 4.00-5.40 106/ul

HGB 11.9 11.5 – 14.5 g/dl

HCT 35.4 ⬇ 37.0-45.0 %

MCV 86 77-91 fl

MCH 29.0 24.0-30.0 pg

MCHC 33.6 32,0 – 36,0 pg

PLT 299 200-400 103/ul

59
GDS 129

CT 9’30’’

BT 2’00’’

E. Resume
Pasien anak laki-laki berumur 9 tahun datang ke IGD RSUD Sayang Rakyat
bersama keluarganya dengan keluhan keterbatasan gerakan pada paha kanan setelah
mengalami kecelakaan lalulintas bebrapa menit yang lalu SMRS. Keluhan disertai
nyeri yang dirasakan terus menerus. Saat dan setelah kecelakaan pasien tidak
mengalami pingsan, mual, muntah. Keluhan penyerta lainnya saat ini: Mual (-),
muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), BAB (+) biasa , BAK lancar.
Pemeriksaan fisik didapatkan : N : 92x/m regular, kuat angkat, R : 22x/m, S :
36,7oC (axilla). Regio femur dextra : Look: Tampak satu vulnus ekskoriatum di ⅓
distal paha, deformitas (+), bengkak (+), Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (+)
Movement: nyeri gerakan aktif dan pasif, ROM sulit dinilai karena nyeri, NVD: A.
Dorsalis pedis dextra, Capillary refill time (CRT) kurang dari 2 detik, Sensorik:
dalam batas normal.

F. Diagnosis Kerja :
Fraktur 1/3 medial os femur dextra

G. Terapi :
- IVFD RL 10 tpm
- Inj. Metamizole amp/extra/iv
- Pemasangan spalk
- Rencana orif besok (18/10/2021)

60
I. Prognosis : Dubia ad Bonam

TINDAKAN OPERASI (18/Oktober/2021)

Setelah operasi:

61
62
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat anamnesis dan pemeriksaan


fisik yang dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis dengan
Fraktur 1/3 medial os femur dextra. Pada anamnesis diketahui bahwa pasien
mengeluhkan adanya keterbatasan gerakan pada Femur dextra sejak beberapa menit
yang lalu sebelum masuk RS setelah jatuh dari motor. Pemeriksaan fisik status lokalis
femur dextra menunjukkan adanya deformitas, bengkak, krepitasi serta keterbatasan
gerakan Aktif dan Pasif karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologi foto femur AP
didapatkan adanya fraktur oblique 1/3 tengah os femur dextra, displaced ke
cranioposterior disertai soft tissue swelling.
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur tulang femur
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi

63
tulang/osteoporosis. Fraktur shaft femur adalah fraktur diafisis femur, 5 cm distal dari
trochanter minor dan 5 cm proximal dari tuberkulum adductor.5
Penyebab terjadinya fraktur 1/3 medial os femur dextra pada pasien ini adalah
adanya riwayat kecalakaan jatuh dari yang mengakibatkan pasien terjatuh. Hal ini
sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa faktur femur sering terjadi akibat
mekanisme energi tinggi atau rendah. Sebuah studi dari Finlandia menemukan bahwa
75% Fraktur batang femur disebabkan oleh mekanisme energi tinggi, 87% di
antaranya terjadi pada kecelakaan bermotor (65% dari semua fraktur).4,5
Pada pemeriksaan klinis pasien ini, tidak terdapat fragmen tulang yang
berhubungan dengan dunia luar sehingga digolongkan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup (closed) yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.2

Pada pemeriksaan radiologi pasien, fraktur pada pasien diklasifikasikan sebagai


fraktur komplit karena garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang, berdasarkan bentuk garis termasuk Fraktur oblique karena arah
fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat tauma angulasi juga. Berdasarkan pergesera fraktur yaitu Fraktur
displaced karena fraktur saling menumpuk sehingga keseluruhan panjang tulang
memendek.10

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini meliputi reduksi tertutup dan operasi
ORIF (Open reduction internal fixation) Terapi konservatif meliputi maintenence
cairan dengan RL serta pemberian antibiotik dan analgetik. Antibiotik yang dipilih
adalah Ceftiaxone sedangkan untuk analgetiknya dipilih metamizole serta pemberian
ranitidin untuk menurunkan produksi asam lambung. 7

Traksi direkomendasikan ketika ada risiko tinggi pemendekan yang tidak dapat
diterima dengan pemasangan plat langsung. Traksi kulit (skin traction) merupakan
pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme

64
otot. Yaitu dengan menarik bagian tulang yang patah dengan menempelkan plester
langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membentuk dan menimbulkan
spasme otot pada bagian yang cidera. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban <
5 kg.7,8

DAFTAR PUSTAKA

1. Denisiuk, M. Afsari, A. 2021. Femoral Shaft Fractures. StatPearls Treasure


Island. NCBI
2. Murugappan, SK. 2019. Pediatric Femur Fractures. Orthopedic Surgery.
Medscape
3. Core, EM. 2014. Femoral Shaft Fractures. NYU Langone Health
4. May, C. Hedequist, D. 2010. Femur Fracture. Pediatric Orthopaedic Society Of
North America (POSNA).
5. Edgin, J. Shierly, E. Sink, E. 2021. Femoral Shaft Fractures - Pediatric. Lineage
Medical
6. Noorisa, R. Apriliwati, D. Aziz, A. Bayusentono, S. 2017. The Characteristic of
Patientes with Femoral Fracture in Departement of Orthopaedic and
Traumatology RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Journal of Orthopaedic and
Traumatology Surabaya

65
7. Khoriati, A. Jones, C. Trompeter, A. 2016. The management of paediatric
diaphyseal femoral fractures: a modern approach. British Limb Reconstruction
Society.
8. Flynn. John, M. Schwend. Richard, M. 2004. Management of Pediatric Femoral
Shaft Fractures. Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons.
Volume 12 - Issue 5 - p 347-359.
9. Asrizal, RA. 2014. Closed Fracture 1/3 Middle  Femur Dextra. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Volume 2, Nomor 3
10. Samir, BD. 2016. Winquist classification of femoral shaft fractures.
Radiopedia.org

66

Anda mungkin juga menyukai