A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan akut yang meliputi
saluran pernapasan bagian atas, seperti rhinitis, faringitis, dan otitis serta saluran pernapasan bagian
bawah, seperti laryngitis, bronchitis, bronkiolotis dan pneumonia yang dapat berlangsung selama 14
hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut.
Infeksi saluran pernapasan atas disebabkan oleh beberapa golongan kuman yaitu bakteri, virus
danricketsia yang jumlahnya lebih dari 300 macam. Sekitar 90-95% penyebab ISPA pada saluran
pernapasan bagian atas adalah virus. Di Negara berkembang, ISPA pada saluran pernapasan bagian
bawah terutama pneumonia disebabkan oleh bakteri dari genus streptokokus, haemofilus,
pnemuokokus, bordetella, dan korinebakterium, sedang di Negara maju ISPA pada saulran bagian
bawah disebabkan oleh virus, miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus dan herpesvirus.
ISPA dapat diklasifikasikan dengan golongan ringan, sedang, dan berat. Gejala ISPA meliputi
gejala-gejala yang menyerang sistem pernapasan pada umumnya serta gejala-gejala sistemik, seperti
batuk (berdahak atau tidak), sesak napas, retraksi sela iga, dan demam. Pada balita dan orangtua,
sesak berkepanjangan dapat menyebabkan sianosis. ISPA merupakan suatu air v=borne disease, yaitu
penyakit yang menular melalui udara.
Terapi ISPA disesuaikan dengan penyebabnya. ISPA yang disebabkan oleh bakteri diterapi
dengan antibiotic. Terdapat kesulitan menentukan pengobatan secara rasional karena sulitnya
memperoleh material pemeriksaan yang tepat, seringkali mikroorganisme itu baru diketahui dalam
waktu yang lama, kuman yang ditemukan adalah kuman komensal, tidak ditemukan kuman
penyebabnya. Maka sebaiknya pendekatan yang digunakan adalah pengobatan secara empiris lebih
dahulu, setelah diketahui kuman penyebab serta antibiotic yang sesuai, terapi selanjutnya
disesuaikan.
B. Permasalahan
ISPA merupakan penyakit yang sering ditemukan di Puskesmas Gandasuli. Tidak semua
masyarakat mengetahui apa itu ISPA, penyebab, pengobatan medis, hingga pencegahannya.
Perubahan cuaca yang tidak menentu juga menjadi salah satu faktor risiko terjangkitnya ISPA
sehingga jumlah penderita ISPA dapat meningkat pada saat perubahan cuaca.
D. Pelaksanaan
Penyuluhan dilakukan di Puskesmas Gandasuli
Hari dan tanggal : Kamis, 07 Januari 2021
Waktu : 09.00-10.00 WIT
Penjelasan mengenai ISPA diinformasikan tentang:
- Pengertian
- Penyebab
- Faktor risiko
- Klasifikasi ISPA
- Gejala dan tanda
- Pengobatan medis ISPA
- Pencegahan ISPA
Setelah diberikan penyuluhan, diberikan kesempatan kepada orangtua untuk bertanya sehingga
dpaat lebih memahamai tentang penyakit ISPA.
F. Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan
masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologi, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh
kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, dan oleh sistem yang
membatasi akses terhadap informasi dan pelayanan klinis. Kesehatan reproduksi juga dipengaruhi
oleh gizi, kesehatan psikologis, ekonomi dan ketidaksetaraan gender yang menyulitkan remaja putri
Menghindari hubungan seks yang dipaksakan atau seks komersial. Banyak sekali remaja yang sudah
aktif secara seksual (meski tidak selalu atas pilihan sendiri), dan diberbagai daerah atau wilayah, kira-
kira separuh dari mereka sudah menikah. Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan
risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia
15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular
Seksual (PMS) yang dapat disembuhkan. Secara global, 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada
kaum muda yang berusia 15-24 tahun. Perkiraan terakhir adalah setiap hari ada 7.000 remaja
terinfeksi HIV.
G. Permasalahan
Remaja seringkali kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi, keterampilan
menegosiasikan hubungan seksual, dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang
terjangkau serta jaminan kerahasiannya. Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan (privacy) atau
kemampuan membayar, dan kenyataan atau persepsi remaja terhadap sikap tidak yang ditunjukkan
oleh pihak petugas kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu
ada. Disamping itu, terdapat pula hambatan legal yang berkaitan dengan pemberian pelayanan dan
informasi kepada kelompok remaja. Banyak di antara remaja yang kurang atau tidak memiliki
hubungan yang stabil dengan orangtuanya maupun dengan orang dewasa lainnya, dengan siapa
seyogianya remaja dapat berbicara tentang masalah-masalah kesehatan reproduksi yang
memprihatinkan atau yang menjadi perhatian mereka.
A. Latar Belakang
Saat ini, Indonesia tengah mengalami perubahan pola penyakit yang sering disebut transisi
epidemiologi yang ditandai dengan meningkatnya kematian dan kesakitan akibat penyakit tidak
menular (PTM) seperti stroke, jantung, diabetes dan lain-lain.
HL Bloem (1908) telah mengidentifikasi bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4
faktor yaitu: perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor perilaku dan faktor
lingkungan memegang peran lebih dari 75% dari kondisi derajat kesadaran masyarakat.
Perbaikan lingkungan dan perubahan perilaku kearah yang lebih sehat perlu dilakukan secara
sistematis dan terencana oleh semua komponen bangsa, untuk itu GERAKAN MASYARAKAT HIDUP
SEHAT (GERMAS) menjadi sebuah pilihan dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
lebih baik.
Gerakan ini perlu digaungkan kembali sebagai salah satu perwujudan dari revolusi mental yang
dicanangkan oleh Bapak Presiden, oleh karenanya perlu adanya penyebarluasan informasi dan
pergerakan masyarakat melalui gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) guna mewujudkan
Indonesia sehat.
B. Permasalahan
GERMAS merupakan gerakan nasional yang diprakarsai oleh Presiden RI yang mengedepankan
upaya promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitasi dengan
melibatkan seluruh komponen bangsa dalam memasyarakatan paradigm sehat.
GERMAS dapat dilakukan dengan cara: melakukan aktivitas fisik, mengkonsumsi sayur dan buah,
tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, memeriksa kesehatan secara rutin, membersihkan
lingkungan, dan menggunakan jamban. Pada tahap awal, GERMAS secara nasional dimulai dengan
berfokus pada tiga kegiatan, yaitu melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari,mengonsumsi buah dan
sayur dan memeriksakan kesehatan secara rutin. Sehingga di Desa Goro Goro salah satu kegiatan
yang dilaksanakan yaitu senam.
D. Pelaksanaan
Kegiatan senam germas dilaksanakan:
Hari dan tanggal : Sabtu, 27 Februari 2021
Waktu : 07.00-07.30 WIT
Tempat : Depan Kantor Desa Goro Goro
E. Monitoring dan Evaluasi
Peserta germas kurang antusias mengikuti senam germas, sehingga hanya perwakilan remaja,
dewasa dan lansia serta kader posyandu. Kegiatan senam germas ini dipimpin oleh petugas promkes,
dilaksanakan kurang lebih 30 menit dan dilanjutkan pemeriksaan kesehatan. Setelah mengikuti
kegiatan senam germas ini, diharapkan masyarakat Desa Goro Goro memiliki komitmen untuk
melaksanakan germas aktifitas fisik setiap hari.
F1. UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A. Latar Belakang
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Ada 4 hal
dalam singkatan itu. Narkotika yaitu zat-zat alamiah maupun sintetik dari bahan yang dapat
menimbulkan candu yang mempunyai efek menurunkan atau mengubah kesadaran. Alkohol
merupakan zat adiktif dalam berbagai minuman keras. Didalam alcohol terkandung etanol yang
berfungsi menekan saraf pusat. Kemudian psikotropika yaitu zat atau obat, baik alamiah maupun
sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif, yaitu perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Sedangkan zat-zat adiktif adalah zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan. Zat-zat ini
berbahaya karena bisa mematikan sel otak.
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi
tergantung Negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daunan tembakau yang telah
dicacah. Bahan kimia yang terkandung didalam rokok, antara lain: nikotin, kandungannya yang
menyebabkan perokok merasa rileks. Tar, yang terdiri dari lebih dari 4000 bahan kimia yang mana 60
bahan kimia di antaranya bersifat karsinogenik. Sianida, senyawa kimia yang mengandung kelompok
cyano. Benzene, juga dikenal sebagai bensol, senyawa kimia organic yang mudah terbakar dan tidak
berwarna. Cadmium, sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif. Methanol (alcohol kayu),
alcohol yang paling sederhana yang juga dikenal sebagai metil alcohol. Asetilena, merupakan
senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang paling sederhana. Ammonia,
dapat ditemukan dimana-mana, tetapi sangat beracun dalam kombinasi dengan unsur-unsur
tertentu. Formaldehida, cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk mengawetkan mayat.
Hydrogen sianida, racun yang digunakan sebagai fumigant untuk membunuh semut. Zat ini juga
digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida. Arsenik, bahan yang terdapat dalam racun
tikus. Karbon monoksida, bahan kimia beracun yang ditemukan dalam asap buangan mobil.
B. Permasalahan
Remaja sebagai generasi penerus bangsa, saat ini ternyata sudah terkontaminasi narkoba.
Tercatat, 19 % dari jumlah remaja di Indonesia atau sekitar 14 ribu remaja, diindikasikan menjadi
pengguna narkoba. Fenomena ini akan menjadi pertanda buruk bagi eksistensi bangsa, jika
persoalan tersebut tak segera dicarikan solusinya. Remaja yang telah terkontaminasi oleh narkoba
secara otomatis akan mengalami banyak masalah. Mulai dari mengalami degradasi moral,
penurunan intelektual, hingga penurunan produktivitas. Pada akhirnya mereka akan menjadi
remaja pemalas dalam melaksanakan berbagai hal termasuk belajar. Pengguna narkoba juga tidak
takut lagi melakukan tindakan kriminal seperti mencuri barang, baik milik keluarganya sendiri
maupun orang lain, hanya demi membeli narkoba. Lebih dari itu, kesehatan pemakai narkoba juga
akan menjadi menurun. Berbagai penyakit, seperti hepatitis bahkan HIV/AIDS bisa menyerang
mereka.
Sementara bahaya rokok juga sekarang menjadi ancaman bagi para remaja. Remaja cenderung
memiliki rasa ingin tahu yang besar. Studi menunjukkan bahwa siswa lebih mungkin untuk merokok
daripada dewasa. Apalagi berdasarkan hasil riset terbaru mengatakan bahwa remaja merokok
setiap tahun semakin meningkat. Pada umumnya mereka mengaku sudah mulai merokok antara
usia 9 hingga 12 tahun. Saat ini terdapat 1.100 juta penghisap rokok di dunia yang 45% masih
pelajar. Tahun 2025 diperkirakan akan bertambah hingga mencapai 1.640 juta remaja. Setiap
tahunnya, diperkirakan 4 juta orang meninggal dunia karena kasus yang berhubungan dengan
tembakau.
Berdasarkan keadaan tersebut, penyuluh menganggap perlunya mengadakan penyuluhan pada
remaja khususnya pelajar, agar pengetahuan dan pemahaman pelajar mengenai Napza dan bahaya
merokok bisa bertambah. Sehingga jumlah pelajar pengguna Napza dan merokok bisa berkurang.
Secara individual mereka jera untuk mencoba, sedangkan yang sudah mencoba segera ingin
berhenti.
D. Pelaksanaan
Penyuluhan kesehatan mengenai Napza dan Bahaya Merokok ini dilaksanakan pada hari…..,
tanggal………….., bertempat di SMA……….
Penyuluhan disajikan dalam bentuk leaflet dan akan dilanjutkan dengan sesi diskusi.
E. Evaluasi
Pelaksanaan penyuluhan berjalan sebagaimana yang diharapkan dimana peserta antusias
menjawab pertanyaan yang diajukan pemateri dan hamper sebagian besar peserta aktif
melontarkan pertanyaan. Lebih dari 75% dari peserta yang hadir mampu menjawab pertanyaan
dari pemateri tentang materi yang disampaikan. Hal ini membuktikan bahwa peserta
memperhatikan materi yang disampaikan.
F2. UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
PENYULUHAN DIARE
A. Latar Belakang
Diare masih merupakan kesehatan utama pada anak terutama balita di Negara berkembang
karena angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi. Sekitar 80% kematian karena diare terjadi
pada anak dibawah 2 tahun. Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab
nomor dua kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua
setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sementara UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-
bangsa untuk urusan anak) memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal
dunia karena diare.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2007) yang dilakuakn oleh Kemenkes
Badan Litbangkes pada tahun 2007,penyakit diare menjadi menjadi penyebab utama kematian bayi
(31,4%) pada usia 29 hari-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan (25,2%). Pada tahun 2006 angka
kesakitan diare 423 per 1000 penduduk dan pada tahun 2010 angka kesakitan diare 411 per 1000
penduduk.
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/MDG’s (Goal ke-4)
adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990-2015. Penyebab utama
kematian akibat diare adalah tatalaksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tatalaksana yang cepat dan tepat.
Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun kesembuhan pada
pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya disbanding pada orang dewasa
dikarenakan komposisi tubuh balita yang lebih banyak mengandung air disbanding dewasa. Jika
terjadi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk
pada malnutrisi ataupun kematian.
Faktor ibu berperan sangat penting dalam kejadian diare pada balita. Ibu adalah sosok yang
paling dekat dengan balita. Jika balita terserang diare maka tindakan-tindakan yang ibu ambil akan
menentukan perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, salah satunya
adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Pengetahuan ibu mengenai diare meliputi pengertian, penyebab, gejala klinis,
pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari penyakit diare pada balita berperan penting
dalam penurunan angka kematian dan pencegahan kejadian diare serta malnutrisi pada anak.
B. Permasalahan
Permasalahan yang terjadi sampai hari ini adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
tatalaksana yang tepat diare. Kebanyakan masyarakat masih anggap diare sebagai penyakit yang
ringan dan tatalaksana masih banyak yang salah. KLB diare masih sering terjadi dengan jumlah dan
perilaku yang rendah sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB diare. Untuk itu diperlukan
penyuluhan kepada masyarakat tentang diare dan penanganan awal yang dapat dilakukan sendiri di
rumah.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Oleh karena permasalahan diatas, maka diadakan penyuluhan tentang diare. Pada penyuluhan
tersebut diuraikan tentang definisi, penyebab, tanda dan gejala klinis penderita, penanganan awal
dan upaya pencegahan diare
D. Pelaksanaan
Penyuluhan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan Posyandu Balita Desa Kupal pada rabu, 6
Januari 2021. Penyuluhan ini dilaksanakan dengan menggunakan leaflet dan dilanjutkan sesi diskusi.
E. Evaluasi
1. Evaluasi proses
Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang. Pelaksanaan penyuluhan berjalan sebagaimana yang
diharapkan dimana perserta memperhatikan materi yang disampaikan dan sebagian besar
peserta aktif melontarkan pertanyaan.
2. Evaluasi hasil
Hampir sebagaian besar peserta yang hadir telah memahami tentang materi diare dan
penanganan awal yang harus dilakukan bila balita terkena diare.
F2. UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
PENYULUHAN MALARIA
A. Latar Belakang
Setiap tahunnya, sekitar 1,2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit malaria.
Demikian menurut data terbaru yang dimuat dalam jurnal kesehatan Inggris, The Lancet. Angka yang
dilansir itu jauh lebih tinggi dari perkiraan WHO tahun 2010 yakni 655.000.
Malaria merupakan penyakit menular akibat infeksi parasite plasmodium yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk malaria yang bernama Anopheles. Plasmodium yang banyak di Indonesia
yaitu jenis Plasmodium falciparum yang merupakan paling berbahaya dan dapat mengancam nyawa.
B. Permasalahan
Tahun 2019 terdapat kasus malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Babang. Diketahui malaria
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Anopheles penyebab penyakit malaria ini banyak
terdapat pada daerah dengan iklim sedang khususnya di Benua Afrika dan India, termasuk juga di
Indonesia. Desa Goro-Goro salah satu desa yang di wilayahnya memiliki rawa dan banyak air
tergenang sehingga membuat tempat berkembang biaknya vektor nyamuk.
D. Pelaksanaan
Penyuluhan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan Puskesmas Keliling di Desa Goro-Goro
Hari/tanggal : Sabtu, 27 Februari 2021
Pukul : 10.00 WIT-selesai
Tempat : Rumah kediaman masyarakat Desa Goro-Goro
Peserta : Masyarakat Desa Goro-Goro
Metode : Penyuluhan dan sesi diskusi
E. Evaluasi
Kesan peserta penyuluhan tentang malaria dapat dilihat dan adanya perhatian saat diberikan
penyuluhan dan adanya tanya jawab yang aktif setelah penyuluhan selesai.
F2. UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO, setiap tahunnya sekitar 2,2 juta orang di Negara-negara berkembang terutama
anak-anak meninggal dunia akibat berbagai penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air minum
yang aman, sanitasi dan hygiene yang buruk. Selain itu, terdapat bukti bahwa pelayanan sanitasi yang
memadai, persediaan air yang aman, sistem pembuangan sampah serta pendidikan hygiene dapat
menekan angka kematian akibat diare sampai 65%, serta penyakit-penyakit lainnya sebanyak 26%.
Berdasarkan paradigm sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar yang
perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat serta pelayanan kesehatan
yang bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk kongkritnya yaitu perilakuproaktif
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan.
B. Permasalahan
Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar (30-35% terhadap
derajat kesehatan), maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat
menjadi sehat. Salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah keadaan dimana individu-individu dalam rumah tangga
(keluarga) masyarakat Indonesia telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam
rangka mencegah timbulnya penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain, menanggulangi penyakit
dan masalah-masalah kesehatan lain dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan, memanfaatkan
pelayanan kesehatan, mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber
masyarakat.
D. Pelaksanaan
Hari dan Tanggal : Rabu, 6 Januari 2021
Waktu : Pukul 09.00 WIT-selesai
Tempat : Posyandu Desa Kupal
E. Monitoring dan Evaluasi
Secara umum, masyarakat mendengarkan penyuluhan dengan penuh seksama dan melakukan
praktik cuci tangan 6 langkah dengan benar.
F2. UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
A. Latar Belakang
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban keluarga merupakan
masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Fasilitas jamban keluarga di masyarakat
terutama dalam pelaksanaanya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang
biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di
Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan
menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut
mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan.
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan
bahaya kesehatan lingkungan yang berkaita dengan masalah jamban keluarga yang masih rendah,
perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia,
penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, serta perilaku masyarakat
yang belum mendukung kea rah pola hidup bersih dan sehat.
B. Permasalahan
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya jamban sehat
b. Masih banyak warga masyarakat yang belum memiliki jamban sehat
c. Masih banyak yang menggunakan sungai serta kebuh sebagai tempat BAB
d. Rendahnya tingkta perekonomian dari sebagian masyarakat sehingga tidak bisa membangun
jamban sehat
D. Pelaksanaan
Penyuluhan jamban sehat dilaksanakan pada hari……………….. di Kantor Desa Goro Goro.
Kegiatan dimulai sekitar 10.00 WIT-selesai.
Poin-poin penting mengenai jamban sehat yang disampaikan antara lain:
a. Pengertian jamban sehat
b. Jenis-jenis jamban sehat
c. Penjelasan mengenai manfaat penggunaan jamban sehat
d. Syarat-syarat jamban sehat
e. Cara memelihara jamban sehat
f. Cara memiliki dan menggunakan jamban sehat
PEMANTAUAN DAN PEMERIKSAAN SISTEM PEMBUANGAN AIR LIMBAH (SPAL) RUMAH TANGGA
KELUARGA ……..
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam peningkatan kualitas
hidup masyarakat suatu bangsa. Oleh karena itu Pemerintah telah menetapkan suatu paradigm
Indonesia Sehat 2010. Puskesmas sebagai pelayanan tingkat pertama bertanggungjawab dalam
Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat.
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga,
industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau
zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup.
Air buangan yang bersumber dari rumah tangga yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman
penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian
dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organic. Meskipun merupakan air
sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-
kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar).
Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan laut dan akan digunakan oleh
manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik. Pembuangan
akhir limbah tinja umumnya dibuang menggunakan beberapa cara antara lain dengan menggunakan
septic tank yang seharusnya berjarak minimal 10 meter dari sumber air.
B. Permasalahan
- Kurangnya pengetahuan keluarga ……. Mengenai sistem pembuangan air limbah (SPAL) rumah
tangga.
- SPAL rumah tangga berupa septic tank yang hanya berjarak kurang dari 10 meter dari sumur
sebagai sumber air.
D. Pelaksanaan
- Pemantauan dan pembinaan dilakukan pada saat kunjungan rumah
- Lama pemeriksaan +- 20 menit, kemudian dilakukan penyuluhan dan sesi Tanya jawab selama +-
20 menit
E. Monitoring dan Evaluasi
Dari pelaksanaan penyuluhan dapat diambil kesimpulan:
- Masih kurangnya pengetahuan keluarga ……. Mengenai sistem pembuangan air limbag (SPAL)
rumah tangga
- Septic tank yang hanya berjarak sekitar 6 meter dari sumur sebahai sumber air
F2. UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
KUNJUNGAN RUMAH DAN EDUKASI TENTANG RUMAH SEHAT PADA KELUARGA PENDERITA TB DI
DESA SABATANG
A. Latar Belakang
Rumah sehat merupakan bangunan tempat ringgal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu
rumah yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah
yang tidak terbuat dari tanah.
Rumah sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health Association) harus memiliki
syarat, antara lain:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan (ventilasiZ), ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan/suara yang mengganggu
b. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan nyaman bagi masing-masing
penghuni rumah, privasi yang cukup, komunikasi yang sehat agar anggota keluarga dan
penghuni rumah, lingkungan tempat tinggal yang memiliki tingkat ekonomi yang relative
sama
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas vector penyakit
dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan
luar maupun dalam rumah. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan yang
kokoh, terhindar dari bahaya kebakaran, tidak menyebabkan keracunan gas, terlindung dari
kecelakaan lalu lintas dan lain sebagainya
Indonesia sekarang berasa pada ranking kelima Negara dengan beban TB tertinggi di dunia.
Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesat 730.000 dan estimasi insidensi berjumlah 460.000
kasus per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 67.000 kematian per tahunnya.
Faktor yang menyebabkan meningkatnya beban masalah TB antara lain: sosial ekonomi rendah,
keadaan sanitasi lingkungan yang buruk, gizi buruk, kurangnya pendanaan, tidak memadainya
organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, tidak dilakukan pemantauan,
pencatatan dan pelaporan yang standar)
B. Permasalahan
- Masih tingginya kasus TB di Wilayah Kerja Puskesmas Babang
- Kurangnya pengetahuan tentang penyakit TB, potensi penularan bagi keluarga yang tinggal
serumah dan tetangga
- Kurangnya kesadaran akan pentingnya menciptakan keadaan rumah sehat
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dengan dilakukannya pemantauan dan penyuluhan langsung terhadap keluarga Ny. S.
Metode yang digunakan yaitu penyuluhan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab
D. Pelaksanaan
- Pemantauan pada saat kunjungan rumah
- Kegiatan telah dilaksanakan pada hari Jumat, 26 Februari 2021, waktu pelaksanaan: pukul 14.30
WIT-selesai
- Tempat kegiatan di rumah keluarga Ny. S
Koordinasi keluarga Ny.S dengan petugas kesehatan baik. Diperlukan kerjasama pihak pengurus
Desa Sabatang, para kader, dan tenaga kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Babang untuk
berupaya meningktakan kesadaran akan pentingnya rumah sehat.
F3. UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB)
KELAS IBU HAMIL
A. Latar Belakang
Program pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diprioritaskan pada upaya
peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan kesehatan
yaitu ibu hamil, bersalin dan bayi pada masa perinatal. Hal ini dikarenakan masih tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Kelas Ibu Hamil merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil,
dalam bentuk tatap muka dengan pakar kesehatan sehingga perserta dapat secara langsung
berdiskusi mengenai hal-hal yang belum dimengerti seputar kehamilan, perawatan kehamilan,
persalinan, perawatan pasca persalinan, alat kontrasepsi pasca persalinan, perawatan bayi baru lahir,
mitos, penyakit menular dan akte kelahiran.
B. Permasalahan
Dewasa ini penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak pada umumnya masih banyak dilakukan melalui
konsultasi perorangan atau kasus per kasus yang diberikan pada waktu ibu memeriksakan kandungan
atau pada waktu kegiatan posyandu. Kegiatan penyuluhan semacam ini bermanfaat untuk
menangani kasus per kasus namun memiliki kelemahan antara lain:
a. Pengetahuan yang diperoleh hanya terbatas pada masalah kesehatan yang dialami saat
konsultasi
b. Penyuluhan yang diberikan tidak terkoordinir sehingga ilmu yang diberikan kepada ibu
hanyalah pengetahuan yang dimiliki oleh petugas saja
c. Tidak ada rencana kerja sehingga tidak ada pemantauan atau pembinaan secara lintas sector
dan lintas program
d. Pelaksanaan penyuluhan tidak terjadwal dan tidak berkesinambungan
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan diatas, direncanakan metode pembelajaran kelas ibu hamil
A. Latar Belakang
Anak mendapat zat kekebalan dari ibunya baik yang dibawa sejak didalam kandungan ataupun
dari air susu ibu (ASI) tetapi tidak mencukupi untuk melindungi anak dari berbagai penyakit infeksi
dan menular. Oleh karena itu anak membutuhkan zat kekebalan buatan agar anak terlindungi dari
berbagai penyakit tersebut. Dan imunisasi adalah suatu upaya pencegahan untuk melindungi
seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi
tertentu sehingga walaupun nantinya orang tersebut mendapat infeksi tidak akan meninggal atau
menderita cacat. Anak yang imunisasi akan terhindar dari ancaman penyakit yang ganas dan menular
tanpa bantuan pengobatan.
Imunisai merupakan salah satu program pemerintah untuk mencapai Indonesia Sehat 2010.
Oleh karena itu, sekurang-kurangnya 70% dari penduduk suatu daerah harus mendapat imunisasi
dasar yang meliputi: BCG, Polio, Hepatitis B, Campak dan DPT. Namun di Indonesia masih banyak
ditemukan kasus penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan tentang imunisasi untuk meningkatkan
pemahaman keluarga tentang pentingnya imunisasi dasar pada balita agar keluarga mau
mengimunisasikan anaknya.
B. Permasalahan
WHO tahun 1991 melaporkan bahwa diperkirakan 1,7 juta bayi dan anak-anak meninggal karena
penyakit infeksi seperti campak, difteri, pertussis, tetanus dan TBC. Disamping itu Indonesia
dikelompokkan sebagai daerah endemic sedang sampai tinggi Hepatitis B di Dunia. Hal ini
dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia tentang imunisasi dan
pentingnya imunisasi bagi bayi.
Warga Desa Papaloang khususnya para ibu-ibu yang masih mempunyai balita ternyata masih
banyak diantara mereka yang kurang memahami arti pentingnya imunisasi bagi anak mereka. Selain
ketidaktahuan keluarga tentang pentingnya imunisasi untuk melindungi anak-anaknya dari penyakit
infeksi dan menular, banyak juga diantara mereka mempunyai alasan bahwa bayi atau anaknya
mereka demam, batuk, dll karena takut diimunisasi. Hal ini dimungkinkan juga karena tingkat
pengetahuan rata-rata tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
D. Pelaksanaan
Dilaksanakan penyuluhan dan pemberian imunisasi balita pada:
Hari/tanggal : Selasa, 5 Januari 2021
Pukul : 09.00-11.00 WIT
Tempat : Posyandu di Desa Papaloang
Pemberian imunisasi pada para balita yang datang, imunisasi yang diberikan adalah imunisasi
yang sesuai jadwal dari masing-masing balita. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian penyuluhan.
Penjelasan mengenai imunisasi balita yang diinformasikan antara lain meliputi:
1. Menjelaskan pengertian imunisasi/vaksinasi
2. Menjelaskan tujuan imunisasi
3. Menjelaskan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
4. Menjelaskan jenis-jenis imunisasi
5. Menjelaskan jadwal pemberian imunisasi
6. Menjelaskan cara pemberian imunisasi
7. Menjelaskan kapan imunisasi tidak boleh diberikan
8. Menjelaskan keadaan yang timbul setelah imunisasi
9. Menjelaskan tempat pelayanan imunisasi
Acara selanjutnya ditutup dengan sesi pertanyaan dan diskusi.
A. Latar Belakang
Salah satu masalah yang cukup besar di Indonesia adalah tentang jumlah penduduk yang padat.
Hal ini menimbulkan berbagai macam masalah. Untuk itu pemerintah mencanangkanprogram
keluarga berencana (KB) yaitu program pemberantasan jumlah anak yakni dua anak untuk setiap
keluarga. Program KB di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat dan diakui
keberhasilannya di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari angka kesertaan ber-KB yang
meningkat 26% pada tahun 1980 menjadi 50% pada tahun 1991, dan terakhir 57% di tahun 1997.
Keluarga Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, peningkatan kesehatan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Agar dapat mencapai hal
tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternative untuk mencegah atau menunda kehamilan.
Cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga.
Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi), atau pencegahan
menempelnya sel telur yang telah dibuahi pada dinding Rahim.
Pemilihan jenis kontrasepsi didasarkan pada tujuan penggunaan yaitu menunda kehamilan
pasangan dengan istri dibawah 20 tahun, menjarangkan kehamilan (mengatur kesuburan),
mengakhiri kesuburan. Pada saat sekarang ini telah banyak beredar berbagai macam alat
kontrasepsi, khususnya alat kontrasepsi metode efektif yaitu: pil, suntik, IUD dan implant. Alat
kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat yaitu aman pemakaiannya dan dapat dipercaya, efek
samping yang merugikan tidak ada, lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan, tidak
menganggu hubungan seksual, harganya murah dan dapay diterima oleh pasangan suami istri.
Meskipun demikian, masih banyak dari pasangan usia subur (PUS) yang masih enggan untuk
menggunakan alat kontrasepsi, hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia tetapi
juga oleh ketidahtahuan mereka tentang persyaratan dan keamanana metode kontrasepsi tersebut,
berbagai faktor harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan.
Berdasarkan data survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, tingkat
prevalensi pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan tingkat kesertaan KB diantara pasangan usia
subur mencapai 61,9%. Sebanyak 57,8% diantaranya menggunakan cara KB modern, hanya
meningkat sebesar 0,5% dari 57,4% dalam lima tahun terakhir. Sementara itu, penggunaan
kontrasepsi didominasi oleh kontrasepsi jangka pendek, terutama suntikan, yang mencapai 31,9%.
Dampak apabila masih banyak pasangan usia subur tidak menggunakan kontrasepsi yaitu jumlah
penduduk semakin besar dan semakin meningkat, kekurangan pangan dan gizi sehingga
menyebabkan kesehatan masyarakat yang buruk, pendidikan rendah, kurangnya lapangan
pekerjaan, tingkat kelahiran dan kematian yang tinggi khususnya di Negara berkembang. Upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan presentase pemakaian alat kontrasepsi yaitu dengan cara
melakukan komunikasi efektif, memberikan informasi dan edukasi (KIE) mengenai manfaat
kontrasepsi serta konseling, hal ini sangat diperlukan dalam pelayanan keluarga berencana.
B. Permasalahan
Penggunaan kontrasepsi belum mencapai 100%, hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor
pertimbangan, antara lain dari faktor pasangan, faktor kesehatan, faktor pekerjaan, persepsi,
efektifitas, persepsi efek samping dan faktor dari metode kontrasepsi itu sendiri.
D. Pelaksanaan
Kegiatan pemasangan implant pada akseptor KB baru dilaksanakan di ruangan KIA dan KB
Puskesmas Gandasuli diikuti oleh 1 dokter internsip dan 2 orang petugas bidan. Hasil kegiatan pada
tanggal 7 Desember 2020 adalah sebagai berikut.
A. Latar Belakang
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan
kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Kunjungan Antenatal Care
(ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya
hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care
(ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah
atau komplikasi.
Tujuan ANC antara lain:
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu dan bayi
3. Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat
penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya
dengan trauma seminimal mungkin
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh
kembang secara normal
7. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal
Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal
empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut: sampai dengan kehamilan trimester
pertama (< 14 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali
kunjungan dan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke 36) dua kali
kunjungan.
a. Anamnesa meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan sebelumnya dan
kehamilan sekarang
b. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan
c. Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnose
d. Pemberian obat-obatan, imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tablet besi (Fe)
e. Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olahraga, pekerjaan dan perilaku sehari-hari,
perawatan payudara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko, pentingnya pemeriksaan
kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan oleh tenaga terlatih, KB setelah melahirkan
serta pentingnya kunjungan pemeriksaan kehamilan ulang.
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya selama
kehamilan, persalinan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan dan
nifas normal.
Puji Rochjati (2005) mengemukakan batasan faktor risiko pada ibu hamil ada 3
kelompok yaitu:
a. Kelompok faktor risiko I (Ada Potensi Gawat Obstetri/APGO), seperti Primipara
muda (umur <16 tahun), primi tua (hamil pertama umur 35 tahun atau lebih), primi
sekunder, terlalu lama punya anak lagi, terkecil 10 tahun lebih, anak terkecil <2
tahun. Grande multi, hamil umur 35 tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145
cm, riwayat persalinan yang buruk, pernah keguguran, pernah persalinan
premature, riwayat persalinan dengan tindakan (VE, ekstraksi forcep, operasi SC)
b. Kelompok faktor risiko II (Ada Gawat Obstetri/AGO), ibu hamil dengan penyakit, pre-
eklamsia, eklamsia, hamil kembar atau gemeli, hidramnion, bayi mati dalam
kandungan, kehamilan dengan kelainan letak, hamil lewat bulan
c. Kelompok faktor risiko III (Ada Gawat Obstetri/AGO), perdarahan sebelum bayi lahir
dan preeklamsia berat dan eklamsia. Pada kelompok faktor risiko III ini harus segera
di rujuk ke rumah sakit sebelum kondisi ibu dan janin bertambah buruk yang
membutuhkan penanganan dan tindakan pada waktu itu juga dalam upaya
menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya yang terancam.
Masalah yang paling sering selama kehamilan adalah anemia. Anemia dalam
kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester
I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester ke II. Anemia yang terjadi saat ibu hamil
trimester I akan dapat mengakibatkan abortus dan kelainan kongenital. Anemia pada
kehamilan trimester II dapat menyebabkan persalinan premature, perdarahan
antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam Rahim, asfiksia intrauterine sampai
kematian, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ
rendah, dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat
menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan
anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat
pasca melahirkan anemia dapat menyebabkan atonia uteri, retensio plasenta, perlukaan
sukar sembuh, mudah terjadinya febris puerpuralis dan gangguan involusi uteri.
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat
meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi.
Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang
ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan
aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat
menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia <20 tahun secara biologis belum
optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah
mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap
pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35
tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai
penyakit yang sering menimpa pada usia ini. Usia > 35 tahun memiliki hubungan yang
signifikan dengan preeklamsia, kelahiran bayi premature, berat badan lahir rendah dan
seksio sesarea.
Upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah dengan memberikan
pengetahuan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara baik dan
sedini mungkin, dengan pengetahuan kehmailan juga dapat menanamkan kepercayaan
antara ibu hamil dengan petugas sehingga masalah mengenai kehamilan dapat
diketahui dengan baik oleh ibu hamil .
B. Permasalahan
Identitas Pasien
Nama: Ny. S
Umur: 26 tahun
Paritas: G2P1A0
Alamat: Ds. Panamboang
Pekerjaan: IRT
Tanggal pemeriksaan: 8 Desember 2020
Anamnesis
a. Keluhan selama kehamilan: mual dan pusing
b. Riwayat kehamilan sekarang
HPHT: 25 Mei 2020
TP: 27 Februari 2021
Usia kehamilan: +- 24 minggu
Pasien tidak haid sejak bulan Mei 2020, kurang lebih 1,5 bulan setelah lambat haid pasien melakukan
tes kehamilan dengan tes pack dan hasilnya positif. Kemudian pasien periksa ke bidan dan oleh bidan
dinyatakan hamil. Selama kehamilan pasien tidak ada keluhan berarti. Pasien telah menerima vaksin
TT 2 kali dalam masa kehamilannya.
c. Riwayat persalinan
G1: hamil aterm, laki-laki, BBL sekitar 2.700 gram, lahir normal, ditolong oleh bidan, 3 tahun, sehat.
G2: sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi (-), riwayat penyakit jantung (-), penyakit paru (-), DM (-)
e. Riwayat ANC
Pemeriksaan kehamilan dilakukan di Puskesmas, pemeriksaan kehamilan dilakukan satu bulan
sekali. Pasien mendapat suplemen besi, asam folat, vitamin B comp
f. Riwayat haid
Menarche: 13 tahun, siklus haid 28 hari, lama haid 7 hari, disminore (-)
g. Riwayat perkawinan
Pasien menikah pertama kali dengan suami sekarang. Usia pernikahan kurang lebih 3 tahun
h. Riwayat KB: KB suntik 3 bulan
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: baik
Kesadaran: compos mentis
Tanda vital:
Tensi: 90/60 mmHg
Nadi: 82 x/menit
Respirasi 22 x/menit
Suhu: 36,5 C
BB: 60 kg
TB: 158 cm
LILA: 30 cm
Status genelaris
Kepala: normocephal
Mata: konjuntuva anemis (+/+), sclera ikterus (-/-)
Leher: tidak ada pembesaran KGB, tiroid
Thorax: paru-paru (vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-)
Jantung: BJ I-II murni regular, murmur (-)
Status obstetri
Abdomen
Inspeksi: cembung, striae gravidarum (+)
Palpasi:
- Leopold I: TFU 20 cm, teraba masa besar lunak
- Leopold II: teraba bagian kecil-kecil pada uterus bagian lateral kiri
- Leoplod III: teraba massa bulat, keras, mudah digoyang
- Leopold IV: konfigurasi keuda tangan konvergen
Auskultasi DJJ (+) 155 x/menit
TBJ: (20-11) x 55= 1395 gram
Genitalia: tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang
Hb: 10 g/Dl
Protein urin: -
Golongan darah: O
Sifilis, HbsAg, HIV: negatif
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi yang dipilih adalah dengan melakukan pemeriksaan kehamilan atau antenatal
care. Dimana ibu hamil yang berisiko tinggi ataupun yang tidak berisiko dilakukan pemeriksaan
kehamilan secara keseluruhan, untuk mengenal tanda-tanda bahaya selama kehamilan ataupun
setelah melahirkan.
D. Pelaksanaan
Kegiatan ANC dilakukan di Puskesmas kepada ibu hamil yang datang kontrol kehamilan.
Kegiatan diawali dengan penimbangan berat badan ibu hamil, dilanjutkan dengan pemeriksaa
tanda-tanda vital ibu hamil meliputi tekanan darah, nadi, lingkar lengan dan keluhan yang
dirasakan selama kehamilan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan kehamilan diawali dengan
perhitungan umur kehamilan, jika baru pertama kali melakukan pemeriksaan tentukan HPHT
dan taksiran persalinan. Dilakukan juga pemeriksaan kesehatan janin meliputi posisi janin,
bagian terendah janin sampai denyut jantung janin. Untuk mendeteksi dini faktor risiko pada ibu
hamil disarankan untuk memeriksakan kadar Hb dan protein urin pada ibu hamil yang
melakukan pemeriksaan ANC pertama kali.
Pada pasien ini didapatkan kadar Hb 10 g/dL, hal ini menunjukkan pasien mengalami
anemia. Oleh karena itu, diberikan suplemen tablet Fe dan vitamin C. edukasi yang diberikan:
- Makan makanan yang bervariasi
- Mengkonsumsi suplemen harian yang sudah diberikan oleh tenaga medis di Puskesmas
- Hindari diet untuk menurunkan berat badan, substansi berbahaya (alkohol, merokok, obat-
obatan), konsumsi lemak, garam, kafein, gula dan pemanis buatan secara berlebihan
- Hindari makanan yang mengandung zat yang menghambat penyerapan zat besi seperti teh, kopi
- Makan makanan yang matang dan perhatikan higienitas makanan
- Asupan cairan/air lebih banyak dan hindari minuman bersoda serta soft drinks
- Suplementasi vitamin A sebaiknya memperhatikan keamanan dalam pemberiannya karena
vitamin A mempunyai efek teratogenik
- Menganjurkan untuk melakukan perawatan tubuh (payudara, gigi, dll)
- Memberikan informasi kepada ibu hamil dan keluarga untuk mencari pertolongan segera jika
mendapati tanda-tanda bahaya kehamilan
A. Latar Belakang
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan
kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Kunjungan Antenatal Care
(ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya
hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Tujuan pelayanan antenatal ialah untuk
mencegah adanya komplikasi obstetric bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi
sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
Antenatal care yang dianjurkan oleh DEPKES RI adalah minimal sebanyak 4 kali. Kunjungan
pertama atau K1 dilakukan pada saat trimester pertama, K2 pada trimester 2, dan K3 dan K4
dilakukan pada usia kehamilan memasuki trimester ketiga. Hingga usia kehamilan 28 minggu,
kunjungan antenatal care dilakukan setiap empat minggu. Untuk usia kehamilan 28-36 minggu,
kunjungan untuk antenatal care dilakukan setiap dua minggu. Pada usia kehamilan 36 minggu atau
lebih, kunjungan antenatal care dilakukan setiap minggu sekali.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Djaswadi Dasuki, didapatkan bahwa ibu hamil yang tidak
melakukan antenatal care mempunyai risiko terjadinya persalinan abnormal 1,6 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu yang melakukan antenatala care. Antenatal care yang baik, merujuk
dengan segera kasus-kasus yang memiliki risiko tinggi yang akan menurunkan angka morbiditas
maupun mortalitas pada periode perinatal. Oleh karena itu, perawatan kesehatan ibu hamil melalui
antenatal care yang teratur dan bermutu sangat penting artinya dari sudut obstetric, karena
dikenali dengan perubahan fisiologis pada wanita hamil, faktor-faktor yang mempengaruhi
kematian bayi diperbaiki, antara lain seperti status gizi ibu selama masa kehamilan, imunisasi, dan
kesehatan lingkungan.
B. Permasalahan
Kematian bayi merupakan salah satu indicator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia,
sehingga salah satu tujuan dari obstetric modern adalah meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan
agar pertumbuhan janin/bayi tersebut baik fisik maupun mental menjadi optimal. Guna menurunkan
angka kematian bayi terutama pada periode perinatal, diperlukan suatu deteksi dini terhadap risiko
yang kemungkinan akan dialami pada ibu hamil, yaitu dengan mengetahui faktor-faktor risiko dan
keadaan lain yang dapat menyebabkan morbiditas maupun mortalitas pada periode perinatal.
Dengan mengetahui faktor-faktor risiko tersebut, dapat dilakukan tindakan baik promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative untuk menolong janin dan bayi terutama pada kasus kehamilan risiko tinggi.
Deteksi dini tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan ibu selama masa kehamilan.
Alasan yang sering dijumpai mengapa ibu hamil tidak melakukan ANC adalah masalah ekonomi,
takut atau kurang percaya diri dengan petugas kesehatan, keterlambatan dalam menduga kehamilan,
serta perbedaan persepsi individu maupun budaya setempat dalam pentingnya ANC.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pelayanan antenatal dapat dilaksanakan di Puskesmas, Posyandu, Puskesmas Pembantu, Bidan
Praktik Swasta, Polindes, Rumah Sakit Bersalin dan Rumah Sakit Umum. Pelayanan antenatal akan
dilaksanakan di Polindes di Desa Goro Goro.
D. Pelaksanaan
Pelayanan antenatal dilakukan di Polindes di Desa Goro Goro pada hari sabtu, 27 Februari 2021,
pukul 09.00 WIT-selesai. Telah dilakukan pemeriksaan kepada beberapa ibu gravid yang melakukan
kunjungan ANC ke Polindes Desa Goro Goro.
Salah satu pasien adalah Ny. A dengan diagnosis G1P0A0 34-35 minggu.
Identitas
Nama: Ny. A
Umur: 24 tahun
Paritas: G1P0A0
Alamat: Ds. Goro Goro
Pekerjaan: IRT
Tanggal pemeriksaan: 27 Februari 2021
Anamnesis
Keluhan utama: tidak ada
Riwayat kehamilan sekarang: pasien ingin memeriksakan kehamilannya
Riwayat penyakit dahulu: hipertensi (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), penyakit paru-paru
(-)
Riwayat haid:
HPHT: 15 Juni 2020
TP: 22 Februari 2021
Usia kehamilan: +- 34 minggu
ANC: Bidan 4x, tidak pernah USG
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: baik
Kesadaran: compos mentis
Tanda vital:
Tensi: 110/70 mmHg
Nadi: 80 x/menit
Respirasi 24 x/menit
Suhu: 36,5 C
BB: 62 kg
TB: 156 cm
LILA: 28 cm
Status genelaris
Kepala: normocephal
Mata: konjuntiva anemis (-/-), sclera ikterus (-/-)
Telinga, hidung, mulut: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB dan kelenjar tiroid
Thorax: paru-paru (vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-)
Jantung: BJ I-II murni regular, murmur (-)
Ekstremitas: keempat ekstremitas akral hangat (+/+), edema (-), pitting edema (-)
Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi: tidak ada luka bekas operasi, pembesaran uterus sesuai usia kehamilan
Palpasi:
TFU: 2 jari dibawah proc.xyphoideus (31 cm)
- Leopold I: difundus teraba lunak, tidak terlalu bulat, tidak melenting
- Leopold II: disebelah kiri ibu teraba bagian-bagian kecil dan disebelah kanan ibu teraba bagian
besar lurus memanjang
- Leoplod III: bagian terbawah janin kepala
- Leopold IV: belum masuk PAP
Gerak (+)
His (-)
Auskultasi DJJ (+) 149 x/menit
TBJ: (31-11) x 155= 3.100 gram
Diagnosis: G1P0A0 gravid 33-34 minggu + janin tunggal hidup + presentasi kepala
Penatalaksanaan:
a. Memberikan tablet Fe dan asam folat, serta menganjurkan ibu untuk tetap mengkonsumsi
tablet Fe dan asam folat
b. Menganjurkan ibu untuk lebih sering berjalan-jalan disekitar rumah saat pagi dan sore hari
c. Menjelaskan tanda-tanda bahaya kehamilan seeprti keluar cairan sebelum waktunya, ada
perdarahan, sakit kepala berlebihan, dan lain-lain
d. Menjelaskan tanda-tanda persalinan seperti mules-mules yang sering dan teratur dan keluar
darah bercampur lender-lendir
e. Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan USG di RS
f. Menganjurkan ibu untuk mulai mempersiapkan proses persalinan dan perlengkapannya
PARTUS NORMAL
A. Latar Belakang
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari
18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin.
Bentuk persalinan berdasarkan teknik:
- Persalinan spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalur
lahir
- Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi
vakum dan section sesaria
- Persalinan anjuran yaitu bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar
dengan jalan pemberian rangsang.
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 cm. Kala I
dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena kekuatan
his dan kekuatan mengedan, janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala
uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2
jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum.
B. Permasalahan
Identitas
Nama : Ny. R
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama: Islam
Alamat : Ds. Kupal
Tanggan persalinan: 13 Desember 2020
Daftar masalah
Ibu: G2P1A0 39 minggu 4 hari
Janin: Janin tunggal hidup
Data dasar
Autoanamnesis. Tanggal 13 Desember 2020 pukul 08.00 WIT
a. Keluhan utama: keluar flek-flek darah dari tadi subuh
b. Keluhan tambahan: perut bagian bawah sering terasa mengencang
c. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke Puskesmas Gandasuli dengan keluhan keluar flek-flek sejak tadi subuh sebelum
masuk puskesmas, pasien mengaku merasa mules-mules yang hilang timbul sejak tadi jam 5
pagi. Pasien mengaku hari pertama haid terakhir tanggal 5 Maret 2020 dengan taksiran hari
persalinan tanggal 12 Desember 2020, dengan periode haid 28 hari, lama haid 6 hari terkadang
disertai nyeri, perdarahan diantara haid tidak ada. Pasien mengaku merasa sering ingin kencing
namun pasien tidak merasa haus dan lapar yang berlebihan, juga tidak merasa demam ataupun
nyeri saat berkemih, dan menurut pasien saat dilakukan pemeriksaan USG dikatakan hasil USG
janin tunggal hidup, presentasi kepala, biometri janin sesuai rata-rata, usia kehamilan 34 minggu
dengan prediksi usia kehamilan saat ini 39 minggu 4 hari. Pasien mengaku pernah mengalami
kehamilan 1x bayi laki-laki dengan berat 2800 gram dengan persalinan normal, anaknya pernah
mendapat ASI sampai usia 7 bulan lalu minum susu formula dan tumbuh normal dan sehat
sampai dengan sekarang.
HPHT: 5 Maret 2020
TP: 12 Desember 2020
d. Riwayat haid:
Menarche: usia 13 tahun
Siklus: 28 hari, teratur
Lamanya: 6 hari
Nyeri haid: tidak ada
Banyaknya: 2x ganti pembalut per hari
e. Riwayat KB
Tidak ada
f. Riwayat pernikahan
Menikah 1 kali usia kawin 2016 usia pada saat nikah usia 20 tahun
g. Riwayat obstetric
Anak pertama: Laki-laki, normal, berat janin 2800 gram
Sekarang
h. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit Jantung disangkal
Riwayat Asma disangkal
Riwayat Alergi disangkal
Inspekulo: porsio licin, ostium uteri eksternum terbuka, fluxus (+), fluor albus (-)
Pemeriksaan dalam: porsio lunak, diameter 3 cm, ketuban (+) kepala berada di hodge I
2. Penatalaksanaan
Rencana diagnosis
- Observasi tanda-tanda vital, DJJ
- Observasi kontraksi dan perdarahan
Rencana terapi
- Rencana awal partus pervaginam
Status obstetri:
HIS (+) regular DJJ 140 x/menit
VT: porsio kenyal pembukaan 3 cm, posisi kepala janin berada di Hodge I
A: G2P1A0 gravid aterm JPKTH, kala I fase laten
P: observasi TTV/4 jam
observasi DJJ dan HIS/ 1 jam
observasi tanda-tanda inpartu
observasi pengeluaran pervaginam
Tanggal 13 Desember 2020
Jam 12.00 WIT
S: mules (+), gerak janin (+), keluar air (-)
O: KU: sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 110/80 mmHg, nadi 82 x/menit, suhu 36,6 C, Respirasi 22 x/menit
Status obsteti:
HIS (+) regular DJJ 145 x/menit
I: V/U tenang
VT: pembukaan 7-8 cm, selaput ketuban lengkap, Hodge I-II
A: G2P1A0 gravid aterm kala I fase aktif, JPKTH
P: observasi TTV/4 jam
observasi DJJ dan HIS/ 1 jam
observasi tanda-tanda inpartu
observasi pengeluaran pervaginam
observasi perdarahan
rencana partus pervaginam nilai ulang 4 jam
Penilaian status gizi Balita di Kampung Makian, Kabupaten Halmahera Selatan, Kecamatan Bacan,
Provinsi Maluku Utara
A. Latar Belakang
Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas tumbuh kembang seseorang
yang nantinya dapat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. status gizi masyarakat sering
digambarkan dengan besaran masalah gizi pada kelompok anak balita. Kekurangan gizi pada balita dapat
menyebabkan terganggunya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental serta kecerdasan, bahkan
dapat menjadi penyebab kematian. Dampak kekurangan gizi bersifat permanen yang tidak dapat
diperbaiki walaupun pada usia berikutnya.
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi. Salah satunya adalah dengan pengukuran
tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri. pengukuran antropometri yang dapat digunkana
antara lain: berat badan (BB), panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA),
lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD), lapisan lemak bawah kulit (LLBK). Indikator ukuran antropometri
digunakan sebagai kriteria utama untuk menilai kecukupan asupan gizi dan pertumbuhan bayi dan
balita. Penggunaannya untuk menentukan sebaran status gizi (prevalensi berdasarkan usia, jenis
kelamin, status sosial dll), menentukan prioritas intervensi gizi dan evaluasi hasil intervensi. Untuk
mempermudahkan dalam penilaian status gizi terdapat gizi terdapat grafik pertumbuhan standar yang
dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2000 dengan menggunakan
kurva persentil dan Worls Health Organization (WHO) tahun 2005 dengan menggunakan kurva Z-score.
Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013, prevalensi balita kurus secara nasional sebesar
12,1% mengalami penurunan dibanding data Riskesdas 2010 sebesar 13,3%. Jika berdasarkan tingkat
tingkat beratnya masalah gizi menurut WHO, masalah gizi kurus Indonesia masih tergolong tinggi.
Prevalensi balita gizi kurus di Provinsi Jawa Timur tahun 2013 sebesar kurang lebih 12%.
Penyebab masalah pada status gizi anak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
ketersediaan bahan makanan, pola konsumsi pada pola asuh. Perilaku dan kebiasaan orang tua dalam
menyediakan makanan keluarga dipengaruhi oleh faktor budaya, sehingga akan mempengaruhi sikap
suka tidak suka masa dan lingkungan. Aktivitas yang tinggi pada naka membutuhkan intak pangan dan
gizi yang cukup dan berkualitas. Penilaian status gizi yang berkesinambungan sangat dibutuhkan untuk
mendeteksi kejadian masalah gizi lebih dini dan mengetahui kecenderungan pertumbuhan fisik
penduduk, guna dapat melakukan tindakan intervensi dan pencegahan masalah gizi terutama pada
balita.
B. Permasalahan
Status gizi pada anak saat ini kurang menjadi perhatian, padahal gizi merupakan elemen penting
dalam masa tumbuh kembang anak. Disamping dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian,
gizi juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas.
Kecerdasan seorang anak tidak hanya ditentukan oleh faktor genetic dan faktor lingkungan
berupa stimulasi, melainkan juga faktor gizi atau nutrisi. Untuk memperoleh anak yang cerdas dan
sehat dibutuhkan asupan gizi dan nutrisi yang sehat dan seimbang dalam makanan sehari-hari. Dari
penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat hubungan antara malnutrisi dengan tingkat intelegensi
dan prestasi akademik yang rendah. Untuk Negara-negara berkembang dimana kejadian malnutrisi
sering dijumpai, hal ini akan berdampak serius terhadap keberhasilan pembangunan nasional.
D. Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan di Posyandu Kampung Makian, Kecamatan Bacan pada hari senin, 4
Januari 2021, pukul 09.00-selesai. Setiap Balita dan bayi yang datang menjalani pemeriksaan
kesehatan dasar, pemeriksaan berat badan dan tinggi badan yang kemudian hasilnya dicatat untuk
selanjutnya diolah dalam penentuan masalah status gizi menggunakan WHO dimana ukuran
antropometri yang digunakan yaitu berat badan terhadap umur, dengan kriteria sebagai berikut.
- Gizi buruk, jika BB/U <-3 SD
- Gizi kurang, jika BB/U -3 SD s.d < -2 SD
- Gizi baik, jika BB/U -2 SD s.d +2 SD
- Gizi lebih, jika BB/U > +2 SD
Pelaksanaan kegiatan dilakukan satu kali oleh satu tim yang terdiri dari satu dokter, kader-kader,
dan satu pemegang program gizi. Kegiatan penjaringan dilakuakn sesuai dengan jadwal posyandu
yang telah ditentukan oleh Puskesmas Gandasuli.
a. Telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dasar dan pemeriksaan status gizi di Posyandu
Kampung Makian dengan total sebanyak
Balita: laki-laki 8, perempuan 7 total 15
Bayi: laki-laki 6, perempuan 4 total 10
b. Dari 15 balita yang menjalani pemeriksaan status gizi didapatkan 13 balita (86,6%) memiliki
gizi baik dan 2 balita (13,3%) memiliki gizi kurang
c. Dari 10 bayi yang menjalani pemeriksaan status gizi didapatkan 9 bayi (90%) memiliki gizi
baik dan 1 bayi (10%) memiliki gizi kurang.
d. Dibutuhkan intervensi lebih lanjut terhadap anak yang mengalami gizi kurang. Penting
memberikan pemahaman terhadao orangtua untuk meningkatkan asupan nutrisi bagi anak
mereka demi tercapainya status gizi normal.
Untuk mengatasi gizi kurang diperlukan perubahan sosial baik gaya hidup, aktifitas fisik,
perilaku makan dan penyiapan lingkungan yang mendukung. Perubahan yang paling efektif
dilakukan adalah sejak usia dini salah satunya pada saat balita, melalui monitoring dan
evaluasi hasil penjaringan status gizi di posyandu. Makanan dan kandungan gizi seimbang
cukup energy dan zat gizi sesuai kebutuhan gizi balita sangat dianjurkan karena berguna
untuk perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Dukungan media massa dalam hal informasi asupan gizi seimbang, peran kader untuk
menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan dalam memberikan edukasi tentang
asupan gizi seimbang, serta keberpihakan organisasi profesi dan asosiasi/lembaga lainnya.
F4. UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
A. Latar Belakang
Program penanggulangan vitamin A di Indonesi telah dilaksanakan sejak tahun 1995 dengan
suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi. Program ini diajukan untuk mencegah masalah
kebutaan karena kekurangan vitamin A, dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Saat ini kekurangan vitamin A menjadi masalah kesehatan dunia. Masyarakat yang hidup di
bawah kemiskinan diperkirakan mengalami kekurangan vitamin A dengan risiko yang sangat
mengkhawatirkan (Depkes,2007).
Perkiraan WHO, jumlah orang buta di seluruh dunia saat ini 45 juta penderita. Diperkirakan
terdapat 6-7 juta kasus baru xeroftalmia pada anak-anak prasekolah tiap tahunnya. Sepertiga
berada di Asia Tenggara. WHO juga memperkirakan 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia,
dan empat orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara.
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia dan hewan, vitamin A
dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan
gigi, kekurangan vitamin A terutama pada anak-anak balita akan berakibat pada kebutaan.
Berdasarkan inseden kurang vitamin A pada balita di daerah miskin, perkotaan meningkat
selama krisis ekonomi melanda Indonesia. Beberapa data menunjukkan hampit 10 juta balita
menderita kekurangan vitamin A, 60 ribu diantaranya disertai dengan bercak bitot yang terancam
buta.
B. Permasalahan
Angka kebutaan di Negara-negara regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia (1,5%)
merupakan yang tertinggi setelah Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Sebagian besar
masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan berasal dari status ekonomi kurang mampu dan
belum akses langsung dengan pelayanan kesehatan. Kekurangan vitamin A banyak terjadi pada anak
balita (1-5 tahun).
D. Pelaksanaan
Distribusi vitamin A dilaksanakan pada hari senin, 4 Februari 2021. Vitamin A dibagikan kepada
sekitar kurang lebih 25 balita. Pemberian ini dilakukan bersamaan dengan posyandu di Desa
Kampung Makian, Kecamatan Bacan. Posyandu dimulai sekitar pukul 09.00 WIT sampai selesai.
Kegiatan ini diawali dengan penimbangan dan pengukuran tinggi badan, imunisasi, pemberian
vitamin A, dan pemeriksaan balita.
Kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan kepada balita tiap enam bulan sekali pada bulan Februari
dan Agustus. Terdapat dua macam kapsul: kapsul biru dosis 100.000 IU untuk anak umur 6-11 bulan
dan kapsul merah dosis 200.000 untuk umur 1-5 tahun.
F. Latar Belakang
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari
minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk
masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat
hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan
datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya termasuk
risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya pemberian air
susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya
stunting. Sedangkan dari sisi pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) hal ini yang perlu
diperhatikan adalah kuantitas, kualitas, dan keamanan pangan yang diberikan.
Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta persalinan mempengaruhi
pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting. Faktor lainnya pada ibu yang mempengaruhi
adalah postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta
asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan.
Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 97 tahun 2014 tentang oekayanan kesehatan
masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan
pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual, faktor-faktor yang memperberat
keadaan ibu hamil adalah terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat
jarak kelahiran. Usia kehamilan ibu yang terlalu muda (dibawah 20 tahun) berisiko melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR mempengaruhi sekitar 20% dari terjadinya stunting.
Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan terjadinya stunting.
Kondisi ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi dan
pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan pangan dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi.
G. Permasalahan
Stunting dalam jangka pendek dapat menyebabkan anak rentan terhadap suatu penyakit, dan
perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal. Oleh karena itu diperlukan
kegiatan penyuluhan stunting dengan tujuan para orangtua dapat memberikan gizi seimbang untuk
anak-anaknya agar menurunkan angka stunting pada balita di Desa Kupal.
A. Latar Belakang
Anemia merupakan salah satu keadaan kadar hemoglobin dalam darah yang kurang dari normal.
batas kadar hemoglobin normal dalam darah seorang remaja putri sebesar 12 mg/dl. Tanda
seseorang mengalami anemia yaitu 5 L (Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai). Remaja putri memiliki
risiko sepuluh kali lebih besar mengalami anemia dibandingkan remaja pria. Hal ini dikarenakan
remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan
sehingga membutuhkan asupan gizi yang lebih banyak.
Menurut Worlf Health Organization (WHO) 2013 prevalensi anemia di dunia berkisar 40-88 %.
Dan berdasarkan hasil RISKESDAS tahun 2013 bahwa prevalensi anemia di Indonesia sebesar 21,7%.
Prevalensi anemia pada wanita di Indonesia sebesar 23,9%, sedangkan prevalensi anemia pada
wanita umur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan umur 15-24 tahun sebesar 18,4%. Anemia sering
menyerang remaja putri disebabkan karena keadaan stress, haid, atau terlambat makan. Melihat
dampak yang terjadi di kalangan remaja akibat kejadian anemia sangat merugikan pada masa yang
akan datang, maka pencegahan maupun penanggulangan masalah anemia perlu ditingkatkan.
Di Indonesia diperkirakan sebagian besar anemia terjadi karena kekurangan zat besi akibat dari
kurangnya asupan makanan sumber zat besi khususnya sumber pangan hewani (besi heme).
Pangan nabati (tumbuh-tumbuhan) juga mengandung zat besi (besi nonheme) namun jumlah zat
besi yang bisa diserap oleh usus jauh lebih sedikit disbanding zat besi dari bahan makanan hewani.
Masyarakat Indonesia lebih dominan mengonsumsi sumber zat besi yang berasal dari nabati. Hasil
survey konsumsi makanan individu menunjukkan bahwa 97,7% penduduk Indonesia mengonsumsi
beras (dalam 100 gram beras hanya mengandung 1,8 mg zat besi). Oleh karena itu, secara umum
masyarakat Indonesia rentan terhadap risiko menderita Anemia Gizi Besi (AGB).
Rekomendasi WHO pada World Health Assembly (WHA) ke 65 yang menyepakati rencana aksi
dan target global untuk gizi ibu, bayi, dan anak dengan komitmen mengurangi separuh (50%)
prevalensi anemia pada WUS pada tahun 2025. Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, maka
pemerintah Indonesia melakukan intensifikasi pencegahan dan penanggulangan anemia pada
Remaja putri dan WUS dengan memprioritaskan pemberian TTD melalui institusi sekolah.
B. Permasalahan
Pada masa ini kurangnya kesadaran remaja mengenai kebutuhan gizi yang cukup untuk
memenuhi kebutuhannya. Karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan remaja sangat
cepat. Masalah gizi pada remaja yang biasa ditemukan adalah kekurangan energi dan protein,
anemia, serta defisiensi berbagai macam vitamin dan mineral
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan pemberian tablet besi pada siswa dilaksanakan di depan kantor Desa Tuwokona
pada hari Jumat, 4 Desember 2020, waktu mulai jam 09.00-selesai. Proses pelaksanaanya diawali
dengan kegiatan senam, istirahat sejenak selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik secara umum
untuk melihat adakah tanda-tanda anemia, lalu diberikan edukasi mengenai apa saja makanan yang
dapat meningkatkan kadar Hb dalam darah, selanjutnya diberikan tablet Fe pada para siswa putri.
A. Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan pilihan utama untuk bayi dan merupakan makanan yang
sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi
untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Perlu diketahui, komposisi zat gizi didalam
ASI demikian sempurna untuk memenuhi kebutuhan zat gizi sesuai tahapan tumbuh kembang bayi,
bahkan untuk bayi yang lahir premature sekalipun. Pemberian ASI merupakan satu-satunya jalan
yang paling baik untuk mengeratkan hubungan antara ibu dan bayi, dan ini sangat dibutuhkan bagi
perkembangan bayi yang normal yang terutama pada bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI
tanpa pemberian makanan lain selama enam bulan disebut menyusui secara eksklusif.
UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 jutan kematian anak
Balita di Dunia pada tiap tahunnya, bisa dicegah melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara
eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan serta
minuman tambahan kepada bayi. UNICEF juga menyebutkan bukti ilmiah terbaru yang dikeluarkan
oleh Jurnal Pediatrik, terungkap data bahwa bayi yang diberi susu formula, memiliki kemungkinan
untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya. Dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dari
bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif.
B. Permasalahan
Meskipun manfaat memberikan ASI eksklusif dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak telah diketahui secara luas, namun kesadaran ibu untuk memberikan ASI
eksklusif di Indonesia baru sebesar 14% saja, itupun diberikan hanya sampai bayi berusia 4 bulan.
Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia dibawah dua tahun yang sempat melanda
beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisir melalui pemberian ASI secara eksklusif. Oleh sebab
itu sudah sewajarnya ASI eksklusif dijadikan sebagai prioritas program di Negara berkembang ini.
Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang
dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula, merupakan faktor penghambat bagi
terbentuknya kesadaran orang tua didalam memberikan ASI eksklusif.
Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau
menghentikan menyusui lebih dini dari yang semestinya. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan
bantuan agar proses menyusui lebih berhasil. Banyak alasan yang dikemukakan ibu-ibu antara lain,
ibu merasa bahwa ASI tidak cukup, atau ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi.
Sesungguhnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup, melainkan
karena ibu kurang percaya diri bahwa ASInya cukup untuk bayi. Masih rendahnya kepatuhan ibu
dalam pemberian ASI tidak terlepas dari faktor ibu, berhubungan dengan umur, pendidikan,
pengetahuan ASI dan pekerjaan. Faktor dari petugas dan pelayanan kesehatan berhubungan dengan
KIE petugas serta perhatian dan bantuan petugas. Sedangkan faktor dari lingkungan berhubungan
dengan riwayat menyusui orangtua, dukungan keluarga, pemeberian cuti melahirkan adanya izin
untuk menyusui di tempat kerja, ada tidaknya tempat penyimpanan ASI dan penitipan bayi serta
promosi susu formula.
Berdasarkan keadaan tersebut, maka pengetahuan masyarakat khususnya pemahaman
orangtua bayi dan balita mengenai pentingnya ASI eksklusif perlu ditingkatkan agar jumlah bayi yang
memperoleh ASI ekskslusif bertambah.
D. Pelaksanaan
Penyuluhan kesehatan mengenai Pentingnya Asi Eksklusif ini dilaksanakan pada hari senin, 4
Februari 2021, bertempat di posyandu Desa Kampung Makian, Kecamatan Bacan. Posyandu dimulai
sekitar pukul 09.00 WIT sampai selesai. Penyuluhan ini diikuti oleh peserta yang terdiri dari sekitar 20
orang ibu yang datang untuk mengimunisasi bayinya. Pemateri menyampaikan informasi mengenai
pentingnya ASI eksklusif yang diselingi dengan penggalian informasi ibu-ibu peserta penyuluhan
mengenai seberapa banyak ibu-ibu yang mengikuti penyuluhan ini yang memberikan ASI eksklusif
pada bayi mereka. Diakhir sesi, pemateri memberi kesempatan kepada peserta dan kader untuk
bertanya seputar materi penyuluhan.
A. Latar Belakang
Imunisasi di sekolah dulu bertujuan memberikan imunisasi dasar, sedangkan sekarang tujuannya
adalah meninggikan tingkat imunitas yang sudah ada (booster). Sejak tahun 1996, program imunisasi
mulai memperkenalkan jadwal TT5 dosis mulai dari kelompok wanita usia 14-39 tahun di daerah
risiko tinggi tetanus neonatorum.
Penjadwalan ulang imunisasi anak sekolah telah dicanangkan pada tanggal 14 November 1997
oleh 4 Menteri yaitu Menkes, Mendikbud, Menag dan Mendagri. Untuk selanjutnya Bulan November
disebut Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Vaksin Difteri Tetanus (DT, D besar T, kecil) dan vaksin tetanus difteri (Td, T besar, d kecil)adalah
dua jenis vaksin yang berbeda. Kandungan dalam vaksin Difteri Tetanus (DT) memiliki toksoid Difteri
yang lebih tinggi yaitu 20 Lf dan kandungan toxoid tetanus 7,5 Lf. Sedangkan vaksin Td memiliki
kandungan toksoid difteri dengan dosis lebih rendah sepersepuluh dari vaksin DT yaitu 2 Lf,
sedangkan kandungan toxoid tetanus berjumlah sama 7,5 Lf, dengan ukuran tiap dosisnya sama 0,5
ml.
Dalam mendukung program tersebut, tahun 2020 ini di Wilayah Kerja Puskesmas Gandasuli juga
melaksanakan BIAS di semua SD.
B. Permasalahan
Masih terdapat beberapa siswa yang tidak masuk sekolah karena masa pandemic covid 19
sehingga ketakutan dari orangtua untuk menyekolahkan anaknya dan beberapa siswa ada yang
demam dengan muncul gejala gatal-gatal sehingga tidak semua siswa kelas 1, 2, 3 SD di SDN 80 Desa
Kupal.
D. Pelaksanaan
Dilaksanakan kegiatan BIAS pada:
Hari/tanggal : Sabtu, 19 Desember 2020
Pukul : 10.00-11.00 WIT
Tempat : SDN 80 Desa Kupal
A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk
memproduksi hormone insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin. Hal
ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah yang menyebabkan munculnya tiga gejala
klasik berupa polyuria (sering kencing), polidipsi (mudah haus sehingga banyak minum), dan
polifagia (mudah lapar sehingga banyak makan) dan gejala lain yang sering terjadi adalah
kesemutan, luka pada kaki yang sukar sembuh, cepat lelah, penurunan berat badan, gatal, mata
kabur, impotensi pada pria dan pruritus vulva pada wanita.
Penanganan DM berfokus pada mengontrol kadar gula darah (glukosa). Hal tersebut dapat
dijalankan dengan memperhatikan pola makan dan olahraga, serta merubah gaya hidup yang tidak
mendukung program diabetes. Mengatur pola makan atau diet yang tepat sangat penting bagi
penderita DM walaupun olahraga juga penting, namun makanan yang dikonsumsi merupakan
faktor paling penting dalam mengontrol DM, terlebih lagi jika dihubungkan dengan program
men/urunkan berat badan.
B. Permasalahan
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat, khususnya penderita DM mengenai gejala
dan tanda penyakit DM sehingga sedini mungkin mencegah komplikasi DM.
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan berjalan lancar sesuai perencanaan sebelumnya yang dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Selasa, 26 Januari 2021
Pukul : 16.30 WIT-selesai
Tempat : Posyandu Lansia di Desa Kupal
Materi yang diberikan pada saat penyuluhan meliputi:
1. Definisi DM
2. Lima kunci sehat penderita DM
3. Perencanaan pola diet atau pola makan pada penderita DM yang meliputi 3J (jumlah, jenis,
jadwal)
4. Jenis makanan dan minuman yang dianjurkan maupun yang harus dihindari pada penderita
DM
PERAN POSYANDU LANSIA DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DALAM PROGRAM
POSBINDU PTM
A. Latar Belakang
Program pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu cara untuk
mendeteksi dini berbagai faktor risiko PTM, seperti merokok, obesitas, rendahnya aktifitas fisik, diet
yang tidak seimbang dan lainnya. Dengan adanya deteksi dini tersebut, masyarakat diharapkan
dapat berusaha untuk mengendalikan faktor risiko tersebut. Kegiatan monitoring dan deteksi dini
faktor risiko PTM serta tindak lanjutnya dapat dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan posbindu
PTM.
PTM diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada tahun 2005 (WHO), dan 80%
kematian tersebut di negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah akibat penyakit
jantung dan pembuluh darah (30%), penyakit pernafasan kronik dan penyakit kronik laninnya
(16%), kanker (13%), cedera (9%) dan diabetes mellitus (2%). PTM seperti kardiovaskuler, stroke,
kanker, diabetes mellitus, penyakit paru kronik obstruktif dan cedera terutama di Negara
berkembang telah mengalami peningkatan kejadian dengan cepat yang berdampak pula pada
peningkatan angka kematian dan kecacatan. (Kepmenkes,2010)
Agar upaya tersebut dapat berjalan secara optimal, diperlukan partisipasi masyarakat sehingga
dikembangkanlah suati model pengendalian PTM yang berbasis masyarakat yakni posbindu PTM.
Posbindu PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko
secara mandiri dan berkesinambungan, sehingga pencegahan faktor risiko PTM dapat dilakukan
sejak dini dan kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan (Kepmenkes, 2012).
Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) merupakan suatu program pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan di suatu kelompok masyarakat faktor risiko tertentu di masyarakat. Kegiatan posbindu
ini tidak hanya meliputi pelayanan pemeriksaan kesehatan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat
dalam upaya pencegahan dan penemuan dini faktor risiko di masyarakat. Salah satu kegiatan
posbindu yang diadakan adalah posyandu lansia yang dilakukan tiap bulan sekali. Posbindu dapat
dibentuk di tiap desa/kelurahan dengan pelaksanaan kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi dan
situasi desa/kelurahan setempat.
B. Permasalahan
Di daerah Puskesmas Gandasuli terkhususnya di Desa Sawadai kesadaran diri masyarakat
khususnya lansia untuk memeriksakan diri di pusat pelayanan kesehatan setempat secara rutin
masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
deteksi dini penyakit tidak menular yang menjadi masalah utama pada para lansia. Sehingga
Puskesmas Gandasuli mengadakan program Posbindu PTM guna mendeteksi secara dini penyakit
tidak menular serta menanggulangi adanya faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit tidak
menular.
D. Pelaksanaan
Penyuluhan dilakukan dengan pemberian materi hipertensi dan diabetes mellitus memakan waktu
sekitar 20 menit. Dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Sabtu, 28 November 2020
Pukul : 16.30 WIT-selesai
Tempat : Posyandu Lansia di Desa Sawadai
Setelah penyuluhan selesai, para lansia diberikan kesempatan untuk bertanya kepada penyuluh
menegenai materi yang telah diberikan diikuti dengan pemeriksaan tekanan darah, kolesterol, gula
darah, serta pengobatan dasar untuk para lansia.
A. Latar Belakang
Kesehatan sebagai bagian penting dari penentu pembangunan nasional perlu diperhatikan.
Dengan modal kesehatan, masyarakat menjadi produktif sehingga meningkatkan derajat
kehidupannya. Oleh karena itu diperlukan juga pelayanan kesehatan yang merata untuk seluruh
masyarakat khususnya kepada kelompok lanjut usia (lansia). Dalam rangka pemenuhan pelayanan
kesehatan tersebut diadakanlah pengobatan massal. Dengan diadakannyakegiatan ini diharapkan
dapat memnuhi kebutuhan kesehatan masyarakat lansia sekitar wilayah kerja Puskesmas Babang.
B. Permasalahan
Lansia merupakan salah satu kelompok usia yang rentan terhadap serangan berbagai macam
penyakit. Berbagai permasalahan kesehatan juga cenderung terjadi pada kelompok usia ini. Maka
diperlukan suatu upaya kesehatan yang dapat merangkul kelompok usia ini dan dilakukan secara
berkesinambungan.
D. Pelaksanaan
Telah dilakukan pengobatan massal pada puskesmas keliling pada hari:
Hari/tanggal : Sabtu, 27 Februari 2021
Pukul : 10.00 WIT-selesai
Tempat : Rumah kediaman masyarakat Desa Goro-Goro
Peserta : Masyarakat lansia Desa Goro-Goro
Metode : Pengobatan Massal
F5. UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR
A. Latar Belakang
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negara di
seluruh dunia. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia yang dapat menimbulkan penyakit AIDS. AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrome) adalah kumpulan beberapa gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia
yang disebabkan oleh virus HIV.
HIV/AIDS dapat ditularkan melalui berbagai cara antara lain lewat cairan darah seperti tato,
tindik, jarum suntik, transfuse darah; lewat cairan kelamin seperti cairan sperma dan cairan vagina;
lewat ibu dengan HIV positif kepada bayi yang dikandungnya baik selama kehamilan, proses
persalinan, maupun selama menyusui melalui ASI. Salah satu cara untuk mengetahui seseorang
telah terkena HIV adalah dengan melakukan rapid test. HIV/AIDS telah menjadi pandemic yang
mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena sampai saat ini HIV/AIDS belum ditemukan obat yang
menjadi terapi definitive maupun vaksin sebagai pencegahan. Begitu juga penyakit ini memiliki
“window period” dan fase asimtomatik yang relative lama dalam perjalanan penyakitnya. Hal ini
disebut juga dengan fenomena gunung es (iceberg phenomenon).
Usaha untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian HIV/AIDS pada usia remaha harus
dimulai sejak dini dengan memberikan segala informasi mengenai bahaya HIV/AIDS dan cara
pencegahannya. Oleh karena itu, puskesmas sebagai fasilitas pelayanan lesehatan dasar perlu
melakukan pencegahan primer yaitu dengan melakukan kegiatan penyuluhan ke sekolah-sekolah
untuk memberikan edukasi kepada remaja mengenai cara penularan HIV/AIDS dan bagaiman cara
pencegahannya. Dengan ini diharapkan para siswa dapat mengetahui dan bagaimana cara
mencegahnya sehingga diharapkan jumlah orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) pada usia remaja dapat
berkurang di masa mendatang.
B. Permasalahan
Fakta yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa peningkatan infeksi HIV yang semakin nyata
pada pengguna narkotika. Padahal sebagian besar ODHA yang merupakan pengguna narkotika
adalah remaja dan usia dewasa muda yang merupakan kelompok usia produktif. Hal ini tampaknya
disebabkan oleh pengaruh tmean sebaya yang menonjol. Oleh karena itu, perlunya pengetahuan
dan informasi mengenai HIV/AIDS sejak dini diharapkan dapat terhindar dari penyakit HIV/AIDS
terutama di kalangan remaja. Penyuluhan mengenai cara penularan dan pencegahan terhadap
HIV/AIDS sangat diperlukan khususnya di lingkungan sekolah karena hal ini merupakan langka awal
untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit HIV/AIDS pada remaja. Setelah dilakukan
penyuluhan, diharapkan alan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para remaja agar mereka
dapat menghindari hal-hal yang dapat membuat mereka terjerumus ke dalam bahaya dari HIV/AIDS
dengan cara seperti menjauhi pergaulan bebas dan penggunaan narkoba. Dalam hal ini yang
menjadi sasaran kami adalah siswa sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Gandasuli.
D. Pelaksanaan
Hari/tanggal:…, …. Februari 2021
Tempat : SMP ………
PENYULUHAN KUSTA
A. Latar Belakang
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae
yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran
napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf
pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimptomati, namun sebagian kecil
memperlihatkan gejala dan menyerupai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada
tangan dan kaki,
Sampai saat ini epidemiologi penyakit kusta terdapat hampit di seluruh provinsi dengan pola
penyebaran yang tidak merata. Meskipun pada pertengahan tahun 2000 di Indonesia secara
nasional sudah mencapai eliminasi kusta namun pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2006
terjadi peningkatan penderita kusta baru. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru di
Indonesia sebanyak 17.921 orang. Provinsi terbanyak melaporkan penderita kusta baru adalah
Maluku, Papua, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dengan prevalensi lebih besar dari 20 per
100.000 penduduk tahun 2010, terdapat 17.012 kasus baru kusta di Indonesia dengan angka
prevalebsu 7,22 per 100.000 penduduk sedangkan tahun 2011, tercatat 19.371 kasus baru di
Indonesia dengan angka prevalensi 8,03 per 100.000 penduduk.
B. Permasalahan
Minimnya pengetahuan tentang kusta menyebabkan penderita terlambat berobat sehingga
menimbulkan kecacatan dan berpotensi menularkan kuman. Masa inkubasi kusta yang panjang,
bisa lebih dari 10 tahun dan tanpa rasa sakit menyebabkna penderita kerap tidak menyadari
dirinya terkena kusta, sehingga hal tersebut berdampak pada kasus kusta yang setiap tahunnya
meningkat. Kondisi ini ditemui pada penderita yang terlambat ditemukan dan diobati. Masih
tingginya stigma negative akan penyakit kusta membuat penderita enggan untuk berobat dan
bahkan menyembunyikan penyakitnya, sehingga transmisi infeksi kusta terus berlangsung dalam
masyarakat.
D. Pelaksanaan
a. Dilakukan penyuluhan mengenai penyakit kusta di Puskesmas Babang pada hari Sabtu, 24
April 2021, pukul 12.00 WIT sampai selesai, dengan menggunakan flipchart
b. Memberikan materi mengenai penyakit kusta meliputi pengertian, penyebab, klasifikasi,
gejala dan tanda, tatalaksana, pencegahan
c. Penyuluhan diakhiri dengan sesi Tanya jawab (diskusi terbuka)
SKABIES
A. Latar Belakang
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau sarcoptes
scabei varian humanis. Penyakit kulit yang mudah menular. Siklus hidup dari telur sampai menjadi
dewasa berlangsung satu bulan. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan
kulit misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual). Penularan secara tidak
langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut. Penyakit ini sangat
erat akitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan atau apabila banyak orang yang
tinggal secara bersama-sama di satu tempat yang relative sempit. Penularan scabies terjadi ketika
orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-
sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitas-fasilitas umu lain yang
dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Cenderung tinggi pada anak-anak usia
sekolah, remaja, bahkan orang dewasa. Penyakit ini tidak membahayakan manusia namun adanya
rasa gatal pada malam hari ini merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan
produktivitas.
Gambaran klinis yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada malam hari (pruritus
nokturnal) atau bila cuaca panas serta pasien berkeringat. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
menentukan 2 dari 4 tanda yaitu pruritus nocturnal, penyakit ini menyerang secara berkelompok,
adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih atau keabu-
abuan, dan menemukan tungau.
B. Permasalahan
Selama 2 bulan menjalankan program internsip di Puskesmas Gandasuli, sering menemukan kasus
skabies. Berikut ini salah satu kasus pasien yang datang ke Bagian Poli Umum Puskesmas Gandasuli
pada tanggal 15 Desember 2020. Dengan identitas dan riwayat penyakit dibawah ini:
Identitas Pasien
Nama pasien : Sdr. M
Usia : 14 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Desa Kupal
Anamnesis
Pasien datang ke Puskesmas diantar oleh guru pesantrennya dengan keluhan muncul bintik-bintik
pada sela-sela jari dan lipatan paha yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu, keluhan
disertai gatal-gatal memberat saat malam hari. Teman sekamar pasien juga mengeluh gatal yang
serupa di tangan. Pasien mondok di Pesantren, riwayat menggunakan kasur yang sama. Pasien belum
pernah berobat sebelumnya. Riwayat alergi makanan dan obat tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran: compos mentis, GCS E4M6V5
Berat badan: 45 kg, tinggi badan :150 cm, IMT: 20 kg/m 2
Tanda vital:
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi: 80 x/menit
Pernafasan: 20 x/menit
Suhu: 36,6 C
Kepala: normocephal, konjungtiva anemis (-/-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thorax: dalam batas normal
Abdomen: dalam batas normal
Ekstremitas: akral dingin (-), CRT < 2 detik, edema (-)
Status dermatologis
Predileksi: interdigitalis manus, lipatan inguinal dextra et sinistra
Efloresensi: papul dengan dasar eritematous, multiple, bentuk bulat, batas tegas, ukuran 1-5 mm
ekskoriasi
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Scabies
Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan nonfarmakologis:
1. Edukasi tentang penyakit dan pencegahan dengan pakaian, handuk dan barang-barang
lainnya yang pernah digunakan oleh penderita harus diisolasi dan direndam dengan air panas
terlebih dahulu sebelum dicuci, sprai harus sering diganti dengan yang baru maksimal tiga
hari sekali
2. Menghindari kontak langsung dengan penderita lain (teman penderita) seperti berjabat
tangan dan tidur bersama
3. Anjurkan untuk Kontrol kembali hari ke 7 pengobatan
B. Penatalaksanaan farmakologis
1. Permetrin (Scabimite) cream 5%, cara pakainya setelah mandi sore dioles ke permukaan
kulit seluruh tubuh, kemudian didiamkan minimal 10 jam, setelah itu mandi seperti biasa.
Pemakaian hanya 1 kali dalam seminggu.
2. Cetirizine 1x10 mg
3. Amoxycillin 3x 500 mg
Patogenesis
Kelainan kulit disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat
garukan. Dan karena bersalaman sehingga terjadi kontak kulit. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtikari, dan lain-lain.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit yang gatal
yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu selama 10-14 hari. Pada suhu
kamar (21 C dengan kelembapan relative 40-80 %) tungau masih dapat hidup di luar pejamu selama
24-36 jam.
Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, banyal dan
selimut. Penyakit ini tidak membahayakan manusia namun adanya rasa gatal pada malam hari ini
merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas. Penyakit ini banyak terjangkit
di lingkungan yang padat penduduknya, lingkungan kumuh, lingkungan yang tidak kebersihan kurang.
Cenderung tinggi pada anak-anak usia sekolah, remaja, bahkan orang dewasa.
Dari proses yang dijelaskan diatas patutnya kita memilih intervensi yang menjaga kebersihan
diri, mengobati pasien serumah, serta menghindari penggunaan alatalat pribadi bersamaan.
Penatalaksanaan secara umum, pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi
teratur setiap hari. Semua pakaian sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula halnya dengan anggota keluarga
yang berisiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak juga harus dijaga kebersihannya dan
untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum tingkat kebersihan
lingkungan maupun perorangan dan tingkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang
harus diperhatikan:
1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi pengobatan
secara serentak
2. Hygiene perorangan, penderita haru mandi, bila perlu menggunakan sikat untuk menyikat
badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus distrika
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur, selimut harus
dibersihkan dan dijemur di bawah sinar matahari selama beberapa jam.
Penatalaksanaan khusus, diberikan
A. Latar Belakang
Tension Type Headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot-otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator scapula). Etiologi dan
faktor risiko TTH adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama,
kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamine, serotonin, norepinefrin, dan encephalin.
TTH terjadi 78% sepanjang hidup dimana TTH episodik terjadi 63% dan kronik terjadi 3%. TTH
episodic lenih banyak mengenai pasien wanita sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56%.
Biasanya mengenai umur 20-40 tahun.
Klasifikasi TTH adalah tipe episodic dan kronik. TTH episodic, apabila frekuensi serangan tidak
encapai 15 hari setiap bulan, dapat berlangsung selama 30 menit-7 hari. Tipe kronik apanila frekuensi
serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
TTH harus memenuhi syarat sekurang-kurangnya dua dari berikuti ini: adanya sensasi
tertekan/terjepit, intensitas ringan-sedang, lokasi bilateral, tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak
dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan-sedang-berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak
berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih berat pada daerah kulitkepala, oksipital dan belakang leher,
terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi,
kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
TTH dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini dapat
sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya
jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa
analgesia. Prognosis baik dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90% pasien dapat
disembuhkan.
B. Permasalahan
Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. H
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Tuwokona
Anamnesis
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri kepala sejak 2 hari sebelum datang ke Puskesmas.
Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala terutama bagian leher dan kepala bagian belakang. Terasa
seperti diikat dan terasa berat, namun tidak berdenyut. Keluhan dirasakan terus-menerus dan makin
lama makin memberat hingga pasien juga kesulitan untuk tidur. Mual (-), muntah (-), pandangan
kabur (-), pusing berputar (-), demam (-). Riwayat pengobatan, dua bulan sebelumnya, pasien sudah
berobat dan diberikan obat pasien lupa nama obat tersebut. Keluhan dirasakan berkurang, tetapi
kemudian kambuh kembali. Keluhan seperti ini dirasakan kambuh-kambuhan terutama jika pasien
banyak pikiran dan kelelahan. Riwayat penyakit maag, hipertensi, DM, jantung disangkal. Riwayat
kebiasaan merokok (-), konsumsi alkohol disangkal. Riwayat penyakit keluarga, keluhan serupa (-),
hipertensi,DM, jantung disangkal
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran: compos mentis, GCS E4M6V5
Tanda vital:
Tekanan darah: 110/80 mmHg
Nadi: 82 x/menit
Pernafasan: 20 x/menit
Suhu: 36,7 C
Kepala: normocephal, konjungtiva anemis (-/-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thorax: vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor: BJ I-II murni regular, murmur (-)
Abdomen: bising usus normal
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)
HIPERTENSI
A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu
pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena masih banyak
kasus belum terselesaikan, bahkan beberapa penyakit menular yang semula dapat dikendalikan
munmcul kembali dengan penyebaran tidak mengenal batas-batas daerah maupun batas antar
Negara. Dilain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan
penyakit akibat gaya hidup serta penyakit-penyakit degeneratif.
Proporsi penyebab kematian karena penyakit kardiovaskuler cenderung meningkat. Faktor risiko
penyakit kardiovaskuler, antara lain merokok, obesitas, diet rendah serta tinggi lemak dengan akibat
gangguan kadar lemak dalam darah, dan kurangnya olahraga. Diperoleh data bahwa Indonesia
terdapat 28% perokok pada usia 10 tahun keatas, kurang aktivitas fisik merupakan proporsi
terbanyak, yaitu 92% dari pendusuk usia 15 tahun ke atas terutama untuk kelompok perempuan.
Overweight dan obesitas lebih tinggi prevalensinya pada perempuan dan cenderung meningkat
dengan bertambahnya umur.
Sedangkan angka penderita hipertensi semakin hari semakin mengkhawatirkan. Menurut The
Lancet sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita hipertensi. Angka ini terus
meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pada tahun 2025 nanti sekitar 29% orang dewasa di
seluruh dunia yang menderita hipertensi.
Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini.
Hipertensi berakibat terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit cerebrovaskuler. Penyakit ini
dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang, sering disebut sebagai the killer disease
karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi. Penderita datang berobat
setelah timbul kelainan organ akibat hipertensi. Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneouse
group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur, sosial dan
ekonomi. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi, dan globalisasi
memunculkan sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kesakitan hipertensi.
B. Permasalahan
Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. N
Usia : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Babang
Anamnesis
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan sakit kepala sejak kurang lebih 3 hari yanglalu. Sakit
kepala dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh leher terasa tegang sehingga pasien tidak bisa
tidur. Pasien merupakan rutin melakukan pengobatan hipertensi sejak kurang lebih 2 tahun. Riwayat
penyakit dahulu, hipertensi (+) 5 tahun lalu, riwayat DM, jantung disangkal. Riwayat penyakit
keluarga tidak diketahui.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran: compos mentis, GCS E4M6V5
Tanda vital:
Tekanan darah: 160/8100 mmHg
Nadi: 90 x/menit
Pernafasan: 20 x/menit
Suhu: 36,6 C
Kepala: normocephal, konjungtiva anemis (-/-)
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thorax: vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor: BJ I-II murni regular, murmur (-)
Abdomen: bising usus normal
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)
Terapi nonfarmakologi
Terapi farmakologis
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas
hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang seklai
sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan
pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan
penyakit dan respon penderita terhadap obat anti hipertensi.
Terapi farmakologi yang diberikan adalah: amlodipine 1x10 mg diminum malam hari
Konseling
- Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat sembuh
namun dapat dikontrol dengan modifikasi gaya hidup dan obat
- Mengontrol faktor risiko, antara lain: menurunkan kelebihan berat badan, mengurangi asupan
garam sehari-hari, menciptakan keadaan rileks, melakukan olahraga teratur
- Meminum obat secara teratur dan kembali kontrol sebelum obat habis
- Rujukan dilakukan bilamana terapi yang diberikan dimpelayanan primer belum daoat mencapai
sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi penyakit lainnya akibat penyakit
hipertensi
DIABETES MELLITUS
A. Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes mellitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjanh, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah.
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih
penduduk Indonesia menderita DM. Dimasa mendatang, diantara penyakit degeneratif diabetes
adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa
mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas
umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun
2025 jumlah tersebut akan membengkak menjadi 300 juta orang.
Dalam jangka waktu 30 tahun, diperikirakan jumlah penduduk Indonesia akan naik sebesar 40%
dengan peningkatan jumlah pasien DM yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang disebabkan oleh
karena faktor demografi, gaya hidup yang kebarat-baratan, berkurangnya penyakit infeksi dan kurang
gizi, meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin panjang.
Penanganan yang terbaik penyakit DM adalah pencegahan. Pencegahan terdiri dari pencegahan
primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah terjadinya penyakit DM dengan
gaya hidup yang sehat dan aktifitas fisik secara rutin. Pencegahan sekunder adalah suatu upaya
skrining kesehatan sehingga dapat dilakukan pencegahan diagnosis sejak dini dan pemberian terapi
yang tepat dan adekuat. Mengingat penyakit DM adalah penyakit yang dapat menyebabkan
komplikasi dan kemungkinan kecacatan yang besar, maka juga perlu dilakukan pencegahan tersier
yaitu berupa pencegahan terjadinya kecacatan dan upaya rehabilitasi guna mengembalikan kondisi
fisik atau medis, mental dan sosial.
B. Permasalahan
Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. S
Usia : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Wayamiga
Anamnesis
Pasien laki-laki usia 28 tahun datang ke PKM dengan keluhan sering kencing pada malam hari, rasa
haus terus menerus dan nafsu makan yang meningkat namun berat badan tidak meningkat. Keluhan
ini dirasakan sejak 3 bulan terakhir. Keluhan lain tidak ada. Riwayat penyakit hipertensi (-), DM (-),
jantung (-). Riwayat keluarga DM disangkal. Riwayat pengobatan belum ada.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran: compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi: 82 x/menit
Pernafasan: 20 x/menit
Suhu: 36,7 C
Pemeriksaan generalis:
Kepala: normocephal, konjungtiva anemis (-/-)
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thorax: vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor: BJ I-II murni regular, murmur (-)
Abdomen: bising usus normal
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)
Pemeriksaan laboratorium:
GDS: 235 mg/Dl
D. Pelaksanaan
Setelah terdiagnosis dengan diabetes mellitus, Tn. S memerlukan tatalaksana untuk mengontrol
penyakit tersebut.
Tatalaksana medikamentosa
- Metformin 3x500 mg pc
- Vitamin B complex 1x1
Tatalaksana non medikamentosa
- Pasien diminta untuk secara rutin mengontrolkan gula darah maupun tekanan darahnya. Untuk
jadwal kontrol pertama dilakukan setelah obat dari kunjungan pertama habis. Jadwal kontro,
selanjutnya menyesuaikan hasil pemeriksaan saat kontrol pertama
- Pasien diminta untuk menjaga pola hidup maupun pola makan. Olahraga ringan minimal 2 kali
dalam satu minggu. Makan sedikit-sedikit tapi sering lebih baik daripada makan banyak dalam
sekali tempo. Konsumsi makanan berkalori dan kolesterol tinggi sebaiknya dihindari.
F. Permasalahan
Identitas Pasien
Nama pasien : An. E
Usia : 1 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Sayoang
Anamnesis
Pasien anak usia 1 tahun diantar oleh ibunya ke PKM dengan keluhan timbul gelembung-gelembung
kecil berisi cairan yang muncul di leher, dada dan kaki sejak kurang lebih 3 hari yang lalu. Menurut
ibu pasien, anaknya demam kurang lebih 3 hari yang lalu, demam naik turun, sudah minum obat
penurun panas tetapi tidak ada perbaikan. Saat demam naik, muncul bercak kemerahan yang tak
lama kemudian menjadi gelembung berisi cairan sebesar kacang hijau yang timbul lebih dari satu di
daerah leher, lalu menjalar ke dada dan kedua tungkai. Keluhan disertai dengan rasa gatal. BAB dan
BAK lancar. Riwayat mengalami penyakit yangsama sebelumnya disangkal. Riwayat kontak dengan
penderita cacar sejak satu minggu terakhir (keluarga pasien). Minum ASI + MPASI. Riwayat alergi
makanan dan obat disangkal.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
BB 9,4 kg
Tanda vital:
Nadi: 140x/menit
Pernafasan: 30 x/menit
Suhu: 36,6 C
Pemeriksaan generalis:
Kepala: normocephal, konjungtiva anemis (-/-)
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thorax: vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor: BJ I-II murni regular, murmur (-)
Abdomen: bising usus normal
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)
Status dermatologis:
Predileksi: regio colli, thorax dan cruris dextra et sinistra
Efloresensi: vesikel, multipel, ukuran miliar-lentikular, eritema, diskret sebagian konfluen, lesi, diskret
sebagian terdapat krusta, daerah sekitar tidak ada kelainan.
3. Kuratif
Penatalaksanaan nonfarmakologis:
- Mandi menggunakan air yang ditambahkan dengan larutan antiseptik
Penatalaksanaan farmakologis:
- Bedak salisil 2%
- Puyer paracetamol 1000 mg, vitamin C 100 mg, CTM 8 mg sebanyak 10 puyer minum 3 kali sehari
- Acyclovir 400 mg XIII dibuatkan puyer sebanyak 28 puyer diminum 4x sehari selama 7 hari
- Asam fusidat 2x1 sehari dipakai di bagian lesi yang sudah pecah
- Amoxicillin 125 mg/5ml 3x1 cth
4. Rehabilitatif
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengatur pola makan yang bergizi (tinggi kalori dan
protein) dan menjaga kebersihan tubuh pasien