Anda di halaman 1dari 7

1.

Vaksin
Latar belakang :
Vaksin adalah sejenis produk biologis yang mengandung unsur antigen berupa virus
atau mikroorganisme yang sudah mati atau sudah dilemahkan dan juga berupa
toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksid atau protein rekombinan,
yang sudah ditambahkan dengan zat
lainnya. Vaksin berguna untuk membentuk kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu. Vaksin merupakan produk yang rentan, masing -masing
mempunyai karakteristik tertentu maka diperlukan pengelolaan secara khusus
sampai di gunakan (WHO, 2015)
Semenjak tahun 2019 seluruh negara didunia diguncang oleh Pandemi COVID-19
yang bermula di Wuhan, Hubei, Republik Rakyat Tiongkok. Pandemi didefinisikan
sebagai wabah penyakit menular berskala besar yang bisa meningkatkan morbiditas
dan mortalitas suatu wilayah geografis yang luas dan menyebabkan permasalahan
baik dari segi kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik (Madhav dkk., 2017). Kini sudah
tercatat 226 juta kasus terinfeksi COVID-19 di dunia dan 4.1 juta kasus di Indonesia
(WHO, 2021b) (Satgas COVID-19, 2021). Kondisi pandemi telah mengakibatkan suatu
krisis yang berdampak terhadap semua aspek kehidupan manusia. Dalam rangka
pencegahan peningkatan angka kejadian COVID-19 di Indonesia, pemerintah beserta
jajarannya mengupayakan pemberian vaksinasi COVID-19 bagi seluruh masyarakat di
Indonesia secara merata.
Permasalahan :
Banyak dari masyarakat yang tidak mempercayai penggunaan vaksin sebagai solusi
dalam mengakhiri pandemi. Berdasarkan survei mengenai penerimaan vaksin
COVID-19 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik
Indonesia, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), United
Nations Children’s Fund (UNICEF), dan World Health Organization (WHO) yang
dilakukan pada September 2020 dan melibatkan ribuan responden, mendapatkan
hasil sebanyak 7,6% menolak dan 27% ragu-ragu. Alasan dibalik penolakan dan
keraguan mengenai vaksin tersebut sangatlah beragam, seperti tidak yakin terhadap
keamanan vaksin, ragu terhadap efektivitas vaksin, takut terhadap efek samping
vaksin, tidak mempercayai kegunaan vaksin, dan karena keyakinan agama.
Ketidakpercayaan dan keraguan banyak masyarakat terhadap vaksin COVID-19 tak
lepas dari banyaknya kesimpangsiuran informasi dan minimnya edukasi yang
memadai. Padahal, akses informasi edukasi mengenai vaksinasi dalam pandemi
dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksinasi, sehingga dapat
membantu proses vaksinasi oleh pemerintah.
Perencanaan :
Dalam upaya mengembalikan kondisi dunia sebagaimana sebelum pandemi, telah
diusung program vaksinasi oleh pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Vaksinasi COVID-19 telah mengalami perjalanan yang panjang untuk memastikan
keamanan dan keampuhannya melalui berbagai penelitian dan uji coba. Program
vaksinasi dianggap sebagai kunci dalam mengakhiri pandemi karena dapat digunakan
dalam rangka mengurangi angka morbiditas dan mortalitas serta membentuk
kekebalan kelompok terhadap virus COVID-19 (Satgas COVID-19, 2021).
Monitoring:
Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada penerima vaksin
yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan terhadap vaksinasi COVID-19. Selain
itu, penerima vaksin juga diberi kesempatan bertanya kepada narasumber (peserta
PIDI).

2. Penyuluhan PTM
- Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global.
Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada
tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh
Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih
muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari
seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun,
29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13%
kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang
dari 70 tahun, penyakit cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%),
diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit
pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30%
kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.
- Masih tingginya angka penyakit tidak menular dan rendahnya pengetahuan
terhadap penyebab serta faktor risiko dari peyakit tidak menular (kanker,
penyakit jantung, stroke dan diabetes)
1. Pengenalan masyarakat terhadap penyakit tidak menular (kanker, penyakit
jantung, stroke dan diabetes)
2. Pengenalan dengan penyebab dan faktor risiko penyakit itdak menular
3. Penalataksanaan umum terhadap penyakit tidak menular dan anjuran
konsultasi dengan dokter bila ditemukan penyakit tersebut
- Pada pelaksanaanya anggota PIDI memastikan:
1.Kegiatan berjalan dengan baik
2.Masyarakat jadi lebih tahu bagaimana memanage jika masyarakat punya faktor risiko agar
tidak terjangkit penyakit tidak menular, dan juga mencegah agar tidak terjangkit penyakit
tidak menular.

Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada peserta penyuluhan yaitu
untuk mengetahui tingkat pengetahuan terhadap materi yang diberikan. Selain itu,
masyarakat juga diberi kesempatan bertanya kepada narasumber (peserta PIDI).

3. IMUNISASI
- Kegiatan pemantauan pertumbuhan di Indonesia telah dilaksanakan melalui
penimbangan bulanan di posyandu dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS). KMS memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks
antropometri berat badan menurut umur. Dengan penimbangan bulanan ini
diharapkan gangguan pertumbuhan setiap anak dapat diketahui lebih awal
sehingga dapat ditanggulangi secara cepat dan tepat. Pemantauan pertumbuhan
perlu ditingkatkan perannya dalam tindak kewaspadaan untuk mencegah
memburuknya keadaan gizi balita. Pemantauan pertumbuhan saat ini
merupakan kegiatan utama posyandu yang jumlahnya mencapai lebih dari
260.000 yang tersebar di seluruh Indonesia. Di posyandu juga dilakukan
pemberian imunisasi dasar bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi ataupun mencegah terjadinya
perburukan kondisi akibat penyakit-penyakit yang berkaitan. Pencatatan dan
pelaporan status gizi dan status imunisasi bayi dan balita merupakan instrumen
vital dalam penentuan baik atau tidaknya pertumbuhan dan perkembangan
seorang anak.
- Permasalahan yang menjadi dasar kegiatan:
1 Masih adanya ibu yang mengganggap remeh pentingnya imunisasi dasar pada
anak dan tidak melakukan imunisasi dasar untuk anak
2. Kurangnya informasi mengenai pentingnya imunisasi dasar pada anak dan
dampaknya bila tidak melaksanakna imunisasi
3. Masih tingginya angka penyakit menular yang sehausnya bisa dicegah dengan
imunisasi

1. Mengajak ibu-ibu yang memiliki bayi dibawah 1 tahun agar melakukan


imunisasi dasar wajib.
2. Melakukan imunisasi dasar/booster sesuai dengan waktunya (tergantung
status imunisasi anak)
3. Penulisan data yang benar dan konkrit mengenai status imunisasi anak dibuku
imunisasi.

Pada pelaksanaanya peserta PIDI memperhatikan:


1. Kegiatan berlangsung dengan baik
2. Bayi yang datang imunisasi diminta untuk datang lagi saat jadwal imunisasi
selanjutnya sampai imunisasi dasar selesai dilakukan

Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada ibu yaitu untuk
mengetahui tingkat pengetahuan terhadap imunisasi. Selain itu, ibu juga diberi
kesempatan bertanya kepada narasumber (peserta PIDI).

4. Pemantauan status gizi balita


- Stunting merupakan bentuk kekurangan nutrisi paling sering di dunia disebabkan
oleh akumulasi ketidakcukupan nutrisi dalam waktu cukup lama mulai dari
kehamilan sampai usia 24 bulan. Seorang anak dianggap stunting apabila skor
tinggi atau panjang badan berdasarkan usia (height-for-age) dibawah persentil 2
SD. Secara global, pada tahun 2010 prevalensi anak stunting sebesar 171 juta
anak-anak dimana 167 juta terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2017,
angka tersebut telah mengalami penurunan dimana mencapai 150,8 juta atau
22,2% anak balita. Tren ini diperkirakan akan mencapai 21,8% atau 142 juta pada
tahun 2020. Angka tertinggi dari balita yang mengalami stunting terdapat di Asia
(55%). Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia
Selatan. Indonesia merupakan negara yang ketiga penyumbang terbanyak
angka stunting di Asia Tenggara. Berdasarkan data Riskesdas, (2013), di
Indonesia, sekitar 37% anak balita mengalami stunting. Prevalensi tertinggi
berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan terendah di Kepulauan Riau,
Yogyakarta, DKI, Kalimantan Timur dan Bangka Belitung. Stunting merupakan
suatu proses yang kompleks dimana tidak hanya disebabkan oleh kekurangan gizi
namun terjadi akibat berbagai faktor. Penelitian metaanalisis oleh Danaei, et al.,
(2011), mengenai data Demographic and Health Surveys (DHS) di 137 negara
berkembang, menunjukkan bahwa faktor utama penyebab dari stunting adalah
BBLR sebesar 10,8 juta kasus. Faktor kedua terbanyak adalah sanitasi yang tidak
layak sebesar 7,2 juta, dan ketiga adalah diare sebesar 5,8 juta. Riskesdas, (2013),
menunjukkan bahwa daerah dengan tempat sanitasi yang rendah cenderung
memiliki angka stunting yang lebih tinggi. Data yang didapatkan dalam Riskesdas,
(2013), menyatakan bahwa status ekonomi, tingkat pendidikan ibu, usia anak,
jenis kelamin anak, dan wilayah tempat tinggal juga dapat mempengaruhi
stunting.
- Permasalahan yang mendasari dilakukannya kegiatan ini adalah kurangnya
wawasan orang tua terhadap monitoring pertumbuhan anak.
- Dilakukan penimbangan berar badan dan pengukuran panjang badan anak dan
selanjutnya diplotting pada aplikasi status gizi DEPKES. selanjutmya diberikan
konseling makanan sehat dan upaya kejar tumbuh bagi anak dengan stunting.
- Pada pelakasananya peserta PIDI memastikan:
1.Kegiatan terlaksana dengan baik
2.Ibu/orang tua diharapkan selalu melakukan monitoring pertumbuhan anak
untuk memantau apakah anak tumbuh dengan tepat
3. Pemberian suplementasi tambahan dihabiskan sesuai anjuran dalam upaya
kejar tumbuh.

5. Pembagian suplemen
- Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi pada ibu hamil. Anemia pada
ibu hamil sangat terkait dengan mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi,
termasuk risiko keguguran, lahir mati, prematuritas dan berat bayi lahir rendah.
40% kematian Ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam
kehamilan (WHO, 2014).
- Penyebab anemia adalah kekurangan zat gizi yang memiliki peran dalam
pembentukan hemoglobin yaitu protein, besi vitamin B12, Vitamin C, dan asam
folat. Asam folat berperan dalam metabolisme asam amino yang diperlukan
dalam pembentukan sel darah merah (Mahenaz & Ismail, 2011). Penelitian Li
Wen Xing (2016) mengungkapkan fungsi asam folat dapat meningkatkan enzim
alanine aminotransaminase (ATS), dan Glutamyl Transpeptidase (GGT) yang
penting untuk metabolisme di hati.
- Kekurangan vitamin B12 dan asam folat selama kehamilan berhubungan dengan
peningkatan resiko kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah dan terganggunya
pertumbuhan janin (Charles et al. 2005). Kehamilan dengan anemia akan
beresiko terhadap ibunya, penyulit yang timbul akibat anemia adalah keguguran,
kelahiran prematur, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim
berkontraksi, perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot
rahim, syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin serta anemia berat
(Saspriyana, 2009).
- Asam folat dalam kehamilan dibutuhkan sebagai pencegahan anemia pada saat
kehamilan. Wanita membutuhkan 50 sampai 100 mcg asam folat per hari,
sedangkan selama kehamilan kebutuhan ibu akan asam folat sebesar 300–400
mcg / hari.Tercatat terdapat 2dari 5wanita usia subur di Jakarta memiliki kadar
folat sel darah yang kurang dari nilai ideal (Sutomo, 2009). Kekurangan asam
folat dalam kehamilan akan menyebabkan gangguan pematangan inti eritrosit,
sehingga muncul sel darah merah dengan bentuk dan ukuran abnormal yang
disebut sebagai Anemia megaloblastik. lebih jauh gangguan metabolisme asam
folat akan menyebabkan gangguan proses pembelahan sel, dan ini akan
mempengarui kerja seluruh sel tubuh, termasuk dalam metabolisme besi.
Sehingga kita menemukan kenyataan bahwa defisiensi folat dan defisiensi besi
secara bersamaan.
- Permasalahan yang mendasari kegiatan ini adalah:
Kekurangan asam folat memiliki dampak bagi ibu dan tumbuh kembang anak
selama dalam kehamilan hingga kematian atau kecacatan pada anak nantinya.
Umumnya program suplementasi asam folat berbarengan dengan pemberian
suplementasi zat besi. Suplementasi asam folat sangat penting terutama selama
masa trimester kehamilan pertama karena saat itulah perkembangan bayi sangat
tinggi terutama perkembangan sel-sel otak. Asam folat bisa diperoleh dari
konsumsi buah-buahan dan sayuran. Namun, banyak ibu yang kadang
mengabaikan pentingnya asam folat tersebut. Sehingga dalam rangka menekan
morbiditas dan mortalitas ibu dan anak, pemberian suplementasi asam folat juga
penting diberikan selama kehamilan.
- Pada pelaksanaannya peserta PIDI memperhatikan:
1.Kegiatan berlangsung dengan baik
2.Memastikan setiap ibu hamil yang datang berkunjung dan belum mendapatkan
suplementasi asam folat dapat memperoleh suplementasi asam folat dengan 30
tablet dan dipastikan agar pasien mengosumsi tablet asam folat tersebut.
Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada ibu hamil yaitu
untuk mengetahui tingkat pengetahuan terhadap suplementasi asam folat. Selain
itu, ibu hamil juga diberi kesempatan bertanya kepada narasumber (peserta
PIDI).

6. Upaya pengobatan hipertensi


- Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam
praktik kedokteran primer. Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood
Institute), 1 dari 3 pasien menderita hipertensi. Hipertensijuga merupakan faktor
risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal akut dan juga kematian. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi di
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah 34,1% dibandingkan
27,8% pada Riskesdas tahun 2013.
- Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti jantung
(penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke),
ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer (klaudikasio intermiten).
Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah
pasien dan berapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak
diobati.

7. Stunting
- Stunting merupakan bentuk kekurangan nutrisi paling sering di dunia disebabkan
oleh akumulasi ketidakcukupan nutrisi dalam waktu cukup lama mulai dari
kehamilan sampai usia 24 bulan. Seorang anak dianggap stunting apabila skor
tinggi atau panjang badan berdasarkan usia (height-for-age) dibawah persentil 2
SD. Secara global, pada tahun 2010 prevalensi anak stunting sebesar 171 juta
anak-anak dimana 167 juta terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2017,
angka tersebut telah mengalami penurunan dimana mencapai 150,8 juta atau
22,2% anak balita. Tren ini diperkirakan akan mencapai 21,8% atau 142 juta pada
tahun 2020. Angka tertinggi dari balita yang mengalami stunting terdapat di Asia
(55%). Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia
Selatan. Indonesia merupakan negara yang ketiga penyumbang terbanyak
angka stunting di Asia Tenggara. Berdasarkan data Riskesdas, (2013), di
Indonesia, sekitar 37% anak balita mengalami stunting. Prevalensi tertinggi
berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan terendah di Kepulauan Riau,
Yogyakarta, DKI, Kalimantan Timur dan Bangka Belitung. Stunting merupakan
suatu proses yang kompleks dimana tidak hanya disebabkan oleh kekurangan gizi
namun terjadi akibat berbagai faktor. Penelitian metaanalisis oleh Danaei, et al.,
(2011), mengenai data Demographic and Health Surveys (DHS) di 137 negara
berkembang, menunjukkan bahwa faktor utama penyebab dari stunting adalah
BBLR sebesar 10,8 juta kasus. Faktor kedua terbanyak adalah sanitasi yang tidak
layak sebesar 7,2 juta, dan ketiga adalah diare sebesar 5,8 juta. Riskesdas, (2013),
menunjukkan bahwa daerah dengan tempat sanitasi yang rendah cenderung
memiliki angka stunting yang lebih tinggi. Data yang didapatkan dalam Riskesdas,
(2013), menyatakan bahwa status ekonomi, tingkat pendidikan ibu, usia anak,
jenis kelamin anak, dan wilayah tempat tinggal juga dapat mempengaruhi
stunting.
- Permasalahan yang didapati:
Tingginya angka stunting di Indonesia, diperlukan adanya upaya untuk
pencegahan terjadinya stunting.

1.Melakukan timbang berat badan dan pengukuran panjang atau tinggi badan
anak
2.Melakukan ploting ke kurva WHO untuk mengetahui status gizi anak
3. Melakukan edukasi pemenuhan gizi pada anak

Pada pelaksanaanya, peserta PIDI memastikan:


1.Kegiatan berlangsung dengan baik
2.Ibu dapat mengetahui tumbuh anak dan jika terdapat berat badan atau tinggi
badan yang tidak sesuai dengan umur dapat dilakukan perbaikan dari gizi anak

8. Asi
- ASI (air susu ibu) merupakan sumber gizi terbaik bagi bayi dan batita (bayi
dibawah usia tiga tahun). Badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan
bayi mendapat ASI eksklusif minimal selama 6 bulan. ASI eksklusif adalah
pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa
jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih,sampai bayi
berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain
dan tetap diberi ASI sampai bayi berumur dua tahun. Menurut Survei Demografi
Kesehatan tingkat pemberian ASI eksklusif telah menurun selama dekade
terakhir. Pada tahun 2014, cakupan pemberian ASI eksklusif dalam enam bulan
pertama kehidupan hanya 42 % (Infodatin, 2014). Hal ini jauh dari target
Kemenkes yang mengupayakan cakupan ASI eksklusif sebesar 80%. Ada banyak
hambatan untuk menyusui di Indonesia, antara lain kurang nya edukasi pada
masyarakat mengenai entingnya ASI eksklusif minimnya dukungan terutama
keluarga dan tenaga kesehatan, serta kurangnya perlindungan hukum. Beberapa
ibu juga takut menyusui akan menyakitkan dan tidak praktis, tapi salah satu
kendala terbesar adalah kesalahpahaman dari istilah 'eksklusif'. Promosi
kesehatan merupakan salah satu proses penyampaian informasi agar masyarakat
tahu, mau dan mampu merubah perilaku untuk mencapai derajat kesehatan
yang tinggi, dengan cara advokasi, bina suasana, gerakan masyarakat dan
Kemitraan. Untuk mendukung dan menanggulangi masalah kesehatan diperlukan
kemitraan dengan melibatkan berbagai sektor yaitu lembaga pemerintah, dunia
usaha, media massa dan organisasi masyarakat lainnya dalam upaya
meningkatkan cakupan ASI eksklusif.
- Riset WHO pada tahun 2005 menyebutkan bahwa 42 persen penyebab kematian
balita di dunia adalah akibat penyakit, yang terbesar adalah pneumonia (20
persen), selebihnya (58 persen) terkait dengan malnutrisi yang seringkali terkait
dengan asupan ASI (Siswono, 2006). Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi
0-6 bulan berfluktuatif. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI)
2007 menunjukkan cakupan ASI eksklusif bayi 0- 6 bulan sebesar 32% yang
menunjukkan kenaikan yang bermakna menjadi 42% pada tahun 2012 (Infodatin,
2015). Persentasi menyusui eksklusif semakin menurun seiring meningkatkan
kelompok umur. Pada kelompok umur 1 bulan menyusui eksklusi sebesar 32,5%,
usia 2 bulan sebesar 30,7%, usia 3 bulan sebesar 25,2%, usia 4 bulan 26,3%, dan
bayi yang berumur 5 bulan dan masih disusui ASI eksklusif tinggal 15,3%,
sedangkan bayi yang mendapatkan susu parsial semakin banyak yaitu 83,2%.
Berdasarkan data tersebut di atas, permasalahan yang mengakibatkan masih
rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kesadaran
akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum
sepenuhnya mendukung PP-ASI, gencarnya promosi susu formula dan ibu
bekerja (Judarwanto, 2006). Menurut penelitan Arifin Siregar 2004 dijelaskan
alasan ibu tidak menyusui bayinya adalah karena kurangnya pengertian dan
pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan meyusui yang menyebabkan ibu
terpengaruh kepada susu formula. Kesehatan / status gizi bayi serta
kelangsungan akan lebih baik pada ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini karena
ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta
kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi. Faktor lain yang
berpengaruh terhadap pemberian ASI adalah sikap ibu terhadap lingkungan
sosialnya dan kebudayaan dan dilihat faktor intern dari ibu seperti terjadinya
bendungan ASI, luka-luka pada puting susu, kelainan pada puting susu dan
adanya penyakit tertentu seperti tuberkolose, malaria. (Arifin, 2004). Perlu
adanya penyuluhan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada
masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan cakupan ASI eksklusif, selain itu
juga dapat meningkatkan derajat kesehatan bayi dan balita serta mengurangi
angka kematian bayi di Indonesia.
-

Anda mungkin juga menyukai