Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum dalam Sistem Kesehatan


Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang dilaksanakan oleh Bangsa
Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat, agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang mana dikatakan bahwa, peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitulingkungan, pelayanan
kesehatan, tindakan, serta genetik (Depkes, 2008).
Pelayanan kesehatan anak dibawah lima tahun atau anak masa prasekolah
adalahdimana anak sedang aktif-aktifnya, ingin mengetahui segala bentuk dan segala rupa
yang dilihat olehnya, senang bermain air, bermain diluar rumah, dan banyak sekali yang
ingin dilakukannya, selain itu pulaanak dengan usia prasekolah ini juga sudah mengenal
berbagai macam permainan, ingin bermain dengan teman-teman seumurannya diluar rumah,
sehingga dengan berbagai aktifitas yang ingin dilakukannya, nafsu makan menurun, atau
asupan nutrisi tidak terpenuhi, membuat usia anak prasekolah lebih rentan terhadap suatu
penyakit terutama penyakit infeksi(Hidayat, 2008).Beberapa penyakit infeksi pada anak,
yaitu Infeksi saluran pernafasan atas, HIV/AIDS,malaria, diare, tuberkolosis, campak,
pertussis, tetanus, meningitis, dan difteri.
ISPA adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang paling sering menyerang
kesehatan masyarakat dengan penularan yang sangat cepat. Penderita penyakit ISPA
sebagian besar adalah bayi dan balita baik dinegara miskin, berkembang maupun negara
maju. Penyakit ISPA yang diderita pada bayi dan balita yang tidak mendapatkan penanganan
dengan tepat dapat mengakibatkan terlambatnya proses tumbuh kembang bahkan sampai
menyebabkan kecacatan (Sofie & Erika, 2013).
Penyakit ISPA menjadi permasalah kesehatan dengan efek negatif yang cukup
luas dan beragam. Karena itu harus mendapatkan perhatian seksama, terlebih penyakit ini
masih menjadi penyebab kematian dan balita dengan perbandingan yang cukup tinggi yaitu
kira-kira 1 dari 4 atau sekitar 20% - 30% dari kematian yang disebabkan oleh penyakit ISPA
(Sofie & Erika, 2013).
2

Menurut WHO (World Health Organization), Kriteria untuk menentukan kematian


pneumonia dan ISPA pada balita masih merupakan masalah disuatu wilayah atau Negara
adalah apabila angka kematian bayi berada diatas 40/1000 balita atau proporsi kematian
akibat pneumonia dan ISPA pada balita diatas 20%. Pneumonia dan ISPA masih menjadi
masalah di Indonesia, karena angka kematian balitanya adalah 46/1000 kelahiran hidup dan
angka kematian pneumonia dan ISPA pada balita diperkirakan sekitar 6/1000 balita
(Maryunani, 2010).
Anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan terserang berbagai
penyakit khususnya penyakit infeksi. Menurut temuan organisasi kesehatan dunia (WHO)
diperkirakan 10 juta anak meninggal tiap tahun yang disebabkan karena diare, HIV/AIDS,
malaria dan ISPA. Penyakit ISPA merupakan suatu masalah kesehatan utama di Indonesia
karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak-anak dan balita. ISPA
merupakan salah satu penyebab kunjungan pasien pada sarana kesehatan sebanyak 40% -
60% kunjungan berobat dipuskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat dirawat jalan dan
rawat inap (Depkes RI, 2007).
Menurutdata dari WHO tahun 2007 setiap tahunnya hampir empat juta
orangmeninggaldan 98%nya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan.Penyebab kematian
ini tingkat mortalitasnya sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan lansia, terutama di Negara
dengan pendapatan menengah dan rendah.Kematian yang terbanyak dari tahun ke tahun
adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut dan diare pada anak. WHO memperkirakan
insidens infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Negara berkembang dengan angka
kematian balita di atas 40/1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan
usia balita. Sedangkan Di Indonesia angka kejadian ISPA tertinggi tahun 2013 terdiri dari
lima Provinsi, yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa
Tenggaara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%), sementara Di Sumatera barat menurut
riskesdas 2007 ISPA pada balita (26,38%), dan menurut profil kesehatan Indonesia tahun
2013 (25,7%), angka ini masih berada diatas rata-rata di Indonesia tahun 2013 (25,0%).
Kematian dari penyakit ISPA yang dapat ditimbulkan cukup tinggi (20% - 30%) dan
perlu dicatat bahwa merupakan masalah kesehatan yang tidak boleh diabaikan karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang tinggi dengan rasio 1 diantara 4 bayi. Jadi kita
dapat memperkirakan epoisode ISPA dapat terjadi 2-6 kasus kematian setiap tahun. Angka
3

tersebut dibuktikan pada kunjungan pasien ke Puskesmas yang cukup tinggi untuk penyakit
ISPA yaitu rata-rata lebih dari 25% terutama pada usia balita (Hidayat, 2012).
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh yang rendah. Kejadian batuk filek pada balita di Indonesia diperkirakan 3
sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk filek
sebanyak 3 sampai 6 kali setahu (Suhatno, 2011).
ISPA berlanjut menjadi pneumonia (radang paru-paru) sering terjadi pada anak-anak
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasikan dengan keadaaan lingkungan
yang tidak sehat. Resiko terutama terjadinya pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk
penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau malah berlebihan pemakaian
antibiotik (Suhatno, 2011).
Dalamprogram pemberantasan penyakitISPA mendapat prioritas utama dalam
rangka menurunkan angka kematian bayi, balita dan anak. ISPA masih merupakan masalah
kesehatan yang penting, karena menyebabkan kematian bayi dan balitayang cukup
tinggidisetiap Tahunnya (Rasmaliya, 2009). Masalah ISPA kemungkinan berulang, untuk itu
penting bagi keluarga untuk mengetahui caramerawat anakdenganISPA supaya dapat
mengurangi gejala ketidaknyaman pada anak, adapun gejala ISPA pada anak antara lain,
demam, pusing malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), photopobia (takut cahaya),
gelisah, batuk keluar secret, stridor,suara nafas dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi
suprasternal (adanya tarikan dada), dandapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak
mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian (Suhatno, 2011).
Kesuksesan pencegahan dan pengendalian ISPA sangat tergantung pada kinerja
fasilitas pelayanan kesehatan yang didukung oleh sumber daya yang cukup, tenaga
kesehatan yang berkomitmen serta strategi dan kebijakan yang dilaksanakan secara
terintegrasi, komprehensif dan berkesinambungan. Upaya penanggulangan penyakit ISPA
memerlukan kerja sama secara lintas unit kerja di Kementerian Kesehatan, lintas sektor
terkait yang didukung dengan keterlibatan masyarakat, termasuk akademisi, profesional dan
dunia usaha, dengan dukungan politis. Penaggulangan masalah ini perlu dilakukan secara
komprehensif mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Kemenkes,
2015).
4

Untukmembantumenambah pengetahuan keluarga, perawat bisa memberikan


pendidikan kesehatan.Menurut (Notoadmodjo, 2010), pendidikan kesehatan dalam arti
pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka bisa melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan dan promosi kesehatan,dan batasan ini tersirat
unsur-unsur input (sarana dan pendidik dari pendidikan), proses(upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain), output (melakukan apa yang di harapkan). Hasil yang
diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan,
perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusifoleh sasaran dari
suatu promosi kesehatan, adapun media yang digunakan dalam pemberian pedidikan
kesehatan, menurut (Sudiharjo, 2007) media promosi kesehatan adalah saluran komunikasi
yang dipakai untuk mengirim pesan kepada sasaran, misalnya radio, televisi, film, surat
kabar, booklet, poster dan media tradisional seperti wayang, drama dan ketoprak. Didalam
pemberian kesehatan ini, penulis menggunakan media yaitu booklet. Bookletadalah cetakan
dengan tampilan istimewa berbentuk buku dan menggunakan bahasa yang sederhana singkat
dan mudah dipahami ( Notoadmodjo, 2010).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Perawatan Pintas Tuo
Kabupaten Tebo, menunjukan bahwa angka kejadian ISPA pada balita mengalami
peningkatan setiap tahunnya dengan jumlah penduduk 8.935 jiwa, yaitu tahun 2016 kejadian
ISPA pada balita sebanyak 92 orang, dan terjadi peningkatan tahun 2017 sebanyak 135
orang.
Dari hasil observasi dan uraian diatas penulis dapat mengambil masalah dengan judul
“PENERAPAN PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
KELUARGA DENGAN ANAK ISPA PADA BALITA” diwilayah kerja Puskesmas
Perawatan Pintas Tuo Kabupaten Tebo Tahun 2018.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalahdalam penulisan ini
adalah bagaimana penerapan pendidikan kesehatan dengan media booklet dalam asuhan
keperawatan keluarga dengan anak ispa pada balita diwilayah kerja Puskesmas Perawatan
Pintas Tuo Kabupaten Tebo Tahun 2018.
5

C. Tujuan Penulisan
Diketahuinya penerapanpendidikankesehatan dalam asuhan keperawatan keluarga
dengan anak ISPA diwilayah kerja PuskesmasPerawatan Pintas Tuo Kabupaten Tebo Tahun
2018.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Puskesmas Pintas Tuo
Sebagaimasukan bagi petugas kesehatan di Puskesmas untuk perencanaan
program dalam menunjang kesehatan ISPA pada balita dan untuk meningkatkan kegiatan
keperawatan keluarga diwilayah kerja Puskesmas.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai sumber ataupun bacaan untuk menambah pengetahuan
mengenai penyakit ISPA pada balita. Sebagai bahan tambahan ilmu dan pengetahuan
tentang carapenerapan pendidikan kesehatan dalam asuhan
keperawatankeluargadengananakISPA pada balita, sehinga mahasiswa lebih menguasai
materi tentang ISPA pada balita.
3. Bagi Penulisan
Memperolehpengalaman pengetahuan, wawasan tentang mengimplementasikan
penerapan pendidikan kesehatan penyakit ISPA pada balita secara mendalam dansebagai
penerapan ilmu yang telah didapat selama studi.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep ISPA
1. Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut, yang menyerang
salah satu bagian atau lebih saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
saluran bawah, termasuk jaringan adreksnya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan
plura (Kemenkes, 2015).
ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kelompok penyakit yang
menyerang saluran pernafasan (Maryunani, 2010). Infeksi Saluran Pernafasan Akut
merupakan keadaan infeksi anak paling lazim ditemukan, biasanya anak dengan ISPA
mengalami penurunan nafsu makan tetapi tindakan memaksa dia untuk makan hidangan
tidak ada gunanya (Hidayat, 2012).
2. Klasifikasi ISPA
Menurut Depkes RI (2007) dibagi menjadi tiga yaitu :
a) ISPA Ringan
Tanda dan gejala : Batuk pilek, demam, tidak ada napas cepat 40 kali permenit,
tidak ada tarikan dinding dada kedalam.
b) ISPA Sedang
Tanda dan gejala : Sesak nafas, suhu lebih dari 390c bila bernapas mengeluarkan
napas seperti mengorok.
c) ISPA Berat
Tanda dan gejala : Kesadaran menurun, nadi cepat/tidak teraba, nafsu makan
menurun, bibir dan ujung jari membiru (sianosis).
3. Etiologi ISPA pada Balita
Etiologi ( Ilmu pengetahuan atau teori tentang faktor penyebab suatu penyakit atau asal
mula penyakit ). ISPA terdiri dari 300 jenis penyakit bakteri, virus dan riketsia. Virus
penyebab ISPA antara lain adalah golongan Mikovirus, Adenvirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Hervesvirus dan lain-lain (Sofie& Erika, 2013).
7

4. Tanda dan gejala ISPA


Menurut Depkes RI (2002), tanda dan gejala klasifikasi ISPA dibagi berdasarkan jenis
dan derajat keparahannya yang di golongkan 2 kelompok yaitu : Bayi umur kurang dari 2
bulan dan umur 2 bulan sampai dengan umur 5 tahun.
a) Bayi umur kurang 2 bulan
Untuk bayi kurang dari 2 bulan, tanda dan gejala penyakit : Pneumonia berat :
batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, nafas sesak/penarikan dinding dada
sebelah bawah kedalam, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet. Klasifikasi
yang kedua yaitu bukan pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai <12 bulan,
kurang 50 kali permenit > umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang 40 kali permenit,
kadang disertai demam.
b) Anak umur 2 bulan sampai umur 5 tahun
Tanda dan gejala ISPA untuk anak yang berumr 2 bulan sampai 5tahun di
golongkan menjadi 3 klasifikasi yaitu :
1) Pneumonia berat :Batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, nafas
sesak/penarikan dinding dada sebelah kebawah dalam, dahak berwarna
kehijauan atau seperti karet.
2) Pneumonia :Berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah
kedalam saat bernafasbersama dengan peningkatan frekuensi nafas)
perkusi pekak., fremitur melemah, suara nafas melemah dan ronchi.
3) Bukan pneumonia (batuk pilek) : Tidak ada tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai <12 bulan
kurang 50 kali permenit, > umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang 40 kali,
kadang disertai demam.

5. Cara Penularan Penyakit ISPA


Menurut Depkes RI (2007) cara penularan ISPA melalui cara kontaklangsung atau tidak
langsung dari benda yang telah cemari virus dan bakteri penyebab ISPA dan dapat pula
ditularkan melalui udara tercemar pada penderita ISPA yangkebetulan mengandung bibit
penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh
melalui pernafasan.
8

6. Pencegahan Penyakit ISPA


Menurut Depkes RI (2002) pencegahan ISPA antara lain :
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yangbaik maka akan terhindar dari penyakit terutama
penyakit ISPA, karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan
meningkat, sehingga dapat mencegah bakteri/virus penyakit yang akan masuk
kedalam tubuh kita.
b. Imunisasi
Pemberian imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus/bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuatventilasi udara serta pengcahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi
asap/asap rokok yang ada didalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang
menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
ISPA ini disebabkan oleh virus/bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah
terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh.
7. Penatalaksanaan Penyakit ISPA
a. Non farmakologi
Penatalaksanaan ISPA menurut (MTBS, 2005) menurut jenis dan derajat keparahan
yaitu :
Bukan pneumonia
1) Ibu diminta memperhatikan timbulnya tanda-tanda yang mengarah pada
pneumonia.
2) Kunjungan anak sehat berikutnya.
3) Menasehati ibu tentang kesehatannya sendiri.
b. Pneumonia
Kunjungan ulang untuk pneumonia menurut WHO (2002) :
1) Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada kedalam, beri 1 dosis
antibiotik pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol, selanjutnya rujuk segera.
2) Jika frekuensi atau nafsu makan anak tidak menunjukkan perbaikan gantilah
dengan menggunakan antibiotik pilihan kedua dan anjurkan pada ibu untuk
9

kembali dalam dua hari bila anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan
amoxsilllin.
3) Jika nafas melambat atau nafsu makannya membaik lanjutkan pemberian
antibiotik seluruhnya 5 hari dan pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan
obat itu walaupun keadaan anak sudah membaik.
B. Konsep Keluarga
1. Definisi keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dan
dalam keadaan saling ketergantungan (jhonson, 2009).
Keluarga merupakan bagian masyarakat yang fundamental bagi kehidupan
pembentukan kepribadian anak manusia. Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan
yang lebih efektif didalam membentuk kepribadian anak selain keluarga. Keluarga tidak
hanya membentuk anak secara fisik, tetapi juga mempengaruhi secara psikologis.
Dari pengertian tentang keluarga diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
keluarga adalah :
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan
atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama, atau jika terpisahmereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran
sosial yaitu sebagai suami, istri, anak, kakak, dan adik.
d. Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya dan meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial para anggotanya.
e. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan sehingga dapat
meningkatkan status kesehatan keluarganya.
2. Tujuan dasar keluarga
Tujuan dasar keluarga adalah :
a. Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat terhadap
perkembangan individu.
b. Keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan anggota keluarga dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
10

c. Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga dengan


menstabilkan kebutuhan kasih sayang, sosio-ekonomi dan kebutuhan seksual.
Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan identitas seorang
individu dan perasaan harga diri.
Alasan mendasar mengapa keluarga menjadi focus sentral dalam perawatan adalah :
1) Dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cidera, perpisahan)
yang memengaruhi satu atau lebih keluargadan dalam hal tertentu, sering akan
mempengaruhi anggota keluarga yang laindan unit ini secara keseluruhan.
2) Ada hubungan yang kuat dan signifikan antara keluarga dan status kesehatan
para anggotanya.
3) Melalui perawatan kesehatan keluarga yang berfokus pada
peningkatanperawatan diri (self care), pendidikan kesehatan, dan konseling
keluarga, serta upaya-upaya yang berarti dapat mengurangi risiko yang
diciptakan oleh pola hidup keluarga dan bahaya dari lingkungan.
4) Adanya masalah-masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga dapat
menyebabkan ditemukannya faktor-faktr risiko pada anggota keluarga yang lain.
5) Tingkat pemahaman dan berfungsinya seorang individu tidak lepas dari andil
sebuah keluarga.
6) Keluarga merupakan sistem pendukung yang sangat vital bagi kebutuhan-
kebutuhan individu.
3. Tipe keluarga
Seiring dengan tuntutan keluarga untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial
budaya maka bentuk keluarga pun akan berubah sesuaidengan tuntutan tersebut:
a. Keluarga tradisional
1) Tradisional nuclear/keluarga inti.
2) Keluarga inti adalah yang terdiri dari ayah,ibu,dan anak, tinggal dalam satu rumah.
3) Keluarga pasangan suami istri bekerja.
4) Keluarga pasangan suami istri keduanya bekerja di luar rumah.
5) Keluarga tanpa anak atau dyadic nuclear.
6) Keluarga dimana suami istri sudah berumur, tetapi tidak mempunyaianak.
7) Commuter family.
11

Keluarga dengan pasangan suami istri terpisah tempat tinggal secarasukarela


karena tugas dan pada kesempatan tertentu keduanya bertemudalam satu rumah.
8) Extended family/keluarga besar.
Satu bentuk keluarga di mana pasangan suami istri sama-samamelakukan
pengaturan dan belanja rumah tanggadengan orang tua,sanaksaudara,atau kerabat
dekat lainnya.
9) Keluarga dengan orang tua tunggal/single parent.
10) Orang tua tunggal adalah bentuk keluarganya yang didalamnya hanya
terdapat satu orang kepala rumah tangga yaitu ayah atau ibu.
b. Keluarga nontradisional
1) Commune family.
Dimana dalam satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yangmonogamy
tanpa penelitian keluarga dengan anak –anaknya danbersama-samadalam
penyediaan fasilitas.
2) Unmaried parent and child.
Keluarga yang terdiri dari ibu –anak.
3) Cohibing couple.
Keluarga yang terdiri dari dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama
tanpa kawin.
4. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu
tentang apa yang dilakukan oleh keluarga, ada beberapa fungsikeluarga yaitu :
a. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku yang
boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
b. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin
pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara
memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota
keluarga.
12

c. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan,
papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga.
d. Fungsi biologis
Fungsi biologis, bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk
memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.
e. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang dan rasa
aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan
kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
f. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan,
ketrampilan,membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa,
mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangan.
5. Tugas keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan keperawatan
keluarga, mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan etiologi/penyebab masalah
dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II bila ditemui data maladaptif pada
keluargayaitu :
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, termasuk bagaimana
persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala,
faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang dialami keluarga.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan.
e. Ketidakmampuankeluargamemanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Peran perawat dalam keperawatan keluarga
Dalam memberikan suhan keperawatan kesehatan keluarga, ada beberapa peranan
yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain adalah:
a. Memberikan asuhan keperawatan pada anggota keluarga yang menderita ISPA.
13

b. Mengenalkan masalah dan kebutuhan kesehatan keluarga, dalam hal ini perawat
membantu keluarga dalam mengenalkan penyimpangan dari keadaan-keadaan
normal tentang kesehatan dan membantu keluarga dalam melihat masalah secara
objektif akan keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan dari masalah tersebut.
c. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga, yaitu
berperan dalam mengkoordinir pelayanan kesehatan keluarga baik secara individu
maupun berkelompok.
d. Fasilitator, yaitu menjadikan pelayanan kesehatan mudah dijangkau dan perawat
dengan mudah dapat menampung permasalahan yang dihadapi keluarga dan
mampu membantu mencarikan jalan pemecahnya.
e. Pendidik kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk mengubah
perilaku keluarga yang tidak sehat menjadi sehat/menjadi lebih sehat.
f. Penyuluh dan konsultan, perawat dapat berperan dalam memberikan petunjuk
asuhan keperawatan dasar terhadap keluarga disamping menjadi penasehat untuk
mengatasi masalah kesehatan keluarga.
C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan ISPA
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dalam keperawatan keluarga memiliki dua
tahapan.Pengkajian tahap satu berfokus pada masalah kesehatan keluarga. Pengkajian
tahap dua menyajikan kemampuan keluarga dalam melakukan lima tugas masalah
kesehatan keluarga. Namun penatalaksanaannya kedua tahap ini dilakukan secara
bersamaan (syawie, 2015).
Variabel data dalam pengkajian keperawatan keluarga mencakup :
a. Data umum/identitas keluarga mencakup nama kepala keluarga, komposisi anggota
keluarga, alamat, agama, suku, bahasa sehari-hari, jarak pelayanan kesehatan
terdekat dan alat transportasi.
b. Kondisi kesehatan semua keluarga terdiri dari nama, hubungan dengan keluarga,
umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan saat ini, status gizi, tanda vital,
status imunisasi dasar, dan penggunaan alat bantu serta status kesehatan anggota
keluarga saat ini meliputi keadaan umum, riwayat penyakit/alergi.
c. Data pengkajian individu yang mengalami masalah kesehatan (saat ini sedang sakit)
meliputi nama individu yang sakit, diagnosis medis, rujukan dokter atau rumah sakit,
14

keadaan umum, sirkulasi, cairan, perkemihan, pernapasan, muskuluskaletal,


neurosensory, kulit, istirahat dan tidur, status mental, komunikasi dan budaya,
kebersihan diri, perawatan diri sehari-hari dan data penunjang medis individu yang
sakit (Lab,radiologi, EKG, USG).
Pengkajian keluarga dengan masalah ispa menurut priedment ditemukan masalah :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan keluarga tentang ispa, anggapan bahwa ispa adalah
penyakit biasa yang bisa sembuh dengan sendirinya.
2) Ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan serta mengambil
tindakan yang tepat tentang ispa,berhubungan dengan :
a) Tidak memahami mengenai sifat berat dan meluasnya masalah ispa
b) Ketidakmampuan keluarga dalam memecahkan masalah, karena kurang
pengetahuan dan sumber daya keluarga, seperti latar belakang pendidikan dan
keuangan keluarga.
c) Ketidakmampuan keluarga memilih tindakan diantara beberapa alternative
pengobatan dan perawatan penyakit ispa.
d) Kurangnya kepercayaan terhadap petugas kesehatan dan kesalahan informasi
tentang ispa
3) Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan penyakit ispa.
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga menjaga kebersihan lingkungan rumah dan kerapian
lingkungan.
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga tentang pentingnya kesehatan bagi
keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga dari hasil pengkajian terhadapadanya masalah
dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-
fungsi keluarga dan koping keluarga baik bersifat aktual, resiko maupun sejahtera,
dimana perawat memiliki kewenangan dan tangguag jawab untuk melakukan tindakan
15

keperawatan bersama-sama dngan keluarga bisa dilihat dari buku North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) Riasmini (2017), yaitu sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan manajemen keluarga.
b. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan.
c. Perilaku kesehatan cenderung beresiko.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit ispa :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif.
b. Gangguan pertukaran gas.
c. Hipertermi.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi ataupun intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi, atau mengatasi masalah
kesehatan klien yang sudah diidentifikasi dan divalidasi pada tahap perumusan diagnosis
keperawatan, perencanaan disusun dengan penekanan pada partipasi klien, keluarga dan
koordinasi dengan tim kesehatan klien. Perencanaan mencakup penentuan prioritas
masalah, tujuan, dan rencana tindakan (Syawie, 2015).
Diagnosa :Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan :Setelah tindakan 3x24 jam bersihan jalan napas kembali efektif.
Keriteria hasil :
1) Mendemontasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih.
2) Menunjukkan jalan nafas yang paten.
3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan
nafas.
Tindakan :
1) Auskultasi suara nafas.
2) Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning.
3) Minta klien napas dalam sebelum suction.
4) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction.
5) Ajarkan keluarga melakukan suction.
Diagnosa : Gangguan pertukaran gas.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas.
16

Kriteria hasil :
1) Mendemontrasikan peningkatan ventilasi dan oksegenasi yang adekuat.
2) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda distress pernafasan.
3) Mendemontrasikan batuk efektif dan suara nafas yang efektif.
Tindakan :
1) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
2) Keluarkan secret dengan batuk atau suction.
3) Auskultasi suara napas adanya suara napas tambahan.
4) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, pengunaan otot, dan retraksi otot.
Diagnosa :Hipertermi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jamdiharapkansuhu tubuh
kembali normal.
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal.
2) Nadi dan RR dalam rentang normal.
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Tindakan :
1) Monitor suhu tubuh sesering mungkin.
2) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
3) Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila.
4) Kolaborasi dalam pemberian obat penurunan suhu tubuh.
4. Implementasi
Implementasi pada asuhan keperawatan keluarga dapat dilakukan individu dalam
keluarga dan anggota keluarga lainnya. Implementasi ditujukan kepada individu
meliputi :
a. Tindakan keperawatan langsung.
b. Tindakan kolabiratif dan pengobatan dasar.
c. Tindakan observasi.
d. Tindakan pendidikan kesehatan.
Implementasi yang dilakukan pada keluarga meliputi :
a. Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit ISPA.
b. Menjelaskan kepada keluarga tentang tanda dan gejala penyakit ISPA.
17

Berdiskusi bersama keluarga dalam mengambil keputusan.


Implementasi keperawatan penyakit ISPA
Diagnosa bersihan jalan nafas :
1) Mengauskultasi suara nafas.
2) Memastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning.
3) Meminta klien nafas dalam sebelum suction.
4) Memberikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction.
5) Mengajarkan keluarga melakukan suction.
Diagnosa gangguan pertukaran gas :
1) Mengidentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
2) Mengeluarkan secret dengan batuk atau suction.
3) Mengauskultasi suara nafas adanya suara nafas tambahan.
4) Mencatat pergerakan dada, amati kesimetrisan, pengunaan otot, dan retraksi otot.
Diagnosa : Hipertermi
1) Memonitor suhu tubuh sesering mungkin.
2) Memonitor tekanan darah, nadi dan RR.
3) Mengompres pasien pada lipatan paha dan aksila.
4) Berkolaborasi dalam pemberian obat penurunan suhu tubuh.
5. Evaluasi
Sesuai dengan tindakan yang diberikan, penilaian dan evaluasi diperlukan untuk
melihat keberhasilan, bila tidak atau belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang
sesuai.Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali
kujungan keluarga, untuk itu dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan waktu dan
kesediaan klien/keluarga. Tahapan evaluasi dapat dilakukan selama proses asuhan
keperawatan atau akhir dari pemberian asuhan keperawatan.
Menurut Priedment, hasil yang diharapkan pada pasien dengan ispa adalah sebagai
berikut :
1. Bersihan jalan nafas kembali efektif.
2. Tidak terjadinya gangguan pertukaran gas.
3. Suhu tubuh kembali normal.
18

D. Pendidikan Kesehatan
1. Definisi pendidikan kesehatan
Menurut (Notoadmodjo, 2012), pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan.
Secara umum adalah segala upaya yang di rencanakan untuk mempengaruhi orang lain,
baik individu, kelompok, atau masyarakat,sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan dan promosi kesehatan, dan batasan ini tersirat
unsur- unsur input (sarana dan pendidik dari pendidikan), proses, (upaya yang di
rencanakan untuk mempengaruhi orang lain), output, (melakukan apa yang diharapkan).
Hasil yang di harapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku
kesehatan, perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh
sasaran dari suatu promosi kesehatan.
Kesehatan adalah keadaan baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.Dan
menurut WHO yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan
dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan adalah keadaan
sempurna, baik fungsi maupun mental dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat.
Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam bidang
kesehatan, secara oprasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk
memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, praktek, baik individu, kelompok
atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri(Notoadmodjo, 2012).
2. Tujuan pendidikan kesehatan.
Menurut hasil sidang The President`t Committee on Health Education pada
tanggal 14 september 1971, tujuan pendidikan kesehatan adalah sebagai sarana yang
menjembatani kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktik kesehatan yang
memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu, sehingga dapat
menjaga dirinya menjadi lebih sehat,dengan menghindari kebiasaan buruk dan
membentuk kebiasaan yang menguntungkan kesehatan.
Sedangakn tujuan pendidikan kesehatan menurut UU Kesehatan No.23 Tahun
1992 maupun WHO yaitu meningkatkan derajat kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental, dan sosialnya
sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan disemua
19

program kesehatan baik pembrantasan penyakit menular, situasi lingkungan, gizi


masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.
3. Faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan.
a) Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat mempenngaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru
yang diterimanya. Makadapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikannya,
semakin mudah seorang menerima informasi yang didapatnya.
b) Tingkat sosial ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang semakinmudah pula dalam
menerima informasi baru.
c) Adat istiadat
Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat sebagai
sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
d) Kepercayaan masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang
yang sudah dikenal karena sudah ada kepercayaan masyarakat dengan
menyampaikan informasi.
Menurut (Notoadmodjo, 2012), promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab
terbentuknya prilaku tersebut Green yaitu:
1) Promosi kesehatan dalam faktor-faktor presdiposisi
Promosi kesehatan bertujuan untuk mengunggah kesadaran, memberikan atau
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakatnya.
2) Promosi kesehatan dalam faktor-faktor Enabling (Penguat)
Bentuk promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat
memberdayakan sarana dan prasarana kesehatan dengan cara memberikan
kemampuan dengan cara bantuan teknik, memberikan arahan, dan cara-cara
mencari dana pengadaan sarana dan prasarana.
3) Promosi kesehatan dalam faktor Reinforsing (Pemungkin)
Promosi kesehatan pada faktor ini bermaksud untuk mengadakan pelatihan
bagi tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan sendiri, dengan tujuan agar
20

sikap dan perilaku petugas dapat menjadi teladan, contohatau acuan bagi
masyarakat hidup sehat.
4. Media pendidikan kesehatan
Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang
pikiran, perasaan, kemauan audien, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar
pada dirinya(Mubarak dkk, 2006). Berdasakan fungsinya sebagai penyaluran pesan-
pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi tiga yaitu media cetak, media
elektronik, dan media papan (bill board).
5. Booklet
a. Definisi booklet
Booklet adalah cetakan dengan tampilan istimewa berbentuk buku.Booklet dapat
dipakai untuk menunjukan contoh-contoh karya cipta yang berhubungan dengan
produk, serta menggunakan bahasa sederhana, singkat dan mudah dipahami.
b. Fungsi booklet
Booklet tidak hanya berfungsi sebagai alat promosi saja, booklet juga dapat
dijadikan media penyebar informasi dan inspirasi, misalnyabooklet tentang para
penyintas kanker, booklet informasi beasiswa keluar negeri, booklet pecinta
lingkungan, dan lain-lain.
c. Keunikan booklet
Kemasannya yang ringkas menjadikan booklet semakin unik.Untuk booklet sebagai
sarana penyebar informasi dan edukasi, struktur penyusunannya pun mirip seperti
buku pada umumnya.Terdiri dari kata pengantar, daftar isi, isi, dan lain-
lain.Bookletsecara umum lebih memainkan peranan visual dibandingkan dengan
buku yang mengandung banyak tulisan. Hal ini dikarenakan fungsi booklet yang
memadukan prinsip book dan leaflet sehingga menjadi lebih atraktif.
d. Ukuran booklet
Variasi bentuk booklet yang beraneka ragam membuat ukuran kertas yang
digunakan beraneka ragam pula. Ukuran booklet sendiri menggunakan ukuran
kertas A4 (21 cm x 29,7 cm) dan Folio (21,5 cm x 33 cm). Jenis finishing yang
digunakan pun lebih bervariasi yaitu Spot UV, Vernish, dan Die Cut.
21

e. Kelebihan booklet
Ukuran booklet yang lebih simpel daripada buku ini membuatnya menjadi lebih
simpel untuk didistribusikan dan dibaca.Meskipun demikian, desain booklet yang
simple ini pun masih dapat memaparkan deskripsi gambar atau produk yang
dipaparkan.
22

BAB III

METODE STUDI KASUS


A. Jenis Studi Kasus
Jenis studi kasus yang digunakan dalam studi kasus ini adalah jenis studi kasus
deskriptif. Studi kasus yang menghasilkan data deskriptifberupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang tertentu dan perilaku yang diamati. Pada karya tulis ilmiah ini penulis
melakukan studi kasus penerapan pendidikan kesehatan dalam asuhan keperawatan keluarga
dengan anak ispa pada balita dengan menggunakanmedia booklet diwilayah
kerjaPuskesmasPerawatan Pintas Tuo.
B. Subyek Studi Kasus
Subyek studi kasus ini adalah keluarga dengan anak yang menderita ISPA pada balita
diwilayah kerja PuskesmasPerawatan Pintas Tuo.
C. Fokus Studi Kasus
Fokus studi kasus ini yaitu pendidikan kesehatan dengan media booklet, penerapan yang
dilakukan pada keluargadengan anak ISPA pada balita.
D. Definisi Operasional
Pendidikan kesehatan dengan media booklet, proses pemberian pendidikan kesehatan
tentang ISPA meliputi penatalaksanaandan pencegahan ISPA menggunakan media booklet.
E. Waktu dan tempat
Pengumpulandatadilakukan pada bulan Mei – Juni 2018 diwilayah kerja Puskesmas
PerawatanPintas Tuo Kabupaten Tebo.
F. Metode Pengumpulan Data
Sumber data dalam studi kasus ini menggunakan data primer menurut Saryono (2011),
disebut juga dengan data tangan pertama. Dikumpulkan langsung dari sumbernya.
Metode pengumpulan data antara lain :

1. Meminta izin ke pihak yang berwenang diPuskemas Pintas Tuo untuk melakukan
praktek komprehensif terhadap penyakit ISPA pada balita.
2. Mengidentifikasi keluarga yang memiliki masalah kesehatan yang berobat ke poli anak
di Puskesmas Pintas Tuo.
23

3. Melakukan informant consent pada keluarga yang bersedia untuk dibina dan dibantu
dalam mengatasi masalah kesehatan.
4. Melakukan pengumpulan data dengan wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, dan
menggali pengetahuan anggota keluarga tentang masalah kesehatan penyakit ISPA.
5. Menetapkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan manajemen kesehatan dikeluarga
tentang penyakit ISPA dan gangguan pola tidur. Kemudian menetapkan prioritas
masalah yang dihadapi keluarga.
6. Merencanakan dan melaksanakan tindakan fokus pada upaya meningkatkan pengetahuan
anggota keluarga tentang penyakit ISPAyaitu penerapan pendidikan kesehatan dengan
media booklet.
7. Menyusun laporan hasil studi kasus penerapan pendidikan kesehatan dengan media
booklet pada anggota keluarga.
G. Penyajian Data
Penyajian data disampaikan secara deskriptif untuk menggambarkan hasil dari penerapan
pendidikan kesehatan dengan media booklet.
H. Etika Penelitian Kasus
Studi kasus ini diawali dengan meminta izin kepada pihak berwenang Puskesmas Pintas
Tuo, dengan membawa surat rekomendasi dari Institusi Poltekkes Kemenkes Jambi dengan
segala pertimbangannya. Kemudian menjelaskan kepada responden tentang studi kasus agar
responden bersedia untuk menjadi objek studi kasus, memperkenalkan diri, menyebutkan
asal institusi, serta, menjelaskan kepada responden tujuan dari studi kasus, serta menjelaskan
jadwal kunjungan selama studi kasus berlangsung.
Etika penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini adalah :
1. Anominity (tanpa nama)
Peneliti melindungihak-hakdan privasirespondenPenelititidak mencantumkan nama
respondenuntuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya menggunakan inisial
sebagai identitas.
2. Confidentiality (kerahasiaan)
Semua informasi yang diberikan responden kepada peneliti akan tetap dirahasiakan.
Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dan informasi yang
diberikannya.Semua catatan dan data responden disimpan di file berpassword sebagai
dokumen penelitian.
24

3. Self determination
Responden diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan apakah bersedia atau tidak
untuk mengikuti kegiatan penelitian, setelah semua informasi yang berkaitan dengan
penelitian dijelaskan dengan menggunakan informed consent yang disediakan.Subjek
harus diperlakukan secara manusiawi,subjek mempunyai hak memutuskan apakah
mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan
berakibat terhadap kesembuhannyajika mereka seorang klien.
4. Privasi(Kerahasiaan)
Merupakanjaminandalampenggunaan responden penelitian yang
mempunyaihakuntukmeminta bahwadatayang diberikan harus dirahasiakan.
25

BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus
1. Pengkajian
Keluarga Bp.G beranggota lima orang yang terdiri dari Bp.G yang berumur 33
tahun, Ibu.Y 30 tahun, anak tertua An.R 12 tahun,anak kedua An.F 7 tahundan An.S yang
paling bungsu berumur 7 bulan.Masalah kesehatan keluarga Bp.G yang menonjol saat ini
adalah An.S yang sedang mengidap penyakit ISPA dengan keluhan demam, filek, disertai
dengan batuk berdahak.Pelaksanaan lima tugas keluargamengenal masalah kesehatan
keluarga Bp.G kurangnyamengetahui apa penyebab dan bagaimana pencegahan ISPA,
biasanya saat An.S sakit segera diobati dengan obat herbal, jika tidak kunjung sembuh
An.Sbaru dibawa ke tempat fasilitas kesehatan terdekat.
Disaat pengkajian pada tanggal 05 Juni 2018 diketahui Bp. G mengatakan An.S
mengalami batuk dan filek sudah dua hari yang lalu. Keadaan rumah Bp.G didataran
rendah dengan kondisi lingkungan yang cukup lembab, adapun keadaandidalam rumah
Bp.G kurang penerangan dikarenakan tinggal ditempat penduduk yang cukup padat.
Bp.G belum mampu memodifikasi lingkungan yang baik dan nyaman untuk kesehatan.
Dari hasil pemeriksaan fisik, yaitu status kesehatan umum klien, keadaan umum
klien terlihat baik dengan kesadaran chomposmentis dan GCS 15 (E: 4, V: 5, M: 6). Saat
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil N: 99x/ i RR: 30x/ i S: 39 0C.
Pemeriksaan fisik head to toe didapatkan hasil kulit kepala bersih, warna rambut hitam
keputihan, mata simetris kiri dan kanan, kelopak mata normal, pergerakan mata normal,
hidung bersih dan tidak ada polip, telinga bersih dan tidak ada serumen, mulut bersih
tidak ada sariawan, gigibersih tidak adacaries.Tidak ada nyeri tekan dan benjolan simetris
kiri dan kanan, leher dahi terasa panas.
2.Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan dengan ketidaktahuan,
ketidakmampuan dan ketidakmauan keluarga dalam penangan penyakit ISPA, penulis
menyusun dan merumuskan dua diagnosa berdasarkan data yang telah diperoleh dari
keluarga adalah ketidakefektifan manajemen kesehatan dikeluarga tentang ISPA
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal gejala ISPA, ditandai dengan
26

keluarga mengatakan An S Cuma mengalami demam, batuk filek biasa. Gangguan pola
tidur berhubungan dengan filek dan batuk di tandai dengan keluarga mengatakan An S
sering tebangun di malam hari jika batuk An S sulit tidur yang menjadi prioritas masalah
adalah ketidakefektifan manajemen kesehatan dikeluarga tentang ISPA berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga mengenal gejala ISPA.
3. Intervensi Keperawatan.
Intervensi keperawatan yang penulis susun adalah sebagai berikut :
ketidakefektifan manjemen kesehatan dikeluarga Bp.G tentang penatalaksanaan penyakit
ISPA pada An.S. Keluarga tidak mengenal masalah kesehatan, tidak mampu mengambil
keputusan, tidak mampu merawat keluarga yang sakit, tidak mampu memodifikasi
lingkungan, tidak mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan,
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada keluarga Bp.G dengan penyuluhan
melalui media booklet tentang tanda dan gejala penyakit ISPA. Diskusikan bersama
keluarga dalam mengambil keputusan.Dampak lanjut dari penyakit ISPA tidak bisa
ditangani dengan obat herbal. Dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga diharapkan keluarga mengerti tentang penyakit ISPA menjadikannya sumber
pengetahuan bagi keluarga dalam menerapkan pendidikan kesehatan sehari-hari bertujuan
untuk pencegahan penyakit ISPA itu sendiri agar tidak terulang kembali.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan pada keluarga Bp.G yaitu memberi pendidikan kesehatan
dengan menggunakan media booklet. Pada tanggal 06 Juni 2018 pukul 09:00 WIB
pagidatang kerumah keluarga Bp.G. Menjelaskan kepada keluarga tentang pengertian
ISPA, tanda dan gejala ISPA, penyebab ISPA, pencegahan ISPA, dan penatalaksanaan
ISPA pada saat pemberian pendidikan kesehatan dengan metode ceramah yang hadir
adalah Ibu.Y serta keluarga terdekat yang lainnya, tujuan dari pemberian pendidikan
kesehataninidiharapkan keluarga bisa mengenal masalah kesehatan pada anak dengan
ISPA
5. Evaluasi
Didapatkan hasil evaluasi pada jam 09:45 WIB data subyektif anggota keluarga
yang mengerti terhadap pendidikan kesehatan yang telah diberikan, dan data objektif
keluarga mampu mengulangi pendidikan kesehatan yang telahdiberikan serta berdasarkan
respon kognitif.
27

Evaluasi tanggal 07 Juni 2018 jam 09:00 berdiskusi dengan keluarga tentang
penyakit ISPA yang telah dijelaskan pada hari sebelumnya. Berdiskusi dengan keluarga
dalam mengambil keputusan jika ada anggota keluarga yang sakit dan mengetahui
dampak jika penyakit tersebut tidak segera diobati.
Didapatkan hasil evaluasi pada jam 09:25 data subyektif keluarga mengatakan
mengerti dengan pendidikan kesehtan yang telah diberikan. Data objektif anggota
keluarga mampu mengulang pendidikan kesehatan yang telah diberikan serta berdasarkan
respon verbal.
Evaluasi pada jam 10:50 data subyektif keluarga mengerti terhadap pendidikan
kesehatan yang telah diberikan, data objektif keluarga mampu mengulangi pendidikan
kesehatan yang telah diberikan berdasarkan respon psikomotor.
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada keluarga Bp.G dengan pendidikan
kesehatan menggunakan media booklet didapatkan hasil pada tanggal 08 Juni 2017,
keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan pencegahan
penyakit ISPA, keluarga mampu mengambil keputusan dengan membawa anaknya
berobat ke Puskesmas Perawatan Pintas Tuo. Serta keluarga mengerti bagaimana cara
pemeliharaan rumah, dan merapikan lingkungan rumah, dari semua implementasi yang
dilakukan oleh penulis, keluarga mengerti dan mampu menerapkan pendidikan kesehatan
mengenai penyakit ISPA pada anak baik dari respon kognitif, verbal dan psikomotor.

B. Pembahasan
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai rencana yang telah disusun selama
tiga hari dari tanggal 06 Juni 2018 – 08 Juni 2018.Pelaksanaan tindakan difokuskan pada
anggota keluarga Bp.G yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit ISPA
dengan menggunakan media booklet.Pada setiap kali pertemuan dilakukannya
identifikasi keluarga tentang penyakit ISPA yang telah dijelaskan.
Penyebarluasan informasi dengan menggunakan media visual seperti booklet,
poster, lembar balik dalam penelitian dan pendidikan kesehatan telah banyak dilakukan
dan menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh
Yusyaf (2011) menunjukkan bahwa adanya peningkatan pengetahuan keluarga setelah
diberikan pendidikan kesehatan dengan media lembar balik pada kelompok eksperimen.
Media audiovisual memberikan rangsangan melalui mata dan telinga. Media audiovisual
28

yang menarik dapat menarik perhatian individu dan pesan yang disampaikan akan lebih
mudah untuk dipahami.
Setelah dilakukan tindakan pemberian pendidikan kesehatan selama 3 hari dengan
media booklet, anggota keluarga Bp.G mampu menyebutkan pengertian ISPA, tanda dan
gejalaISPA,penyebab ISPA, pencegahan ISPA, penatalaksanaan ISPA
danmengambilkeputusan untuk membawa anaknya berobat ke Puskesmas serta
memelihara lingkungan rumah.
Mengatasi penyakit ISPA tersebut tidak cukup hanya dengan menguasai pengobatan
maupun penanganan saja, tetapi dibutuhkan suatu pengetahuan yang cukup tentang faktor
penyebab ISPA sehingga dapat dilakukan upaya preventif untuk mencegah ISPA pada keluarga.
Ibu adalah salah satu komponen dari keluarga. Kebanyakan Ibu menganggap ISPA merupakan
penyakit biasa yang sering timbul dan tidak berbahaya serta bisa menghilang dengan sendirinya,
padahal apabila ISPA tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian (Widoyono, 2011).
Tercapainya keluarga sehat yang dilandasi pengetahuan yang baik dapat
menimbulkan kesadaran diri untuk memelihara lingkungan, mencegah penyakit dan
mempertahankan kesehatan. Keluarga dapat menciptakan lingkungan yang sehat untuk
anggota keluarganya sehingga dapat mencegah berbagaimacam penyakit. Menurut Taylor
(2002),sanitasi rumah dan lingkungan erat kaitannyadengan angka kejadian penyakit
menular,terutama Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA).
Menurut (Notoadmodjo, 2010)pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan,secara
umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik
individu, kelompok, atau masyarakat,sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan dan promosi kesehatan, dan batasan ini tersirat unsur- unsur input
(saranapendidik dari pendidikan), proses(upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain), output(melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu
promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, perilaku untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari suatu promosi kesehatan.
Memberikan Metode Booklet kepada keluarga terutama pada ibu dapat digunakan sebagai
alternatif metode pendidikan kesehatan promotif dan preventif dalam pencegahan ISPA di
Puskesmas. Perawat diharapkan dapat menambah inovasi dalam memberi pendidikan kesehatan
pada ibu untuk mencegah ISPA yaitu dengan metode Booklet.
29

C. Keterbatasan
Kendala yaitu kurangnya mendapatkan Informasi tentang penanggulangan dan pencagahan
penyakit inspeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang diterima oleh keluarga tidak bisa optimal
karena kemampuan dalam memfokuskan perhatian dan menerima informasi yang dipengaruhi
oleh kesibukan bekerja dan pendidikan.
30

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Data fokus yang ditemukan pada pada keluarga Bp.G dengan kasus ISPA adalah
ketidaktahuan tentang gejala dan tanda-tanda penyakit ISPA.
2. Diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan manajemen kesehatan dikeluarga Bp.G
tentang penyakit ISPA.
3. Intervensi keperawatan dengan kasus ISPA pada anak dengan tujuan umum ditetapkan
selama 4 hari dan rencana tindakan keperawatan pada kasus yaitumemberikan
penjelasan tentang pengertian, tanda dan gejala, pencegahan, pengambilan keputusan,
pemeliharaan rumah serta memberikan penjelasan tentang makanan apa saja yang
tidak boleh dikonsumsi pada penderita ISPA.
4. Implementasi keperawatan seluruhnya mengacu pada perencanaan keperawatan yang
ada pada tujuan teori meliputi:penjelasan tentang pengertian, tanda gejala, pencegahan,
pengambilan keputusan, pemeliharaan rumah dan makanan apa saja yang tidak boleh
dikonsumsi pada penderita ISPA.
5. Evaluasi keperawatan pada pasientelah tercapai dengan hasil keluarga mampu
mengenal masalah ISPA baik dari pengertian, tanda gejala, pencegahan, pengambilan
keputusan, pemeliharaan rumah dan masakanapa saja yang tidak boleh dikonsumsi
pada penderita ISPA.
B. Saran
Demi meningkatkan dan memaksimalkan dibidang kesehatan penulis menyarankan
sebagai berikut :
1. Bagi keluarga
Hendaknya keluarga dapat mengambil keputusan dalam masalah kesehatan yang
dihadapi dan berperan aktif dalam pencegahan penyakit ISPA, sehingga lingkungan
sekitar bisa terbebas dari penyakit ISPA.
2. Bagi Puskesmas dan tenaga kesehatan lain
Perawat diharapkan dapat menambah inovasi dalam memberi pendidikan kesehatan pada ibu
untuk mencegah ISPA yaitu dengan metode Booklet. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat memperbaiki penelitian ini untuk melakukan penelitian dengan menggunakan kelompok
kontrol, dan meneliti faktor–faktor lain yang mempengaruhi perilaku
31
32

PENERAPAN PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM ASUHAN


KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANAK ISPA
PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS
PERAWATAN PINTAS TUO
TAHUN 2018

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan


Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Keperawatan

SUHERMEN
NIM : PO.71.20.0.17.4322

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI
JURUSAN PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
33
34

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Suhermen

NIM : PO.71.20.0.17.4322

Program Studi : Diploma III Keperawatan

Institusi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwaKarya Tulis Ilmiahyang saya tulis ini adalah benar-benar
merupakan hasilkaryasendiri dan bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiranorang
lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Jambi, 2018

Pembuat Pernyataan

Suhermen
NIM : PO.71.20.0.17.4322

Mengetahui :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Mursidah Dewi, SKM,M.Kep Rusmimpong, S.Pd,M.Kes


NIP : 197810282000122003 NIP : 196703011998031002
35

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Oleh SUHERMEN NIM PO.71.20.0.17.4322 dengan judul “PENERAPAN
PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
DENGAN ANAK ISPA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PINTAS TUO TAHUN
2018”telah dipertahankan dan disahkan lulus oleh tim penguji karya tulis ilmiah Program Studi
Dlll Keperawatan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi pada
tanggal,...........................2018

TIM PENGUJI

PENGUJI KETUAPENGUJI ANGGOTA I,PENGUJI ANGGOTA II,

Wittin Khairani, S.Pd,MPH Mursidah Dewi, SKM,M.KepRusmimpong, S.Pd,M.Kes


NIP : 197011211996032001 NIP : 197810282000122003NIP : 196703011998031002

MENGETAHUI,
KETUA JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

ERNAWATI, S.Kp,M.Kep
NIP : 19690723199503 2 001

KATA PENGANTAR
36

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“PENERAPAN PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
KELUARGA DENGAN ANAK ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA
PUSKESMAS PINTAS TUOTAHUN 2018”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Asmuni, HS., SKM,MM selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Jambi.
2. Kepala Puskesmas Pintas Tuo.
3. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep selaku ketua jurusan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi
yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Poltekkes Kemenkes Jambi
Jurusan Keperawatan.
4. Ibu Gusti Lestari H, A.Per.Pend,M.kes selaku ketua program studi DIII Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi Jurusan Keperawatan.
5. Ibu DR.Solha Elrifda, Spd,M.Kes selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan
dukungan moril selama di kampus Poltekkes Kemenkes Jambi Jurusan Keperawatan.
6. Ibu Mursidah Dewi, SKM,M.Kep selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing
dengan baik memberikan masukan-masukan, inspirasi dalam bimbingan serta
memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
7. Bapak Rusmimpong, S.Pd,M.Kes selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan dan masukan yang membantu menyempurnakan tulisan dalam studi kasus ini.
8. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jambi yang telah
turut serta memberikan bimbingan dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
9. Kedua orang tua saya dan keluarga tercinta yang telah memberikan semangat, dukungan
secara moril maupun materil serta do’a sehingga saya bisa menyelesaikan pendidikan di
Poltekkes Kemenkes Jambi Jurusan Keperawatan.
10. Sahabat saya serta orang teristimewa bagi saya Ahmad Darwis H, Andika Saputra,
Bustomi, Armailis, Julius, Endang Herawati, Ahmad Jangcik dan Teman-teman angkatan I
RPL DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jambi yang telah banyak memberikan
37

motivasi dan semangat dalam penyusunan studi kasus ini. Teman-teman seperjuangan yang
tidak bisa disebutkan satu-persatu yang saling memberi semangat serta dorongan untuk
bersama-sama menyelesaikan Pendidikan di kampus Poltekkes Kemenkes Jurusan
Keperawatan.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan
dan kesehatan.Aamiin.

Penulis,

Suhermen

Program Studi DIII Keperawatan Jurusan Keperwatan Polteknik Kesehatan Kemenkes Jambi.
38

Penerapan pendidkan kesehatan dalam asuhan keperawatan keluarga dengan ispa pada anak
balita diwilayah kerja Puskesmas Perawatan Pintas Tuo Tahun 2018.

Suhermen (2018).

Mursidah Dewi, SKM,M.Kep, Rusmimpong, S.Pd,M.Kes

ix + hal 41 + 8 lampiran
ABSTRAK
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang di sebabkan infeksi jasad
renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru.Faktor
lingkungan dilihat dari pencemaran udara rumah, kepadatan hunian, kelembaban, kebersihan,
dan musim.Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerapan pendidikan
kesehatan dengan media booklet pada keluarga dengan masalah ISPA pada balita di wilayah
kerja PuskesmasPerawatan Pintas Tuo. Studi kasus dilakukan pada bulan Mei – Juni20018.
Hasil studi kasus di peroleh data meningkatnya pengetahuan dan manajemen kesehatan keluarga
tentang penyakit ISPA pada balita. Kesimpulan penerapan pendidikan kesehatan dengan media
booklet cukup efektif dalam menambah tingkat pengetahuan dan manajemen kesehatan keluarga,
penulis dapat menerapkan pendidikan kesehatan dengan media booklet sebagai salah satu cara
dalam pencegahan dan penatalaksanaan pada penderita ISPA.

Kata kunci : ISPA, Pendidikan Kesehatan, Booklet


Daftar pustaka : 10 (1996-2012)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


39

Nama : Suhermen

Tempat/Tanggal Lahir : Sungai Bengkal, 22 Mei 1972

Status : Kawin

Nama Ayah : Zainudin (Alm)

Nama Ibu : Syamsinar

Alamat : RT 02, Pintas Tuo Kecamatan Muara Tabir

Kabupaten Tebo, Jambi

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SDN No 60/II Sungai Bengkal : Tahun Ajaran 1980 – 1986


2. SMP Negeri Sungai Bengkal : Tahun Ajaran 1986 – 1989
3. SPK Yayasan Setih Setio Muara Bungo : Tahun Ajaran 1989 – 1992
4. Poltekkes Kemenkes Jambi Jurusan Keperawatan : Tahun Ajaran 2017 – 2018

DAFTAR PUSTAKA
40

Depkes RI.(2003). penyakit ISPA. Jakarta : EGC

Depkes RI.(2002). penyakit ISPA. Jakarta : EGC

Depkes RI.(2007). penyakit ISPA. Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan Jawa Timur. (2010). Profil Kesehatan Jawa Timur.SurabayaRasmaliyah.


2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Universitas
Sumatra Utara.Online http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3775/1/fkm-
rasmaliah9.pdf. Diakses tanggal 17 April 2018

Hartono, dkk. (2012). Gangguan pernafasan pada anak : ISPA.Yogyakarta : Nuha Medika.

Hidayat, dkk.(2008).Pengantar ilmu keperawatan anak I. Jakarta : Salemba Medika.

Maulana, D.J, dkk..(2009). Promosi kesehatan.Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Notoatmodjo, dkk.(2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta timur : Rineka
Cipta

Sudiharto, (2007) Asuhan keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan Keperawatan


Transkultural.Jakarta:EGC

Wahab.S, dkk.(1996). Ilmu keperawatan anak nelson vol. II.Jakarta : Buku Kedokteran : EGC

WHO.(2007). Indoor Air Pollution from Solid Fuels and Risk of Low Birth Weight and
Stillbirt. Geneva: World Health Organization.

A. Definisi ISPA
41

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini di
adaptasi dari istilah dalam bahasa inggris acute respiratory infections (ARI) istilah ISPA
meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut.Infeksi adalah masuk dan
berkembangnya agent infeksi pada jaringan tubuh manusia yang berakibat terjadinya
kerusakan sel atau jaringan yang patologis.Saluran pernafasan adalah organ mulai dari
hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga
tengah dan pleura.Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung
sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda dan gejala akut akbat infeksi terjadi disetiap
bagian pernafasan tidak lebih dari 14 hari.
Menurut Alsagaff dkk.Ispa adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun
bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau disertai
radang parenkim paru.
Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang terutama mengenai struktur
Saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini mengenai bagian
saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan.Gambaran patofisiologisnya
meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya
sekresi mucus, dan perubahan struktur dan fungsi liare (Nelson Textbook of
Pediatrics1996).
42

B. Klasifikasi ISPA

a. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi


1) Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti filek, sinusitis.
2) Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan
alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti epiglotis,
laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, briokiolitis, dan pneumonia.
b. Klasifikasi ISPA Pada Balita
1) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan
sianosis sentral, tidak dapat diminum, adanya penarikan dinding dada, anak
kejang dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding dada,
tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat diminum.
3) Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa
penarikan dinding dada. Pernafasan cepat adalah 40 kali per menit atau lebih
pada usia 12 bulan hingga 5 tahun.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas) tanpa
pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
43

C.Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia.Bakteri penyebab ISPA misalnya dari genus Streptococus, Haemophylus,
Stafilococcus, Peneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium.Virus penyebab
ISPA antara lain grup mixovirus (virus influenza paraininfluenza, respiratory
syncytialvirus), Enterovirus (enterovirus, virus Epstein-Barr. Jamur penyebab ISPA
antara lain Aspergillus sp Candida albicans, Blastomyces dermatidis, Histoplasama
capsulaion, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans. Selain itu juga ISPA
dapat disebabkan oleh karna inspirasi asap kendaraan bermotor, Bahan bakar
minyak/BBM biasanya minyak tanah dan, cairan ammonium pada saat lahir.

D. Gejala ISPA
Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala
seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorakan, pilek, sakit telinga dan demam.

a. Gejala dari ISPA ringan


44

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan


satu atau lebih gejala- gejala sebagai berikut:
1) Batuk serak, yaitu anak bersuaa parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
2) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
3) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oc .

b. Gejala dari ISPA sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

a. Pernafasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dari
kelompok umur 2 bulan <5 tahun frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk
umur 2- <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5
tahun.
b. Suhu lebih dari 390c (diukur dengan thermometer).
c. Tenggorokan berwarna merah.
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
45

e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.


f. Pernafasan mendengkur.

E. Cara Penularan Penyakit ISPA

Penularan penyakit ISPA terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease.

Penularan melalui udara di maksudkan adalah cara penularan yang terjadi pada kontak
dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui
udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang
sebagian besar penularannya adalah karna menhisap udara yang mengandung unsur penyebab
atau mikroorganisme penyebab adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol
yakni suatu suspensi yang melayang diudara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau
hanya sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada dua,
yakni droplet nuclei dan dust.

Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet yang mengering.
Pembentukanna dapat melalui berbagai cara, antara lain dengan melalui epavorasi droplet
yang dibatukkan atau yang dibersinkan ke udara. Droplet nuclei juga dapat terbentuk dari
aeorolisasi materi-materi penyebab infeksi di dalam laboratorium..Karena ukurannya yang
sangat kecil, bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama dan dapat
diisap dalam waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan.
46

Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari suspensi
partikel yang menempel dilantai, ditempat tidur serta yang tertiup angin bersama debu
lantai/rumah.

E. Epidemiologi Penyakit ISPA


Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit
ISPA serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya.

G. Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA


ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak.Daya tahan
tubuh anak berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum
kuat. Apabila didalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak
akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses
penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat.Dalam setahun seorang anak rata-rata
bisa mengalami 3 - 6 kali penyakit ISPA.
Di Indonesia, ISPA menempati urutan pertama penyebeb kematian pada
kelompok bayi dan balita. Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional 2001
menunjukkan bahwa proporsi ISPA sebagai penyebab kematian bayi adalah 27,6%
sedangkan proporsi ISPA sebagai penyebab kematian anak balita 22,8%

H. Pencegahan Penyakit ISPA


47

a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)


Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan
(healthpromotion) dan pencegahan khusus (specific protection) terhadap penyakit
tertentu. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu:
1) Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan
dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat
meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat
berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan
imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan
lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.
2) Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka
kesakitan (insiden) pneumonia.
3) Usaha dibidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A.
4) Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat lahir rendah.
Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi di dalam maupun di luar rumah.

b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini
mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan untuk kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun
dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :
1) Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik
dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6 jam. Apabila
pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3 - 5 hari), pemberiannya diubah
menjadi kloramfenikol oral, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-
hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.
2) Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan
memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit
selama 3 hari, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati pada
pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.
3) Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol,
ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari,
48

nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah, obati demam, obati mengi,
nilai ulang setelah 2 hari.
4) Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik sebaiknya
tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam,
nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah. Pneumonia Persisten: rawat
(tetap opname), terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol dosis tinggi
untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif,
penilaian ulang.

c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak
bertambah parah dan mengakibatkan kematian.
1) Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian
kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan
kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.
2) Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin
dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzilpenisilin
kemudian periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak
masih menunjukkan tanda pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik
maka cari penyebab pneumonia persistensi.
3) Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya
tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan
membaik. Nilai kembali dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat
penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan
ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika
anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau
tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.

I. Penatalakanaan penyakit ispa


49

1) Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak tidak berhubungan dengan penderita ISPA.

2) Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain :


a. Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari.
b. Meningkatkan makanan bergizi.
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum minimal 8 gelas perhari.
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih.
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalalu ketat.
50

Pengobatan antara lain :


a) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan paracetamol atau
kompres, bayi di bawah dua bulan dengan demam harus segera dirujuk.
b) Mengatasi batuk, dianjurkan memberikan obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok the dicampur dengan
kecap atau madu ½ sendok teh diberikan tiga kali sehari.

Anda mungkin juga menyukai