Anda di halaman 1dari 57

ayu syah putri

Rabu, 30 Oktober 2013


Contoh PROPOSAL PENELITIAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunisasi adalah suatu cara intervensi yang paling efektif dalam

menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan bayi. Angka kematian bayi

(AKB) merupakan salah satu parameter utama ukuran kesejahteraan masyarakat

pedal umumnya dan kesehatan anak pada khususnya. Sampai saat ini Indonesia

masih termasuk kategori negara dengan AKB yang tinggi bahkan tertinggi di

negara ASEAN dibanding dengan negara maju. AKB sebagai permasalahan yang

serius sehingga ada upaya pencegahan primer yang mendasar dan merupakan

kegiatan rutin seperti pendeteksian kelainan janin dalam rahim, imunisasi pada ibu

hamil, bayi, dan bayi (Anonim, 2007).

Salah satu indikator kesehatan suatu bangsa ialah derajat kesehatan anak,

yang biasanya diukur melalui angka kematian anak, cakupan imunisasi dan

parameter-parameter lainnya. Masalah imunisasi tentu menjadi fokus utama, di

samping penyakit-penyakit lain seperti talasemia dan purpura trombositoponik

idiopatik.
Program imunisasi merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib

disediakan dan diselenggarakan pemerintah. Istilah wajib muncul karena program

imunisasi merupakan pelayanan yang domain rendah dan memiliki dampak

terhadap orang lain (externality) yang besar. Dengan demikian, ketersediaan

berarti pemerintah harus menyediakan tenaga andal dan cukup dalam melakukan,

imunisasi, alat cukup sesuai dengan standar teknis, dana (investasi, operasional,

dan pemeliharaan) cukup, dan vaksin yang cukup (Muhlil R, 2005).

Laporan UNICEF yang dikeluarkan terakhir menyebutkan bahwa 27 juta

anak bayi dan 40 juta ibu hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan

layanan imunisasi rutin. Akibatnya, penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin ini

diperkirakan menyebabkan lebih dari dua juta kematian tiap tahun. Angka ini

mencakup 1,4 juta anak bayi yang terenggut jiwanya (UNICEF, 2000).

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC,

Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah

sa9tu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada bayi di Indonesia adalah

akibat PD3I. Agar target nasional dan global untuk mencapai eradikasi, eliminasi

dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan

tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan

masyarakat) yang tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi

yang tinggi dan merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I

(Depkes, 2007).
Imunisasi di Indonesia secara teratur dimulai sejak tahun 1956 sehingga

Indonesia dinyatakan bebas cacar oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada

tahun 1974. Tahun 1977 WHO memulai program imunisasi yang di Indonesia

disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Pemerintah sebenarnya tidak

mewajibkan berbagai jenis imunisasi harus dilakukan semua. Hanya lima jenis

imunisasi pada anak di bawah satu tahun yang harus dilakukan, yakni BCG

(bacillus calmette-guerin), DPT (difteri pertusis tetanus), polio, campak, dan

hepatitis B.

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya

merupakan prediksi terhadap cakupan atas imunisasi lengkap pada sekelompok

bayi. Bila cakupan UCI tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau

bayi terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Dalam hal ini pemerintah mentargetkan pencapaian UCI pada wilayah

administrasi Desa/Kelurahan.

Imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dengan melaksanakan

imunisasi cacar di pulau Jawa. Kegiatan ini telah berhasil membasmi penyakit

cacar di Indonesia, sehingga pada tahun 1974 Indonesia dinyatakan telah bebas

penyakit cacar oleh WHO. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dimulai sejak

tahun 1977 dengan pemberian vaksin BCG, DPT dan TT. Pada tahun 1980

dikembangkan vaksin polio dan terakhir vaksin campak pada tahun 1982.

(www.temporaktif.com,2008)

Program imunisasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1956 dengan

melaksanakan vaksinasi cacar di pulau Jawa, hingga Indonesia dinyatakan bebas


cacar oleh WHO pada tahun 1974. Dengan keberhasilan tersebut maka sejak itu

dilakukan pula vaksinasi Toxoid Tetanus untuk ibu hamil tahun 1974. Vaksinasi

DPT dimulai tahun 1976,vaksinasi BCG di tahun 1978. Pengembangan program

imunisasi (PPI) secara resmi dimulai tahun1977. Vaksinasi polio dan campak

mulai dikembangkan pada tahun 1980, hingga pada tahun 1982 program

imunisasi telah mencangkup enam jenis antigen yaitu : BCG, DPT, Polio, dan

Campak. Pada tahun 1995-1997 diadakan pekan imunisasi Nasional (PIN) ,

diharapkan setiap balita termasuk bayi baru lahir di seluruh Indonesia

mendapatkan imunisasi. Pada tahun 1995 PIN hanya memberikan vaksin polio,

akan tetapi pada tahun 1996 dan 1997 juga diberikan imunisasi polio dan campak

pada balita dan imunisasi TT pada ibu hamil dan ibu balita. Dengan tujuan agar

mengurangi angka kematian bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PB3I) dan tujuan khusus adalah tercapainya Universal Child

Immunization (UCI) di tiap kecamatan, tercapainya eliminasi Tetanus Neonatorum

(insiden di bawah 1 per 10.000 kelahiran hidup) di seluruh Indonesia dan reduksi

campak pada tahun 2000.(Nadhrin, 1995). Berdasarkan profil kesehatan provinsi

Sulawesi Selatan tahun 2006 cakupan imunisasi telah mencapai UCI selama 5

tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2002 sebesar 88,90%, pada tahun 2003

sebesar 91,70%, pada tahun 2004 sebesar 92,51%, pada tahun 2005 sebesar

96,76% dan pada tahun 2006 sebesar 88,30%. (DinKes, 2007)

Berdasarkan evaluasi di lapangan ternyata pelaksanaan imunisasi selama

ini dianggap belum memadai dilihat dari masih meningkatnya penyakit menular

yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti : Tetanus Neonatorum,


Campak, Difteri, Pertusis, Hepatitis. Secara nasional angka insiden Tetanus

Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus (CFR 56%), Campak tahun

2003 sebanyak 2.914 kasus (CFR 0,34%), Difteri tahun 86 kasus (CFR 23%),

Pertusis pada tahun 2003 sebanyak 2.788 kasus dan Hepatits periode 2000-2003

sebanyak 29.597 kasus. Sedangkan Sulawesi Selatan sendiri angka insiden

Tetanus Neonatorum pada tahun 2005 8 kasus (CFR 5 orang), Campak tahun 2005

sebanyak 445 Orang, Difteri tahun 2005 sebayak 109 kasus, Pertusis 2005 1 kasus

dan tahun 2006 16 kasus, sedangkan Hepatitis pada tahun 2004 sebanyak 700

kasus. (DinKes,2007).

Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena

penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan

kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah

pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan

menjadi halangan yang besar jika pendidikan yang memadai tentang hal itu

diberikan.

Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting,

karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang

pendidikan dan pengetahuan ibu. Pendidikan dan pengetahuan ibu akan

mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat

mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian, pemahaman dan

kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan jadi halangan yang

besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan.

(Arsunan, 2006)
Selain peran orang tua juga tidak dapat dipungkiri bahwa hampir semua

kegiatan pelayanan Posyandu tidak akan berjalan dengan baik tanpa kehadiran

kader sebagai tenaga sukarela. Kader inilah sebenarnya yang menjadi rohnya

Posyandu. Peran kader pada hari buka Posyandu sangat besar karena lancar

tidaknya penyelenggaraan kegiatan Posyandu ditentukan sejauhmana kemampuan

dan keaktifan kader melaksanakan fungsinya serta membangun kerjasama baik

sesama kader maupun terhadap pembina dan kelompok sasaran Posyandu.

Mengingat begitu strategisnya keberadaan kader maka untuk lebih optimalnya

dalam memberikan pelayanan, pemerintah memprogramkan pemberian pelatihan

kader. (Bapenas, 2008)

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih ada Posyandu yang

mengalami keterbatasan kader, yaitu tidak semua kader aktif dalam setiap

kegiatan Posyandu sehingga pelayanan tidak berjalan lancar. Keterbatasan kader

disebabkan adanya kader drop out karena lebih tertarik bekerja di tempat lain

yang memberikan keuntungan ekonomis, kader pindah karena ikut suami, dan

juga setelah bersuami tidak mau lagi menjadi kader, kader sebagai relawan merasa

jenuh dan tidak adanya penghargaan kepada kader yang dapat memotivasi mereka

untuk bekerja dan faktor-faktor lainnya seperti kurangnya pelatihan serta adanya

keterbatasan pengetahuan dan pendidikan yang seharusnya dimiliki oleh seorang

kader, karena berdasarkan penelitian sebelumnya kader yang direkrut oleh staf

Puskesmas kebanyakan hanya berpendidikan sampai tingkat SLTA dengan

pengetahuan yang sangat minim dan umumnya tidak bekerja (Nain, 2008).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Takalar diperoleh jumlah

kader Posyandu 4079 yang tersebar di 906 Posyandu, namun yang aktif hanya

3526 orang (86,44%). Sedangkan untuk kecamatan Tamalanrea tahun 2006

memiliki kader Posyandu dengan jumlah kader yang aktif 236 orang (67,83%)

(Dinas Kesehatan Kabupaten Takalar, 2008).

Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan, lalu DPT

diberikan tiga kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal empat

minggu. Imunisasi polio diberikan empat kali pada bayi 0-11 bulan dengan

interval minimal empat minggu. Sedangkan campak diberikan satu kali pada bayi

usai 9-11 bulan. Terakhir, imunisasi hepatitis B harus diberikan tiga kali pada bayi

usia 1-11 bulan, dengan interval minimal empat minggu (Depkes RI, 2005).

Imunisasi harus diberikan berkali-kali dengan jangka waktu tertentu, orang

tua kerap lupa dan harus mencatat dalam dokumen kesehatan anak yang biasanya

diberikan oleh bidan, baik di tempat praktik atau di rumah sakit. Jika orang tua

teledor, bisa-bisa dokumen kesehatan pun terselip (Depkes RI, 2005).

Rata-rata angka imunisasi di Indonesia hanya 72 persen. Artinya, angka di

beberapa daerah sangat rendah. Ada sekitar 2.400 anak di Indonesia meninggal

setiap hari termasuk yang meninggal karena sebab-sebab yang seharusnya dapat

dicegah. Misalnya tuberculosis, campak, pertussis, dipteri dan tetanus. "Ini

merupakan tragedi yang mengejutkan dan tidak seharusnya terjadi. Masalah ini

mencerminkan masalah-masalah sistem dari tingkat kabupaten ke bawah.

Sekaligus juga mencerminkan perlunya pendanaan yang sesuai di tingkat nasional

untuk mendukung dan mempertahankan pengawasan program imunisasi di


Indonesia. Wabah polio yang baru saja terjadi merupakan krisis kesehatan yang

berdampak global. Ini merupakan contoh yang baik mengapa beberapa program

tidak boleh dibiarkan gagal karena kurangnya dana dan kapasitas sumber daya

manusia pada pelaksanaannya, "kata Dr. Gianfranco Rotigliano, Kepala

Perwakilan UNICEF di Indonesia (UNICEF, 2005).

Data yang diperoleh penulis, pencapaian imunisasi di Wilayah Kerja

Puskesmas Patalassang dari 952 bayi adalah sebagai berikut: BCG 88,4%,

DPT/HB3 55,2%, Campak 54,4% dan Polio 4 50,3% (Medical Record PKM

Patalassang, 2008).

Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul "Hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, dan

peran kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut :

"Adakah hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, dan peran kader

Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Patalassang Kabupaten Takalar?"

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan dan peran

kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap pemberian imunisasi pada

bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.

b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap imunisasi pada bayi

di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.

c. Untuk mengetahui hubungan peranan kader Posyandu terhadap pemberian

imunisasi pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Instansi Penelitian

Hasil penelitian ini merupakan suatu masukan bagi pihak Puskesmas setempat

untuk lebih meningkatkan kinerja stafnya dan juga kadar kesehatan yang

dimilikinya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanannya kepada seluruh

bayi terutama dalam memantau cakupan imunisasi.

2. Bagi Ibu Bayi

Hasil penelitian ini kiranya dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan ibu

mengenai hubungan antara pendidikan, pengetahuan, dan peran kader Posyandu

terhadap pemberian imunisasi pada bayi.

3. Bagi Peneliti selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan ilmiah dan bahan bacaan

untuk penelitian lebih lanjut yang berkenaan dengan imunisasi pada bayi.

4. Bagi Peneliti

Sebagai latihan dan pengalaman berharga bagi peneliti untuk mengetahui

hubungan pendidikan pengetahuan ibu, dan peranan kader Posyandu terhadap

pemberian imunisasi pada bayi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Imunisasi Pada Bayi

1. Pengertian imunisasi

a. Imunisasi adalah cara untuk mencegah agar anak terhindar dari cacat atau

penyakit yang mematikan dengan biaya efektif. Cara ini dapat pula merangsang

perkembangan sistem-sistem kesehatan dan menggambarkan investasi ekonomi

yang bagus. Apalagi hal ini memberi kontribusi kesehatan yang lebih baik dan

juga mengurangi kemiskinan (UNICEF, 2000).

b. Suatu usaha memberikan vaksin tertentu kedalam tubuh untuk menghasilkan

sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit /virus tersebut (Admin, 2007).


c. Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan

(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Istilah kekebalan

dihubungkan dengan perlindungan terhadap suatu penyakit tertentu. Imunitas atau

kekebalan terdiri atas imunitas pasif yaitu tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi

menerima imunitas sedangkan pada imunitas aktif tubuh membentuk kekebalan

sendiri (Depkes, 2000).

d. Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang untuk melindunginya dari

beberapa penyakit tertentu. Imunisasi merupakan upaya untuk mencegah penyakit

lewat peningkatan kekebalan tubuh seseorang (Khalidatunnur & Maeta M 2007).

2. Sistem Kekebalan Tubuh

Menurut Supartini (2004) ada dua jenis kekebalan tubuh yaitu pasif dan

aktif.

a. Kekebalan/imunitas pasif adalah pemberian antibodi yang berasal dari hewan

atau manusia kepada manusia lain dengan tujuan memberi perlindungan terhadap

penyakit infeksi yang bersifat sementara karena antibodi dasar akan berkurang

setelah beberapa minggu atau bulan (Depkes, 2000).

Menurut Supartini (2004) ada dua kekebalan pasif yaitu :

1) Menurut terbentuknya :

a) Kekebalan pasif bawaan (passive congenitao yang terdapat pada neonatus sampai

dengan usia enam bulan. yang di dapat dari ibu yang berupa antibodi melalui

vaskularisasi pada plasenta, misalnya : difteri, tetanus, campak.

b) Kekebalan pasif didapat (passive Acquired) merupakan imunitas temporer yang

ditransmisikan dari sumber lain berupa gamaglobulin dan anti serum dari plasma
darah yang memiliki imunitas, dapat digunakan dalam keadaan darurat untuk

memberikan kekebalan terhadap penyakit. Ketika resiko terjangkit suatu penyakit

tertentu cukup besar dan saat tersebut bukan waktu yang tepat bagi seseorang

untuk membentuk imunitas aktif yang memadai, misalnya : campak. tetanus,

gigitan ular berbisa, rabies.

2) Menurut lokalisasi dalam tubuh

a) Imunitas humoral (humoral imunity)

Produksi antibodi oleh limfosit B dilepas kedalam aliran L:ah dan berdiam di

dalam plasam atau fraksi darah yang berupa cazan. Imunits ini terdapat dalam

Imunoglobulin yaitu lg G, A dan M.

b) Imunitas seluler stimulasi limfosit yang berada dalam nodus limfatikus untuk

menjadi sel yang akan menyerang langsung (fagositosis) mikroba dan bukan

menyerang lewat antibodi.

b. Kekebalan/imunitas aktif terjadi apabila terjadi stimulus "sistem imunitas" yang

menghasilkan antibodi dan kekebalan seluler yang bertahan lebih lama dibanding

kekebalan pasif (Depkes, 2000).

Menurut Supartini (2004) ada dua jenis kekebalan aktif :

1) Kekebalan aktif didapat secara alami (naturally acquired) misalnya : anak-anak

yang terkena difteri atau poliomielitis kemudian menjadi sembuh selanjutnya

kebal terhadap penyakit tersebut.

2) Kekebalan aktif yang sengaja dibuat yang dikenal dengan imunisasi dasar dan

ulangan (booster) berupa pemberian vaksin (misalnya : cacar dan polio) yang

kumannya masih hidup tapi kumannya sudah dilemahkan. Karena itu imunisasi
juga disebut vaksinasi yang berarti memasukkan vaksin kedalam tubuh agar

membuat zat anti untuk mencegah penyakit tersebut.

Depkes (2000) menetapkan bahwa ada tujuh penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi yaitu : tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomielitis,

campak dan hepatitis. Jenis jenis imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini

adalah BCG untuk mencegah penyakit Tuberculosis, DPT untuk mer.cengah

penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus, Polia untuk mencegah penyakit

Poliomielitis, Hepatitis untuk mencegah penyakit Hepatitis B dan campak untuk

mencegah penyakit campak.

3. Cara, Dosis dan Pemberian Imunisasi

Menurut Depkes (2000) cara, dosis pemberian imunisasi yaitu :

a. BCG diberikan 1 kali, disuntikkan secara intrakutan tepat di insersio muskulus

deltoideus kanan dengan dosis 0,05 cc pada umur 0-11 bulan (sebaiknya sebelum

umur 2 bulan).

b. DPT diberikan 3 kali (selang waktu pemberian 4 minggu), disuntikkan secara

intramuskuler dengan dosis 0,5 cc pada umur 2-11 bulan.

c. Polio diberikan 4 kali (selang waktu pemberian 4 minggu) diteteskan di mulut

dengan dosis 2 tetes pada umur 0-11 bulan.

d. Hepatitis diberikan 3 kali (selang waktu pemberian 4 minggu) disuntikkan secara

intramuskuler pada paha bagian luar dengan dosis 0,5 cc pada umur 0-11 bulan

e. Campak diberikan 1 kali disuntikkan secara subkutan, biasanya dilengan kiri atas

dengan dosis 0,5 cc pada umur 9-11 bulan.


Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemberian imunisasi

adalah pengetahuan orang tua tentang status kesehatan anak saat ini,

pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah di dapat sebelumnya, penyakit

yang dialami pada masa lalu dan sekarang. Selain itu orang tua juga harus

mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi dan efek samping yang mungkin timbul setelah imunisasi.

Orang tua juga harus memahami dengan baik bahwa imunisasi adalah salah satu

tindakan untuk mencegah penyakit.

Berikut ini penjelasan mengenai beberapa vaksin yang sering diberikan

pada anak :

a. Imunisasi BCG

Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena

terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat

menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi),

kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat).

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai

usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2

bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini

"berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul

benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi

perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah

suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.

b. Imunisasi DPT
Kuman difteri sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam

tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan

cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman

difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf. Racun

dari kuman tetanus merusak sel saraf pusat tulang belakang, mengakibatkan

kejang dan kaku seluruh tubuh. Pertusis (batuk 100 hari) cukup parah bila

menyerang anak bayi, bahkan penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Di

Indonesia vaksin terhadap difteri, pertusis, dan tetanus terdapat dalam 3 jenis

kemasan, yaitu: kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk kombinasi DT, dan

kombinasi DPT. Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, yaitu sejak bayi berumur 2

bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4 minggu. Suntikan

pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, itu sebabnya suntikan ini harus

diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 - 2

tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3. Imunisasi

ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6

SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Reaksi yang

terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan

selama I-2 hari. Imunisasi ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah

dan yang menderita kejang demam kompleks

c. Imunisasi Polio

Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak

mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5

hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan
adalah vaksin Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui

mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan

polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari

dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat

dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi

ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.

d. Imunisasi Campak

Penyakit ini sangat mudah menular. Gejala yang khas adalah timbulnya

bercak-bercak merah di kulit setelah 3-5 hari anak menderita demam, batuk, atau

pilek. Bercak merah ini mula-mula timbul di pipi yang menjalar ke muka, tubuh,

dan anggota badan. Bercak merah ini akan menjadi coklat kehitaman dan

menghilang dalam waktu 7-10 hari. Pada stadium demam, penyakit campak

sangat mudah menular. Sedangkan pada anak yang kurang gizi, penyakit ini dapat

diikuti oleh komplikasi yang cukup berat seperti radang otak (encephalitis),

radang paru, atau radang saluran kencing. Bayi baru lahir biasanya telah mendapat

kekebalan pasif dari ibunya ketika dalam kandungan dan kekebalan ini bertahan

hingga usia bayi mencapai 6 bulan. Imunisasi campak diberikan kepada anak usia

9 bulan. Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Namun adakalanya

terjadi demam ringan atau sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga, atau

pembengkakan pada tempat suntikan

e. Imunisasi Hepatitis B

Cara penularan hepatitis B dapat terjadi melalui mulut, transfusi darah, dan

jarum suntik. Pada bayi, hepatitis B dapat tertular dari ibu melalui plasenta semasa
bayi dalam kandungan atau pada saat kelahiran. Virus ini menyerang hati dan

dapat menjadi kronik/menahun yang mungkin berkembang menjadi cirrhosis

(pengerasan) hati dan kanker hati di kemudian hari. Imunisasi dasar hepatitis B

diberikan 3 kali dengan tenggang waktu 1 bulan antara suntikan pertama dengan

kedua, dan tenggang waktu 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga. Imunisasi

ulang diberikan 5 tahun setelah pemberian imunisasi dasar.

4. Kontraindikasi Pemberian Imunisasi

Menurut Supartini (2004) ada beberapa kondisi yang menjadi

pertimbangan untuk tidak dapat memberikan imunisasi pada yaitu:

a. Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab yang serius.

b. Perubahan pada sistem imun yang tidak dapat menerima vaksin virus yang hidup.

c. Sedang dalam pemberian obat-obatan yang menekan sistem imun, seperti

sitostatika, transfusi darah, dan imunoglobulin.

d. Riwayat alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya seperti pertussis.

5. Efek Samping Pemberian Imunisasi

Menurut Suroso (2003) efek samping yang dapat timbul akibat imunisasi

adalah BCG dapat menimbulkan perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan

yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus dan akhirnya

menyembuh spontan dalam waktu 8 - 12 minggu dengan meninggalkan jaringan

perut, reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau bagian leher,

bila diraba akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. DPT dapat

menimbulkan demam, nyeri, dan bengkak pada permukaan kulit yang dapat

diatasi cukup dengan memberikan obat penurun panas.


6. Manfaat imunisasi

Manfaat imunisasi antara lain:

a. Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian.

b. Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak

sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya

akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

c. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat

dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

7. Tempat pelayanan imunisasi

Tempat-tempat untuk mendapatkan imunisasi adalah :

a. Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

b. Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.

c. Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta. (DepKes, 2000)

B. Tinjauan Umum Tentang Hubungan antara pengetahuan, tingkat

pendidikan dan peran kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada

bayi.

1. Pengetahuan Ibu

Saat ini banyak orang tua yang enggan melakukan imunisasi karena

berbagai informasi yang beredar di masyarakat mengenai efek samping vaksinasi

yang dapat terjadi, misalnya vaksinasi MMR menyebabkan autisme, beberapa

vaksinasi menyebabkan sindroma kematian, bayi mendadak (sudden infant death


syndrome), kadar thimerosal (zat pengawet) yang terdapat dalam vaksin begitu

tinggi sehingga bisa menyebabkan keracunan merkuri, dan lain sebagainya.

Informasi-informasi tersebut menyebabkan penurunan drastis jumlah bayi-bayi

yang mendapatkan imunisasi dan secara langsung menyebabkan jumlah penderita

infeksi kembali meningkat. Ternyata pendapat-pendapat tersebut tidak

berdasarkan bukti-bukti ilmiah, hanya berupa dugaan belaka. Berbagai penelitian

yang telah dilakukan tidak menemukan hubungan secara langsung kejadian-

kejadian tersebut dengan pemberian vaksinasi. Selain itu, berbagai teknologi terus

dikembangkan untuk membuat vaksin yang lebih aman dan tidak menimbulkan

efek samping.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran assosiatif yang menghubungkan atau

menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan atau pikiran lain berdasarkan

pengalaman yang berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas (sebab

akibat) yang universal. (Ngatimin, 1990 )

Pengetahuan adalah salah satu komponen dari perilaku yang menurut

Bloom termasuk dalam kognitif dominant, yakni bagaimana terjadinya proses

menjadi tahu. Kognitf dominant terdiri dari enam, tingkatan penerimaan terhadap

suatu inovasi, yaitu :

a. Tahu (knowledge)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

objek yang dapat diketahui dan dapat maniprestasikan materi tersebut secara

benar.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi yang kondisi riil (sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini diartikan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek. (Notoadmodjo S, 2003)


2. Pendidikan Ibu

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang memberikan latar belakang ;

berupa pengajaran kepada manusia untuk dapat berfikir secara objektif dan

memberikan kemampuan baginya untuk dapat menilai apakah kebudayaan

masyarakatnya dapat diterima atau tidak mengakibatkan seseorang dalam

masyarakat memiliki faktor penentu yang dapat menjadi pendorong bagi

perubahan tingkah laku. Pendidikan diartikan sebagai tahapan kegiatan yang

bersifat kelembagaan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan

individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya.

Pendidikan dapat berlangsung secara informal dan nonformal disamping secara

formal seperti di Sekolah, Madrasah, dan institusi-institusi lainnya. Pendidikan

formal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur,

sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat,

mulai dari tingkat TK sampai perguruan tinggi, pendidikan dengan SMP ke bawah

masih dikategorikan kurang dan SMA keatas dianggap baik. (Ngatimin, 1990).

3. Peran Kader Posyandu

Bagi petugas kesehatan di harapkan harus selalu siap untuk menjelaskan

atau menyiapkan ruangan konsultasi imunisasi di pusat kesehatan. Brosur tentang

imunisasi harus diperbanyak dengan bahasa yang sederhana dan mudah

dimengerti dan disesuaikan dengan taraf pendidikan orang tua khususnya ibu-ibu.

Organisasi nonprofit harus membantu ha1 ini. Pada umumnya masyarakat yang

sudah semakin maju memerlukan informasi atau haus akan penjelasan berbagai
hal khususnya kesehatan mereka, kesehatan anaknya, termasuk status

imunisasinya.

Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan

dengan cara pesuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan bentuk intervensi

atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk

kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan agar

perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif

terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya

tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis

atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Menurut Green, perilaku

dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai

berikut. Untuk berperilaku kesehatan misalnya: pemeriksaan kesehatan bagi Ibu

hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa

hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-

kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong

atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang hamil tidak boleh

disuntik (periksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena


suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif

mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

b. Faktor-faktor pemungkin (enambling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan

sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan

sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,

rumah sakit, poliklinik, Posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan

praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan

sarana dan prasarana pendukung, misalnya : perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu

hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat

periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh

fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya : Puskesmas, polindes, bidan praktek,

ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut

faktor pendukung atau faktor pemungkin.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat

maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku

sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap

politik, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan)
dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas

kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat

perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan

memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-

undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil.

Oleh sebab itu intervensi pendidikan hendaknya dimulai mendiagnosis 3

faktor penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya juga diarahkan

terhadap 3 faktor tersebut. Pendekatan ini disebut model Precede, yakni

predisposing, reinforcing and enabling cause in education diagnosis and

evaluation.

Apabila konsep Blum, yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu

dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan,

dan turunan (hereditas), maka pendidikan (promosi) kesehatan adalah sebuah

intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green), maka kedua konsep tersebut

dapat diilustrasikan seperti pada bagan hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan

Pendidikan Kesehatan. Adapun peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu

menurut Depkes RI 1995 meliputi:

1) Memberitahukan hari dan jam buka Posyandu kepada ibu pengguna Posyandu

(ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan anak bayi serta ibu usia subur) sebelum

hari buka Posyandu.

2) Menyiapkan peralatan untuk penyelenggaraan Posyandu sebelum Posyandu

dimulai seperti timbangan, buku catatan, KMS, alat peraga penyuluhan, dan lain-

lain.
3) Melakukan pendaftaran bayi, bayi, ibu hamil dan usia subur yang hadir di

Posyandu.

4) Melakukan penimbangan bayi dan bayi, mencatat hasil penimbangan ke dalam

Kartu Menuju Sehat (KMS) sesuai dengan permasalahan yang dihadapi ibu yang

bersangkutan.

5) Melakukan penyuluhan perorangan kepada ibu-ibu di meja IV, dengan isi

penyuluhan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi ibu yang bersangkutan.

6) Melakukan penyuluhan kelompok kepada ibu-ibu sebelum meja I atau setelah

meja V (kalau diperlukan).

7) Melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil, ibu yang mempunyai

bayi dan bayi serta pasangan usia subur, untuk menyuluh dan mengingatkan agar

datang ke Posyandu. : (Unicef. 2000).

C. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent


Keterangan :
D. Hipotesa

1. Hipotesa Nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu dengan pemberian imunisasi

pada bayi.

b. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi

pada bayi.

c. Tidak ada hubungan antara peran kader Posyandu dengan pemberian imunisasi

pada bayi.

2. Hipotesa Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi pada bayi.

b. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi pada

bayi.

c. Ada hubungan antara peran kader Posyandu dengan pemberian imunisasi pada

bayi.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian dan Kerangka Kerja Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik

dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan dengan

mengidentifikasi melalui pemberian kuesioner pada ibu-ibu yang memiliki anak

bayi yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar

yang sampelnya telah ditentukan berdasarkan pengambilan sampel secara tehnik

Convenience Sampling (Sampling Accidental), kemudian dilakukan analisis untuk

mencari ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu,
dan peran kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi.(Sugiyono,

2006).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak yang

termasuk kategori usia bayi (0-12 Bulan) pada Wilayah kerja Puskesmas

Patalassang Kabupaten Takalar saat penelitian dilakukan.

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak bayi yang

berada pada wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar selama

penelitian berlangsung. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

rumus perkiraan besar sampel (Sugiyono, 2006):

Keterangan :

n : Perkiraan jumlah sampel

N : Perkiraan populasi

Z : Nilai Standar N (1,96)

p : Perkiraan Proposri, jika tidak diketahui dianggap 0,1

d : Tingkat Ketelitian

Adapun kriteria sampel yang dimaksud adalah :

Kriteria Inklusi :

a. Semua ibu yang memiliki anak bayi yang memiliki KMS

b. Semua ibu yang memiliki anak berada pada wilayah kerja , Puskesmas

Patalassang Kabupaten Takalar.


c. Ibu yang mampu membaca dan menulis

d. Ibu bersedia menjadi responden

Kriteria Eksklusi :

a. Ibu yang tidak memiliki anak bayi

b. Ibu yang memiliki anak bayi namun tidak berada dalam wilayah kerja Puskesmas

Patalassang Kabupaten Takalar.

c. Ibu tidak mampu membaca dan menulis sehingga mempersulit untuk mengisian

kuesioner.

d. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden

C. Definisi Operasional

1. Variabel Independent

a. Tingkat pengetahuan ibu Yang dimaksud dengan pengetahuan ibu dalam

penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang manajemen imunisasi. Dimana

setiap pertanyaan yang dijawab Ya mendapat skor 1 dan jawaban tidak mendapat

skor 0 Kriteria objektif :

1) Baik : bila responden menjawab pertanyaan dengan skor nilai > 75%

2) Kurang : bila responden menjawab pertanyaan dengan skor nilai < 75%

b. Tingkat Pendidikan ibu

Yang dimaksud dengan pendidikan ibu dalam penelitian ini adalah

tahapan-tahapan kegiatan yang mengubah sikap dan perilaku ibu melalui upaya

belajar yang diperoleh dari lembaga pendidikan formal yang telah diikuti oleh

responden yang ditandai dengan ijazah yang dimiliki.

Kriteria Obyektif :
Pendidikan tinggi : bila pendidikan terakhir ibu tamat SMA atau perguruan tinggi.

Pendidikan rendah : bila pendidikan terakhir ibu tidak tamat SD/SMP.

c. Peran kader Posyandu

Yang dimaksud peran kader Posyandu dalam penelitian ini adalah kesiapan atau

kehadiran dari kader Posyandu untuk membantu menjelaskan atau menyiapkan

konsultasi dan pendidikan kesehatan tentang imunisasi di pusat kesehatan pada

ibu-ibu yang memiliki bayi dimana keberadaannya sangat dirasakan. Dimana

setiap pertanyaan yang dijawab Ya mendapat skor 1 dan jawaban Tidak mendapat

skor 0

Kriteria Obyektif :

Berperan : Bila ibu menganggap keberadaan kader Posyandu sangat membantu dalam

pemberian imunisasi pada bayi terutama dari kelengkapan imunisasinya dimana

skor nilai yang diperoleh 60% dengan jumlah point 6.

Tidak berperan : Bila ibu menganggap keberadaan kader Posyandu kurang atau tidak

membantu dalam pemberian imunisasi pada bayi terutama dari kelengkapan

imunisasinya dimana skor nilai yang diperoleh < 60% dengan jumlah point < 6

2. Variabel Dependent

Pemberian imunisasi
Maksud dari pemberian imunisasi dalam penelitian ini adalah imunisasi yang

seharusnya sudah diberikan pada bayi sesuai dengan usia bayi itu sendiri sejak

lahir sampai dilaksanakannya penelitian.

Kriteria Obyektif

Tidak Diberikan : jika anak bayi belum mendapatkan salah satu jenis imunisasi atau lebih

yang seharusnya telah ia dapatkan melihat dari usia yang telah dimilikinya.

Telah diberikan : jika anak bayi telah mendapatkan imunisasi yang seharusnya telah ia

dapatkan sesuai usia yang telah dimilikinya.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara

menyebarkan kuesioner untuk mengetahui variabel independen (pengetahuan,

tingkat pendidikan dan peran kader Posyandu). Sedangkan variabel dependent

menggunakan lembar observasi untuk melihat kelengkapan imunisasi sesuai usia

bayi yang mengacu pada jadwal pemberian imunisasi yang direkomendasikan

oleh IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004).

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data primer, diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada ibu-ibu yang

berkunjung ke Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar, sementara untuk

pemberian imunisasi digunakan lembar observasi yang diisi langsung oleh

peneliti.

2. Data sekunder, diperoleh dari Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar

F. Pengolahan dan Analisa Data


Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel sesuai dengan

variabel yang hendak diukur. Pengolahan data dilakukan melalui tahap :

1. Editing

Editing atau pengguntingan data mulai pada saat penelitian yakni

memeriksa semua kuesioner yang telah diisi, mengenai kekurangan cara

pengisian, selanjutnya setelah pelaksanaan penelitian dilaporkan, dilakukan

pengolahan data.

2. Koding

Koding atau pengkodean kuesioner merupakan kegiatan yang dilakukan

untuk mengisi daftar kode yang disediakan pada kuesioner sesuai dengan jawaban

yang diisi dari laporan, selanjutnya dibuat daftar variable sesuai dengan yang ada

dalam instrumen penelitian. Apabila ada variable yang diperlukan dalam

instrumen penelitian maka tidak lagi dimasukkan di dalam daftar variabel.

Selanjutnya untuk mempermudah pemasukan data maka dibuat formulir koding

kemudian hasil koding siap untuk dimasukkan ke dalam komputer.

3. Tabulasi

Setelah selesai pembuatan kode, selanjutnya dilakukan pengolahan data

kedalam satu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki untuk memudahkan

penganalisaan data. Uji statistik yang digunakan adalah Univariat dan Bivariat

dengan serta menggunakan jasa perangkat komputer.

4. Analisa Data

a. Analisis Univariat
Dilakukan terhadap variabel penelitian untuk melihat tampilan distribusi

frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variabel.

b. Analisis Bivariat

Untuk melihat hubungan dari tiap variabel dengan menggunakan uji

statistik Kai-Kuadrat dengan tingkat kemaknaan p < a (0,05) dengan rumus :

Keterangan :

X2 = Kai kuadrat (hubungan variabel dependen dan variabel

independen)

fo = Frekuensi observasi (nilai observasi)

fh = Frekuensi yang diharapkan di hitung (nilai sampel)

= Jumlah

G. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan

izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini Kepala Puskesmas

Patalassang Kabupaten Takalar.

Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika penelitian yang meliputi :

1. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat

penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak

dan tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasit Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar. Penelitian dilakukan selama 14 hari

yaitu dari tanggal 20 Februari sampai dengan 02 Januari 2009. Populasi pada

penelitian ini adalah mencakup semua ibu dan anaknya yang melakukan

kunjungan secara tetap di Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.


Berdasarkan hasil pengolahan data maka berikut ini akan disajikan analisis

univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat distribusi

frekuensi dari variabel independen, meliputi pengetahuan ibu, tingkat pendidikan

ibu dan peran kader posyandu dan variabel dependen yaitu Pemberian imunisasi

anak batita.

Hasil univariat dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai dengan tabe14.4

Tabe14.1
Tabel Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Wilayah Kerja
Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar

Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase

Baik 70 64.2

Kurang 39 35,8
109
Jumlah 100
'
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.1 tersebut, melalui kuesioner yang diberikan dari 109

responden diperoleh 70 responden (64,2%) yang pengetahuannya baik terkait

pemberian imunisasi pada batita dan hanya 39 responden (35,8%) yang

berpengetahuan kurang.

Tabel 4.2
Tabel Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden Di Wilayah
Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar

Pendidikan Ibu Frekuensi Persentase


Tinggi 47 43,1
Rendah Rendah 62 56,9
Jumlah 109 I 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.2 tersebut, melalui kuesioner yang diberikan dari 109

responden diperoleh 62 responden (56,9%) yang memiliki tingkat pendidikan

rendah dan hanya 47 responden (43,1%) yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.

Tabel 4.3

Tabel Distribusi Frekuensi Responden Terhadap Peran Kader Posyandu Di

Wilayah Keria Puskesmas Balanpnipa Kabupaten Takalar

Peran Kader Posyandu Frekuensi Persentase


Berperan 87 79,8
Tidak Berperan
22 20,2
r
Jumlah 109 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.3 tersebut, melalui kuesioner yang diberikan dari 109

responden diperoleh 87 responden (79,8%) yang menyatakan adanya peranan


kader terhadap pemberian imunisasi pada anak batitanya dan hanya 22 responden

(20,2%) yang menyatakan bahwa kader posyandu tidak berperan terhadap

pemberian imunisasi pada anak batitanya.

Tabe14.4

Tabel Distribusi Frekuensi Responden Terhadap Pemberian Imunisasi Pada Batita

Di Wilaya Keria Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar

Pemberian Imunisasi Frekuensi Persentase


Telah Diberikan 59 54,1
Tidak diberikan 50 45.9
Jumlah 109 I 100
Sumber : Data Primer

Sementara berdasarkan tabel 4.4 tersebut, melalui lembar observasi dan kuesioner

yang diberikan dari 109 responden diperoleh 59 responden (54,1%) yang anak

batitanya telah diberikan imunisasi sesuai usia anaknya dan hanya 50 responden

(20,2%) yang anaknya tidak diberikan imunisasi walaupun usia anak batitanya

sudah seharusnya diberikan imunisasi sesuai jadwal yang semestinya.

2. Analisis Bivariat

Untuk menilai hubungan antara pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu dan

peran kader posyandu dengan pemberian imunisasi di wilayah kerja Puskesmas

Patalassang Kabupaten Takalar maka digunakan uji statistik Chi square dengan

tingkat kemaknaan = 0,05 atau interval kepercayaan p < 0,05.


Maka ketentuan bahwa pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu dan peran kader

posyandu dikatakan mempunyai hubungan dengan pemberian imunisasi anak

batita yang berrnakna bila nilai p < 0,05.

a. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi. Hubungan variabel ini

dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5

Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Pada Anak Batita DI

Wilavah Keria Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar

Pemberian Imunisasi

Tidak Telah

Pengetahuan Ibu Diberikan Diberikan Jumlah p

Diberikan

24 (22,0%)
Baik 46 (42.2) 70 (64,2%)
(42,2%)
16 (23,9%)
Kurang 13 (11.9%) 39 (35,8%) 0,001
(11,9%)
50 (45,9%)
Jum1ah 59 (100%) 109 (100%)
(54,1%)
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh bahwa lebih besar responden yang

memperlihatkan pengetahuan yang baik dan anak batitanya telah diberikan

imunisasi sesuai umur anak batita tersebut yaitu 46 responden (42,2%). Sementara

hanya 26 responden (23,9%) yang memperlihatkan pengetahuan kurang dan anak

batitanya tidak diberikan imunisasi sesuai umurnya.

Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,001 yang berarti

lebih kecil dari nilai a (0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan pemberian

imunisasi pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten

Takalar.

b. Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi.

Hubungan variabel ini dapat dilihat pada tabel 14.6

Tabe14.6

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Pada Anak Batita

Di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar

Pemberian Imunisasi Jumlah p


Tidak
Pendidikan Ibu Diberikan Telah
Diberikan

Diberikan
147
Tinggi 15(13,8%) 32 (29.4%)
(43,1%)
62
Rendah 35(32,1%) 27 (24,8%) 0,011
(56,9%)
109
Jumlah 50(45,9%) 59 (54,1%)
(100%)
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh bahwa lebih besar responden yang

memperlihatkan tingkat pendidikan yang rendah dan anak batitanya tidak

diberikan imunisasi sesuai umur anak batita tersebut yaitu 35 responden (32,1%).

Sementara hanya 32 responden (29,4%) yang memperlihatkan tingkat pendidikan

tinggi dan anak batitanya diberikan imunisasi sesuai umurnya.

Namun berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,011 yang berarti

lebih kecil dari nilai a (0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian

imunisasi pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten

Takalar.

c. Hubungan peran kader posyandu dengan pemberian imunisasi. Hubungan

variabel ini dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7

Hubungan Peran Kader Posyandu Dengan Pemberian Imunisasi Pada Anak Batita

Di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar

Pemberian Imunisasi
Peran Kader Posyandu Tidak Telah Jumlah p

Diberikan Diberikan
Berperan 31(28.4%) 56(51,4%) 87(79,8%)
Tidak Berperan 19(17,4%) 3(2,8%) 22 (20,2%) 0,000
Jumlah 50(45,9%) 59 (54,1%) 109 (100%)
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabei 4.7 dipero::,h bahwa lebih besar responden yang menyatakan

adanya peranan kader posyandu sehingga anak batitanya telah diberikan imunisasi

sesuai umur anak batita tersebut yaitu 56 responden (51,4%). Sementara hanya 19

responden (17,4%) yang menyataka.^. tidak adanya peranan kader posyandu

sehingga anak batitanya imunisasinya tidak diberikan sesuai umur.

Namun berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti

lebih kecil dari nilai a (0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara peran kader posyandu dengan pemberian

imunisasi pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten

Takalar.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dengan membandingkan teori yang ada,

maka dapat dikemukakan :

1. Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Imunisasi

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa dari 109 responden diperoleh 70

responden (64,2%) yang pengetahuannya baik terkait pemberian imuninisasi pada

batita dan hanya 39 responden (35,8%) yang berpengetahuan kurang. Sehingga

secara proporsi pengetahuan ibu batita di wilayah kerja Puskesmas Patalassang

Kabupaten Takalar adalah baik.


Dari hasil analisa bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi di wilayah kerja Puskesmas

Patalassang Kabupaten Takalar. Maka hipotesa alternatif (Ha) yang disajikan oleh

peneliti dinyatakan diterima, karena ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi di wilayah kerja Puskesmas

Patalassang Kabupaten Takalar.

Hal ini didukung dalam artikel yang ditemukan oleh Arsunan, 2006 Yang

mengatakan bahwa dalam hal ini pemberian imunisasi peran orang tua, khususnya

ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah

ibu. Demikian juga tentang pendidikan dan pengetahuan ibu. Pendidikan dan

pengetahuan ibu akan mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dan

anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian,

pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan jadi

halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal

itu diberikan.

Saat ini memang banyak orang tua yang enggan melakukan imunisasi pada

anaknya karena berbagai informasi yang beredar di masyarakat mengenai efek

samping vaksinasi yang dapat terjadi misalnya vaksinasi MMR menyebabkan

autisme, beberapa vaksinasi menyebabkan sindroma kematian bayi mendadak

(sudden infant death syndrome), kadar thimerosal (zat pengawet) yang terdapat

dalam vaksin begitu tinggi sehingga bisa menyebabkan keracunan merkuri, dan

lain sebagainya. Informasi-informasi tersebut menyebabkan penurunan drastis

jumlah bayi-bayi yang mendapatkan imunisasi dan secara langsung menyebabkan


jumlah penderita infeksi kembali meningkat. Ternyata pendapat-pendapat tersebut

tidak berdasarkan bukti-bukti ilmiah, hanya berupa dugaan belaka. Berbagai

penelitian yang telah dilakukan tidak menemukan hubungan secara langsung

kejadian-kejadian tersebut dengan pemberian vaksinasi. Selain itu, berbagai

teknologi terus dikembangkan untuk membuat vaksin yang lebih aman dan tidak

menimbulkan efek samping.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pendendraan terjadi

melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran

assosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan

atau pikiran lain berdasarkan pengalaman yang beruiang-ulang tanpa pemahaman

mengenai kausalitas (sebab akibat) yang universal.

2. Tingkat Pendidikan dengan Pemberian Imunisasi

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa dari 109 responden diperoleh

62 responden (56,9%) yang memiliki tingkat pendidikan rendah clan hanya 47

responden (43,1%) yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Sehingga secara

proporsi tingkat pendidikan ibu di wilayah kerja Puskesmas Patalassang

Kabupaten Takalar adalah rendah.

Namun berdasarkan hasil analisa bivariat menunjukkan ada hubungan yang

bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi di wilayah

kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar. Maka hipotesa alternatif (Ha)


yang disajikan oleh peneliti dinyatakan diterima, karena ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi di wilayah

kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.

Hal ini didukung oleh teori yang dikemukan oleh Ngatimin (1990), Pendidikan

diartikan sebagai tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan yang dipergunakan

untuk menyempurnakan perkembangan individu dalamn menguasai pengetahuan,

kebiasaan, sikap dan sebagainya. Artinyan semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang maka semakin baik pula pengetahuan yang dimiliki orang tersebut.

Sehingga peneliti berasumsi bahwa masih banyaknya anak batita yang pemberian

imunisasi nya tidak lengkap sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu yang di

latar belakangi oleh tingkat pendidikan dari masing-masing individu itu pula.

3. Peran Kader Posyandu dengan Pemberian Imunisasi

HasiI analisa univariat menunjukkan bahwa dari 109 responden diperoleh

87 responden (79,8%) yang menyatakan adanya peranan kader terhadap

pemberian imunisasi paua anak batitanya dan r:anya 22 responden (20,2%) yang

menyatakan bahwa kader posyandu tidak berperan terhadap pemberian imunisasi

pada anak batitanya. Sehingga secara proporsi kader posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar sangat berperan dalam pemberian

imunisasi pada anak batita.

Demikian pula dengan hasil analisa bivariat menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara peran kader posyandu dengan pemberian

imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar. Maka

hipotesa alternatif (H1) yang disajikan oleh peneliti dinyatakan diterima, karena
ada hubungan yang signifikan antara peran kader posyandu dengan pemberian

irr.unisasi di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.

Hal ini didukung oleh teori yang dikeluarkan oleh Depkes RI (1995),

kader posyandu sangat penting peranannya dalam melakukan kunjungan rumah

khususnya pada ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan balita serta pasangan

usia subur, untuk menyuluh dan mengingatkan mereka agar mau datang ke

posyandu. Terutama dalam upaya pemberian imunisasi yang paripurna pada

seorang anak.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan imunisasi pada anak batita di

wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.

2. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian

imunisasi pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten

Takalar.

3. Ada hubungan yang bermakna antara peran kader posyandu dengan pemberian

imunisasi pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten

Takalar.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran sebagai

berikut :

A. Agar pihak manajemen Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar mampu

membina dan meningkatkan pengetahuan para petugas kesehatan khususnya kader

posyandu yang dimilikinya agar mampu memberikan penyuluhan atau

pendidikan. kesehatan kepada ibu yang memiliki anak usia batita demi
meningkatkan pengetahuan agar para ibu mau memberikan imunisasi sesuai

usianya demi kelengkapan imunisasi nya agar kelak terhindar dari beberapa

penyakit berbahaya.

A. Pemerintah setempat mempunyai kewajiban untuk meningkatkan derajat tingkat

pendidikan yang dimiliki warganya khususnya para ibu yang memiliki anak batita

demi membantu tercapainya derajat kesehatan nasional.

A. Demi meningkatkan peran dari, kader posyandu diharapkan kepada pemerintah

setempat khususnya pihak Puskesmas Batangnipa Kabupaten Takalar untuk selalu

memberikan pendidikan dan petatihan demi meningkatkan pengetahuan dan

kualitas kader posayndu yang dimilikinya.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi Fahmi U; 2006, Imunisasi Mengapa Perlu?, Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Admin, 2007, Kehalalan Vaksin - http://www-.halalmui.or.id

Anonim, 2007, Imunisasi Pada Bayi, http://www.bayi-anda.com

Bapenas, 2008. Assessment Kapasitas Lokal, (online), (http://www.issdp.ampl.or.id/v2,


diakses 29 Februari 2008).

DepKes, 2000, Modul Latihan Petugas Imunisasi, Edisi ke-7, Jakarta

DepKes, 2005, Jangan Mengabaikan Jadwal Imunisasi

DepKes, 2007, Profil Kesehatan Sulawesi - Selatan 2006, Sulawesi Selatan.

DinKes, 2007, Profil kesehatan Sulawesi Selatan 2006. Sulawesi Selatan.

Hidayat, Aziz Alimul A, 2007, Metode Penelitian Dan Tehnik Analisis Data, Salemba
Medika. Jakarta.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2004, Jadwal Imunisasi, Diakses tanggal 18 Maret
2008.

Imunisasi, 2006, www.e-smartschool.com.

Khalidatunnur & Masriati Maeta, 2007, Isu Mutakhir Imunisasi, Bagian Epidemiologi
FKM UNHAS. Takalar.

Nain, Umar, 2008, Posyandu, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat, Penerbit


Kareso. Yogyakarta.

Ngatimin, R, 2006, Mengenal Pendidikan Kesehatan Ibu Dan Tingkah Lakunya,


Jakarta.

Notoatmodjo S, 2003, Perilaku Kesehatan Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat


Prinsip-Prinsip Dasar, Cetakan ke 2, Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Mahlil Ruby, 2005, Peneliti Pada Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan,
FKM UI. Jakarta.
Mansjoer, A dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 3 jilid kedua, Penerbit
Aesculapius FKM UI. Jakarta
Medical Record FKM Balanbnipa, 2007.

Supartini Y, 2004, Buku Ajar Petugas Imunisasi, Edisi ke 7, Jakarta.

Sugiyono, 2006, Statistik Untuk Penelitian, Cetakan 9. CV Alfabeta, Bandung.

Suroso S, 2003, Imunisasi, http : // www. Infeksi.com / Imunisasi. Jakarta.

UNICFF, 2000, Buku Kader Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPG), Jakarta.
LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Ibu/Bapak Calon Responden
Dengan Hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini ;
Nama : Ramlah
NIM : NH
A1a mat :
Akan mengadakan penelitian dengan judul "Hubungan antara pengetahuan,
tingkat pendidikan, dan peran kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada
bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar".
Penelitian tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu
sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang Bapak/Ibu berikan
merupakan tanggung jawab kami untuk menjaganya. Jika Bapak/Ibu bersedia
ataupun menolak untuk menjadi responden, maka tidak ada ancaman bagi
Bapak/Ibu ataupun keluarga. Jika selama menjadi responden 'Bapak/Ibu merasa
dirugikan maka Bapak/Ibu diperbolehkan untuk mengundurkan diri dan tidak
berpartisipasi pada penelitian ini.
Demikian surat permintaan ini kami buat, jika Bapak/Ibu telah menyetujui
permintaan kami untuk menjadi responden, maka kami sebagai peneliti sangat
mengharapkan kesediannya untuk menandatangani lembar persetujuan untuk
menjadi responden dan menjawab segala pertanyaan yang kami berikan baik
melalui kuesioner ataupun wawancara.
Atas perhatian dan persetujuan dari Bapak/Ibu responden kami

mengucapkan terima kasih.

Peneliti
RamlahLEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh

mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nam Hasanuddin Takalar yang

bernama Ramlah dengan judul penelitian "Hubungan antara pengetahuan, tingkat

pendidikan, dan peran kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di

wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar".

Saya memahami penelitian ini dimaksudkan dalam rangka penyusunan

skripsi yang dilakukan oleh peneliti demi kepentingan ilmiah dan penelitian ini

tidak merugikan bagi saya serta identitas dan jawaban yang saya berikan akan

dijaga kerahasiannya. Dengan demikian secara sukarela dan tidak ada unsur

paksaan dari siapapun saya siap berpartisipasi dalam penelitian ini.

Takalar, 2008

Pengisi Kuesioner (Ibu/Bapak)

( )
PETUNJUKKUESIONER

1. Judul Penelitian :
Hubungan antara pengetahuan, tingkatpendidikan, dan peran kader Posyandu terhadap
pemberian imunisasi pada bayidi Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten
Takalar
2. PelaksanaKuesioner : Ramlah, Mahasiswa Program S1 Keperawatan STIKES
NANI HASANUDDINTakalar.

Kuesioner ini disusun untuk memperoleh data tentang hubungan antara


pengetahuan, tingkat pendidikan, dan peran kader Posyandu terhadap pemberian
imunisasi pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.
Diharapkan hasil kuesioner ini nantinya dapat turut membantu pihak terkait
yang ingin mengetahui tentang apakah ada hubungan antara pengetahuan,
tingkat pendidikan dan peran kader Posyandu dengan pemberian imunisasi di
Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.
Jawaban saudara terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada merupakan
pendapat anda. Sehingga tidak ada jawaban yang benar atau salah. Oleh karena
itu berikanlah jawaban sejujur -jujurnya dan seterus terang mungkin. Sebab
kuesioner ini tidak ada gunanya bila jawaban yang saudara berikan bukan
gambaran yang sebenarnya.
Atas bantuan saudara dalam penyelesaian penelitian yang kami buat, kami
atas nama peneliti mengucapkan "banyak terima kasih".

Takalar, 2009
Pemberi Kuesioner

Ramlah
Program S1 Keperawatan
STIKES NANI HASANUDDIN
TAKALAR
ANGKET KUESIONER

Hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, dan peran kader Posyandu


terhadap pemberian imunisasi pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang
Kabupaten Takalar

Petunjuk

1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap item pernyataan dibawah ini.
2. Nomor identitas diisi oleh peneliti.
3. Berikan tanda silang () pada jawaban yang saudara pilih.
4. Terima kasih atas perhatian, bantuan dan kerja sama saudara dalam penelitian ini.
Biodata Orang Tua Anak (Ibu)
1. Nomor identitas : (Diisi oleh pemberi kuesioner/peneliti)

2. Umur Orang Tua (Ibu) :


3. Alamat :
4. Pekerjaan :
H. Pendidikan Responden

Pendidikan Terakhir : Tidak Tamat SD


Tamat SD
Tidak Tamat SMP
Tamat SMP
Tidak Tamat SMA
Tamat SMA
Perguruan Tinggi
b. Tingkat Pengetahuan Ibu Imunisasi

Pernyataan Ya Tidak
Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seorang anak untuk
melindunginya dari penyakit tertentu (TBC, Polio, Difteri,
Pertusis, Tetanus, Campak).
Imunisasi harus diberikan pada seorang anak secara lengkap.
Imunisasi dapat diperoleh dengan mudah di toko-toko obat atau
apotek terdekat.
Anak yang sakit boleh diberikan imunisasi
Imunisasi BCG sebaiknya diberikan sedini (sesegera) mungkin
pada anak pada saat lahir.
Imunisasi BCG diberikan agar anak kelak terhindar dari penyakit
TBC.
Imunisasi DPT diberikan secara berkala sebanyak 3 kali
pemberian.
Imunisasi DPT diberikan pada bayi yang berusia 0 - 9 bulan.
Imunisasi campak bertujuan untuk mencegah penyakit campak.
10. Imunisasi polio diberikan dengan cara meneteskan pada mulut
anak.
11. Imunisasi campak sebaiknya diberikan pada anak setelah
berumur 9 - 12 bulan.
12. Penyakit cacar dapat dicegah dengan pemberian Imunisasi
campak.
13. Menurut ibu jika setelah di imunisasi kemudian anak ibu demam
maka demam yang terjadi pada anak ibu merupakan sesuatu yang
tidak normal
14. Jika anak ibu demam setelah di imunisasi apakah anak ibu harus
segera dibawa ke dokter untuk diberikan antibiotik
15. Jika ibu lupa membawa anak ibu untuk di imunisasi maka
imunisasi yang dilupakan tersebut tidak usah lagi diberikan
b. Peran kader Posyandu

Pernyataan Ya Tidak
Ruangan untuk konsultasi imunisasi disiapkan oleh kader
Posyandu.
Kader Posyandu membantu ibu mengenal Imunisasi
Kader Posyandu membantu ibu mengetahui tujuan dari
pemberian imunisasi
Ibu memperoleh informasi tentang imunisasi melalui kader
Posyandu.
Kader Posyandu selalu mengingatkan ibu tentang jadwal
pemberian imunisasi
Kader Posyandu membantu dalam penimbangan berat
badan bayi.
Kader Posyandu selalu memberikan pelayanan yang ramah

Kader Posyandu selalu memotivasi ibu untuk selalu


membawa anak ibu untuk di imunisasi.
Kader Posyandu selalu melaksanakan tugasnya dengan
baik.
10. Kader Posyandu selalu melakukan pemeriksaan kesehatan
pada bayi dan anak.

Diposkan oleh ayu syah putri di 23.26


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
My Profile
ayu syah putri
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
2014 (1)

2013 (5)

o Oktober (5)

Contoh PROPOSAL PENELITIAN

KEPMENKES NO.369 TENTANG STANDAR PROFESI


BIDAN

Manajemen berbasis sekolah

kewirausahaan

Hormon Replacement Therapy

Template Tanda Air. Gambar template oleh Silberkorn. Diberdayakan oleh


Blogger.

Anda mungkin juga menyukai