Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat

efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi

merupakan prioritas utama dalam pelayanan kesehatan di bidang preventif.

Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu

di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan

cakupan luas (Ranuh, et al, 2014)

Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan terhadap penyakit poliomielitis yaitu penyakit radang yang

menyerang syaraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki (Maryunani, 2010)

Pencapaian Eradikasi Polio (ERAPO) merupakan sebuah komitmen

global. Diharapkan, pada tahun 2020 kita akan mewujudkan Eradikasi Polio di

seluruh dunia. Jika hal ini dapat kita wujudkan, maka ini adalah sebuah prestasi

besar kedua yang dicapai masyarakat dunia di bidang kesehatan setelah

pembasmian atau Eradikasi Cacar atau Varicella yang dicapai pada tahun 1974.

Indonesia bersama dengan negara-negara di Regional Asia Tenggara telah

mendapatkan Sertifikat Bebas Polio dari World Health Organization (WHO)

pada tanggal 27 Maret 2014 (Depkes, 2016). Hal ini menjadi perhatian dari

dunia Internasional dalam target global Sustainable Development Goals (SDG’s)

1
2

yaitu mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah hingga

12 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) 25 per

1.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Kemenkes, 2015).

Namun, meskipun telah dinyatakan bebas polio, risiko penyebaran polio di

Indonesia tetap tinggi selama virus polio liar masih bersirkulasi di dunia dan

faktor risiko untuk terjadi penularan masih tetap ada oleh karena kekebalan

masyarakat yang belum optimal yang disebabkan karena masih terdapatnya

daerah-daerah dengan cakupan imunisasi polio rutin yang rendah selama

beberapa tahun (Depkes, 2016).

Imunisasi polio dilakukan dengan cara memberikan vaksinasi, Vaksin

merupakan suspensi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan atau

antigen mikroorganisme yang diberikan untuk mencegah atau mengatasi

penyakit infeksi (Depkes RI, 2016)

Vaksin yang dibuat menggunakan beberapa proses yang berbeda, ada yang

berisi virus hidup yang telah dilemahkan ( melemah atau diubah agar tidak

menyebabkan penyakit ), organisme dilemahkan atau dibunuh atau virus, racun

tidak aktif ( untuk penyakit bakteri di mana racun yang dihasilkan oleh bakteri,

dan bukan bakteri sendiri, penyebab penyakit), atau hanya segmen patogen

(Meliputi subunit dan vaksin konjugasi) (Hashemi,et.al.,2014)

Program imunisasi di Negara Indonesia diatur oleh Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia (Kemenkes RI). Pemerintah, bertanggung jawab dalam


3

menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur serta tatacara

memberikan vaksin. Pelaksaan program imunisasi dilakukan oleh unit pelayanan

kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat memberikan pelayanan

imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang telah ditetapkan oleh

Kementerian Kesehatan (Probandari,et al.,2013).

Dalam beberapa bulan pertama tahun 2013 World Health Organization

(WHO) atau Badan Kesehatan Dunia telah menemukan adanya 22 kasus di 5

negara. Penurunan jumlah kasus baru polio ini telah memberi keyakinan kepada

para ilmuwan untuk membuat target baru untuk mengeliminasi atau

menghilangkan penyakit polio. Lebih dari 400 ilmuwan dari 80 negara telah

menyatakan kesediaannya untuk mendukung rencana WHO pada tahun 2018

menghilangkan penyakit polio dari seluruh dunia (World Health Organization,

2013).

Cakupan imuniasi di Indonesia terus meningkat dan hingga tahun 2016

mencapai 79%. Cakupan imunisasi anak di negara-negara World Health

Organization (WHO) masih mencapai 85% dari bayi di seluruh dunia telah

mendapat imunisasi dan masih terdapat 19,9% juta bayi dan anak-anak belum

sepenuhnya mendapatkan vaksinasi dan tetap beresiko terkena penyakit (WHO

Global Immunization Data, 2017).

Pada tahun 2014, secara nasional angka kejadian non polio Acute Flaccid

Paralysis (AFP) rate sebesar 2,38 /100.000 populasi anak <15 tahun yang berarti
4

telah mencapai standar minimal penemuan. Sebanyak 22 provinsi (64,7%) telah

mencapai standar specimen adekuat pada tahun 2014. Dari 34 provinsi, 24

diantaranya (70,6%) telah mencapai target nonpolio AFP rate≥ 2 per 100.000

penduduk kurang dari15 tahun pada tahun 2014 (Profil Kesehatan Indonesia,

2014).

World Health Assembly (WHA) mendeklarasikan bahwa eradikasi polio

adalah salah satu isu kedaruratan kesehatan masyarakat dan perlu disusun suatu

strategi menuju eradikasi polio. Indonesia telah berhasil menerima sertifikasi

bebas polio bersama dengan negara anggota WHO di South East Asia Region

(SEAR) pada bulan Maret 2014, sementara itu dunia masih menunggu negara

lain yang belum bebas polio yaitu Afganistan, Pakistan dan Nigeria. Untuk

mempertahankan keberhasilan tersebut dan untuk melaksanakan strategi menuju

eradikasi polio di dunia, Indonesia melakukan beberapa rangkaian kegiatan yaitu

Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio, penggantian vaksin trivalent Oral Polio

Vaccine (tOPV) ke bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV) dan introduksi

Inactivated Polio Vaccine (IPV). Pada akhir tahun 2020 diharapkan penyakit

polio telah berhasil dihapus dari seluruh dunia (KESMAS, 2016).

Provinsi Riau memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap pada tahun 2016

sebesar 72,8% capaian ini menurun bila di bandingkan dengan tahun 2015

(80,1%) dan cakupan ini juga masih di bawah target Renstra tahun 2016 sebesar

91,5%. Namun, cakupan IDL Provinsi Riau tersebut lebih tinggi dari pada hasil

Sirkesnas 2016 (65,33%).


5
6

Pada tingkat kabupaten/kota, hanya 33,33% kabupaten/kota yang telah

berhasil mencapai target 91,5%. Ini berarti harus menjadi komitmen Provinsi

Riau untuk dapat memenuhi target yang telah di tetapkan.

Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memberi pencegahan

penyakit tertentu pada anak tersebut tetapi juga memberikan dampak yang lebih

luas karena dapat mencegah penularan penyakit untuk orang lain. Oleh karena

itu pengetahuan dan sikap orang tua terutama ibu sangat penting untuk

memahami tentang manfaat imunisasi bagi anak Indonesia (Ranuh, 2008).

Berkembangnya isu tentang efek samping imunisasi yang menyebabkan

demam, kejang, bengkak di sekitar suntikan hingga autis menyebabkan banyak

ibu enggan mengimunisasikan bayinya. Padahal, dengan imunisasi bayi akan

terbebas dari beberapa penyakit mematikan seperti pnemunoia, diare dan tetanus

(Antara, 2008).

Namun pada kenyataannya program imunisasi dasar lengkap yang telah

dilakukan tidak seluruhnya berhasil dan masih banyak bayi atau balita status

kelengkapan imunisasinya belum lengkap, banyak faktor yang menyebabkan

kelengkapan imunisasi, faktor tersebut antara lain sikap petugas, lokasi

imunisasi, kehadiran petugas, usia ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat

pendapatan keluarga per bulan, kepercayaan terhadap dampak buruk pemberian

imunisasi, status pekerjaan ibu, tradisi keluarga, tingkat pengetahuan ibu, dan

dukungan keluarga (Rahmawati, 2014).


7

Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem

perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran dan tidak adanya kebutuhan

masyarakat pada imunisasi, oleh karena itu pengetahuan dan sikap orang tua

terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi bagi

anak Indonesia (Lisnawati.L, 2011).

pengetahuan imunisasi polio pada ibu sangat penting untuk menumbuhkan

kesadaran tentang pentingnya hidup sehat dengan pencegahan melalui imunisasi

polio. Pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dapat diperoleh dari berbagai

sumber media massa maupun media informasi seperti televisi, radio, media cetak

dan sebagainya dengan tujuan agar masyarakat berperilaku hidup sehat

(Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan di Dinas Kesehatan kota

Pekanbaru data imunisasi Inactivated Polio Vaccine (IPV) tertinggi tahun 2018

terdapat di wilayah kerja puskesmas Melur kota Pekanbaru dengan jumlah 90

orang.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik mengangkat permasalahan

sebagai bahan kajian judul “ faktor yang mempengaruhi pemberian imunisasi

Inactivated Polio Vaccine IPV pada balita di wilayah kerja puskesmas Kempas

Jaya Provinsi Jambi Tahun 2020.


8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik mengambil judul

penelitian tentang “Faktor apa sajakah yang mempengaruhi pemberian Imunisasi

IPV pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kempas Jaya Provinsi Jambi

Tahun 2020”?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemberian Imunisasi

Inactifated Polio Vaccine (IPV) pada balita di Wilayah Kerja Kempas Jaya

Provinsi Jambi Tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahui distribusi frekuensi pemberian imunisasi Inactivated polio vaccine

(IPV) pada balita di wilayah kerja puskesmas Kempas Jaya Provinsi Jambi

Tahun 2020.

1.3.2.2 Diketahuinya distribusi frekuensi pendidikan ibu tentang pemberian

imunisasi Inactivated polio vaccine (IPV) pada balita di wilayah kerja

puskesmas Kempas Jaya Provinsi Jambi Tahun 2020.

1.3.2.3 Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang pemberian

pemberian imunisasi Inactivated polio vaccine (IPV) pada balita di wilayah

kerja puskesmas Kempas Jaya Provinsi Jambi Tahun 2020.


9

1.3.2.4 Diketahuinya distribusi frekuensi tentang sikap ibu terhadap pemberian

imunisasi Inactivated Polio Vaccine (IPV) pada balita di wilayah kerja

puskesmas Kempas Jaya Provinsi Jambi Tahun 2020.

1.3.2.5 Diketahuinya distribusi frekuensi usia ibu tentang pemberian pemberian

imunisasi Inactivated polio vaccine (IPV) pada balita di wilayah kerja

puskesmas Kempas Jaya Provinsi Jambi Tahun 2020.

1.3.2.6 Untuk mengetahui pengaruh pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi

Inactivated Polio Vaccine (IPV) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Kempas Jaya Provinsi Jambi Tahun 2020.

1.3.2.7 Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi

Inactivated Polio Vaccine (IPV) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Kempas Jaya Provinsi Jambi Tahun 2020.

1.3.2.8 Untuk mengetahui pengaruh sikap ibu dengan pemberian imunisasi

Inactivated Polio Vaccine (IPV) di wilayah kerja puskesmas Kempas Jaya

Provinsi Jambi Tahun 2020.

1.3.2.9 Untuk mengetahui pengaruh usia ibu dengan pemberian imunisasi

Inactivated Polio Vaccine (IPV) di wilayah kerja puskesmas Kempas Jaya

Provinsi Jambi Tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti khususnya tentang

faktor–faktor yang mempengaruhi pemberian imunisasi Inactivated Polio


10

Vaccine (IPV) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kempas Jaya Provinsi

Jambi Tahun 2020 dan dapat dijadikan sebagai pengalaman bagi peneliti

terutama dalam meneliti.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menambah informasi dan referensi sebagai bahan bacaan khsususnya

mahasiswa Akademi Kebidanan Sempena Negeri tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi pemberian imunisasi Inactivated Polio Vaccine (IPV) pada

balita.

1.4.3 Bagi Tempat Penelitian

Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi bagi Puskesmas

Kempas Jaya untuk meningkatkan pelayanan pemberian imunisasi khususnya

imunisasi Inactivated Polio Vaccine (IPV).

Anda mungkin juga menyukai