Anda di halaman 1dari 100

1

LAPORAN

RANTAI VAKSIN DI PUSKESMAS BAKUNASE KOTA KUPANG

OLEH:

KELOMPOK 4B

1. ZAITUN
2. BALTAZAR DA COSTA
3. MARGARITHA BAKO
4. MARIA YOSEFINA NONGA
5. NELANSARI TOELLE
6. VIVI WILA DIDA

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN

CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG

2018
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan imunisasi merupakan upaya yang paling cost effective

dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi yang diharapkan akan

berdampak pada penurunan angkah kematian bayi dan balita

(Hadianti, dkk 2014).

Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap

kecacatan kesakitan, kematian bayi dan balita serta mereduksi

penyakit menular. Dengan imunisasi, seseorang menjadi kebal

terhadap penyakit khususnya penyakit infeksi. Dengan demikian,

angka kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta

kematian yang ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010).

Vaksin merupakan komponen utama dalam program imunisasi dimana

ketersediaannya harus terjamin sampai ke sasaran. Vaksin juga

merupakan unsur biologis dalam program imunisasi yang memiliki

karakteristik tertentu dan memerlukan penanganan rantai vaksin

secara khusus sejak diproduksi di pabrik hingga dipakai di unit

pelayanan.

Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).

Tidak hanya cacar (smallpox), angka kejadian penyakit-penyakit


3

infeksi lain juga menurun dengan ditemukannya vaksin terhadap

penyakit-penyakit tersebut (Depkes, 2006). Strategisnya imunisasi

sebagai alat pencegahan, menjadikan imunisasi sebagai program

utama suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan

penyakit yang utama di dunia. Di Indonesia, imunisasi merupakan

andalan program kesehatan (Achmadi, 2006).

Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme

on Immunization (EPI) atau Program Pengembangan Imunisasi (PPI)

dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu dengan cara meningkatkan

cakupan imunisasi pada anak-anak di seluruh belahan dunia. Hasil

dari program EPI ini cukup memuaskan, dimana terjadi peningkatan

angka cakupan imunisasi dunia dari 5% menjadi 80% (Ali, 2003). Di

Indonesia, PPI mulai diselenggarakan tahun 1977 dan berfokus pada

campak, tuberkulosis, difteri, tetanus, pertusis, polio. Sementara

imunisasi hepatitis B dimasukkan terakhir karena vaksin hepatitis B

baru tersedia pada tahun 1980-an (Depkes, 2005).

Pada tahun 2012, GAVI Geneva meminta agar semua yang

memperoleh Hibah dari GAVI termasuk indonesia untuk

melaksanakan Reprogramming agar lebih fokus dalam peningkatan

cakupan imunisasi.
4

Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah

tercapainya Universal Child Immunization (UCI). Pencapaian UCI

merupakan gambaran cakupan imunisasi pada bayi (0-11 bulan)

secara nasional hingga ke tingkat pedesaan. WHO dan UNICEF

menetapkan indikator cakupan imunisasi adalah 90% di tingkat

nasional dan 80% di semua kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia

telah mencapai target UCI, dimana paling sedikit 80% bayi di setiap

desa telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebelum berumur

satu tahun (Depkes, 2005). WHO dan UNICEF menetapkan indikator

cakupan imunisasi adalah 90% di tingkat nasional dan 80% di semua

kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai target UCI,

dimana paling sedikit 80% bayi di setiap desa telah mendapatkan

imunisasi dasar lengkap sebelum berumur satu tahun (Depkes, 2005).

Persentase desa/kelurahan UCI di Indonesia, selama 6 tahun

terakhir belum menunjukkan perkembangan yang bermakna.

Pencapaian tertinggi 3 terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 76,23%.

Capaian tahun 2009 hanya sebesar 69,76% desa/kelurahan UCI di

Indonesia, lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 74,02%.

Angka tersebut juga masih di bawah target UCI tahun 2009 sebesar

98% dan standar pelayanan minimal yang menetapkan target 100%

desa/kelurahan UCI pada tahun 2010 untuk setiap kabupaten/kota

(Profil Kesehatan Indonesia, 2010).


5

Menurut Lampiran Data Profil Kesehatan (2015) mengenai

cakupan dasar imunisasi dasar pada bayi untuk Provinsi NTT,

kelahiran hidup (133.937), sasaran surviving infants (128.902), BCG

(95.950/ 71,6%), HB<7 hari (71.99/ 53,2%), DPT/HB1 dan DPT-HB-

HIB1 (99.919/78,0%), DPT/HB3 dan DPT-HB-HIB3 (96.356/75,2%),

Polio 4 (96.263/ 75,2%), Campak (96.340/75,2%), Imunisasi dasar

lengkap (89.775/70,1%).

Kemajuan konsep paradigma sehat dalam pembangunan

kesehatan adalah pembangunan kesehatan yang lebih

memprioritaskan upaya promotif dan prefentif dibandingkan kuratif dan

rehabilitatif. Program imunisasi merupakan salah satu upaya preventif

yang telah terbukti sangat efektif menurunkan angka kesakian dan

angka kematian serta kecacatan pada bayi dan balita (Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI, 2009).

Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat mengakibatkan

kerusakan vaksin sehingga menurunkan atau bahkan menghilangkan

potensi bahkan dapat memberikan kejadian ikutan pasca imunisasi

(KIPI) bila diberikan kepada sasaran. Kerusakan vaksin juga akan

mengakibatkan kerugian sumber daya baik dalam bentuk biaya vaksin

maupun biaya-biaya lain yang terpaksa dikeluarkan guna

menanggulangi masalah KIPI atau kejadian luar bias (KLB). Karena itu

pengelolangan vaksin memerlukan penanganan khusus (Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI, 2009).


6

Untuk mendukung tujuan pengelolaan program imunisasi,

distribusi vaksin yang merata dan tepat waktu dari Dinas Kesehatan

Provinsi ke Dinas kesehatan Kabupaten/ Kota dan dan penyimpanan

vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan salah satu

faktor yang sangat berpengaruh dalam menjamin ketersediaan vaksin

dan menjaga agar vaksin tidak rusak. Kesesuaian distribusi yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dengan pedoman

pengelolaan vaksin yang dikeluarkan oleh Ditjen Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan Depkes RI tentunya menjadi suatu hal utama yang

harus diperhatikan dalam menjaga kualitas vaksin agar tidak rusak

saat didistribusikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan menjaga

ketersediaan vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota agar tidak

terjadi kekosongan vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,

sehingga nantinya vaksin tersebut dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat sesuai harapan.

Sesuai dengan PP 38 TAHUN 2007 tentang kewenangan

pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonomi dan peraturan

menteri kesehatan N0. 439/MENKES/PER/VI/2009 tentang organisasi

dan tata kerja Depkes, antara lain menyebutkan bahwa kewenangan

pemerintah pusat menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman,

bermutu, efektif, terjangkau dan merata bagi masyarakat untuk upaya

pengendalian penyakit menular melalui imunisasi.


7

Untuk meningkatkan mutu vaksin, maka vaksin harus dijaga

dengan baik. Pemeliharaan rantai rantai vaksin merupakan tulang

punggung program imunisasi. Pelaksanaan imunisasi dituntut

berkualitas, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap program

dengan menekan kesakitan, kecacatan, kematian bayi dan balita serta

mereduksi penyakit menular. Cara untuk menyimpan vaksin tersebut

sering disebut juga dengan cold chain (rantai dingin).

Masih adanya kegagalan-kegagalan dalam imunisasi

merupakan suatu hal yang sangat memprihatinkan. Imunisasi yang

diharapkan dapat mencegah penularan penyakit justru malah menjadi

penyebab timbulnya penyakit pada masyarakat. Oleh karena itu,

sebagai tenaga kesehatan dan juga mahasiswa kesehatan yang

nantinya juga akan terjun dalam dunia kerja dalam bidang kesehatan

perlu mengetahui dan memahami pengelolaan rantai vaksin yang

benar sesuai dengan ketentuan sebagai upaya dalam meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengelolahan mata rantai vaksin di Puskesmas Pasir

Panjang

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi teori pengelolaan rantai vaksin dan

kesenjangan yang ada di Puskesmas Pasir Panjang.


8

2. Mengidentifikasi peralatan rantai vaksin yang digunakan di

Puskesmas Pasir Panjang.

3. Mengidentifikasi cara penanganan vaksin di Puskesmas Pasir

Panjang.

4. Mengidentifikasi aspek pelayanan imunisasi di Puskesmas

Pasir Panjang.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Bagi instansi terkait, sebagai bahan informasi dan evaluasi yang

dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan sebuah

kebijakan dan tindakan untuk meningkatkan kualitas program

imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Pasir Panjang.

2. Bagi akademik, sebagai bahan untuk menambah pengetahuan

tentang bagaimana pendistribusian vaksin yang seharusnya

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi ke Dinas Kesehatan

Kota yang ada di Kota Kupang.

3. Bagi masyarakat, dapat menambah wawasan masyarakat tentang

terjamin atau tidaknya kualitas vaksin yang diterima oleh

masyarakat.
9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Rantai Vaksin

2.1.1 Pengertian Vaksin

Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah

mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang

diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi

toksoit, protein rekombinan yang apabila diberikan pada seseorang

akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit

infeksi tertentu (Hadianti, dkk, 2014).

2.1.2 Jenis-Jenis Vaksin

Jenis-jenis vaksin dalam program imunisasi di Indonesia adalah :

BCG, Polio, Campak, Hepatitis B, DPT-Hb, TT, DT serta Td.

1. Penggolongan berdasarkan asal antigen (Immuization Essential)

a) Berasal dari bibit penyakit yang dilemahkan (Live Essential)

Vaksin yang berasaldari bibit penyakit yang dilemahkan

terbagi menjadi dua yaitu yang berasal dari virus seperti vaksin

polio (OPV), Campak, Yellow Fever, Hepatitis B, dan yang

berasal dari bakteri seperti BCG.

b) Berasal dari bibit penyakit yang dimatikan (Inactivated)


10

Vaksin yang ini terbagi menjadi dua yaitu yang dimatikan

seluruhnya yang berasal dari virus seperti IPV

(Injectable/Inactivated Polio Vaccine Polio injeksi), Rabies dan

yang berasal dari bakteri seperti pertussis. Jenis yang kedua

adalah vaksin yang berasal dari bibit penyakit yang dimatikan

sebagian, yang berdasarkan protein seperti sub unit A seluler

pertussis dan toksoid (DT), yang berasal dari polisakarida

terbagi lagi menjadi murni (Meningococal) dan Gabungan Hib

(Hemofilus type B)

c) Rekombinan (Rekayasa genetika) seperti Hepatitis B.

2. Penggolongan berdasarkan sensitivitas terhadap suhu

a) Vaksin yang peka terhadap suhu dingin dibawah 0 oC yaitu

vaksin FS (Freeza Sensitive=Sensitif Beku), seperti hepatitis

B, dalam kemasan vial atau kemasan PID (Prefiil Injection

Device), DPT, DPT-Hb, Dt, TT, dan Td.

b) Vaksin yang peka terhadap suhu panas berlebihan (>34 oC),

yaitu vaksin HS (Heat Sensitive/sensitive panas), seperti :

BCG, polio, campak.

c) Jenis pelarut (Diluent) : pelarut-pelarut yang biasa digunakan

terbagi menjadi tiga yaitu 4 ml Nacl 0,9 % untuk BCG paris

1173 P2, 1 ml Sauton SST untuk BSG Danis Strain dan 5 ml

aquabides steril untuk campak.


11

d) Kerusakan vaksin terhadap suhu : menurut sifat vaksin suhu

mempengaruhi umur vaksin

1. Vaksin Sensitif Beku

Tabel 2.1 Kerusakan Vaksin Pada Suhu Beku

Vaksin Pada Suhu Dapat bertahan

selama
Hepatitis B, DPT-Hb -0,5Oc Max ½ jam
DPT, DT, TT, Td -5oc s/d – 10oc Max 1,5-2 jam

Selain rusak karena pembekuan, untuk vaksin DPT, DT, TT,

Td. Hepatitis B dan DPT-Hb, juga akan rusak pada paparan

suhu yang tinggi dengan waktu seperti dibawah ini :

Tabel 2.2 Kerusakan Vaksin Pada Suhu Tinggi

Vaksin Pada Suhu Dapat bertahan

selama
o
DPT, DPT-Hb, Beberapa c diatas 14 hari
DT, Td suhu udara luar
(ambient temperatur
< 34oc)
Hepatitis B dan Beberapa oc diatas 30 hari
TT suhu udara luar
(ambient temperatur
< 34oc)

2. Vaksin Sensitif Panas

Tabel 2.3 Kerusakan vaksin Pada Suhu Tinggi


12

Vaksin Pada Suhu Dapat Bertahan

Selama
Polio Beberapa oc diatas 2 hari
suhu udara luar
(ambient
temperatur < 34oc)
Campak dan Beberapa oc diatas 7 hari
BCG suhu udara luar
(ambient
temperatur < 34oc)

e) Kerusakan Vaksin Terhadap Sinar Matahari/ Ultraviolet

Semua vaksin akan rusak bila terkena sinar matahari

langsung.

f) Masa Simpan Vaksin

Tabel 2.4 Jenis Dan Masa Simpan Vaksin Berdasarkan

Suhu Penyimpanan

Jenis Vaksin Suhu Penyimpanan Umur

Vaksin
o o
BCG +2 c s/d +8 c (Puskesmas) 1 Tahun
-15oc s/d-25oc 1 Tahun
(Kabupaten/provinsi)
DPT +2oC s/d +8oC 2 Tahun
HEPATITIS B +2oC s/d +8oC 26 Tahun
TT +2oC s/d +8oC 2 Tahun
DT/Td +2oC s/d +8oC 2 Tahun
POLIO +2oC s/d +8oC 2 Tahun
CAMPAK +2oC s/d +8oC(Puskesmas) 2 Tahun
-15oc s/d-25oc (Kabupaten/ 2 Tahun
provinsi)
DPT-Hb +2oC s/d +8oC 2 Tahun
Pelarut BCG Suhu Kamar 5 Tahun
Pelarut Suhu Kamar 5 Tahun
13

Campak

Catatan :

1. Untuk vaksin BCG dan Campak dalam rangka menghemat

energy sebaiknya disimpan dalam lemari es +2 oC s/d +8oC

(tidak perlu disimpan dalam freezer), sedangkan vaksin

polio disimpan dalam Freezer.

2. Pada saat penyuntikan suhu pelarut dan vaksin agar

dikondisikan sama, dengan cara menggosok vial vaksin

kedua telapak tangan.

2.1.3 Peralatan rantai vaksin

Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan

dalam pengolahan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga

vaksin pada suhu yang telah ditetapkan, mulai dari tempat produksi

sampai kepada vaksin diberikan kepada sasaran.

1. Jenis peralatan rantai vaksin

a. Lemari es

Berdasarkan sistem pendinginnya, lemari es dibagi 2 yaitu :

Sistem Kompresi dan absorpsi. Perbedaan kedua sistem

tersebut adalah :

Tabel 2.5 Perbedaan Sistem Kompresi dan Sistem

Absorbsi
14

Sistem Kompresi Sistem Absorbsi


a. Lebih cepat dingin a. Pendingin lebih
b. Menggunakan sebagai lambat
mekanik yang dapat b. Tidak menggunakan
menimbulkan aus mekanik sehingga
c. Hanya dengan listrik tidak ada bagian yang
AC/DC bergerak sehingga
d. Bila terjadi kebocoran tidak ada aus
pada sistem mudah c. Dapat dengan listrik
diperbaiki AC / DC atau nyala
api minyak tanah,
atau gas.
d. Bila terjadi kebocoran
pada sistem tidak
dapat diperbaiki

1. Bila suhu pada lemari es sudah stabil antara +2 oC


s/d+8oC, maka posisi termostat jangan dirubah-rubah
BERI SELOTIP
2. Merubah termostat bila suhu pada lemari es dibawah +
2oC atau diatas +8oC
3. Perubahan termostat tidak dapat merubah suhu lemari
es dalam sesaat
Menurut bentuk pintunya, lemari es dibagi dua yaitu buka atas

dan samping. Perbedaan antara pintu buka depan dan buka

pintu ke atas.

Tabel 2.6 Perbedaan Antara Bentuk Pintu Buka Depan Dan

Pintu Buka ke Atas

Bentuk buka dari depan Bentuk buka dari atas


a. Suhu tidak stabil a. Suhu lebih stabil
b. Pada saat pintu lemari b. Pada saat pintu lemari
es dibuka kedepan es dibuka ke atas maka
maka suhu dingin dari suhu dingin dari atas
atas akan turun akan turun kebawah dan
kebawah dan keluar tertampung
c. Bila listrik padam relatif c. Bila listrik padam relatif
tidak cepat bertahan suhu dapat bertahan
15

lama lama
d. Jumlah vaksin yang d. Jumlah vaksin yang
dapat ditampung ditampung lebih banyak
sedikit e. Penyusunan vaksin agak
e. Susunan vaksin sulit, karena vaksin
menjadi mudah dan tertumpuk dan tidak jelas
vaksin terlihat jelas dilihat dari atas
dari samping ke depan

2. Perawatan Lemari Es

Untuk saat ini, program memakai lemari buka atas karena lebih

banyak keuntungannya dibandingkan lemari buka samping.

a. Jadwal perawatan

1. Harian

a) Periksa suhu lemari es dua kali tiap pagi dan sore

kemudian cacat suhu pada buku grafik suhu atau

kartu suhu.

b) Hindari seringnya buka tutup pada lemari es

c) Periksa freeze watch atau freeze tag

2. Mingguan

a) Bersihkan bagian luar lemari es / freezer untuk

menghindari karat (korosif).

b) Periksa kontak listrik pada stop kontak, upaya jangan

kendor.

3. Bulanan

a) Bersihkan bagian luar dan dalam lemari es / freezer


16

b) Bersihkan karet seal pintu dan periksa kerapatannya

dengan selembar kertas. Bila perlu beri bedak atau

talk.

c) Periksa engsel pintu lemari es, bila perlu beri pelumas.

d) Pencairan bunga es (tebal bungan es tidak boleh lebih

dari 2 cm).

b. Suku cadang lemari es

Penyediaan suku cadang merupakan salah satu upaya

agar lemari es dapat selalu berfungsi dengan baik dan benar.

Suku cadang harus tersedia sesuai dengan jenis dan tipe

masing-masing lemari es.

c. Penempatan lemari es

1) Jarak minimal antara lemari es dengan dingin

belakang adalah ± 10- 15 cm atau sampel pintu lemari

es dapat di buka.

2) Jarak minimal antara lemari es dengan lemari es lainnya

adalah ± 15 cm.

3) Lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung.

4) Ruangan mempunyai sirkulasi udara yang cukup.

5) Setiap satu unit lemari es/ freezer menggunakan hanya

satu stop kontak listrik.

d. Alat pemantau suhu


17

1) Setiap lemari es di pantau dengan satu buah termometer

dial /muller.

2) Sebuah freezer watch/ freezer tag

3) Sebuah buku grafik pencatatan suhu.

e. Vaccine carrier

Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim atau membawa

vaksin dari puskesmas ke posyandu atau tempat pelayanan

imunisasi lainya yang dapat mempertahankan suhu + 2 OC

S/D + 8 OC.

f. Thermos

Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan/

posyandu. Setiap thermos dilengkapi dengan cool pack

minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya tahan untuk

mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka

thermos sangat cocok digunakan untuk daerah yang

transportasinya mudah dijangkau.

g. Cold box

Cold box di tingkat puskesmas digunkan apabila dalam

keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup

lama, atau lemari es sedang mengalami kerusakan yang bila

diperbaiki memakan waktu lama.

h. Kotak dingin cair (cool pack)


18

Kotak dingin ciar adalah wadah plastik berbentuk segi

empat yang di isi dengan air yang kemudian didinginkan

pada lemari es selama 24 jam.

i. Kotak dingan beku (cold pack)

Kotak dingin beku (cold pack) adalah wadah plastik

berbentuk segi empat, besar atau pun kecil yang diisi

dengan air yang kemudian pada suhu -5 0C- 150C dalam

freezer selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibaut

dalam kantong plastik bening.

2.1.4 Penanganan vaksin

1. Penyimpanan

Setiap unit dianjurkan untk menyimpan vaksin tidak lebih dari

stok maksimalnya, untuk menghindari terjadinya penumpukan

vaksin. Bila frekuensi distribusi vaksin ke Provinsi satu kali setiap

tiga bulan, maka stok maksimal vaksin di Provinsi adalah kebutuhan

vaksin untuk empat bulan. Bila frekuensi pengambilan vaksin ke

provinsi satu kali per bulan mak stok maksimal di kabupaten adalah

satu bulan dan stok maksimal adalah tiga bulan, dan bila frekuensi
19

pengambilan vaksin ke kabupaten satu kali perbulan maka stok

maksimal di puskesmas satu bulan satu minggu.

Cara penyimpanan vaksin sangat penting karena menyangkut

potensi atau daya antigennya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

penyimpanan vaksin adalah suhu, sinar matahari, dan kelembapan.

Dalam penyimpanana vaksin, susunannya harus diperhatikan

karena suhu dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin secara

konduksi maka ketentuan tentang jarak antara kemasana vaksin

harus dipenuhi. Demikina pula letak vaksin menurut jenis

antigennya mempunyai urutan tertentu untuk menghindari potensi

vaksin yang terlalu cepat. Adapun cara penyimpanan vaksin yang

dimaksud sebagai berikut:

a. Semua vaksin di pelayanan langsung (puskesmas, rumah sakit

dan klinik) disimpan pada suhu +2oC s/d +8oC.

b. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan

dingin dan kestabilan suhu.

c. Peletakkan dus vaksin mempunyai jarak minimal satu sampai

dua cm atau satu jari tangan.

d. Vaksin HS (BCG, Campak dan Polio) diletakkan dekat dengan

evaporator.

e. Vaksin FS (DPT, TT, DT, Td, Hepatitis B, DPT-Hb) diletakkan

jauh dari evaporator.

Catatan:
20

1) Vaksin HB Uniject (ADS PID) disimpan pada suhu

ruangan, dapat di bawah saat kunjungan rumah tanpa

rantai vaksin. Kelayakan pemakaian vaksin diukur

dengan melihat status VVM.

2) Lemari es tempat penyimpanana vaksin tidak boleh

dicampur dengan barang selain vaksin (makanan,

minuman dan barang-barang laboratorium).

f. Sebelum menggunakan vaksin periksa dengan teliti kondisi

VVM. Vaccine Vial Monitor (VVM) adalah suatu indikator

kelayakan mutu vaksin berupa tanda bulatan berwarna biru

yang ditengahnya terdapat segi empat warna putih/cerah yang

akan berubah warna menjadi semakin gelap secara kumulatif

apabila vaksin terpapar panas. VVM tidak sensitif terhadap

paparan suhu beku (tetap terang), namun vaksin yang tergolong

freeze sensitif (mengandung komponen T dan Hb) akan rusak.

Kondisi VVM:

1) Kondisi A

Warna segi empat bagian dalam lebih terang dari warna

gelap di sekelilingnya.

2) Kondisi B

Warna segi empat bagian dalam sudah muali BERWARNA

GELAP namun masih lebih terang dari warna gelap di

sekelilingnya.
21

3) Kondisi C

Warna segi empat bagian dalam SAMA DENGAN warna

gelap di sekelilingnya.

4) Kondisi D

Warna segi empat bagian dalam LEBIH GELAP dari warna

di sekelilingnya.

Tabel. 2.7 Kondisi VVM

A
Segi empat lebih terang dari lingkaran.

Gunakan vaksin bila belum

kedaluwarsa.
B
Segi empat berubah gelap tapi lebih

terang dari lingkaran.

Gunakan vaksin lebih dahulu bila


C
belum kedaluarsa.
22

Batas untuk tidak digunakan lagi:

Segi empat berwarna sama dengan

lingkaran.

JANGAN GUNAKAN VAKSIN


D
Melewati Batas Buang:

Segi empat lebih gelap dari lingkaran.

JANGAN GUNAKAN VAKSIN

2. Pendistribusian

Distribusi adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari pusat

ke Provinsi, dari provinsi ke kabupaten/kota, darii kabupaten/kota ke

puskesmas dan dari puskesmas ke bidan di desa atau posyandu.

Distribusi vaksin baik jumlah maupun frekuensinya harus di

sesuaikan dengan volume vaksin di masing-masing provinsi serta

biaya transportasi. Rata-rata distribusi vaksin ke provinsi adalah

setiap satu sampai tiga bulan tergantung dari besarnya jumlah

penduduk provinsi tersebut.

Bila frekuensi distribusi vaksin dikurangi, keuntungannya adalah

biaya transportasi berkurang, sedangkan kerugiannya sebagian

besar umur vaksin dihabiskan dalam tempat penyimpanan di pusat.


23

Karena volume penyimpanan dipengaruhi dengan stok vaksin maka

pusat/bio farma memerlukan informasi tentang stok vaksin di

provinsi secara berkala atau melalui permintaan vaksin dari provinsi.

Dari gudang vaksin provisni diantar oleh petugas

kabupaten/kota setiap bulan dan dari gudang kabupaten vaksin

diambil oleh petugas puskesmas setiap bulan. Dengan demikian

untuk kabupaten/kota dan puskesmas diperlukan biaya

pengambilan vaksin setiap bulan. Frekuensi pengambilan vaksin ini

bervariasi antara kabupaten/kota dan puskesmas, tergantung dari

kapasits penyimpanan vaksin, biaya transportasi serta volume

kegiatan. Dalam menjaga potensi vaksin selama transportasi,

ketentuan pemakaian coold box dan cool pack , vaccine carier dan

termos harus diperhatikan.

Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik

sampai ketingkat provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan

tanggung jawab pemerintah daerah secara berjenjang dengan

mekanisme diantar oleh level yang lebih atas atau diambil oleh level

yang lebih bawah, tergantung kebijakan masing-masing daerah.

Seluruh proses distribusi vaksin dari pusat sampai ketingkat

pelayanan, harus mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar

mampu memberikan kekebalan yang optimal kepada sasaran.

a. Pusat ke Provinsi
24

1. Penyedia vaksin bertanggung jawab terhadap seluruh

pengiriman vaksin dari pusat sampai ke tingkat provinsi.

2. Dinas kesehatan provinsi mengajukan rencana jadwal

penyerapan vaksin alokasi provinsi yang dikirimkan

kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementerian Kesehatan, tembusan kepada

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan cq. Subdit Imunisasi serta

kepada penyedia vaksin paling lambat 10 hari kerja

setelah alokasi vaksin diterima di provinsi.

3. Vaksin akan dikirimkan sesuai jadwal rencana

penyerapan dan atau permintaan yang diajukan oleh

dinas kesehatan provinsi.

4. Pengiriman vaksin (terutama BCG) dilakukan secara

bertahap (minimal dalam dua kali pengiriman) dengan

interval waktu dan jumlah yang seimbang dengan

memperhatikan tanggal kadaluarsa dan kemampuan

penyerapan serta kapasitas tempat penyimpanan.

5. Vaksin untuk kegiatan BIAS dikirimkan 1 (satu) bulan

sebelum pelaksanaan kegiatan.

6. Vaksin alokasi pusat akan dikirimkan berdasarkan

permintaan resmi dari dinas kesehatan provinsi yang

ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pengendalian


25

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian

Kesehatan cq. Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina

dan Kesehatan Matra dengan melampirkan laporan

monitoring vaksin pada bulan terakhir.

7. Dalam setiap pengiriman vaksin harus disertakan

dokumen berupa:

a) SP (Surat Pengantar ) untuk vaksin alokasi

provinsi/SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) untuk

vaksin alokasi pusat.

b) VAR (Vaccine ArrivalReport) untuk setiap nomor

batch vaksin.

c) CopyCoR(Certificate of Release) untuk setiap

batch vaksin

8. Wadah pengiriman vaksin berupa cold box yang disertai

alat untuk mempertahankan suhu dingin berupa :

a) Cool pack untuk vaksin TT, Td, DT, Hepatitis B,

dan DPT-HB.

b) Cold pack untuk vaksin BCG dan Campak.

c) Dry ice dan/atau cold pack untuk vaksin Polio.

9. Pelarut dan penetes dikemas pada suhu kamar terpisah

dengan vaksin (tanpa menggunakan pendingin).

10. Pada setiap cold box disertakan alat pemantau paparan

suhu tambahan berupa:


26

a) Indikator paparan suhu beku untuk vaksin sensitif

beku (DT, TT, Td, Hep.B dan DPT-HB).

b) Indikator paparan suhu panas untuk vaksin BCG.

b. Dari Provinsi ke Kabupaten/Kota

1. Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dengan

cara diantar oleh provinsi atau diambil oleh

kabupaten/kota.

2. Dilakukan atas dasar permintaan resmi dari dinas

kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan

stok maksimum dan daya tampung tempat penyimpanan.

3. Menggunakan cold box yang disertai alat penahan suhu

dingin berupa:

a) Cool pack untuk vaksin TT, DT, Td, Hepatitis B

PID dan DPTHB.

b) Cold pack untuk vaksin BCG, Campak dan Polio.

4. Apabila vaksin sensitif beku dan sensitif panas

ditempatkan dalam satu wadah maka pengepakannya

menggunakan cold box yang berisi cool pack.

5. Dalam setiap pengiriman harus disertai dengan dokumen

berupa:

a) VAR (Vaccine ArrivalReport) yang mencantumkan

seluruh vaksin.

b) SBBK (Surat Bukti Barang Keluar).


27

6. Pengepakan vaksin sensitif beku harus dilengkapi

dengan indikator pembekuan.

c. Dari Kabupaten/Kota ke Puskesmas

1. Dilakukan dengan cara diantar oleh kabupaten/kota atau

diambil oleh puskesmas.

2. Dilakukan atas dasar permintaan resmi dari puskesmas

dengan mempertimbangkan stok maksimum dan daya

tampung penyimpanan vaksin.

3. Menggunakan cold box atau vaksin carrier yang disertai

dengan cool pack.

4. Disertai dengan dokumen pengiriman berupa Surat Bukti

Barang Keluar (SBBK) dan VaccineArrival Report (VAR)

5. Pada setiap cold box atau vaksin carrier disertai dengan

indikator pembekuan.

d. Distribusi dari Puskesmas ke tempat pelayanan.

Vaksin dibawa dengan menggunakan vaksin carrier yang diisi

cool pack dengan jumlah yang sesuai.

3. Pemakaian

Dalam pemakaian vaksin untuk pelayanan imunisasi prinsip

yang dipakai adalah “Early Expired First Out/EEFO” (dikeluarkan

berdasarkan tanggal kadarluarsa yang lebih dahulu). Namun

dengan adanya VVM (Vaccine Vial Monitor) maka ketentuan EEFO

tersebut menjadi pertimabngan kedua. VVM sangat membantu


28

petugas dalam manajemen stok vaksin secara cepat dengan

melihat perubahan warna pada indikator yang ada.

Kebijakan program imunisasi adalah tetap membuka vial/ampul

baru meskipun sasaran sedikit untuk tidak mengecewakan

masyarakat. Kalau pada awalnya indeks pemakaian vaksin menjadi

sangat kecil dibandingkan dengan jumlah dosis per vial/ampul,

dengan semakin mantapnya manajemen program di unit pelayanan,

tingkat efisisensi dari pemakaian vaksin harus semakin tinggi.

Vaksin yang dipakai haruslah vaksin yang aman. Sisa vaksin yang

sudah dibawa ke lapangan namun belum dibuka harus segera

dipakai pada pelayanan berikutnya, sedangkan yang sudah dibuka

harus dibuang. Sebelum vaksin dibuang periksa dulu apakah

diantara pengunjung di luar sasaran ada yang perlu dilengkapi

imunisasinya dan ada yang perlu mendapat booster.

4. Penggunaan

a. penggunaan di unit pelayanan

Tempat layanan imunisasi baik di komponen statis maupun di

posyandu adalah mata rantai paling akhir dari sistem rantai

vaksin. Oleh karena itu, perlakuan vaksin dinunit ini sangat

penting.

1. Di puskesmas dan unit pelayanan statis lainnya (RS, klinik

bersih, praktek swasta)


29

a) Jumlah vaksin yang diperlakukan diesuaikan dengan

pengalamam pemakaian rata-rata setiap hari

pelayanan.

b) Vaksin disimpan dalam termos yang diberikan tidak

terkena sinar matahari lagsung.

c) Letakkan termos vaksin di meja yang tidak terkena sinar

matahari langsung.

d) Dalam penggunaan, letakkan vaksin diatas spon/busa

yang berada didalam proses.

e) Di dalam termos tidak boleh ada air yang merendam

vaksin. Ini untuk mencegah kontaminasi vaksin dari

bakteri lain.

2. Di posyandu dan komponen lapangan lainnya

Pada prinsipnya sama seperti di komponen statis, dan

intinya vaksin tetap berada pada suhu +2OC s/d + 8 OC

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a. Jumlah vaksin yang dibawa perlu ditambah cadangan

secukupnya.

b. Sepulang dari lapangan, sisa vaksin yang belum dibuka

diberi tanda khusus untuk didahuluhkan penggunaanya

pada jadwal pelayanan berikutnya salam VVM masih

baik.
30

c. Semua sisa vaksin yang suadah dibuka pada kegiatan

lapangan misalnya pada posyandu, sekolah, atau

pelayanan di luar gedung lainnya tidak boleh digunakan

lagi.

5. Pencatatan Dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program

imunisasi memegang peranan penting dan sangat menentukan.

Selain menujang pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk

membuat perencanaan maupun evaluasi.

a. Pencatatan

untuk masing-masing tingkat administrasi perlu diperhatikan hal-

hal sebagai berikut:

1. Tingkat desa

a) Sasaran imunisasi: pencatatan bayi dan ibu hamil untuk

persiapan pelayanan imunisasi. Petugas

mengkomplikasikan data tersebut ke dalam buku

pencatatan hasil imunisasi bayi dan ibu.

b) Hasil cakupan imunisasi: pencatatan hasil imunisasi

untuk bayi (BCG, DPT, POLIO, CAMPAK, HAPATITIS

B) dibuat oleh petugas imunisasi di buku kuning. satu

buku biasanya un tuk 1 desa. Untuk masing-masing


31

bayi, imunisasi yang diberikan pada hari itu dicatat di

KMS.

pencatatan hasil imunisasi TT untuk WUS termasuk ibu

hamil dan calon penganti dibuat buku cacatan imunisasi

WUS unyut masing-masing ibu hamil dicacat di buku

KIA/ buku kohort ibu.

Untuk anak sekolah dasar, kelas n1 diberikan imunisasi

campak dan DT, kelas 2 dan 3 diberikan imunisasi Td.

Dicacat pada buku catatan khusus. Untuk masing-

masing anak sekolah dasar kelas 3, diberikan kart TT

seumur hidup apabila status imunisasi T-nya telah 5

dosis. Kartu TT tersebut bersis catatan pemberian

tetanus toxoid. setelah mendapatkan imunisasi TD di

kelas 3, diasumsikan anak tersebut telah memiliki status

T5 DOSIS, yang diperoleh dari:

1) Bila saat bayi terbukti pernah mendapatkan DPT

atau DPT- Hb 3 dosis, maka dihitung status T-NYA

T2 dosis.

2) Saat SD kelas 1 mendapat DT 1 dosis , maka status

t-nya menjadi T3 dosis.

3) Saat SD kelas 2 mendapatkan TT atu TD 1 dosis,

maka status T-nya menjadi t4 dosis.


32

4) Saat SD kelas 3 mendapatkan TT atau TD 1 dosis,

maka status T-nya menjadi t5 dosis.

Apabila ternyata anakn tersebut absen atau tidak

mendaptakan imunisasi sesuai jadwal, maka diasumsikan

status T-nya t5.

2. Tingkat puskesmas

a) Hasil cakupan imunisasi

1) Hasil kegiatan imunisasi di lapangan (buku kuning

dan merah) di tambah laporan dari puskemas

pembantu direkap dibuku pencatatan imunisasi

puskemas (buku biru).

2) Hasil imunisasi anak sekolah direkap di buku hasil

imunisasi anak sekolah.

3) Hasil kegiatan imunisasi di komponen static dicatat

untuk sementara di buku bantu, pada akhir bulan

direkap ke buku kuning atau merah sesuai dengan

data desa asal sasaran.

4) Laporan hasil imunisasi dibalai pengobatan swasta

dicatat di buku biru dari bulan yang sesuai.


33

5) Setiap catatan dari buku ini dibuat rangkap dua.

Lembar ke-2 dibawa ke kabupaten sewaktu

mengambil vaksin/konsultasi.

6) Dalam menghitung persen cakupan yang dihitung

hanya dihitung hanya pemberian imunisasi pada

kelompok sasaran dan periode yang dipakai adalah

tahun anggaran mulai dari januari sampai dengan 31

Desember pada tahun tersebut.

b) Pencacatan vaksin

Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah

nomor bacth dan tanggal kadarluarsa harus dicatat ke

dalam kartu stok. Sisa atau stok vaksin harus selalu

dihitung pada setiap kali penerimaan dan pengeluaran

vaksin.Masing-masing jenis vaksin mempunyai kartu

stok tersendiri. Selain itu, kondisi VVM sewaktu

menerima dan mengeluarkan vaksin juga perlu dicatat

di SBBK (Surat Bukti Barang Keluar).

c) Pencatatan suhu lemari es

Pencatatan suhu lemari es pada grafik, harus dicatat

dua kali sehari yaitu pada waktu pagi datang dan

sebelum pulang. pencatatan harus dilakukan dengan

upaya perbaikan:
34

(1) Bila suhu tercatat di bawah 2OC, harus mencurigai

vaksin DPT, DT dan TT telah beku. Lakukan uji

kocok, jangan gunakan vaksin yang rusak dan

buatlah catatan pada kartu stok vaksin.

(2) Bila suhu di atas 8OC, segera pindahkan vaksin ke

cold box, vaccine carrier atau termos yang berisi

cukup cold pack (kotak dingin beku). Bila perbaikan

lemari es lebih dari 2 hari, vaksin harus dititipkan di

puskesmas terdekat atau kabupaten. Vaksin yang

telah kontak dengan suhu kamar lebih dari periode

waktu tertentu, harus dibuang setelah dicatat di

kartu stok vaksin.

d) Pencatatan logistik imunisasi

Keluar masuknya vaksin harus dicatat di buku stok

vaksin. Nomot bacth untuk vaksin, serta nomor seri

untuk sarana cold chain (lemari es, mini freezer, vaccine

carrier, container) harus dicatat ke dalam kolom

keterangan. Untuk peralatan habis pakai seperti ADS,

Safety Box dan spare part cukup dicatat jumlah dan

jenisnya.

3. Tingkat Kabupaten

a) Hasil cakupan imunisasi kompilasi laporan hasil imunisasi

dari semua puskesmas dari semua puskesmas dan


35

Rsukabupaten maupun RS swasta dilakukan setiap

bulanan dicatat di buku dalam rangkap dua. Lembar ke-2

dibawa ke propinsi pada waktu mengambil

vaksin/konsultasi.

b) Pencatatan vaksin: keluar masuknya vaksin terperinci

menurut jumlah, nomor bacth dan tanggal kadarluarsa

harus dicatat dalam buku stok vaksin. Sisa atau stok

vaksin harus dihitung pada setiap kali penerimaan atau

pengeluaran vaksin. masing-masing jenis vaksin

mempunyai buku stok tersendiri. Selain itu, kondisi VVM

sewaktu menerima dan mengirimkan vaksin ke

Puskesmas juga perlu dicatat pada buku stok SBBK.

c) Pencatatan barang imunisasi: Keluar masuknya barang

termasuk vaksin harus dicatat di buku; umur, nomor

bacth untuk vaksin, serta nomor seri untuk sarana cold

chain: lemari es, freezer (di puskesmas tidak

menggunakan), vaccine carrier harus dicatat ke dalam

kolom keterangan. Untuk peralatan habis pakai seperti

ADS perlu juga dicatat nomor seri/lot masa kadarluarsa,

jumlah dan merk, safety box cukup dicatat jumlah dan

jenisnya.

4. Tingkat Propinsi
36

a) Hasil cakupan imunisasi: kompilasi laporan imunisasi dari

semua kabupaten/kota dilakukan setiap bulan dan dicatat

di buku hasil vaksinasi propinsi. Setiap catatan di buku ini

dibuat dalam rangkap dua. Lembar ke-2 dikirimkan ke

pusat.

b) Pencatatan vaksin: keluar masuknya vaksin terperinci

menurut jumlah, nomor bacth dan tanggal kadarluarsa

harus dicatat ke dalam buku stok vaksin. Sisa atau stok

vaksin harus selalu dihitung pada setiap kali menerima

atau pengeluaran vaksin. masing-masing jenis vaksin

mempunyai buku stok tersendiri.

c) Pencatatan barang imunisasi: keluar masuknya barang

termasuk vaksin harus dicatat di buku umum. Jenis

vaksin, nomor bacth dan kondisi VVM saat diterima atau

dikeluarkan untuk vaksin, serta nomor seri untuk sarana

cold chain (lemari es, freezer, vaccine carrier, container)

harus dicatat ke dalam kolom keterangan. Untuk

peralatan seperti jarum, syringe dan spare part cukup

dicatat jumlah dan jenisnya.

b. Pelaporan

Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan

imunisasi, mulai dari puskesmas pembantu, puskesmas, rumah

sakit umum, balai imunisasi swasta, rumah sakit swasta, rumah


37

bersalin swasta kepada pengelolah program di tingkat

administrasi yang sesuai. Unit yang dibawah melaporkan hasil

rangkapnya kepada unit yang diatasnya.

Yang dilaporkan adalah stok dan pemakaian vaksin. Stok vaksin

dan pemakaian vaksin setiap bulan harus dilaporkan bersama-

sama dengan laporan cakupan imunisasi.

1. Hal-hal yang dilaporkan adalah sebagai berikut

a. Cakupan imunisasi rutin

Dalam melaporkan cakupan imunisasi, harus dipisahkan

pemberian imunisasi terhadap kelompok di luar umur sasaran.

Pemisahan ini sebenarnya sudah dilakukan mulai pencatatan,

agar tidak mengacaukan perhitungan persen cakupan.

b. Stok dan pemakaian vaksin

Penerimaan, pemakaian dan stok vaksin setiap bulan harus

dilaporkan bersama-sama dengan laporan cakupan imunisasi.

c. Sarana peralatan cold chain di puskesmas dan unit pelayanan

lainnya identifikasi baik jumlah maupun kondisinya dilaporkan

ke kabupaten/kota minimal sekali setahun.

d. UCI desa dilaporkan dalam periode satu tahun mulai bulan

januari sampaii dengan desember


38

e. Cakupan imunisasi dan pemakaian vaksin serta logistik

kegiatan BIAS.

f. Laporan kasus KIPI atau diduga KIPI dengan menggunakan

format KIPI.

2. Syarat – syarat pelaporan

Syarat-syarat pelaporan yang baik adalah sebagai berikut

a. Lengkap : semua bagian dalam laporan telah lengkap tidak

ada yang dibiarkan kosong dan semua tempat pelayanan

telah mengirimkan laporan.

b. Tepat waktu : laporan tepat waktu sesuai dengan waktu

yang telah ditetapkan. Jangan terlambat.

c. Akurat : sebelum mengirimkan pelaporan, lakukan

pemeriksaan ulang terhadap semua data yang dilaporkan.

Pastikan bahwa data yang dilaporkan sesuai dengan data

sasaran dan jumlah hasil imunisasi berdasarkan pencatatan

di tempat pelayanan.

3. Alur Pelaporan

a. Alur laporan imunisasi rutin

Alur pelaporan dalam kegiatan berupa laporan cakupan dan

laporan pemakaian logistik, dari unit pelayanan kesehatan

dilakukan seperti pada bagan berikut ini.

Dirjen PP & Depkes RI


RB/KLINIK/DOKTER/

DINKES PROVINSI BIDAN SWASTA

RS
DINKES KAB/KOTA PUSTU
PEMERINTAH/SWASTA
39

Alur pengobatan

Alur Umpan balik

Laporan cakupan imunisasi yang dilaporkan oleh puskesmas,

diperoleh dengan mengomplasi cakupan imunisasi dari tiap-tiap

unit pelayanan imunisasi, yaitu: posyandu, Poskesdes,

Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Rumah Sakit, dan unit

Pelayanan Swasta (UPS). Hasil kegiatan pelayanan imunisasi

dari tiap-tiap inut pelayanan tersebut oleh koordinator imunisasi

(korim) terlebih dahulu dilakukan pemisahan cakupan per desa,

korim juga mengembalikan hasil pelayanan imunisasi yang

berasal dari desa asal sasaran (bayi dan WUS) sehingga

pencapaian UCI di setiap desa dapat menggambarkan data rill.

Hasil pelayanan imunisasi yang berasal dari luar wilaya

Puskesma, tidak dilaporkan sebagai hasil Puskesmas, tetapi


40

dimasukkan dalam hasil luar wilaya. Setelah laporan dilaporkan

ke kabupaten/kota, hasil pelayanan luar wilayah tersebut

dikembalikan ke Puskesmas yang bersngkutan oleh kabupaten.

Rumah sakit tipe A dan B mendapatkan vaksin dan melaporkan

hasil imunisasi ke dinas kesehatan kota/kabupaten, kemudian

hasil kegiatan pelayanan imunisasi tersebut oleh

kabupaten/kota dilakukan pemilahan pre desa dan di

kembalikan (Feed back) ke puskesmas tempat desa tersebut

berada. Adapun rumah sakit tipe C dan D serta UPS lainnya

mendapatkan vaksin dan melaporkan hasil pelayanan

imunisasinya ke puskesmas. Rumah sakit atau UPS sebaiknya

tidak mengambil vaksin langsung ke provinsi, tetapi sebaiknya

mengambil vaksin ke kabupaten atau puskesmas di wilayah

kerjanya.

Pengelolahan program imunisasi di kabupaten/kota

merekapitulasi hasil cakupan tiap-tiap Puskesmas untuk

menjadi laporan kabupaten/kota ke provinsi. Pengelolahan

program imunisasi provinsi, juga merekapitulasi hasil cakupan

tiap-tiap kabupaten/kota unutk menjadi laporan provinsi ke

subdit imunisasi, Ditjen PP & PL.

4. Waktu laporan
41

Unit pelayanan kesehatan sebaiknya melaporkan ke

puskesmas sebelum tanggal 5, karena puskesmas harus

mengirim laporan bulanan ke kabupaten/kota paling telat

diterima kabupaten/kota setiap tanggal 5 (lima). Sementara itu,

laporan bulanan kabupaten/kota di terima provinsi paling telat

setiap tanggal 10 (sepuluh). Laporan bulanan provinsi paling

telat di pusat (kemenkes) setiap tanggal 15 (lima belas).

2.1.5 Aspek pelayanan Imunisasi

1. Persiapan Pelayanan Imunisasi

a. Perencanaan Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi di Wilayah

puskesmas

Setiap puskesmas sebaiknya membuat rencana

kerjanya sendiri yang menunjukkan bagaimana setiap desa

atau masyarakat (sasaran) akan menerima pelayanan

imunisasi. Rencana kerja imunisasi sebaiknya dipadukan

dengan kegiatan-kegiatan lain di puskesmas, rencana kerja

yang telah dibuat seharusnya tidak dianggap sebagai sesuatu

yang tetap. Rencana kerja ini perlu diperbaiki dan diubah


42

berdasarkan data dari hasil monitoring pelaksanaan kegiatan

imunisasi setiap bula atau triwulan.

b. Membuat peta operasional pelayanan imunisasai puskesmas

Untuk merencanakan pelayanan yang baik guna

menjangkau semua sasaran imunisasi di wilayah kerja

puskesmas, perlu mengetahui wilayah kerja dengan baik. Cara

paling tepat untuk memulai adalah menggambar sebuah peta

tentang wilayah kerja puskesmas. Hal ini akan membantu

dalam menentukan penduduk mana yang akan dilayani

dengan pelayanan secara rutin dan mana yang memerlukan

strategi tertentu. Dalam membuat gambaran sebuah peta tidak

harus sesuai dengan skala, tetapi harus berisi ciri-ciri penting,

tandai peta dengan informasi-informasi yang dibutuhkan

antara alain:

1) Jumlah penduduk sasaran dari setiap desa

2) Desa dengan resiko yang tinggi atau prioritas

3) Jalan, pasar, kantor desa, sekolah dan posyandu

4) Tanda-tanda geografis seperti sungai, aliran sungai dan

gunung.

5) Tandai desa dengan jenis pelayanan apa untuk

menjangkau desa tersebut.

c. Menghitung kebutuhan vaksin dan peralatan untuk pelayanan


43

Perkiraan jumlah vaksin yang digunakan untuk setiap

pelayananan imunisasi adalah berdasarkan jumlah sasaran

untuk masing-masing komponen pelayanan. Pada setiap

pelayanan, penting untuk memperhatikan keersediaan vaksin

dan peralatan alat suntik dengan cukup, jika tidak tersedia

cukup vaksin atau alat suntik pada pelayanan tersebut maka

para ibu dan anak pulang tanpa diimunisasi, masyarakat

akan kehilangan kepercayaan terhadap pelayanan

kesehatan.

Perkiraan jumlah vaksin dan alat suntik untuk

imunisasi di puskesmas, posyandu, dan sekolah dasar

dihitung dengan melihat:

1) Perkiraan jumlah sasaran tiap hari pelayanan pada

masing-masing tempat pelayanan.

2) Jumlah dosis vaksin per kemasan

3) Jumlah suntikan yang akan diberikan, dapat

dipergunakan perhitungan perkiraan jumlah suntikan

yang akan diberikan di posyandu.

d. Menghitung jumlah pelayanan yang diperlukan setiap bulan.

Puskesmas perlu menentukan berapa banyak jumlah suntikan

yang mungkin diberikan oleh setiap petugas kesehatan selama

satu kali pelayanan di dalam gedung puskesmas maupun di

posyandu. Untuk ini, kita mengasumsikan bahwa pelayanan di


44

dalam gedung puskesmas bisa memberikan paling sedikit 70

suntikan per pelayanan, dan satu posyandu paling sedikit

dapat memberikan 35 suntikan per pelayanan. Akan tetapi,

jumlah ini berbeda-beda tergantung pada kondisi setempat

seperti jumlah petugas, kstersediaan vaksin dan persediaan

logistik lainnya. Seperti sebelumnya, paling sedikit 4 kali

pelayanan per tahun akan diperlukan pelayanan keluar

gedung puskesmas guna mengimunisasi semua bayi secara

lengkap.

Untuk menghitung jumlah pelayanan per bulan bagikan

jumlah suntikan yang diperlukan setiap bulan dengan 70 untuk

pelayanan di dalam gedung puskesmas. Bagikan jumlah

suntikan yang diperlukan setiap bulan dengan 35 untuk

pelayanan keluar (outreach). Jika hasil dari perhitungan ini

tidak dapat dilaksanakan selanjutnya anda dapat menambah

atau mengurangi beban kerja. Misalnya tempat pelayanan per

bulan (1 kali per minggu) lebih mudah dilakukan daripada lima

pelayanan.

e. Membuat rencana kerja puskesmas

Puskesmas perlu membuat rencana kerja untuk setiap

desa berdasarkan jumlah sasaran yang akan dilayani. Setelah

menetapkan berapa besar jumlah sasaran imunisasi yang


45

akan dilayani di setiap desa/posyandu, kemudian perlu

membuat jadwal kegiatan antara lain berisikan:

1) Nama desa yang akan dilayani

2) Waktu pelayanan dan berapa kali setiap bulan

3) Tanggal pelaksanaan dan transportasi yang diperlukan

ke lapangan.

4) Kegiatan-kegiatan lain yang direncanakan misalnya

pertemuan dengan masyarakat, pelatihan, pertemuan

bulanan dan lain-lain.

Minimal setiap triwulan lakukan pengkajian ulang

dan analisa terhadap data yang diperoleh dan perbaikan

rencana kerja dengn menambah beberapa kegiatan yang

diperlukan dalam pemecahan masalah yang ditemui dan

tambahan kegiatan-kegiatan baru pada rencana kerja

triwulan berikutnya. Monitor kelengkapan pelayanan yang

telah direncanakan dengan menjumlah kegiatan

pelayanan yang dilaksanakan.

f. Mengkaji ulang rencana kerja

Merencanakan pelayanan imunisasai merupakan satu

langkah dalam sebuah siklus yang leiputi pemantauan secara

ruti dan pemecahan masalah untuk meningkatkan pelayanan.

Lakukan secara rutin pengkajian ulang rencana pelayanan

yang telah dibuat dan dilaksanakan mencakup tempat


46

pelayanan, frekuensi dan kualitas pelayanan di wilayah kerja

puskesmas, bagaimana kualitas pelayanan dapat ditingkatkan,

misalnya dengan memastikan orang-orang, mengetahui

tanggal dan jenis pelayanan apa yang akan dilakukan pada

tanggal yang telah dijadwalkan. Setiap perubahan pada

rencana pelayanan (frekuensi, perubahan tanggal/lokasi)

sebaiknya dilakukan melalui musyawarah dengan masrakat

dan para ibu seharusnya diberitahu sebelumnya tentang

perubahan yang dibuat.

g. Membuat rencana kerja khusus

Hampir di setiap negara, terdapat beberapa daerah yang

tidak dapat/ sulit dijangkau. Kemungkinan ini disebabakan oleh

banyak faktor, termasuk keterpencilan dan faktor banjir di

musim hujan. Dalam keadaan itu, penggunaan tim khusus

mungkin merupakan cara terbaik untuk memberikan

pelayanan imunisasi. Tim ini membutuhkan sumber daya

tambahan. Oleh karena itu, perencanaan sebaiknya dilakukan

melalui konsultasi petugas puskesmas dengan kabupaten dan

sektor terkait:

1) Menetukan daerah-daerah yang memerlukan tim khusus.

2) Menentukan berapa kali dalam setahun daerah-daerah itu

akan dikunjungi.
47

3) Mempertimbangkan pemberian pelayanan lain apa saja

yang bias ditambahkan pada pelayanan imunisasi

mengingat daerah tersebut jarang dikunjungi, misalnya

pemberian suplemen vitamin A, pengendalian malaria dan

lain-lain.

4) Memperkirakan sumber daya yang diperlukan dan

menyampaikan rencana tersebut ke tingkat

kabupaten/kota.

5) Meminta vaksin dan peralatan lainnya yang diperlukan tim.

6) Merencanakan secara benar jadwal kegiatan dan

pemberitahuan kepada masyarakat sebelumnya.

h. Perencanaan khusus untuk pelayanan imunisasai di perkotaan

Kepadatan penduduk yng tinggi, sanitasi yang buruk dan

dengan nutris rendah yang seringkali ditemui di daerah-daerah

perkotaan menyebabkan tingginya penyebaran penyakit,

infeksi pada anak-anak dan kematian yang tinggi. Pemberian

imunisasi di daerah perkotaan yang padat berbeda dengan

daerah pedesaan karena beberapa alasan diantaranya:

1) Buruknya prasarana perawatan kesehatan dasar di

beberapa daerah perkotaan.

2) Tingginya mobilitas penduduk


48

3) Adanya pemukiman liar yang tidak diijinkan oleh

pemerintah sehingga tidak ada informasi tentang jumlah

penduduk yang tinggal di daerah-daerah kumuh.

4) Perencanaan dan anggaran pemerintah yang tidak

memadai untuk memberikan pelayanan perawatan

kesehatan dasar di daerah-daerah ini.

Kunci untuk memberikan pelayanan imunisasi ke

daerah-daerah perkotaan adalah memberikan pelayanan

yang teratur, bermutu tinggi dan berkelanjutan di tempat-

tempat yang mudah dijangkau.

Pelayanan imunisasi perkotaan dapat dilaksanakan

dengan cara sebagaii berikut:

1) Pemberian pelayanan di tempat dan waktu yang

telah ditetapkan, ini meliputi klinik, rumah bersalin,

dan semua LSM yang ikut memberikan pelayanan

kesehatan di daerah-daerah perkotaan.

2) Koordinasi dan komunikasi petugas kesehatan,

LSM yang ada (aktif), media cetak, TV dan radio

tentang pengaturan waktu pelayanan imunisasi,

tempat-tempat pemberian pelayanan, vaksin dan

jadwal imunisasi serta manfaat imunisasi.

3) Memperluas jaringan tempat-tempat pemberian

pelayanan di kota dari fasilitas pelayanan:


49

a. Melakukan kontak dengan pemimpin setempat

untuk mendapatkan dukungan.

b. Memperkirakan jumlah penduduk dan frekuensi

pelayanan imunisasi.

c. Menentukan tempat di setiap perkampungan

kumuh perkotaan dengan sebuah tim untuk

memberikan pelayanan imunisasi secara tetap

(setiap minggu atau bulan).

d. Menggunakan prinsip-prinsip yang sama untuk

membuat rencana kerja pelayanan dan beban

kerja untuk perluasan jaringan pelayanan

perkotaan.

e. Merencanakan tempat, frekuensi dan

pengaturan waktu pelayanan yang sesuai

dengan penduduk setempat.

f. Menyampaikan waktu dan tempat pelayanan

kepada masyarakat (menggunakan saluran

yang ada dalam masyarakat seperti pengeras

suara, kelompok keagamaan atau kelompok

ibu-ibu).

g. Memastikan pelayanan tetap yang tidak

terganggu untuk memperoleh kepercayaan dan

kerja sama dari masyarakat.


50

2. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi

a. Tempat Pelayanan Imuniasai


Berdasarkan tempat pelayanan :
1) Di dalam gedung (komponen statis )yang di laksanakan
di puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit dan
rumah sakit bersalin
2) Di luar gedung yang di laksanakan di posyandu, sekolah
atau kunjungan rumah.
3) Di institusi swasta seperti rumah skait, dokter praktek dan
bidan praktek swasta.
b. Pesiapan Pelayanan Imunisasi
Persiapan pelayan imunisasi meliputi persiapan tempat kerja,
logistic, mengelurkan vaksin dan pelarut dari lemari es,
memeriksa keamanan vaksin yang di berikan, menyiapkan
termos vaksin (vaccine Carrier)
1) Persiapan tempat pelayanan :
a) Pelayanan imunisasi di dalam fasilitas kesehatan
(komponen statis). Ruagan untuk pelayanan imunisasi
harus mudah di akses, tidak terkena langsung oleh
sinar matahari, hujan atau debu, cukup tenang.
Petugas kesehatan sebaiknya merencanakan
tataletak ruang kerja imuniasi :
a. Jika memungkinkan, tersedia satu meja untuk
imunisasi dan satu meja untuk memeriksa
kesehatan jika kegitan bersamaan dengan
vaksinasi.
b. Petugas kesehatan berada antra bayi dan semua
jarum atau benda- benda tajam.
c. Setiap orang yang memberikan suntikan memiliki
kotak keselamatan sendiri ditempat-tempat ramai
51

d. Petugas kesehatan dapat membuang jarum- jarum


bekas tampa meletakan atau mondar –mandir
membawa jarum-jarum tersebut.
e. Hanya satu anak dengan orang tua (atau orang
yang akan di vaksinasi ) yang berada dekat ruang
kerja imunisasi
f. Peralatan untuk meencuci tangan di letakan di
samping meja imunisasi. Petugas kesehatan harus
mencuci tangan sebelum memberi imunisasi yang
pertama dan bila menyentu kotoran atau darah.
g. Petugas kesehatan dapat menghitung vaksin yang
di berikan segerah setelah vaksin di berikan.
b) Pelayanan imunisasi di lapangan (outreach) :
1. Jika dalam gedung maka harus cukup terang dan
cukup ventilasi.
2. Jika di tempat terbuka dan cuaca panas, tempat itu
harus teduh.
Dalam mengatur tempat imunisasi, pastikan
bahwa :
a) Pintu masuk terpisah dari pintu keluar
sehingga orang-orang dapat masuk dan keluar
dari pelayanan dengan lebih cepat dan mudah.
b) Tempat menunggu bersih, nyaman, dan dalam
cuaca yang panas tidak terkena sinar
matahari.
c) Mengatur letak meja dan menyiapkan
perlengkapan yang di perlukan.
d) Melaksanakan kegiatan 5 sistem meja yaitu
pelayanan terpadu yang lengkap yang
52

memberikan pelayanan 5 program (KB, KIA,


Diare, Imunisasi, Gizi).
e) Jumlah orang ditempat imunisasi atau tempat
lain dibatasi sehingga tidak penu sesak.
f) Segalah sesuatu yang diperlukan berada
dalam jangkawan atau dekat dengan meja
imunisasi.
2) Pesiapan logistic
Untuk memenuhi kebutuhan logistic di posyandu petugas
kesehatan menyampaikan jadwal dan jumlah sasaran
imunisasi perantigen kepada koordinator imunisasi
( Korim) korim akan menyiapkan kebutuhan vaksin, alat
suntik oplos dan kotak pengaman untuk posyandu
Jenis peralatan yang diperlukan untuk pelayanan :
a) Termos vaksin / vaccine carrier merupakan wadah
yang digunakan untuk mengirim atau membawa vaksin
dari puskesmas ke posyandu. Vaccine carrier
biasanya juga digunakan untuk pengambilan vaksin di
kabupaten.
b) Kotak dingin cair/Cool Pack : merupakan wadah plastik
berbentuk segi empat yand diisi dengan air kemudian
di dinginkan dalam lemari es dengan suhu + 2◦C s/d
+8◦C selama minimal 24 jam (warna biru dan merah),
berfungsi untuk mempertahankan suhu dalam
pengiriman vaksin.
c) Vaksin pelarut dan penetes jumlah vaksin yang di
perlukan dalam pelayanan imunisasi harus sama
dengan jumlah pelarutnya begitu juga dengan jumlah
penetesnya ( untuk vaksin polio).
d) Alat suntik ( ADS).
53

e) Kotak pengaman/safety box.


f) Kapas basah dan wadah
g) Bahan penyuluhan (poster, leaflet, dll)
h) Alat tulis (kertas, pensil dan pena).
i) Kartu imunisasi (KMS, kartu TT, Buku Ibu, Buku Anak)
j) Kohort/register
k) Plastik sampah/tempat sampah
l) Sabun untuk cuci tangan
3) Mengeluarkan vaksin dan pelarut dan lemari es.
a) Tentukkan berapa banyak botol vaksin yang di
butuhkan untuk pelayanan sebelum membuka pintu
lemari es.
b) Catatlah suhu dalam lemari es. Jangan terlalu sering
membuka pintu lemari es dan meningalkan pintu
lemari es terbuka.
c) Pilih dan gunakan vaksin dalam lemari es dengan
urutan sebagai berikut :
1. Vial vaksin yang sudah terpakai tetapi tetap
tersimpan dalam lemari es (lihat ketentuan vaksin
yang sudah dipakai).
2. Ampul/ botol tertutup yang telah dibawa ke
pelayanan keluar (outreach) dan telah berada di
luar lemari es
3. Vaksin dengan VVM kondisi B atau mulai berubah
dari A ke B
4. Vaksin belum lama melewati tanggal kadaluarsa
4) Memeriksa keamanan vaksin yang akan diberikan
sebelum memberikan vaksin :
a) Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada,
jangan pergunakan vaksin atau pelarut tersebut
54

biasanya juga digunakan untuk pengambilan vaksin ke


kabupaten
b) Periksa tangal kadaluarsa. Jangan gunakan vaksin
dan pelarut yang sudah lewat tanggal kadaluarsa
c) Periksa alat pemantu botol vaksin (VVM). Jangan
pergunakan vaksin jika vaksin sduga mencapai kriteria
C dan D
d) Untuk keadaan pada No. 1, 2, dan 3, vaksin di
kembalikan kekeordinator imunisasi puskesmas.
e) Periksa alat pemantau suhu beku dalam lemari es .
jika indikator ini menunjukan adanya pembekuan atau
anda menduga bahwa vaksin yang sensitive beku
(vaksin-vaksin DPT, DT, TT, HepB, DPT/HB) telah
membeku, anda sebaiknya melakukan tes kocok
adapun langkah-langkah tes kocok antara lain :
a. Periksa freeze watc,freeze tag, catatn / gravik
suhu lemari es untuk melihat tanda-tanda bahwa
suhu lemari es tersebut perna turun dibawa titik
beku .
b. Feeze watc : apakah kertas absorban berubah
menjadi biru.
c. Bila mengunakan freeze tag : apakah ὃ telah
berubah menjadi tanda X
d. Thermometer : apakah suhu turun hingga di
bawah titik beku.
e. Bila salah satu atau ketiga jawabnanya YA,
lakukan uji kocok (shake test)
Lakukan uji kocok :
1. Pilih salah satu dari tiap tipe dan batch vaksin
yang dicurigai perna beku, utamakan yang
55

dekat dengan evakorator dan bagian lemari es


yangpaling dingin. Beri label “ tersangka
beku” . bandingkan dengan vaksin dari tipe
dan batch yang sama yang sengaja dibekukan
hingga beku padat seluruhnya dan berilabel “
dibekukan”.
2. Biarkan contoh “dibekukan” dan vaksin “
tersangka beku” samapai mencair seluruhnya.
3. Kocok contoh “dibekukan” dan vaksin”
tersangka beku” secara bersamaan.
4. Amati contoh “dibekukan” dan vaksin”
tersangka beku” secarah bersebelahan untuk
membandingkan waktu pengendapan
(umumnya 5 – 30 menit)

5. Bila terjadi :
a. Pengendapan vaksin “ tersangkaa beku “
lebih lambat dari contoh “dibekukan”,
vaksindapat digunakan.
b. Pegendapan vaksin “tersangak beku” sama
atau lebih cepat dari pada contoh
“dibekukan” jangan digunakan, vaksin
sudah rusak.
5) Menyiapakn terrmos (Vaccine Cariier)
Masukan kotak dingi cair ( cool pack) kedalam termos
Masukan vaksin dan pelarut kedalam termos dan tutup
rapat-rapat. Selama pelayanan imunissi, tetaplah
menyelipkan botol-botol terbuka ditengah –tenggah bantal
56

busa yang berada di atas termos. Batalan busa juga


menjaga vaksin yang ada dalam termos tetap dingin.
Jangan menurut botol dengan es.

3. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi

Pelaksanaan pelayanan imunisasi meliputi penyuluhan sebelum

dan sesudah pelayanan imunisasi, screening dan pemeriksaan

sasaran, konseling, pemberian vaksin yang tepat dan aman,

pengisian buku catatan.

a. Penyuluhan sebelum dan sesudah imunisasi


1) Penyuluhan sebelum dan sesudah imunisasi
Penyuluhan yang diberikan berisikan tentang manfaat
imunisasi, KIPI dan cara penanggulangannya serta kapan
dan dimana pelayanan imunisasi berikutnya akan
diadakan.
2) Pedoman dalam penyuluhan kepada sasaran ditempat
pelayanan imunisasi.
3) Pelayanan kesehatan mengucapkan rasa terimakasih
kepada orang tua dan sasaran WUS atas kedatangannya.
4) Menjelaskan dengan bahasa sederhana penyakit-penyakit
yang biasa dicegah dengan vaksin.
5) Menjelaskan efek samping imunisasi dan tindakan awal
yang harus dilakukan terhadap efek samping.
6) Jika imunisasi merupakan satu dosis vaksin yang harus
diberikan secara berurutan, jelaskan bahwa bayi harus
menerima imunisasi lengkap secara berurutan agar bisa
mendapatkan perlindungan penuh. Pelayanan kesehatan
menggunakan grafik pada kartu imunisasi sebagai
57

pedoman, dan mengucapkan selamat kepada ibu jika bayi


telah menerima semua vaksin secara berurutan.
7) Pelayanan kesehatan menulis tanggal untuk imunisasi
berikutnya pada kartu dan memberitahukan tanggal tersebut
kepada orang tua sejelas mungkin.
8) Pelayanan ksesehatan menyampaikan kepada orang tua
kapan dan dimana harus pergi untuk menerima imunisasi
bayi dan suplemen vitamin A berikutnya.
9) Jika orang tua dan bayi tidak bisa datang pada tanggal
tersebut, pelayanan kesehatan menjelaskan alternatif
tanggal dan waktu.
10)Pelayanan kesehatan memberitahukan kepada sasaran
WUS beberapa kali lagi, kapan dan dimana mereka harus
kembali mendapatkan perlindungan penuh terhadap
tetanus.
11)Pelayanan kesehatan mengingatkan sasaran WUS untuk
selalu membawa kartu imunisasi TT setiap datang ketempat
pelayanan imunisasi.
12)Jika sasarana telah terlewatkan beberapa dosis, pelayanan
kesehatan menasehati orang tua dan sasaran WUS
mengenai perlunya diimunisasi secara lengkap dan
menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan akan memberikan
semua dosis yang kelewatan selama pelayanan. Orang tua
dan sasaran WUS diharapkan datang tepat waktu untuk
imunisasi berikutnya.
13)Pelayanan kesehatan memberitahuorang tua dan sasaran
WUS tentang setiap kampanye yang dilakukan.
14) Pelayanan kesehatan menanyakan kepada orang tua dan
sasaran WUS tentang apakah ada pertanyaan.
58

15) Pelayanan kesehatan memastikan bahwa setiap pesan


diulang lebih dari satu kali jika diperlukan.
b. Screening dan pemeriksaan sasaran
1. Screening : setiap petugas melaksanakan imunisasi, harus
melaksanakan skrining pada setiap pasien untuk kontra
indikasi dan precaution sebelum pemberian tiap dosis
vaksin.
2. Pemeriksaan sasaran :
a) Setiap sasaran sebaiknya diperiksa dan diberi semua
vaksin sesuai jadwal imunisasi.
b) Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu
sebelum diputuskan vaksin mana dan dosis kebeberapa
yang akan di berikan.
1) Sasaran bayi : a). identifikasi usia bayi ; b).
identifikasi vaksin-vaksin mana yang telah diterima
oleh bayi ; c). Menentukan semua vaksin yang
cocok untuk bayi ; d). Jarak pemberian antar dosis
vaksin (DPT-HB, polio), minimal 4 minggu ; e).
Menetukan kontraindikasi terhadap imunisasi.
2) Sasaran WUS
Ketentuan WUS untuk menerima Imunisasi TT :
a. Jika memiliki kartuTT ( kartu kuning),
diberikan dosis sesuai dengan jadwal
pemberian TT nasioanal.
b. Jika tidak memiliki kartu TT, tanyakan apakah
ia pernah mendapatkan dosis TT dimasa lalu.
c. Jika TIDAK : berikan dosis pertama TT dan
anjurkan kembali sesuai dengan jadwal
pemberian TT nasional.
59

d. Jika YA : berapa banyak dosis yang relah


diterima sebelumnya dan diberikan dosis
berikutnya secara berurutan.
Catatan : Tidak terdapat bukti tentang resiko
terhadap janin karena pemberian imunisasi
tetanus toksoid (TT) kepada ibu hamil.
3) Mengimunisasi bayi sakit
Lakukan imunisasi kepada bayi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pemberian imunisasi yang tepat dan aman. Berikut
bukan merupakan kontra indika, bayi yang
mengalami kondisi ini sebaiknya diimunisasi :
a. Alergi atau asma (kecuali jika diketahui ada
alergi terhadap kompenen khusus dari vaksin
yang disebutkan diatas).
b. Sakit ringan seperti infeksi salkuran
pernapasan atau diare dengan suhu dibawah
38,5oc.
c. Riwayat keluarga tentang peristiwa-peristiwa
yang membayakan setelah imunisasi.
d. Pengobatan antibiotik.
e. Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV
dengan tidak menunjukan tanda-tanda dan
gejala AIDS.
f. Tanda- tanda AIDS kecuali seperti yang
disebutkan diatas.
g. Anak diberi ASI
h. Sakit kronis seperti penyakit jantung kronis,
paru-paru, ginjal, atau liver.
60

i. Kondisi syarat labil seperti kelumpuhan otak,


karena luka atau Down’s Syndrome.
j. Prematur atau berat lahir rendah (vakisnasi
sebaiknya tidak ditunda).
k. Pembedahan baru atau direnncanakan
dengan segera.
l. Kurang gizi.
m. Riwayaat sakit kuning pada kelahiran
4) Pengisian buku register
Buku register ini membantu para pelaksana
imunisasi mengawasi pelayanan imunisasi yang
mereka berikan kepada sasaran.

Tabel 2. 8 Pengisian Buku Register

Perlindungan TT Jarak Minimal


0 tahun 1 1 bulan
3 tahun 2 6 bulan
5 tahun 3 12 bulan
10 tahun 4 12 bulan
 25 tahun 5

c. Konseling

Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang


kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau
membijakan suatau masalah melalui pemahaman terhadap
fakta- fakta, harapan, kebutuhan, dan perasaan klien.

Klien mempunyai hak untuk menerima dan menolak satu


metode pelayanan kesehatan bagi mereka. Petugas
61

berkewajiban untuk membantu mereka dan membuat


keputusan secara arif dan benar. Semua informasi terebut
harus diberikan dengan bahasa dan istilah yang dimengerti
oleh klien.

Lingkup konseling :

a) Konseling membantu klien agar dapat membuat suatu


keputusan tentang imunisasi yang diterima.
b) Konseling mencakup komunikasi dua arah diantara klien
dan konselor.
c) Konseling mengandung muatan informasi yang objektif,
pemahaman isi informasi tersebut di implementasikan
oleh klien terhadap kebutuhan dan kondisi individualnya.
Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan :
a. Pembinaan hubungan baik. Lakukan sejak awal
pertemuan dengan klien dan jaga selama pertemuan
konseling.
b. Pengumpulan dan pemberian informasi.
c. Pemecahan masalah, pengambilan keptusan dan
perencanaan. Sesuai dengan masalah dan kondisi
klien, petugas membantu klien memecahkan
masalah yang dihadapi atau membuat perencanaan
untuk mengatasi.
d. Menindak lanjuti pertemuan. Mengakhiri pertemuan
konseling, petugas merangkup jalannyahasil
pembcaraan selama pertemuan, merencanakan
pertemuan selanjutnya atau merujuk klien.
Jalannya proses konseling sangat harus tergantung pada
alur percakapan petugas- klien. konselor harus dapat
berkomunikasi dengan baik, menggunakan bahasa yang
62

mudah dimengerti dan proses yaang menyenangkan bagi


klien. konselor harus menyampaikan informasi lengkap
dan obyektif tentang:
a. Keuntungan dan kekerbatasan imunisasi
b. Jangka waktu efektif pemberian imunisasi.
c. Komplikasi dan efek samping
d. Kesesuaian mekanisme klien.

Sebagai besar informasi tersebut disamapikan pada


tahap konseling spesifik, yaitu tahapan dimana klien
tertarik dan ingin mendapatkan pelayanan imunisasi.

Konseling spesifik dilakukan setelah konseling


awal atau pendahuluan dilakukan. dalam konseling
pendahuluan, umumnya akan diberikan gambaran umum
tentang imunisasi.walaupun secara umum, tetapi
penjelasnya harus tetap obyektif, baik keuntungan
maupun keterbatasan imunisasi.apabila klien tertarik dan
ingin mengetahui lebih lanjut tentang imuniasai, baru
kemudian dirujuk ke klinik/ fasilitas pelayanan kesehatan.
Contoh pesan yang dapat diberikan pada saat konseling:
4 pesan penting yang perlu disamapaikan kepada orang
tua:
1. Manfaat dari vaksin yang diberikan (contoh: BCG
untuk mencegah TBC).
2. Tanggal imunisasi dan pentingnya KMS disimpan
secara aman dan bawa pada saat kunjungan berikut.
3. Apa akibat ringan dapat dialami, cara mengatasi dan
tidak perlu khawatir.
4. Tujuan: minimal 5 kali kontak untuk menyelesaikan
semua vaksinasi sebelum HUT 1 Tahun.
63

Walaupun bayi sakit/ panas ringan, vaksin aman dan


perlu diberikan.
Petugas juga dapat menyampaikan jadwal
pemberian imunisasi seperti table berikut agar klien
mengetahui jadwal dan antigen yang diperlukan oleh
bayinya.

Konseling untuk masalah imunisasi:


a) Mempersiapkan ibu terhadap apa yang dapat
terjadi pada bayinya jika tidak mendapatkan
imunisasi. beritahu ibu mengenai gejala-gejala
dan maslah yang mungkin aka hilang beberapa
waktu.
b) Tanggapi secara serius keresahan ibu. Berikan
keyakinan dan usulan praktis untuk menangani
masalah umum dalam imunisasi.
c) Bantu ibu untuk merencanakan serta
mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam
imunisasi.
Upaya mengatasi saat sulit dalam konseling:
a. Diam
Klien tidak mau bicara selama beberapa waktu.
Keadaan ini terjadi pada klien yang merasa
cemas atau marah.
1) Bila terjadi diawal pertemuan, setelah
beberapa saat, sebaiknya petugas
memperhatikan hal ini dengan mengatakan
misalnya:’’ saya mengerti hal ini sulit
dibicarakan (refleksi perasaan). Biasanya
64

pada pertemuan pertama klien saya juga


merasa begitu. apakah ibu merasa cemas?’’
2) Bila diam karena marah misalnya berpaling
muka. Anda dapat berkata ʽʽ bagaimana
perasaan ibu setelah berada di sini
sekarang? Suasana harus hening,
perlihatkan sikap tubuh yang perhatikan.
3) Bila terjadi pada petengahan pertemuan:
petugas harus memperhatikan konteks
pembicaraan dan menilai mengapa hal ini
terjadi. Mungkin klien merasa berat
menceritakan, atau tidak senang dengan
sikap petugas. Lebih baik menunggu
beberapa saat, beri kesemapatan pada klien
untuk mengekpresikan perasaan atau
pikirannya meskipun petugas merasa tidak
nyaman.
4) Bila klien diam karena sedang berpikir,
petugas tidak perlu ragu memecahkan
kesunyian, tidak perlu menunjukan sikap
tidak terima.
b. Klien menagis
Klien yang menagis terseduh-sedu membuat
petugas tidak nyaman. Reaksi wajar yang dapat
kita takutkan adalah berusaha menenangkan,
meskipuntidak selalu menguntungkan konseling.
Menagis disebutkan beberapa alasan mungkin
emosi, sedih, menarik perhatian petugas, juga
memanipulasi petugas. Biasanya mereda setelah
65

beberapa saat. Jasa hubungan profesional


(bukan sosial) antara petugas dan klien.
1) Petugas meyakini bahwa tidak ada
pemecahan bagi masalah klien. Kondisi ini
biasanya mencemaskan petugas, mereka
tidak tau harus buat apa. Fokus konseling
adalah pada subjek atau orangnya bukan
masalahnya. Meskipun masalah yang
dihadapi sulit, petugas selalu menyiapkan
waktu untuk klien, membantu klein pada saat
sulit. Semakin banyak pasien
mengeksplorasi dan mengekspresikan
dirinya, semakin mungkin baginya untuk
memahami mengapa keadaan itu terjadi
padanya dan semakin menguatkan dirinya
dalam menghadapi kesulitan.
2) Petugas melakukan kesalahan.
Dalam banyak hal petugas dapat melakukan
kesalahan, mungkin salah mengartikan
maksud kata-kata klien, tidak konsentrasi,
memberikan informasi salah, malu atau
marah karena ucapan klien. Hal yang dapat
dilakukan membina hubungan baik dengan
klien adalah jujur, hargai klien, mengakui
kesalahan, minta maaf bila keliru atau salah.
Semakin terbuka perasaan kita selama
pertemuan dengan klien semakin terbuka
pula perasaan klien. Kesalahan petugas
dapat berubah menjadi hal yang baik bagi
klien.
66

3) Petugas tidak tau dari pertanyaan klien


Hal ini akan membuat cemas. katakan bahwa
tidak dapat menjawab pertanyaan klien,
tetapi akan berusaha mencari informasi
tersebut untuk klien. Mengelak atau
menjawab tanpa dasar akan berpengaruh
negatif terhadap hubungan petugas dengan
klien.
c. Klien menolak bantuan petugas
pada pertemuan pertama penting menanyai
mengapa atau apa yang mendorong klien datang
untuk konsultasi. banyak yang datang karena
terpaksa. petugas dapat mengatakan: ‘ saya
mengerti perasaan saya senang ibu datang hari
ini untuk membicarakan kebutuhan ibu ‘’ kalau
klien tidak mau bicara tekankan hal positif, paling
tidak dia sudah datang dan berkenalan dengan
petugas, mungkin ia mempertimbangkan
kembali. sarakan untuk melakukan pertemuan
lanjutan.
a. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis
kelamin petugas
kesulitan ini akan diucapkan klien dengan
mengatakan : ‘’ saya tanggung
membicarakan hal ini dengan laki-laki saya
berharap berhadapan dengan perempuan’’.
Kemungkinan ini disamapaikan tidak secara
verbal tetapi dapat melihat dari sikap klien.
Dalam hal seperti ini petugas dapat
mengatakan:’’ Barangkali ibu mengharapkan
67

akan berhadapan dengan petugas


perempuan, menurut pengalaman saya
semakin lama hal ini semakin tidak penting,
apabila kita mengenai teman bicara kita.
b. Waktu yang dimiliki petugas terbatas
sebaiknya sejak awal klien mengetahui
beberapa lama waktu petugas yang bersedia
untuk dia. petugas sebaiknya memberikan
informasi sebelum
c. Petugas tidak menciptakan hubungan yang
baik.
kadang-kadang hubungan yang baik dengan
klien sulit terjadi. hal ini bukan berarti
konseling harus diakhiri atau mengirim klien
ke petugas lain.
d. Petugas dan klien sudah saling kenal
Pada kelompok masyarakat kecil biasanya
antara petugas dan klien sudah saling
mengenal.
e. Klien berbicara terus dan yang dibicarakan
tidak sesuai dengan materi pembicaraan
situasi ini terbalik dari situasi dimana klien
tidak mau bicara hal ini juga membuat
petugas cemas.
f. Klien betanya tentang hal-hal pribadi petugas
Hubungan petugas dan klien adalah
hubungan profesional, bukan hubungan
sosial. ini penting karena dengan demikian
petugas bersikap berbeda dengan sikap
orang lain dala kehidupan klien.
68

g. Petugas merasa dipermalukan dengan suatu


topik pembicaran
Bisa terjadi dimana klien mengatakan suatu
yang membuat petugas malu sebaiknya
petugas jujur pada klien, terutama bila
petugas bereaksi secara emosional kepada
klien, karena klien akan mengamti itu.
h. Keadaan ‘’kriitis’’
Bila klien datang dalam keadaan kritis, yaitu
antar hidup dan mati klien, maka petugas
harus bersifat lebih reaktif, langsung
melakukan tindakan penyelamatan.
d. Pemberian vaksin yang tepat dan aman
1. Sebelum pelaksanaan imunisasi :

a. Periksa label vaksin dan pelarut

b. Periksa tanggal kadarluarsa

c. Periksa VVM

Jangan gunakan:

a. Vaksin tampa lebel

b. Vaksin yang kardaluasa

c. Vaksin dengan status VVM telah C atau D

2. Mencampur vaksin dengan pelarut :

a. Baca lebel pada ampul atau botol pelarut pastikan di

kirim oleh pabrik yang sama.


69

b. Goyang botol atau ampul vaksin pastikan semua

bubuk ada pada dasar botol.

c. Buka botol ampul vaksin dengan pelarut vaksin, amati

pelarut, pastikan tidak retak.

3. Buka ampul kaca :

a. Sedot pelarut ke dalam sempit bercampur vaksin

dengan pelarut. Gunakan ADS yang baru untuk

mencampur vaksin dengan pelarut.

b. Mencampur vaksin dengan pelarut. Tarik pelan-pelan

dengan pelarut masuk kedalam semprit dan suntikan

kedalam botol atau ampul Vaksin. Lalu di kocok

sehingga campuran menjadi homogen. Masukan

semprit dan jarum pencampur ke dalam safety box

setelah digunakan.

4. Penangan vaksin yang sudah dilarutkan

Ingat :

a. Catat jam dan tanggal melarutkan vaksin dan

tempelkan di botol vaksin.

b. Pelarut tidak boleh saling tukar.

c. Gunakan pelarut dari pabrik yang sama denagan

vaksin.

d. Pelarut harus didinginkan dengan vaksin dengan

vaksin, minimal 12 jam dalam lemari es.


70

e. Jangan mencampur vaksin dengan pelarut sebelum

anda siap mengimunisasi.

f. Membuang vaksin yang telah dicampur dengan pelarut

setelah 3 jam (untuk vaksin campak) atau pada akhir

pelayanan vaksin.

5. Mengimpan vaksin yang telah dengan pelarut diatas

bantalan busa yang ada didalam termos vaksin (vaccine

carrier).

6. Menggunakan alat suntik ADS (Autodiseble syringe)

Merupakan alat suntik yang setelah satu kali diginakan

secara otomatis menjadi rusak dan tidak dapat digunakan

lagi.

7. Memberikan vaksin kepada bayi

a) Bersikan daerah penguntikan dengan kapas basah.

b) Pegang tabung (barrel) sempit antara ibu jari, jari

telujuk dan jari tengah. Jangan mengentuh jarum. Alat

pengedot (plunge) bias bergerak maju mundur hanya

sekali.

c) Suntikan jarum pelan-pelan .

d) Gunakan ibu jari untuk menekan alat pengedot tampah

memutar-mutar semprit.

e) Tarik jarum denagan cepat dan hati-hati (lebih sakit

jika menarik dengan pelan-pelan)


71

f) Jangan menggosok daerah dimana suntikan diberikan.

Tabel 2.9 Pemberian Vaksin Kepada Bayi

Vaksin BCG DPT-HB Campak Polio HB


Uniject
Tempat/Lokas Lengan Paha tengah Lengan Mulut Mulut
i kanan bagian luar kiri atas
Suntikan atas luar
Cara/Tenik Suntikan Suntikan Suntikan Diteteskan Ditetes di
penyuntikan intrakutan intravaskular subkutan di mulut mulut
Dosis 0,05 cc O,5 ml 0,5 ml 2 tetes 2 tetes
Ukuran jarum 10 mm, 25 mm, 25 mm,
ukuran 26 ukuran 23 G ukuran 23
G G
Jenis Bubuk + Siap pakai Bubuk Botol Botol
pelarut pelarut dengan dengan
alat tetes alat tetes
mulut mulut
Bentuk Cairan Cairan putih Cairan Cairan Cairan
putih keruh jernih jernih jernih
keruh dengan kekuning- berwarna berwarna
dengan sediman kuningan merah merah
sediman yang jambu jambu
yang melayang atau atau
melayang jika di kocok orange orange
jika di
kocok
72

4. Kegiatan Akhir Pelayanan Imunisasi

a. Pada tempat pelayanan statis

5. Menangani sisa vaksin

a) Sisa vaksi polio,TT,DT,DPT-Hb, Dapat digunakan

untuk pelayanan imunisasi berikutnya, dengan

ketentuan tetap disimpanpada suhu 2-8C.

b) Sisa vaksin campak dan BCG yang sudah dilarutkan

harus dibuang padaakhir setiap pelayanan imunisasi

atau setalah 3 jam untuk BCG dan 6 jam untuk

campak.

6. Membuang alat-alat suntik bekas

Alat suntik bekas harus dibuang ke dalam kotak pengaman

(safety box) tanpa menutup kembali (no recapping):

a) Kotak pengaman jangan diisi terlalu penuh (3/4

bagian)

b) Kotak pengaman harus ditutup dan disimpan di

tempat yang aman sampai dimusnahkan.

c) Vial/ampul bekas serta sampah lainnya, sebaiknya

dibungkus dengan koran atau masukan ke dalam

kardus lain. Bila pemusnahan sampah medis belum


73

dikelola secara terpusat di kabupaten/kota maka

sampah harus dikubur/dibakar.

b. Pada tempat pelayanan lapangan

1) Membereskan termos vaksin (Vaccine carrier)

2) Pastikan bahwa VVM dalam kondis A dan B

3) Vaksin yang belum dibuka diberi tanda khusus untuk

digunakan pada jadwal pelayanan berikutnya

4) Semua sisa vaksin yang sudah dipergunakan pada

komponen lapangan meliputi posyandu, sweeping, BIAS

atau pelayanan di luar gedung lainnya harus dibuang,

jangan dimasukkan kembali ke dalam termos.

5) Masukkan botol kosong atau botol terbuka dari vaksin-

vaksin yang telah dicampur dengan pelarut ke dalam

wadah terpisah untuk dibawa ke tempat pembuangan.

c. Meninggalkan tempat pelayanan dalam keadaan bersih dan

rapi

1) Tidak meninggalkan sesuatu yang bisa menjadi ancaman

kesehatan bagi masyarakat.

2) Mengumplkan lotak keselamatan yang berisi alat suntik

auto-disable (AD) dan sampah-sampah lainnya, dan

mengubur atau membakar benda-benda ini di tempat

tersebut jika mungkin.


74

Jika tidak mungkin, anda sebaiknya mengembalikan kotak

keselamatan dan sampah lainnya ke puskesmas.

3) Tidak meninggalkan botol vaksin kosong atau terbuka.

4) Tidak meninggalkan spuit dan jarum bekas pakai.

5) Mengembalikan meja, kursi dan perlengkapan lainnya ke

pemilik.

6) Menyampaikan rasa terima kasih kepada orang-orang

setempat yang membantu mengadakan pelayanan dan

mengingatkan mereka kapan dilaksanakan pelayanan lagi.

d. Mengembalikan vaksin ke dalam lemari es

1) Kembalikan vaksin-vaksin yang masih baik ke lemari es

dan masukan ke dalam kotak “gunakan pertama” sehingga

vaksin-vaksin tersebut akan digunakan terlebih dahulu

selam pelayanan berikutnya.

2) Masukkan kotak dingin cair dari termos ke dalam lemari

es, dan periksa serta catat suhu lemari es.

3) Membersihkan termos vaksin.

Membersihkan termos vaksin dengan kain basah dan

periksa apakah terjadi keretakan pada alat ini. Apabila

retak, memperbaiki keretakan dengan plester dan

membiarkan termos terbuka agar tidak kering.

e. Tindak lanjut drop out


75

Program imunisasi dituntut untuk dilaksanakan

ketentuan program secara efektif. Untuk itu pengelola program

harus dapat menjalankan fungsi koordinasi dengan baik. Ada

dua macam fungsi koordinasi, yaitu vertikal dan horisontal.

Kerja sama horisontal terdiri dari kerja sama lintas program

dan sektoral. Sistem ini untu menindaklanjuti drop out.

Ada beberapa cara untuk memantau dan

menindaklanjuti drop out. Berikut adalah dua sistem untuk

menindaklanjuti drop out yang bisa digunakan dengan mudah.

1) Menggunakan buku kohort bayi

Pada akhir bulan, lakukan pengkajian ulang (review)

terhadap buku kohort bayi untuk mengidentifikasi sasaran

yang gagal menerima dosis vaksin yang seharusnya

diberikan. Misalnya, jika bayi menerima dosis DPT-Hb1

pada bulan berjalan, Lakukan pemeriksaan untuk

mengetahui apakah bayi ini menerima DPT-Hb2 di bulan

berikutnya.

2) Kartu peringatan (reminder card).

Cara lain untuk mengidentifikasi mereka yang gagal

menerima imunisasi (drop out) adalah membuat kartu

peringatan yang merupakan salinan dari buku imunisasi.

Simpanlah salinan kartu imunisasi ini untuk pemberrian

vaksin bulan berikutnya.


76

Misalnya, bila bayi menerima DPT-Hb1 pada bulan

januari, masukan kartu peringatan pada bulan februari,

bulan dimana DPT-Hb2 harus diberikan. Pada bulan

februari, jika bayi hadir ketika DPT-Hb2 harus diberikan,

melakukan update unruk kartu peringatan dan masukan

kertu ini dalam bulan maret ketika DPT-Hb3 harus

diberikan. Setiap bulan review terhadap kartu peringatan

dan tindaklanjuti mereka yang tidak hadir ketika vaksinasi

harus diberikan termasuk kegiatan KIA lainnya.

Jika sasaran drop out langsung menghubungi ibu atau

meminta anggota masyarakat seperti kader. Misalnya

dengan memberikan daftar bayi dan ibu kepada tokoh

masyarakat atau kader yang kemudian memberitahu

kepada ibu dan sasaran untuk kembali lagi guna menerima

dosis yang harus diberikan termasuk kegiatan KIA lainnya.

5. Pemantauan Kejadian Ikutan pasca Imunisasi (KIPI)

a. Defenisi KIPI

KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi

dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada kejadian tertentu

lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (artritis

kronik pasca vaksinasi rubela), atau sampai 6 bulan (infeksi

virus campak vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi

atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).


77

b. Klasifikasi KIPI (WHO 1999)

1) Reaksi vaksin (vaccine reation)

a) Induksi vaksin (vaccine induced): intrinsik, vaksin vs

individu potensial vaksin (vaccine potentiated): gejala

timbul dipicu oleh vaksin.

b) Kejadian disebabkan atau dipicu oleh vaksin walaupun

diberikan secara benar.

c) Desebabkan oleh sifat dasar vaksin.

2) Kesalahan program (programmatic error)

Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah

program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi

kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata

laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat

terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi,

misalnya:

a) Dosis antigen (terlalu banyak)

b) Lokasi dan cara penyuntikan

c) Sterilisasi semprit dan jarum

d) Jarum bekas pakai

e) Tindakan aseptik dan antiseptik

f) Kontaminasi vaksin dan alat suntik

g) Penyimpanan vaksin

h) Pemakaian sisa vaksin


78

i) Jenis dan jumlah pelarut vaksin

j) Tidak mempertahankan petunjuk produsen (petunjuk

pemakaian, indikasi dan kontra indikasi).

3) Kebetulan

Kejadian terjadi setelah imunisasi tetapi tidak disebabkan

oleh vaksin.

Indikator faktor kebetulan dtemukannya kejadian yang

sama di saat bersamaan pada kelompok populasi

setempat dengan karakter serupa tetap tidak mendapat

imunisasi.

4) Reaksi suntikan

Kejadian yang disebabkan oleh ras takut/gelisah atau sakit

dari tindakan penyuntikan, dan bukan dari vaksin. Reaksi

suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak, dan

kemerahan pada tempat suntik, sedangkan reaksi suntikan

tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual.

5) Penyebab tidak diketahui

Penyebab kejadian tidak dapat ditetapkan.

c. Gejala klinis KIPI

Gejala KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan

dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan

saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat

KIPI makin berat gejalanya.


79

d. Survailans KIPI

Survailans KIPI adalah kejadian untuk mendeteksi dini,

merespon kasus KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi

dampak negatif imunisasi untuk kesehatan individu dan pada

program imunisasi. Hal ini adalah merupakan indikator

program. Kegiatan survailans KIPI meliputi:

1) Mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan

program.

2) Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar

pada batch vaksin atau merek vaksin tertentu.

3) Memastikan bahwa semua kejadian yang diduga KIPI

merupakan koinsidens (suatu kebutuhan).

4) Menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap program

imunisasi dan memberi respons yang tepat terhadap

perhatian orang tua/masyarakat tentang keamanan

imunisasi di tengah kepedulian (masyarakat dan

profesional) tentang adanya resiko imunisasi.

5) Memperkirakan angka kejadian KIPi (rasio KIPI) pada

suatu populasi.
80

e. Pelaporan KIPI

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelaporan adalah:

1) Identitas: nama anak, tanggaldan tahu lahir (umur), jenis

kelamin, nama orang tua dan alamat harus jelas.

2) Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor bacth, siapa

yang memberikan. Vaksin sisa disimpan dan diperlakukan

seperti vaksin yang masih utuh (perhatikan cold chain).

3) Nama dokter yang bertanggung jawab.

4) Adakah KIPI pada imunisasi terdahulu.

5) Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosa (bila ada).

Pengobatan yang diberikan dan perjalanan penyakit

(sembuh, dirawat atau meninggal). Sertakan hasil

laboratorium yang pernah dilakukan. Tulis juga apabila

terdaapat penyakit lain yang menyertai.

6) Waktu pemberian imunisasi (tanggal dan jam).

7) Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa

lama interval waktu antara pemberian imunisasi dengan

terjadinya KIPI, lama gejala KIPI.

8) Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh.

9) Bagaimanakah cara menyelesaikan masalah KIPI

(kronologis).

10) Adakah tuntutan dari keluarga.

a. KIPI yang harus dilaporkan 24 jam pasca imunisasi


81

1) Reaksi anafilaksis (reaksi hipersensitivitas akut)

2) Anafilaksis

3) Menangis menjerit yang tidak berhenti selama >

3 jam (persistent inconsolable screaming)

4) Hypotonic hyperesponsive episode

5) Toxic shock syndrome

b. KIPI yang harus dilaporkan 5 hari pasca imunisasi

1) Reaksi lokal hebat

2) Sepsis

3) Abses pada bekas suntikan (infeksi/steril)

c. KIPI yang harus dilaporkan 30 hari pasca imunisasi

KIPI terjadi dalam 30 hari setelah imunisasi (satu

gejala atau lebih):

1) Ensefalopati

2) Kejang

3) Meningitis aseptik

4) Trombositopenia

5) Lumpuh layu (accute flaccid paralysis)

6) Meninggal, dirawat di RS

7) Reaksi lokal yang hebat

8) Abses di daerah suntikan

9) Neuritis brakhial
82

Hal-hal yang dipandang perlu dilaporkan: wajib dilaporkan.

1. KIPI yang harus dilaporkan 3 bulan pasca imunisasi

a) Lumpuh layu (accute flaccid paralysis): polio 4-30 hari.

b) Neuritis brakhialis: tetanus 2-28 hari.

2. KIPI yang harus dilaporkan 1-12 bulan pasca imunisasi

a) Limfadenitis

b) Disseminated BCG-itis

c) Osteitis/Osteomielitis

3. KIPI yang harus dilaporkan pasca imunisasi (tanpa batas

waktu)

a) Semua kematian

b) Semua penerima vaksin yang dirawat

c) Semua kejadian yang berat dan tidak bisa (diduga

berhubungan dengan imunisasi oleh petugas atau

masyarakat).

4. Tatalaksana kasus KIPI

Tabel 2.10 Tatalaksana Kasus KIPI


No KIPI Gejala Tindakan
1 Vaksin
Reaksi lokal  Nyeri eritema,  Kompres hangat.
ringan bengkak di  Jika nyeri
daerah bekas mengganggu dapat
suntikan < 1 diberikan
cm. paracetamol 10
 Timbul < 48 mg/kg BB/kali
jam setelah pemberian.
imunisasi. < 6 bulan: 60 kali
pemberian.
83

1-3 tahun: 120 kali


pemberian.
Reaksi lokal  Eritema/induras  Kompres hangat
berat i > 8 cm.  Paracetamol
 Nyeri, bengkak
dan manifestasi
sistemik.
Reaksi arthus  Nyeri,  Kompres hangat
bengkak,  Paracetamol
indurasi dan  Dirujuk dan dirawat
edema. di RS
 terjadi akibat
reimunisasi
pada pasien
dengan kadar
antibodi yang
masih tinggi.
 Timbul
bebrapa jam
dengan
puncaknya 12-
36 jam setalah
imunisasi
Reaksi umum Demam, lesu,  Berikan minuman
(sistemik) nyeri otot, nyeri hangat dan selimut.
kepala dan  Paracetamol
menggigil
Koplas/  Episode  Rangsangan dengan
keadaan seperti hipotonik- wangian atau bauan
syok hiporesponsif. yang merangsang.
anak tetap  Bila belum dapat
sadar tetapi diatasi dalam waktu
tidak berekasi 30 menit segera
terhadap rujuk ke puskesmas
rangsangan terdekat.
 Pada
pemeriksaan
frekuensi ,
amplitudo nadi
serta tekanan
darah tetap
dalam batas
normal
Reaksi khusus:  Lumpuh layu, Rujuk segera ke RS
84

Sindrom simetris, untuk perawatan dan


Guillain Barre asendens pemeriksaan lebih
(jarang (menjalar ke lanjut.
terjadi) atas) biasanya
tungkai bawah.
 Ataksia
 Penurunan
refleks tendon
 Gangguan
menelam
 Gangguan
pernafasan
 Parestesi
 Meningismus
 Tidak demam
 Peningkatan
protein dalam
cairan
serebrospinalis
tanpa
pleositosis
terjadi antara
5hari s/d 6
minggu setelah
iminisasi.
 Perjalanan
penyakit dari 1
s/d3-4 hari.
 Prognosis
umumnya baik.
Neuritis  Nyeri dalam  Parasetamol
brakhialis terus menerus  Bila gejala menetap
(Neuritis pada daerah rujuk ke RS untuk
pleksus bahu dan fisioterapi
brakhialis) lengan atas.
 Terjadi 7 jam
s/d 3 minggu
setelah
imunisasi
Syok anafilatik  Terjadi  Suntikan adrenalin
mendadak 1:1.000, dosis 0,1-0,3
 Gejala klasik: ml, sk/im atau 0,01
kemerahan ml/kg BB x max dosis
merata, edem. 0,05 ml/kali.
85

 Urtikaria,  Jika pasien membaik


sembab pada dan stabil dilanjutkan
kelopak mata, dengan suntikan
sesak, nafas deksametason (1
berbunyi. ampul) secara
 Jantung intravena/intramuskul
berdebar ar.
kencang  Segera pasang infus
 Tekanan darah NaCl 0,9%.
menurun  Rujuk ke RS terdekat
 Anak
pingsan/tidak
sadar
 Dapat pula
terjadi
langsung
berupa tekanan
darah menurun
dan pingsan
tanpa didahului
oleh gejala lain.
2 Tatalaksana program
Abses dingin  Bengkak dan  Kompres hangat
keras, nyeri di  Paracetamol
daerah bekas
suntikan.
Terjadi karena
vaksin disuntik
masih dingin.
Pembengkakan  Bengkak di Kompres hangat
sekitar
suntikan
 Terjadi karena
penyuntikan
kurang dalam
Sepsis  Bengkak di  Kompres hangat
sekitar bekas  Paracetamol
suntikan  Rujuk ke RS
 Demam terdekat
 Terjadi karena
jarum suntikan
tidak steril
 Gejala timbul 1
minggu atau
86

lebih setelah
penyuntikan
Tetanus Kejang, dapat Rujuk ke RS terdekat
disertai dengan
demam, anak
tetap sadar.
Kelumpuhan/  Lengan Rujuk ke RS terdekat di
kelemahan otot sebelah daerah fisioterapi
yang disuntik
tidak bisa
digerakkan
 Terjadi karena
daerah
penyuntikan
salah (bukan
pertengahan
mukulus
deltoid)
3 Faktor penerima/pejamu
Alergi  Pembengkaka  Suntikan
n bibir dan deksametason 1
tenggorokan, ampul IM/IV
sesak nafas,  Jika berlanjut
eritema, pasang infus NaCl
papula, terasa 0,9%
gatal.
 Tekanan darah
menurun
Faktor  Ketakutan  Tenangkan
psikologis  Berteriak penderita.
 Pingsan  Beri minum hangat
 Beri
wewangian/alkohol
 Setelah sadar beri
minum teh manis
hangat
4 Ko insiden (faktor kebetulan)
 Gejala penyakit  Tangani penderita
terjadi secara sesuai gejala
kebetulan  Cari informasi di
bersamaan sekitar anak apakah
dengan waktu ada kasus lain yang
imunisasi. mirip tetapi anak
 Gejala dapat tidak diimunisasi.
87

berupa salah  Kirim ke RS untuk


satu. pemeriksaan lebih
lanjut.

BAB 3

PEMBAHASAN
88

c.1 Pengelolaan Rantai Vaksin Di Puskesmas Bakunase

c.1.1 Peralatan Rantai vaksin

c.1.1.1 Jenis Peralatan Rantai Vaksin

1. Lemari es dan bentuk pintu

Jenis lemari es yang digunakan di puskesmas Bakunase adalah

jenis lemari es dengan pintu yang diangkat ke atas, dengan suhu

lemari es sudah stabil antara + 2OC s/d + 8OC.

2. Vaccine Carrier dan cool pack

a. Vaccine carrier

Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim atau membawa

vaksin dari puskesmas ke posyaandu atau tempat pelayanan

imunisasi lainnya yang dapat mempertahankan suhu + 2 OC s/d +

8OC. Vaccine carrier yang terdapat pada puskesmas Bakunase

sebanyak 5 buah.

b. Kotak dingin cair (cool pack)

Kotak dingin cair adalah wadah plastik berbentuk segi empat

yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada lemari es

selama 24 jam. Jumlah kotak dingin cair (cool pack) di

puskesmas Bakunase adalah sebanyak 5 buah.

c. Kotak dingin beku (Cold Pack)

Kotak dingin beku (cold pack) adalah wadah plastik berbentuk

segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang
89

kemudian disimpan pada suhu -5OC-15OC dalam freezer selam

24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik

bening. Pada puskesmas Bakunase biasanya tidak

menggunakan cool pack. Biasanya petugas hanya cool pack.

d. Thermos

Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke

lapangan/posyandu. Setiap thermos dilengkapi dengan cool

pack minimal 4 buah, 1 buah berisi 0,1 liter. Mengingat daya

tahan untuk mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam,

maka thermos sangat cocok digunakan untuk wilayah kerja

puskesmas Bakunase yang transportasinya mudah dijangkau.

Thermos yang terdapat pada puskesmas Bakunase adalah 2

buah.

c.1.1.2 Perawatan Lemari Es

1. Harian

Petugas puskesmas Bakunase selalu memeriksa suhu lemari es

dua kali sehari tiap pagi dan siang sebelum pulang. Petugas

menghindari seringnya membuka tutup pada lemari es dan selalu

mencatat suhu pada buku grafik suhu.

2. Mingguan

Petugas puskesmas Bakunase setiap minggunya membersihkan

bagian luar lemari es/freezer untuk menghindari karat (korosif)


90

dan selalu memastikan apakah colokan lemari es tidak kendor

ataupun mengalami gangguan.

3. Bulanan

Petugas puskesmas Bakunase selalu membersihkan bagian luar

dari lemari es/freezer dengan menggunakan pencairan bunga es

(tebal bunga es tidak boleh lebih dari 2 cm) setiap bulannya dan

memastikan bahwa lemari es selalu dalam keadaan bersih, serta

memberrsihkan karet seal pintu dan memeriksa kerapatannya.

c.1.1.3 Suku Cadang Lemari Es

Penyediaan suku cadang merupakan salah satu upaya agar lemari

es dapat selalu berfungsi dengan baik dan benar. Sedangkan pada

puskesmas Bakunase tidak terdapat suku cadang yang sama dengan

lemari es tempat penyimpanan vaksin. Puskesmas Bakunase hanya

memiliki satu lemari es.

c.1.1.4 Penempatan Lemari Es

Secara teori penempatan lemari es:

a. Jarak minimal antara lemari es dengan dinding belakang adalah

10-15 cm atau sampai pintu lemari es dapat dibuka.

b. Jarak minimal antara lemari es dengan lemari es lainnya adalah

15 cm.

c. Lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung.

d. Ruangan mempunyai sirkulasi udara yang cukup.


91

e. Setiap satu unit lemari es/freezer menggunakan hanya satu stop

kontak listrik.

Penempatan lemari es di puskesmas Bakunase:

a. Jarak antara lemari es dengan dinding belakang adalah 10 cm.

b. Lemari es tidak terkena sinar matahari langsung dimana lemari es

ditempatkan jauh dari jendela.

c. Ruangan mempunyai sirkulasi udara yang cukup.

d. Satu unit lemari es/freezer menggunakan hanya satu stop kontak

listrik.

c.1.1.5 Alat Pemantau Suhu

Alat pemantau suhu:

a. Lemari es dipantau dengan satu buah termometer dial.

b. sebuah buku grafik pencatatan suhu.

c. Vaccine carrier.

c.2 Penanganan Vaksin

c.2.1 Pendistribusian Vaksin

Distribusi adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari pusat ke

propinsi, dari propinsi ke kabupaten/kota, dari kabupaten/kota ke

puskesmas dan dari puskesmas ke bidan di desa atau posyandu.

Distribusi vaksin baik jumlah maupun frekuensinya harus di sesuaikan

dengan volume vaksin di masing-masing propinsi serta biaya

transportasi. Rata-rata distribusi vaksin ke propinsi adalah setiap satu-

tiga bulan tergantung dari besarnya jumlah penduduk propinsi tersebut.


92

Sedangkan pendistribusian vaksin di puskesmas Bakunase

dilakuakan melalui beberapa tahap. Tahap pertama ialah dengan

melakukan pencatatan berapa kebutuhan vaksin di puskesmas. Setelah

melakukan pendataan, petugas akan menyampaikan permintaan vaksin

kepada dinas kesehatan kota kemudian dari dinas akan menyampaikan

permintaan tersebut ke propinsi. Setelah itu, petugas dari dinas

kesehatan akan menyampaikan kepada petugas Bakunase untuk

mengambil Vaksin di gudang penyimpanan menggunakan vaccine

carrier.

Setelah mendapatkan vaksin petugas akan memeriksa dan

mencatat pada buku laporan jumlah vaksin yang didapatkan apakah

sesuai dengan permintaan, keadaan VVM, tanggal kadarluarsa dan

mengecek apabila ada yang pecah atau rusak. Setelah itu, petugas

akan menyimpan vaksin yang ditempatkan di lemari es besar tempat

penyimpanan semua vaksin.

c.2.2 Penyimpanan Vaksin

Cara penyimpanan vaksin pada puskesmas Bakunase:

a. Semua vaksin di puskesmas Bakunase disimpan pada suhu + 2OC

s/d 8OC.

b. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan

dingin dan kestabilan suhu.

c. Peletakan dus vaksin mempunyai jarak antara minimal 1-2 cm

atau satu jari tangan.


93

d. Vaksin HS (BCG, campak, polio) diletakkan dekat dengan

evaporator.

e. Vaksin FS (DPT, TT, DT, Hept.B, DPT-Hb) diletakkan jauh dari

evaporator.

c.2.3 Pemakaian Vaksin

Dalam pengambilan vaksin untuk pelayanan imunisasi prinsip

yang dipakai ini di puskesmas Bakunase, “Early Expired First

Out/EEFO” (dikeluarkan berdasarkan tanggal kadarluarsa yang lebih

tinggi). Namun, petugas pengelola vaksin di puskesmas Bakunase

selalu mengecek keadaan VVM, dengan adanya VVM ( vaccine vial

monitor) maka ketentuan EEFO tersebut menjadi pertimbangan kedua.

VVM sangat membantu petugas pengelola valsin dalam manajemen

stok vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada

indikator yang ada.

Kebijakan program imunisasi di puskesmas Bakunase adalah

tetap membuka vial/ampul baru meskipun sasaran sedikit untuk tidak

mengecewakan masyarakat. Vaksin yang dipakai haruslah vaksin

yang paten dan aman. Sisa vaksin yang sudah dibawa ke lapangan

namun belum dibuka harus segera dipakai pada pelayanan berikutnya,

sedangkan yang sudah dibuka harus dibuang.

c.3 Aspek Pelayanan Imunisasi

c.3.1 Pelayanan imunisasi di puskesmas Bakunase


94

Pelayanan imunisasi di puskesmas Bakunase dilakukan setiap hari

kamis pada pukul 08.00 sampai pukul 11.00.

c.3.2 pelayanan imunisasi di posyandu puskesmas Bakunase

Pelayanan imunisasi di posyandu puskesmas Bakunase dilakukan di

setiap dua minggu pertama di awal bulan.

c.3.3 Pemeriksaan sasaran imunisasi

Pemeriksaan sasaran imunisasi dilakukan melalui pendataan

kepala keluarga pada wilayah kerja puskesmas Bakunase dan jumlah

bayi, ibu hamil, anak dan balita yang termasuk dalam golongan

masyarakat yang harus mendapatkan imunisasi dan vaksin.

Berdasarkan data persentase cakupan imunisasi puskesmas

Bakunase tahun 2016 didapatkan dari 6 wilayah kerja puskesmas

Bakunase yaitu, Fontein, Airnona, Naikoten, Bakunase, Koenino,

Nunleu, didapatkan bahwa jumlah bayi laki-laki (268 orang) dengan

total 526 orang.

c.3.4 Pencatatan dan pelaporan

c.3.4.1 Pencatatan hasil vaksin dan imunisasi

Pencatatan hasil vaksin dan imunisasi dilakukan setiap kali petugas

melakukan vaksin baik pada posyandu dan puskesmas Bakunase.

c.3.4.2 Pelaksanaan pelayanan imunisasi


95

Pelaksanaan pelayanan imunisasi dilakukan setiap hari kamis

di puskesmas Bakunase dan biasanya posyandu dilakukan minimal

3 kali dalam seminggu di delapan wilayah kerja puskesmas

Bakunase.

Pelayanan imunisasi di posyandu dilakukan mulai pukul 08.00

pagi hingga pukul 11.00. Sebelum berangkat ke wilayah posyandu

biasanya petugas puskesmas Bakunase akan mengkonfirmasikan

kembali jadwal dan tempat pelayanan pada kader-kader di wilayah

kerja puskesmas Bakunase selanjutnya petugas akan menyiapkan

vaksin yang dibutuhkan sesuai sasaran dan jumlah kebutuhan pada

wilayah tersebut.

Sesampainya petugas kesehatan di tempat posyandu,

biasanya anak-anak ditimbang oleh kader-kader dan telah didata

pada buku pencatatan vaksin apa saja yang akan dilayani oleh

petugas hari ini, dan pendataan peserta dan jumlahnya.

Sebelum memberikan pelayanan imunisasi, petugas

kesehatan akan memeriksakan keadaan VVM dan tanggal

kadarluarsa pada vaksin yang akan digunakan agar tidak

memberikan dampak buruk serta kerugian kepada masyarakat.

Vaksin yang keadaan VVMnya sudah masuk pada kondisi C dan D

akan dicatat pada buku laporan dan akan dibuang karena tidak

dapat digunakan lagi.

c.3.4.3 Kegiatan akhir pelayanan imunisasi


96

Setelah melakukan imunisasi baik di puskesmas Bakunase

ataupun di posyandu, petugas kesehatan akan melakukan

pengecekan jumlah vaksin yang telah digunakan dan sisa vaksin

yang belum digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

jumlah peserta posyandu yang datang dan tidak, untuk mengetahu

keberhasilan dari proses imunisasi yang dijalankan di posyandu.

vaksin yang telah digunakan namun masih sisa akan dibuang

dan yang belum dipakai akan di simpan pada rak lemari es yang

paling atas agar pada pelayanan imunisasi berikutnya vaksin

tersebut yang akan pertama digunakan sambil melihat keadaan

VVM pada vaksin tersebut.

c.3.4.4 Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)

Setelah melakukan imunisasi petugas akan melakukan

pengawasan langsung maupun tidak langsung melalui kader-kader

pada tempat pelayanan atau wilayah kerja puskesmas Bakunase

untuk memantau apakah adanya kejadian ikutan pasca imunisasi

untuk mencegah terjadinya kerugian pada masyarakat seperti

kecacatan bahkan hingga kematian. Pengawasan oleh petugas

kesehatan ialah apabila bayi atau balita yang diberikan vaksin atau

imunisasi campak yang biasanya kejadian ikutannya ialah demam

akan diberikan obat penurun panas dan pereda nyeri yaitu

paracetamol tablet 500mg yang telah dibelah menjadi empat

bagian. Setelah itu, petugas kesehatan juga memberitahukan


97

kepada ibu bayi dan kader apabila selama dua hari atau lebih

demam tidak menurun akan terjadi pembengkakan pada area

penyuntikan maka ibu disarankan untuk membawa anaknya ke

puskesmas Bakunase atau rumah sakit terdekat.

BAB IV
98

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pusat kesehatan masyarakat adalah suatu kesatuan organisasi

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping

memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada

masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Agar dapat

memberikan kontribusi dan distribusi terhadap masyarakat dalam

pelayanan kesehatan secara menyeluruh di wilayah kerjanya.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas kesehatan Kota

Kupang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal pelayanan

kesehatan yang optimal yaitu dengan melaksanakan penambahan sistem

manajemen reformasi. Secara umum puskesmas Bakunase telah

menjalankan semua program nasional yang salah satunya ialah

imunisasi dan posyandu yang sudah berjalan dengan baik dan memiliki

cakupan yang luas meskipun masih ada beberapa kekurangan di dalam

bidang pelayanan dan pencatatan.

4.2 SARAN
99

Pengelolaan rantai vaksin di Puskesmas Bakunase sudah baik dan sesuai

dengan pedoman pengelolaan rantai vaksin menurut Permenkes N0. 42

Tahun 2013. Namun, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat lagi agar

dapat mempertahankan kondisi vaksin dan menjamin kualitas vaksin.

DAFTAR PUSTAKA
100

Achmadi. (2006). Imunisasi Mengapa Perlu?. Jakarta: Kompas.

Cahyono, S. B. (2010). Hepatitis B. Yogyakarta: Kanisius.

Hadianti, dkk. 2014. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan              

Pelatihan Kesehatan

Indonesia, Departemen Kesehatan RI. 2013. Keputusan Menteri Kesehatan

RI No. 32 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta

Indonesia, Departemen Kesehatan RI. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan

RI N0. 1611/Menkes/XII/2005 Tentang Pedoman Teknis Imunisasi.

Ditjen PP & PL Depkes RI: Jakarta

Indonesia, Departemen Kesehatan RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan

RI N0. 1611/Menkes/XII/2006 Tentang Pedoman Teknis Imunisasi.

Ditjen PP & PL Depkes RI: Jakarta

Indonesia, Departemen Kesehatan RI. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan

RI N0. 1611/Menkes/XII/2009 Tentang Pedoman Teknis Imunisasi.

Ditjen PP & PL Depkes RI: Jakarta

Kupertino. 2015. Modul Imunisasi Kurikulum Muatan Lokal. Kupang: Dinkes

Prov NTT.

Syamruth, Y. Dkk. 2012. Malaria KIA dan Imunisasi Terpadu. Kupang: IKAPI

Wijayana, ari. 2013. Modul 1 penyuntikan yang aman, Materi Pelatihan

Imunisasi Bagi Tenaga Pelaksana Puskesmas Se-Kota Kupang.

Kupang: Dinas Kesehatan Kota Kupang

Anda mungkin juga menyukai