Anda di halaman 1dari 21

PENYAKIT YANG DAPAT DI CEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)

N
OLEH :

MERANDA.M (1602021029)
KHOIRON NISA SIREGAR (1602021023)
NOVITA HARAHAP (1602021038)
EKA YULIANTARI (1602021019)
ADIYATMA QOUBY (1602021007)
DOSEN PENGAMPU
DIAN MAYA SARI SIREGAR, SKM, M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas epidemiologi penyakit tidak menular dalam makalah yang berjudul “PD3I
(Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)” Ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.

Kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah


ini.Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta
kritik yang dapat membangun kami. Kritik kontruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Medan, 15 Mei 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunisasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen,sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang dilakukan terhadap seorang
anak,tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga
berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas imun yang
meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Prayogo,dkk,2009).
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan salah
satu penyebab kematian bayi dan balita. Salah satu faktor yang menyebabkan
adalah cakupan imunisasi dasar lengkap yang rendah. Adapun penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) antara lain BCG ,DPT,Campak,Polio, dan
Hepatitis B. Faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi adalah status
ekonomi dan tingkat pengetahuan ibu. Status ekonomi dan pengetahuan tentang
imunisasi akan mempengaruhi bayinya dengan tepat sesuai jadwal yang telah
ditentukan (Ayubi,2009).
Menurut World Health Organization (WHO) angka kematian balita akibat
penyakit infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi masih tinggi.
Terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun, yang antara lain
disebabkan oleh batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%) dan campak
540.000 (38%). Sebagian anak tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap
sehingga anak dinyatakan drop out atau anak tidak lengkap imunisasinya. Data
Riskesdas 2013,menunjukkan bahwa masih ada anak usia 12-23 bulan yang tidak
mendapatkan imunisasi dasar tidak lengkap yaitu sebesar 8,7 % (Kemenkes
RI,2013).
Para peneliti juga telah melakukan riset tentang faktor yang berhubungan
dengan kelengkapan imunisasi yang dilakukan oleh Ningrum meliputi hubungan

1
2

pengetahuan,motif,pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga, fasilitas posyandu,


paritas, sikap, tenaga kesehatan, penghasilan dan pendidikan, pekerjaan dengan
kelengkapan imunisasi dasar.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk
mengidentifikasi tentang bagaimana manfaat imunisasi serta penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I) sehingga masyarakat dapat mengetahui dan
mengerti serta menambah pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kesehatan
pada ibu dan anak.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan imunisasi
2. Bagaimanakah Manfaat Jika Diberikannya Imunisasi
3. Apakah Tujuan Dilaksanakannya Imunisasi Indonesia
4. Siapakah Sasaran dari Imunisasi
5. Apa Sajakah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

1.3.Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan imunisasi

2. Untuk mengetahui Bagaimanakah Manfaat dari Imunisasi

3. Untuk mengetahui Apakah Tujuan dilaksanakannya Imunisasi Indonesia

4. Untuk mengetahui Siapa sajakah Sasaran dari Imunisasi

5. Untuk mengetahui macam-macam Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan


Imunisasi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular


khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang diberikan
tidak hanya anak sejak bayi hingga remaja tetapi juga pada dewasa. Cara kerja
imunisasi yaitu dengan memberikan antigen bakteri atau virus tertentu yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan merangsang sistem imun tubuh untuk
membentuk antibody. Antibody menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif sehingga dapat mencegah atau mengurangi akibat
penularan PD3I tersebut. (Depkes,2016).

Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme


yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan,masih utuh atau bagiannya,
atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein
rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
tertentu. (Kemkes,2017).

2.2. Manfaat Imunisasi

Adapun manfaat imunisasi antara lain sebagai berikut yakni :

1. Untuk Anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan


kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan
bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk Negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.

3
4

2.3. Tujuan Imunisasi Indonesia


Dasar pengendalian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah
berdasarkan Kepmenkes No. 1611/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Imunisasi. Adapun tujuan imunisasi di Indonesia adalah :
1. Tujuan Umum
Menurunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
2. Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100%
desa/kelurahan pada tahun 2014.
b. Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di
bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam 1 tahun) di tingkat
kabupaten/kota pada tahun 2013.
c. Global Eradiksi Polio pada tahun 2018.
d. Tercapainya reduksi Campak (ReCam) pada tahun 2015
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman dan pengelolaan
limbah medis (Kemenkes RI,2013).
3. Strategi Program Imunisasi
a) Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat dan swasta.
b) Membangun kemitraan dan jejaring kerja.
c) Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin
dan alat suntik.
d) Menerapkan sistem pemantauan wilayah setempat (PWS) untuk
menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan.
e) Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga professional/terlatih.
f) Pelaksanaan sesuai dengan standard
g) Memanfaatkan perkembangan method dan teknologi yang lebih efektif
berkualitas dan efisien.
h) Meningkatkan advokasi,fasilitasi dan pembinaan.
5

2.4 Sasaran Imunisasi


Orang-orang yang berisiko tinggi terkena suatu penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi,perlu diberi imunisasi yakni :
1. Bayi dan Anak Balita,Anak Sekolah, dan Remaja.
2. Orang Tua, Manula.
3. Calon Jemaah Haji/Umroh.
4. Orang yang akan berpergian ke luar negeri.
Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat
mengenai imunisasi ? Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan
meninggal karena penyakit campak. Sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan
meninggal karena batuk rejan. Satu dari 100 kelahiran anak akan meninggal
karena penyakit tetanus. Dari set iap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit
polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan
melindungi anak terhadap penyakit-penyakit tertentu.

Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia
di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi
yang lengkap. Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan
dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit. Beberapa jenis imunisasi
mulai berkurang kemampuannya sesuai pertumbuhan usia anak, sehingga perlu
imunisasi penguatan (booster) dengan cara pemberian imunisasi ulangan.

2.5 Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi


Adapun yang disebut dengan PD3I adalah penyakit-penyakit yang sudah
tersedia vaksinnya untuk upaya pencegahan. Vaksin tersebut apabila diberikan
kepada sasaran akan memberikan perlindungan baik sebagian maupun secara
keseluruhan kepada sasaran tersebut. Menurut Depkes dalam Ariebowo (2005)
ada 7 jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) antara lain
sebagai berikut :
1. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteri bernama Mycobacterium
tuberculosis complex. Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat
6

terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC.


Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh seperti paru-paru (paling
sering terjadi), kelenjar getah bening,tulang,sendi,ginjal,hati atau selaput otak
(yang terberat). Mycobacterium tuberculosis complex biasanya ditularkan
melalui batuk seseorang. Seseorang biasanya terinfeksi jika mereka menderita
sakit paru-paru dan terdapat bakteri di dahaknya. Kondisi lingkungan yang
gelap dan lembab juga mendukung terjadinya penularan. Cara pencegahan
dengan pemberian vaksin bacillus celmette guerin (BCG) merupakan bakteri
tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan yang berfungsi untuk mencegah
penularan TBC. Menurut nufareni (2003) imunisasi BCG tidak mencegah
infeksi TB tetapi mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB
miliar.
2. Pertusis
Pertusis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella
Pertussis.Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang
rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan
akan terjadi batuk yang hebat dan lama. Serangan batuk lebih sering pada
malam hari dan biasanya disertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan,
oleh karena itu pertusis disebut juga dengan batuk rejan atau “batuk seratus
hari”.
Dengan gejalah khas yaitu batuk yang terus menerus, muka menjadi merah
atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Penularan
penyakit ini dapat melalui udara (batuk/bersin). Pencegahan paling efektif
dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan difteri sebanyak
3 kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan.
3. Tetanus
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman
Clostridium tetani. Tetanus dapat menyerang bayi,anak-anak bahkan orang
dewasa (yang belum diimunisasi/belum pernah disuntik vaksin dosis booster).
Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali pusar tanpa alat yang
steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan
7

tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau


orang dewasa bisa terinfeksi dengan luka yang kotor atau luka terkontaminasi
spora kuman tetanus.
Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu, dan kotoran
hewan. Bakteri ini dapat memasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum.
Tetanus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah
penyakit yang menyerang sistem saraf dan seringkali menyebabkan kematian.
Tetanus menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher
dan rahang dan mengakibatkan kesusahan bernafas,kejang-kejang yang terasa
sakit biasanya terjadi pada hari ke 3 atau ke 4 dan berlangsung selama 7-10
hari dan detak jantung yang tidak normal. Tetanus dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT (difteri, pertusis,
tetanus).
4. Campak
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak, Virus campak
ditularkan lewat infeksi droplet melalui udara ataupun kontak langsung
dengan penderita, gejalahnya demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah
pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita demam, dan
pencegahannya adalah dengan menjaga kesehatan dengan makanan yang
sehat, berolahraga dan istirahat yang cukup dan pencegahan paling efektif
adalah imunisasi .
5. Poliomyelitis
Poliomyelitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan
oleh satu dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio type 1,2, atau 3.
Penyakit ini ditularkan orang ke orang melalui fekal oral. Ketika virus masuk
kedalam tubuh, partikel virus akan dikeluarkan dalam feses selama beberapa
minggu. Gaya hidup dengan sanitasi yang kurang akan meningkatkan
kemungkinan terserang poliomyelitis. Penyakit ini dapat menyerang sistem
pencernaan dan sistem saraf. Polio menyebabkan demam,muntah-muntah, dan
kekakuan otot dan dapat menyerang saraf-saraf sehingga mengakibatkan
kelumpuhan permanen. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan terserang
8

poliomyelitis antara lain dikarenakan malnutrisi, kurangnya sanitasi


lingkungan, karena suntikan, dan juga virus bisa ditularkan melalui placenta
ibu.
Cara yang paling efektif pada pencegahan penyakit poliomyelitis adalah
dengan melakukan imunisasi. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan
dengan vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin polio yakni :
a. Inactivated Polio Vaccine (IPV= Vaksin Salk), mengandung virus polio
yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
b. Oral Polio Vaccine (OPV= Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup
yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
6. Hepatitis-B
Penyakit hepatitis disebabkan oleh virus hepatitis tipe B yang menyerang
kelompok resiko secara vertical yaitu bayi dan ibu pengidap, sedangkan
secara horizontal yaitu tenaga medis dan para medis, pecandu narkoba, pasien
yang menjalani hemodialisa, petugas laboratorium,pasangan seks orang yang
terinfeksi hepatitis. Gejala hepatitis mirip flu yaitu hilangnya nafsu
makan,mual,muntah,rasa lelah, mata kuning, serta demam,urine menjadi
kuning, sakit perut.
Cara pencegahan yang paling efektif pada penyakit hepatitis B yakni
dengan melakukan imunisasi Hepatitis B.
Vaksin ini, menggunakan PID (Prefill Injection Device) yang merupakan
jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali pakai dan telah berisi
vaksin dosis tunggal dari pabrik. Vaksin tidak hanya diberikan pada bayi.
Vaksin juga diberikan pada anak usia 12 tahun.

2.6 Penyakit Difteri

Penyakit Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri


Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran
napas bagian atas dengan gejala demam tinggi,pembengkakan pada amandel
(tonsil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan
dapat menutup jalan napas. Penularan umumnya karena kontak langsung dengan
9

penderita melalui udara (batuk/bersin) selain itu dapat melalui benda atau
makanan yang terkontaminasi.Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi
bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi dua bulan
dengan selang penyuntikan satu-dua bulan.

Dalam epidemiologi terdapat 3 kata kunci epidemiologi yakni


distribusi,frekuensi, dan determinan. Adapun epidemiologi pada penyakit difteri
dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Distribusi
Distribusi yaitu memahami masalah kesehatan/ kejadian penyakit difteri yang
digambarkan menurut karakteristik orang, tempat, dan waktu.

a. Karakteristik orang
Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering
menyerang anak-anak yang belum diimunisasi. Penderita difteri
umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun.
b. Karakteristik tempat
Penyakit ini dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat
sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah
penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan
buruk merupakan sumber dari penularan penyakit.
c. Karakteristik waktu
Penyakit difteri dapat menyerang siapa saja dan kapan saja tanpa
mengenal waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh dan
tubuh kita tidak mempunyai sistem kekebalan tubuh maka pada saat itu
kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjangkit penyakit
difteri.

2) Frekuensi
Dimana upaya mengkuantifikasi yang ada pada kejadian populasi dan
mengukur besarnya kejadian penyakit difteri tersebut. Data kementerian
10

kesehatan menunjukkan bahwa sampai dengan November 2017, ada 95


Kab/Kota dari 20 Provinsi melaporkan kasus difteri. Sementara pada kurun
waktu Oktober-November 2017 ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya
Kejadian Luar Biasa Difteri di wilayah kabupaten/ kotanya yaitu sumatera
barat,jawa tengah,aceh,sumatera selatan,Sulawesi selatan, sumatera selatan,
Kalimantan timur,riau,banten,dki Jakarta,jawa barat dan jawa timur. Laporan
kasus difteri sejak 1 Januari sampai dengan 4 November 2017 menunjukkan
telah ditemukan sebanyak 591 kasus difteri dengan 32 kematian di 95
Kabupaten/Kota di 20 Provinsi di Indonesia.
3) Determinan
Yaitu faktor yang mempengaruhi/memberi resiko atas kejadian penyakit
difteri atau masalah kesehatan, berdasarkan host (manusia), agent
(Corynebacterium dhiptheriae), dan environment (Lingkungan manusia).

2.7 Mode Of Transmission Difteri (Cara Penularan)


Cara penularan pada penyakit difteri dapat dilihat dari yaitu sebagai berikut :
1. Direct Transmission (Langsung)
Manusia sebagai reservoir infeksi,transmisi terutama terjadi karena kontak
dekat dengan kasus atau carier. Penularan dari manusia ke manusia secara
langsung umumnya terjadi melalui direct Projection (Droplet Spread) yaitu
batuk,bersin,berbicara.
2. Indirect Transmission (Tidak Langsung)
Secara tidak langsung penyakit difteri dapat menular melalui Vehicle
Borne yakni penularan secara tidak langsung melalui benda mati sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak/tidak. Sedangkan penularan pada
vehicle borne penyakit difteri melalui debu,barang-barang yang
terkontaminasi karena bakteri cukup resisten terhadap udara,suhu dingin
dsb.
11

2.8 Riwayat alamiah penyakit difteri

1. Tahap prepatogenesis
Tahapan dimana terjadi interaksi anatara host, agent, dan
lingkungan. pada keadaan ini penyakit belum teridentifikasi karena sistem
imun masih kuat sehingga kondisinya dinyatakan masih sehat. Difteri
disebabkan oleh kuman corynebacterium dipheteria, suatu bakteri gram
positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora. Gejalah utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan
pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini.
Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih ke abu-
abuan yang timbul terutama di daerah mukos hidung, mulut, sampai
tenggorokan.
Setelah terhirup corynebacterium dipheteria melekat ke mukosa
saluran pernapas atas dan mengeluarkan suatu eksotoksin kuat yang
menyebabkan nekrosis epitel mukosa disertai edukasi fibrinopurulrn pekat
yang membentuk pseudomembran superfisial abu-abu putih yang klasik
untuk difteri (robbins, 2004)
Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai
penderita maupun sebagai carier, cara penularannya yaitu melalui kontak
dengan penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan carier. Caranya
melalui pernafasan atau droplet infection dan difteri kulit yang mencemari
tanah sekitarnya.
2. Tahap patogenesis
a. Subklinis atau inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh manusia sampai timbulnya gejalah penyakit.
Masa inkubasi penyakit difteri ini 2-5 hari, masa penularan penderita 2-4
minggu sedangkan masa penularan carier bisa sampai 6 bulan.
b. Tahap klinis
Pada tahap ini timbul Gejalah demam tinggi, mual, muntah, sakit waktu
menelan dan terdapat pseudomembran putih ke abu-abuan di faring, laring
12

atau tonsil,leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena


pembengkakan kelenjar leher dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan
terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat
menutup jalan nafas.
c. Tahap lanjut
Bakteri berkembang biak pada sekitar permukaan selaput lendir
mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Dan jika bakteri
sampai ke hidung, hidung akan meler, peradangan bisa menyebar dari
tenggorokan ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan
sehingga saluran udara menyempit dan terjadi gangguan pernafasan,
bakteri ini di tularkan melalui percikan ludah dari batuk penerita atau
benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika
telah masuk kedalam tubuh bakteri akan melepaskan toksin atau racun.
Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan
kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf. Toksin ini
biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan.
Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi
toksin, antara minggu 3-6 bisa terjadi peradangan pada saraf lengan lengan
dan tungkai. Sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai.
Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja selama
minggu 1-6.
Bersifat ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada EKG. Namun
kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan
kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara
perlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat
kebersihan buruk, tak jarang difteri juga menyerang kulit.
d. Tahap akhir
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang
berat dapat dihindari, nqmun keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan
usia yang lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang dan
pemberian anti toksin yang terlambat.
13

Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati, penyakit ini bisa di


cegah dengan cara menghindari kontak dengan pasien difteri. Pengobatan
khusus penyakit difteri bertujuan untuk menetralisir toksin dan membunuh
basil dengan antibiotika.
Berakhirnya perjalanan penyakit difteri dapat berada dalam 5 pilihan
keadaan yaitu:
1. Sembuh sempurna,yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi
pulih,sehat kembali.
2. Sembuh dengan cacat,yakni bibit penyakit menghilang,penyakit sudah
tidak ada tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya.
3. Karier dimana tubuh penderita pulih kembali,namun penyakit masih
tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
4. Kronik,penyakit tetap berlangsung secara kronik karena berbagai
komplikasi yang ditimbulkan.
5. Berakhir dengan kematian. Jika keterlambatan pengobatan

2.9 Upaya Pencegahan Penyakit Difteri

Upaya pencegahan penyakit difteri adalah sebagai berikut yakni:

a. Pencegahan primordial, pemberian imunisasi memberikan kekebalan aktif


terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus dalam waktu bersamaan.
Penyakit difteri dapat dicegah dengan imunisasi lengkap, dengan jadwal
pemberian sesuai usia. Saat ini vaksin untuk imunisasi rutin dan lanjutan yang
diberikan guna mencegah penyakit difteri ada 3 macam yaitu:
1) DPT-HB-Hib (vaksin kombinasi mencegah Difteri, Pertusis, Tetanus,
Hepatitis-B dan Meningitis serta Pneumonia yang disebabkan oleh
Haemophylus influenza tipe B).
2) DT (Vaksin kombinasi Difteri Tetanus).
3) Td (Vaksin kombinasi Tetanus Difteri).
Imunisasi tersebut diberikan dengan jadwal yaitu sebagai berikut :
14

1. Imunisasi Dasar : Bayi usia 2,3,4 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib


dengan interval 1 bulan.
2. Imunisasi Lanjutan : Anak usia 18 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib
1 kali, Anak Sekolah Dasar kelas 1 diberikan vaksin DT pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Wanita Usia Subur (termasuk wanita
hamil) diberikan vaksin Td).
Vaksin difteri merupakan vaksin yang sangat sensitive terhadap suhu
beku sehingga dalam pengiriman dan penyimpanan harus tetap berada
pada suhu 2-8C. Efek samping yang akan mungkin akan timbul adalah
demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit.

b. Pencegahan primer, melakukan sistem kewaspadaan dini dengan memberikan


penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan difteri dan perlu juga
untuk menjaga kebersihan badan, pakaian, dan lingkungan. penyakit difteri
mudah menular dalam lingkungan yang buruk dan sanitasi rendah, oleh karena
itu selain menjaga kebersihan diri, harus menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
Dan memperhatikan makanan yang kita konsumsi harus bersih dan jika ingin
membeli makanan diluar pilihlah warung yang bersih.
c. Pencegahan sekunder, perawatan umum penyakit difteri yaitu dengan
melakukan isolasi, bed rest 2-3 minggu, makanan yang harus dikonsumsi
adalah makanan lunak, mudah dicerna, protein dan kalori cukup, pengisapan
lendir.
d. Pencegahan tersier, rehabilitasi merupakan tingkatan pengontrolan difteri,
kerentanan terhadap terinfeksi difteri tergantung dari pernah tidaknya ia
terinfeksi difteri dan juga kekebalannya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
kebal akan mendapatkan kekebalan pasif, tetapi tak akan lebih dari 6 bulan
dan pada umur 1 tahun, kekebalanya habis sama sekali. Seseorang yang
sembuh dari penyakit difteri tidak selalu mempunyai kekebalan abdi. Paling
baik adalah kekeban yang didapatkan secara aktif dengan imunisasi.
15

2.10 Kebijakan dan Penanggulangan Penyakit Difteri


Kegiatan penanggulangan KLB Difteri dilakukan dengan melibatkan
program-program terkait yaitu surveilans epidemiologi, program
imunisasi,laboratorium dan program kesehatan lainnya serta lintas sector terkait.
Adapun kebijakan dalam penyakit difteri yakni :
1) Satu suspek Difteri dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan harus
dilakukan penyelidikan dan penanggulangan sesegera mungkin untuk
menghentikan penularan dan mencegah kematian.
2) Dilakukan tata laksana kasus di Rumah Sakit dengan menerapkan prinsip
kewaspadaan standar, seperti menjaga kebersihan tangan,penempatan kasus di
ruang isolasi, dan mengurangi kontak kasus dengan orang lain.
3) Setiap suspek difteri dilakukan pemeriksaan laboratorium.
4) Setiap suspek difteri dilakukan ORI (respon pemberian imunisasi pada KLB)
sesegera mungkin, pada lokasi kejadian dengan sasaran sesuai kajian
epidemiologi.
5) Laporan kasus difteri dilakukan dalam 24 jam secara berjenjang ke Ditjen P2P
Subdit Surveilans.

Adapun langkah-langkah penanggulangan difteri adalah sebagai berikut yakni :

1. Setiap suspek difteri dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE)


2. Dilakukan rujukan segera kasus Difteri ke Rumah Sakit untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan.
3. Pemberian profilaksis pada kontak dan carier.
4. Melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) sesegera mungkin
dilokasi yang terjadi KLB Difteri dengan sasaran sesuai kajian
epidemiologi sebanyak tiga putaran.
5. Meningkatkan dan mempertahankan cakupan imunisasi rutin difteri ( baik
imunisasi dasar maupun lanjutan). Saat ini vaksin yang diberikan
6. Edukasi mengenai Difteri, berupa penegakkan diagnosis,tata laksana dan
pencegahan kepada tenaga kesehatan dan pemerintah daerah, serta bekerja
16

sama dengan media massa untuk melakukan edukasi kepada masyarakat


mengenai penyakit difteri.
7. Edukasi kepada masyarakat untuk segera ke pelayanan kesehatan bila ada
tanda dan gejala nyeri tenggorok, serta menggunakan masker termasuk di
tempat umum bila mengalami tanda dan gejala infeksi pernapasan.
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Imunisasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen,sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen

yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang dilakukan terhadap seorang

anak,tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga

berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas imun yang

meningkatdan mengurangi penyebaran infeksi(Prayogo,dkk,2009).

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan salah

satu penyebab kematian bayi dan balita. Salah satu faktor yang menyebabkan

adalah cakupan imunisasi dasar lengkap yang rendah. Adapun penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) antara lain BCG ,DPT,Campak,Polio,

dan Hepatitis B. F aktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi adalah

status ekonomi dan tingkat pengetahuan ibu. Status ekonomi dan pengetahuan

tentang imunisasi akan mempengaruhi bayinya dengan tepat sesuai jadwal yang

telah ditentukan (Ayubi,2009).

3.2 Saran

Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positif terhadap kelengkapan

imunisasi dasar yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang

manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar

17
18

pada bayi. Tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu

dengan melakukan penyuluhan mengenai imunisasi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Proverawati Atikah,dkk.2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Maharan Ida .2017.’’Hubungan perilaku dukungan keluarga dan petugas


kesehatan dengan kelengkapan imunisasi pada bayi diwilayah kerja puskesmas’’
dalam sirok bastra : Jurnal Ilmiah Simantek. Aceh.

Marimbi hanum,2010,Tumbuh kembang status gizi dan imunisasi dasar pada


balita,. Yogyakarta: Nuha Medika

Subuh Mohamad, dkk.2017.Pedoman pencegahan dan pengendalian


difteri.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai