Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN STASE BALITA

DAN ANAK PRA SEKOLAH

ASUHAN KEBIDANAN IMUNISASI DASAR

Dosen Pembimbing Pendidikan : Mega Dewi Lestari, SST., M.Keb

Disusun Oleh :

Rita Paelasari : 2250351071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS
JENDERAL ACHMAD YANI
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunisasi sangat penting untuk tubuh seseorang agar kebal dari penyakit.

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu penyakit. Apabila kelak terpapar dengan penyakit tersebut

tidak akan menderita penyakit tersebut karena sistem imun tubuh mempunyai

sistem memori daya ingat, ketika vaksin masuk ke dalam tubuh maka dibentuk

antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpan

sebagai pengalaman (Butarbutar, 2018). Penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I) yaitu tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B,

pneumonia, meningitis, polio dan campak.

Imunisasi dasar lengkap adalah imunisasi yang diberikan pada anak

sebelum berusia 1 tahun yang terdiri dari imunisasi HB 0, imunisasi BCG,

imunisasi DPT-HB-HIB, imunisasi polio, imunisasi IPV dan imunisasi campak

(Kemenkes RI, 2018). Imunisasi dasar lengkap dapat melindungi anak dari

wabah penyakit, kecacatan dan kematian.

Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk memberikan kekebalan kepada

bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang

disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Kusumawati, 2017). Tujuan


umum program imunisasi dasar adalah turunnya angka kesakitan, kecacatan,

dan kematian bayi akibat PD3I sedangkan tujuan khusus dari program

imunisasi dasar adalah tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap ( Sarri,

2018).

Menurut data WHO (World Health Organitation) sekitar 194 negara maju

maupun sedang berkembang tetap melakukan imunisasi rutin pada bayi dan

balitanya. Negara maju dengan tingkat gizi dan lingkungan yang baik tetap

melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya, karena terbukti bermanfaat

untuk bayi yang diimunisasi dan mencegah penyebaran ke anak sekitarnya.

Setiap tahun sekitar 85-95% bayi di negara-negara maju tersebut mendapat

imunisasi rutin, sedangkan sisanya belum terjangkau imunisasi karena

menderita penyakit tertentu, sulitnya akses terhadap layanan imunisasi,

hambatan jarak, geografis, keamanan, sosial ekonomi dan lain-lain (Hartati,

2019).

Sebanyak 65 negara dari 194 anggota WHO, memiliki cakupan imunisasi

Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Pneumonia dan Meningitis (DPT-HB-

HIB) di bawah target global 90% (Kemenkes RI, 2015). Riset Kesehatan Dasar

tahun 2018 menunjukkan cakupan imunisasi DPT-HB-HIB 3 tingkat nasional

sebesar 61,3 %. Adapun di provinsi Sumatera Barat cakupan imunisasi DPT-

HB-HIB 3 sebesar 60,2 % (Litbangkes RI, 2018).

Indonesia berada di urutan dua negara dengan kejadian difteri terbesar di

dunia yaitu 3.203 kasus setelah India (18.350) kasus. Dalam Undang - Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa setiap anak berhak

memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan untuk mencegah

terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi dan pemerintah

wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.

Penyelenggaraan imunisasi tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

42 Tahun 2013 (Kemenkes RI.2017). Dasar utama pelayanan kesehatan,

bidang preventif merupakan prioritas utama, dengan melakukan imunisasi

terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada

anak lainnya, karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan

mengurangi penyebaran infeksi.

DPT-HB-HIB sebenarnya bukan vaksin baru. Dahulu adalah vaksin DPT,

kemudian ditambah preparatnya dengan vaksin Hepatitis B, menjadi preparat

vaksin DPT- HB Combo. Dengan kejadian angka pneumonia menjadi salah

satu penyebab tingginya kesakitan dan kematian bayi dan balita, maka preparat

DPT/HB ditambah dengan Hib. Vaksinasi DPT-HB-HIB diberikan sebanyak 4

kali, yaitu 3 kali selama bayi (usia 0-1 tahun) dan 1 kali pada usia 18 – 36

bulan sebagai booster / ulangan (Munawaroh, 2016). Vaksin DPT-HB-HIB

merupakan vaksin DPT-HB ditambah HIB yang digabung dalam satu kemasan

untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi dan dapat mencegah lima

penyakit sekaligus yaitu difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia dan

meningitis (Ermawati, 2017).

Orang tua tidak mau melengkapi imunisasi karena ibu cemas efek samping
imunisasi. Demam dan bengkak bekas suntikan merupakan keluhan tersering

dijumpai (Thaib, 2014). Masyarakat awam lebih khawatir terhadap efek

samping dari imunisasi dari pada penyakitnya sendiri dan komplikasi penyakit

tersebut yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian (Ridwan, 2015).

Faktor yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan

menurut teori dari Lawrence Green adalah faktor predisposisi (predisposising

factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

nilai, tradisi, dan unsur lainnya. Pengetahuan merupakan pemahaman

mengenai sejumlah informasi dan pengenalan secara obyektif terhadap benda –

benda atau sesuatu hal. Pengetahuan juga dapat diperoleh melalui pengalaman

yang dialami seseorang dan melalui hasil belajar seseorang secara formal

maupun informal (Toruntju, 2013). Pengetahuan memiliki peranan penting

terhadap seseorang dalam bertindak. Sedangkan sikap merupakan suatu reaksi

seseorang yang masih tertutup terhadap suatu rangsangan dimana faktor

pendapat dan emosi sudah terlibat di dalamnya, karena penggunaan pelayanan

kesehatan dipengaruhi oeh sikap dan pengetahuan seseorang yang dapat

memilih dan memutuskna pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2010).

Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedianya sarana kesehatan, obat-obatan dan faktor pendorong

(reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Dukungan keluarga merupakan faktor pendorong kepada ibu untuk melakukan

imunisasi DPT-HB-HIB pada anak (Notoatmodjo, 2012). Dukungan keluarga


dapat berupa saran, informasi, dukungan emosi, penyediaan fasilitas dan lain-

lain (Friedman, 2010). Manfaat keterlibatan keluarga akan meningkatkan

kesehatan/kesejahteraan anggota keluarga termasuk kesehatan anak. Sama

halnya dalam pemberian imunisasi DPT-HB- HIB jika dukungan dan peran

keluarga diberikan maka ibu terdorong mengimunisasi anak untuk menjaga

kesehatan anak. Jika tidak ada dukungan dan peran keluarga dalam pemberian

imunisasi DPT-HB-HIB, maka status kelengkapan imunisasi DPT-HB-HIB

anak menjadi tidak lengkap dan tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit

Difteri, Pertusis,Tetanus, Hepatitis B, Pneumonia dan Meningitis (Imanah,

2018).
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Imunisasi

1. Pengertian imunisasi

Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan

antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten

terhadap penyakit tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori

(daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi

untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai

suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen

yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin

yang pernah dihadapi sebelumnya (Atikah,2010).

Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan

memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

mencegah terhadap suatu penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan

yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam

tubuh melalui suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT, campak dan melalui mulut

seperti vaksin polio. (IGN Ranuh, 2008).


Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan

kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit.

Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit

merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak (Supartini,

2008).

2. Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada

imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada

jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti penyakit

difteria (Matondang, C.S, & Siregar, S.P, 2008).

Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seeorang

dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau populasi

atau bahkan menghilngkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi

cacar variola. Keadaan yang terakhir lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit

yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria.

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini

penyakitpenyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak

(measles), polio, dan tuberculosis. (Notoatmodjo, 2007).


3. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan

menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :

a) Untuk Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan

cacat atau kematian.

b) Untuk Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.

Mendorong pembentukan keluarga sejahtera apabila orang tua yakin bahwa

anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong

penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.

c) Untuk Negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan

berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara (Proverati 2010).

4. Jenis-Jenis Imunisasi

Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-

efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

1. Imunisasi aktif

Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin)


agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu

ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat

mengenali dan merespon.

2. Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara

pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu

proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang

didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau binatang yang digunakan untuk

mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Atikah,

2010).

5. Dasar-Dasar Imunisasi

1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)

a) Pengertian

Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari

Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga

didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.

Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin, tidak

mencegah infeksi tuberculosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberculosis

berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier (Ranuh,2008).


4

b) Cara pemberian dan dosis:

1. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.

Melarutkan dengan mengggunakan alat suntik steril Auto Distruct

Scheering(ADS) 5 ml.

2. Dosisi pemberian: 0,05 ml.

3. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertion

musculus deltoideus). Dengan menggunakan Auto Distruct Scheering (ADS)

0,05 ml.

4. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.

c) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.

d) Kontra indikasi:

1. Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti: eksim, furunkulosis dan

sebagainya.

2. Mereka yang sedang menderita TBC.

e) Efek samping

Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti

deman. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat

suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka

tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan


5

tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak

dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam.

Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang

dengan sendirinya (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)

a) Pengertian

Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari

toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah

diinaktivasi (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan

menyerang terutama saluran nafas bagian atas. Penularannya bisa karena

kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak

langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri.

Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38°C,

mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembranputih

keabu-abuan di faring, laring, atau tonsil. Pertusis merupakan suatu penyakit

yang disebabkan oleh kuman Bordetella Pertusis. Kuman ini mengeluarkan

toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk yang hebat dan lama.

Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk terjadi beruntun dan

akhir batuk menarik nafas panjang, biasanya disertai muntah. Batuk bisa

mencapai 1-3 bulan, oleh karena itupertusis disebut juga dengan “batuk
6

seratus hari”. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup

pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen).

Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada

bayipenularan disebabkan karena pemotongan tali pusat tanpa alatyang steril

atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan

tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau

orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi

spora tetanus. Kuman ini paling banyak terdapat di usus kuda berbentuk spora

yang tersebar luas di tanah (Atikah, 2010).

Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan Program Eliminasi Tetanus

Neonatorum (ETN) melalui imunisasi DPT, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan

perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut:

1. Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toksoid

tetanuspada bayi dihitung setara dengan 2 dosis pada anak yang lebih besar atau

dewasa.

2. Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5

tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun.

3. Dengan 4 dosis toksoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3

dosis pada dewasa (Sudarti, 2010).

b) Cara pemberian dan dosis:


7

1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi

homogen.

2. Disuntik secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.

3. Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan

interval paling cepat 4 minggu (1 bulan) (Departemen Kesehatan RI, 2006).

4. Cara memberikan vaksin ini, sebagai barikut:

a) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh

kaki terlentang

b) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi

c) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk

d) Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat

e) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk

kedalam otot (Atikah, 2010).

c. Indikasi

Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis, dan

tetanus.

d. Kontra indikasi

Gejala- gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius

keabnormalan pada syaraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak-anak yang

mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusisharus

dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat


8

diberikan DT.

e. Efek samping

Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam tinggi, ritabilitas,

dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

3. Vaksin Hepatitis B

a) Pengertian

Vaksin hepatitis B adalahvaksin virus rekombinan yang telah

diinaktivasikan dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang

dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorph) menggunakan teknologi

DNA rekombinan.

b) Cara pemberian dan dosis:

1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi

menjadi homogen.

2. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml, pemberian suntikan secara

intramuskuler sebaiknya pada anterolateral paha.

3. Pemberian sebanyak 3 dosis.

4. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan

interval minimum 4 minggu (1 bulan).


9

c) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan virus

hepatitis B.

d) Kontra indikasi

Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-

vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat

disertai kejang.

e) Efek samping

Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar

tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang

setelah 2 hari. (Departemen Kesehatan RI, 2006).

4. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine)

a) Pengertian

Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus

poliomyelitistipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat

dibiakkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

b) Cara pemberian dan dosis:

1. Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis ada 2 (dua) tetes

sebanyak 4 kali (disis) pemberian dengan interval setiap dosis minimal

4 minggu.
0

2. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang

baru.

c) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.

d) Kontra indikasi

Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek

yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang

sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka

dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.

e) Efek samping

Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa

paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi. (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

5. Vaksin Campak

a) Pengertian

Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.

Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit virus

strain dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
1

erithromycin.

b) Cara pemberian dan dosis:

1. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutlan

dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.

2. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri

atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangn (booster) pada usia 6-7 tahun

(kelas 1 SD) setelah catchup campaign campak pada anak Sekolah Dasar

kelas 1-

c) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

d) Kontra indikasi

Individu yang mengidap penyakitimmune deficiency atau individu yang diduga

menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.

e) Efek samping

Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3

hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Departemen Kesehatan RI,

2006).

6. Jadwal imunisasi
2

Gambar 2.1 Jadwal imunisasi Dasar


3

Gambar 2.2 Jadwal imunisasi Dasar Tambahan

7. Evidence Base KIPI

a. Lindarni,2019: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Reaksi pasca penyuntikan imunisasi

dari 36 responden menunjukan reaksi ringan 25 (69,4%) dan reaksi berat 11


4

(30,6%). 2. Sikap ibu dalam penerimaan imunisasi dari 36 responden

menunjukan sikap negatif 11 (30,6%)dan sikap positif 25 (69,4%) 3. Ada

Hubungan reaksi pasca penyuntikan imunisasi dengan sikap ibu dalam

penerimaan imunisasi di Desa Blang Muling Kecamatan Suka Makmue

Kabupaten Nagan Raya Tahun 2019. Hal ini diindikasikan oleh nilai

perhitungan p-value =0,000 < ɑ = 0,05

b. Suparwati, 2017: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1.Pemberian parasetamol sebelum imunisasi dengan adanya KIPI sebesar

34,2% dan tidak adanya KIPI sebesar 65,8%. 2.Pemberian parasetamol

sesudah imunisasi dengan adanya KIPI sebesar 82,9% dan tidak adanya KIPI

sebesar 17,1%. 3.Terdapat Perbedaan KIPI pada Pemberian Parasetamol

Sebelum dan Sesudah Imunisasi Pentabio di Wilayah Puskesmas Wonosari

yaitu KIPI lebih kecil terjadi pada pemberian parasetamol sebelum imunisasi

pentabio.
5

BAB III
MIND MAP

IMUNISASI Pengertian Imunisasi merupakan suatu program


yang dengan sengaja memasukkan
antigen lemah agar merangsang
antibodi keluar sehingga tubuh dapat
Dasar-dasar Imunisai resisten terhadap penyakit tertentu.
Tujuan Imunisasi

Program imunisasi bertujuan untuk


- Vaksin BCG (Bacillus Calmette menurunkan angka kesakitan dan
Guerin) Jenis-jenis Imunisasi kematian dari penyakit yang dapat
- Vaksin DPT (Difteri Pertusis dicegah dengan imunisasi.
Tetanus)
- Vaksin Hepatitis B
- Imunisasi aktif
- Vaksin Polio (Oral Polio
- Imunisasi Pasif - Difteri
Vaccine)
- Vaksin Campak - Tetanus
- Batuk rejan (pertusis)
- Campak (measles)
- Polio dan tuberculosis. (Notoatmodjo, 2007).
- Vaksin BCG : 0,05 ml
- Vaksin DPT : 0,5 ml
Dosis
- Vaksin Hepatitis B : 0,5 ml
- Vaksin Polio : 1 dosis ada 2 tetes
- Vaksin Campak : 0,5 ml

- Vaksin BCG : Disuntikkan secara intrakutan di daerah


Cara Pemberian
lengan kanan atas (insertion musculus deltoideus). Dengan
menggunakan Auto Distruct Scheering (ADS) 0,05 ml.
- Vaksin DPT : Disuntik secara intramuskuler.
- Vaksin Hepatitis B : Disuntikan secara intramuskuler sebaiknya pada
Indikasi anterolateral paha.
- Vaksin BCG : Untuk pemberian - Vaksin Polio (Orla polio Vaccine) : Diberikan secara Oral.
kekebalan aktif terhadap tuberculosis. - Vaksin Campak : Disuntikan secara subcutan pada lengan kiri atas.
- Vaksin DPT : Untuk pemberian
kekebalan secara simultan terhadap Efek samping
difteri, pertussis, dan tetanus. - Vaksin BCG : Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat
- Vaksin Hepatitis B : Untuk pemberian umum seperti deman. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan
kekebalan aktif terhadapn infeksi yang kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule,
disebabkan virus Hepatitis B. kemudian pecah menjadi luka.
- Vaksin DPT : Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas,
- Vaksin Polio : Untuk pemberian demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam
kekebalan aktif terhadap poliomyelitis. setelah imunisasi.
- Vaksin Campak : Untuk pemberian - Vaksin Hepatitis B : Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan
kekebalan aktif terhadap penyakit pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi
bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
campak.
- Vaksin Polio : Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek
samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang
terjadi.
- Vaksin Campak : Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan
6

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI. M DENGAN IMUNISASI DPT2


DI TPMB TRIA IRAWATI

Nama Pengkaji : Tria Irawati


Tanggal Pengkajian : 5 April 2023
Jam : 09.00
Tempat Pengkajian : TPMB Tria Irawati
Nomor Rekam Medik :-
Nomor JKN :-

I. DATA SUBYEKTIF
A. Identitas / Biodata
Nama Bayi : By. M
Umur : 3 Bulan
Tgl/Jam Lahir : 5-1-2023, Jam : 08.55 WIB
Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ibu : Ny. S Nama Ayah : Tn. I


Umur : 27 th Umur : 32 th
Suku/Kebangsaan : Sunda Suku/Kebangsaan : Sunda
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : K.swasta
Alamat rumah : Galanggang Rt. 3/8, Kec. Batujajar, KBB.
Telp :-
Data Subyektif : Ibu mengatakan bayinya demam setelah diimunisasi 2 hari yang lalu..
Status Imunisasi Sebelumnya : Imunisasi Hb0, BCG, Polio1, Pentabio1, Polio2, Pentabio2,
Polio3.
B. Status Kesehatan
1. Riwayat Faktor Lingkungan:
a. Suhu udara : Sejuk
b. Pencahayaan : Cahaya masuk ke dalam ruangan
c. Ventilasi : Baik
d. Hygienitas : Bersih
e. Daerah tempat tinggal : Pedesaan
f. Paparan Polusi : Tidak ada
g. Riwayat penyakit menular keluarga : Tidak ada
7

2. Riwayat faktor genetic : Tidak ada

3. Riwayat faktor sosial : Tidak ada masalah.

4. Riwayat faktor ibu dan perinatal


a. Riwayat kehamilan ( ibu dan janin) : Tidak ada kelainan
b. Riwayat persalinan : Normal

5. Riwayat Faktor neonatal dan bayi


a. Kelainan kongenital : Tidak ada
b. Trauma persalinan : Tidak ada

II. DATA OBYEKTIF


A. Pemeriksaan Fisik
6. Keadaan Umum:
a. Ukuran tubuh : Proposional
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tangisan : Kuat
d. Tonus otot dan keaktifan gerakan : Aktif
e. Warna Kulit : Kemerahan
f. Suhu : 37 ℃
7. Ukuran Berat Badan : 6200 Gram
8. Ukuran Panjang Badan : 58 Cm
9. Kepala
a. Ukuran dan Kesimetrisan : Simetris
b. Rambut : Hitam dan lebat
c. Pembengkakan : Tidak ada
10. Mata
a. Bentuk mata dan kesimetrisan : Simetris
b. Seklera dan konjungtiva : Putih dan merah muda
c. Pengeluaran : Tidak ada
d. Refleks Mengedip : (+)
e. Reflek glabella : (+)
8

f. Reflek pupil : (+)


11. Telinga :
a. Kesimetrisan : Simetris
b. Daun telinga : Tidak melipat
c. Pengeluaran : Tidak ada
d. Hubungan kantus luar mata : Sejajar dengan daun telinga
dengan puncak daun telinga
12. Hidung : Simetris dan tidak ada pengeluaran
13. Mulut
a. Kesimetrisan dan warna bibir : Simetris
b. Bibir dan Langit – langit : Tidak ada kelainan
14. Leher
a. Gerakan leher : Kuat
b. Pembengkakan : Tidak ada
c. Refleks Tonic neck : (+)
15. Dada
a. Bentuk dan kesimetrisan : Simetris
b. Retraksi dinding dada : Tidak ada
c. Payudara : Simetris
d. Bunyi dan Frekuensi dan nafas : Normal berbunyi vesikular
e. Bunyi dan Frekuensi dan Jantung : Normal berbunyi reguler
16. Bahu, Lengan dan Tangan
a. Kesimetrisan : Simetris
b. Gerakan : kuat dan aktif
c. Jumlah Jari : lengkap kiri 5. Kanan 5.
17. Abdomen
a. Bentuk : Simetris
b. Bising usus : Normal
c. Benjolan : Tidak ada
9

18. Genital:
a. Pria
- Kebersihan : Bersih
- Dua testis dalam skrotum : Ada
- Penis berlobang pada ujung : Ada
19. Tungkai dan kaki
a. Bentuk : Normal
b. Pergerakan : Kuat dan aktif
c. Kesimetrisan : Simetris
d. Jumlah jari : Lengkap kiri 5, kanan 5
20. Punggung dan Anus
a. Bentuk : Simetris
b. Pembengkakan atau cekungan : Tidak ada
c. Anus : Normal
21. Kulit
a. Warna : Kemerahan

III.ANALISA.
1. Diagnosa : Bayi usia 3 bulan
2. Masalah : KIPI ringan

IV. PENATALAKSANAAN (JAM)


1. Memberitahu hasil pemeriksaan By. M.
2. Menjelaskan tentang KIPI yang mungkin terjadi setelah imunisasi, ibu mengerti.
3. Memberi KIE bahwa apa yg dialami adalah KIPI ringan setelah imunisasi Pentabio 2
dan Polio 3 dan ibu tidak perlu khawatir, ibu mengetahuinya dan merasa tenang.
4. Menganjurkan ibu untuk berkunjung Kembali apabila KIPI bertambah berat.
5. Memberitahu kepada ibu untuk kunjungan ulang
6. Melakukan pendokumentasian
0

BAB IV

PEMBAHASAN

A. MASALAH
Kipi Ringan setelah pemberian imunisasi pentabio 2.
B. PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai