Anda di halaman 1dari 4

RINA SEPTI ANDRIANI

0118132430052
Poli Anak RS Dr. Soetomo

PERAN IMUNISASI TERHADAP KEKEBALAN TUBUH ANAK

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan


kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Yuniarto, 2016).
Imunisasi sekarang ini diperkirakan mencegah 2 hingga 3 juta kematian setiap
tahunnya. Tambahan 1,5 juta kematian dapat dicegah apabila cakupan imunisasi
global meningkat. Imunisasi dasar sangat penting diberikan pada bayi berusia 0 –
12 bulan untuk memberikan kekebalan dari penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) antara lain Tuberkolosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio,
Hepatitis B dan Campak (Kaunang, Rompas and Bataha, 2016). Imunisasi sangat
diperlukan demi memberikan perlindungan, pencegahan, sekaligus membangun
kekebalan tubuh anak terhadap berbagai penyakit menular maupun penyakit
berbahaya yang dapat menimbulkan kecatatan tubuh bahkan kematian (Kaunang,
Rompas and Bataha, 2016), sehingga apabila suatu saat terpapar dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Ardiansyah, 2016).
Imunisasi merupakan upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit (Mardiana, 2018). Meskipun hakekatnya
kekebalan tubuh dapat dimiliki seseorang baik secara pasif maupun aktif
(Ardiansyah, 2016). Anak yang tidak mendapatkan imunisasi tidak memiliki
kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi tertentu, hal ini karena
penyakit infeksi dan fungsi kekebalan saling berhubungan erat satu sama lain.
Akibatnya anak akan jatuh sakit dan pada akhirnya akan memengaruhi status gizi
berupa penurunan status gizi pada anak serta memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya (Kaunang, Rompas and Bataha, 2016).
Menurut Yuniarto (2016), imunisasi dibedakan menjadi 2 golongan.
Golongan yang pertama adalah imunisasi yang harus selesai sebelum usia satu
tahun dan golongan yang kedua adalah imunisasi yang tidak boleh dilaksanakan
pada usia di bawah satu tahun. Biasanya imunisasi diberikan sesuai jadwal yang
tercantum di buku-buku kesehatan anak atau dirumah sakit maupun puskesmas.
Imunisasi atau bentuk kekebalan tubuh terhadap sebuah ancaman penyakit adalah
tujuan utama dari pemberian vaksinasi. Menurut Adriansyah (2016) proses
pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah disebut imunisasi
RINA SEPTI ANDRIANI
0118132430052
Poli Anak RS Dr. Soetomo

alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian vaksin adalah upaya


stimulasi terhadap sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi dalam
upaya melawan penyakit dengan melumpuhkan antigen yang telah dilemahkan
yang berasal dari vaksin. Secara alamiah, sistem kekebalan tubuh akan
membentuk suatu zat anti yang disebut antibodi yang bertujuan untuk
melumpuhkan antigen. Pada saat pertama kali antibodi berinteraksi dengan
antigen, respon yang diberikan tidak terlalu kuat. Hal ini disebabkan karena
antibodi belum mengenali antigen. Pada interaksi antibodi-antigen yang kedua
dan seterusnya, sistem kekebalan tubuh sudah mengenali antigen yang masuk ke
dalam tubuh, sehingga antibodi yang terbentuk jumlahnya lebih banyak dan dalam
waktu yang lebih cepat.
Setelah anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu
penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum
tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Karena itu imunisasi harus diberikan
secara lengkap. Pada dasarnya, imunisasi adalah proses merangsang sistem
kekebalan tubuh dengan cara memasukkan (baik itu melalui suntik atau minum)
suatu virus atau bakteri. Sebelum diberikan, virus atau bakteri tersebut telah
dilemahkan atau dibunuh, bagian tubuh dari bakteri atau virus itu juga sudah
dimodifikasi sehingga tubuh kita tidak kaget dan siap untuk melawan bila bakteri
atau virus sungguhan menyerang. Beberapa imunisasi dapat membentuk
kekebalan tubuh seumur hidup, seperti campak. Namun ada pula bentuk imunisasi
yang memberikan kekebalan tubuh dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, DPT,
dan polio. Apabila bayi mau diimunisasi bayi harus dalam kondisi benar-benar fit.
Sebab, imunisasi yang diberikan pada bayi yang tidak sehat akan menjadi tidak
efektif atau malah berubah menjadi penyakit. Jadi, kita harus menunggu sampai
bayi sembuh dari sakitnya.
Berdasarkan penelitian Mardiana (2018) menunjukkan adanya pengaruh
imunisasi dasar lengkap terhadap prevalensi penyakit difteri di Jawa Timur tahun
2016, dengan hasil anak yang mendapatkan imunisasi difteri secara lengkap, tidak
menderita penyakit difteri dan anak yang terkena difteri ternyata tidak melakukan
imunisasi dasar lengkap. Imunisasi DPT pada usia bayi dan pemberian vaksin DT
pada anak usia sekolah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
RINA SEPTI ANDRIANI
0118132430052
Poli Anak RS Dr. Soetomo

mencegah penyakit difteri. Kekebalan terhadap difteri dipengaruhi oleh adanya


antitoksin di dalam darah dan kemampuan seseorang untuk membentuk antitoksin
dengan cepat. Kemampuan ini merupakan akibat dari imunisasi aktif dari pernah
menderita atau vaksinasi (Mardiana, 2018). Selama 2016, diperkirakan 116,5 juta
(sekitar 86%) anak-anak di bawah usia 1 tahun di seluruh dunia menerima 3 dosis
vaksin difteri-tetanus-pertusis (DTP3). Anak-anak ini terlindungi dari penyakit
menular yang dapat menyebabkan penyakit serius atau kecacatan dan berakibat
fatal.
Imunisasi telah terbukti sebagai salah satu bentuk upaya kesehatan masyarakat
yang penting. Program imunisasi telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa
dan merupakan usaha yang sangat hemat biaya dalam mencegah penyakit menular
(Adriansyah, 2016). Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam
mengurangi prevalensi penyakit, salah satunya yaitu pengadaan Pekan Imunisasi
Nasional (PIN) di beberapa kabupaten/kota. Namun, sekitar 19,5 juta bayi di
dunia masih melewatkan imunisasi dasar. Sekitar 60% anak-anak ini tinggal di 10
negara: Angola, Brazil, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Indan, Indonesia,
Iraq, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan. Keberhasilan imunisasi dasar lengkap
pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah peran orangtua.
Hasil penelitian Triana (2017) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara pengetahuan orang tua dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada
bayi di Kecamatan Kuranji Kota Padang tahun 2015, dengan hasil orang tua yang
memiliki pengetahuan rendah berisiko 2,02 kali lebih besar tidak memberikan
imunisasi dasar lengkap pada bayinya dari pada ibu yang memiliki pengetahuan
tinggi. Sehingga diperlukan untuk memberikan informasi kepada orangtua terkait
imunisasi dasar lengkap pada bayi.

DAFTAR PUSTAKA
Adriansyah, A. A. (2016) ‘Efektivitas imunisasi campak terhadap incidence rate
penyakit campak di indonesia’, pp. 2–12.
Kaunang, M. C., Rompas, S. and Bataha, Y. (2016) ‘Hubungan Pemberian
Imunisasi Dasar dengan Tumbuh Kembang pada Bayi (0-1 tahun) di
Puskesmas Kembes Kecamatan Tombulu Kabupaten Minahasa’, ejournal
Keperawatan, 4(1), pp. 1–8. doi: 10.4104/pcrj.2013.00047.
RINA SEPTI ANDRIANI
0118132430052
Poli Anak RS Dr. Soetomo

Mardiana, D. E. (2018) ‘The Influence of Immunization and Population Density


to Diphtheria’s Prevalence in East Java’, Jurnal Berkala Epidemiologi,
6(2), pp. 122–129. doi: 10.20473/jbe.v6i22018.122-129.
Triana, V. (2017) ‘Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Imunisasi Dasar
Lengkap Pada Bayi Tahun 2015’, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas, 10(2), pp. 123–135. doi: 10.24893/jkma.10.2.123-135.2016.
Yuniarto, P. (2016) ‘Pentingnya Imunisasi Bagi Anak’, Kesehatan Umum, 6(02),
pp. 28–29.

Anda mungkin juga menyukai