Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena atas rahmat dan karunianya
kita dapat mengenalilmu,pengetahuan, tidak lupa kita haturkan shalawat beserta
salamat atas junjungan alam Nabi besar kita yaitu nabi Muhammad saw. Dan
kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen yang telah mengajari kami
ilmu yang sangat banyak,berkat ilmu itu juga kami mampu menyelesaikan tugas
mata kuliah “Asuhan Neonatus” dengan berjudul “ Imunisasi Dasar Berdasarkan
Daftar Tilik”. Dalam menyusun makalah ini,kami menyadari masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah
kami selanjutnya.

Padang, Oktober 2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui program


imunisasi. Imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis
(TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan
hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan
masyarakat (population immunity). Program Imunisasi di Indonesia dimulai
pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status
Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana
cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau
lebih. Saat ini Indonesia masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI
Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri di Kota Padang diduga karena
banyak masyarakat yang tidak memahami pentingnya imunisasi. Kurangnya
kepedulian orang tua dan sosialisasi dari petugas kesehatan menjadi faktor
utama munculnya penyakit ini. Keterangan para ahli kesehatan bahwa
penyebab utama dari penyakit difteri kerena tidak lengkapnya imunisasi
seorang anak adalah menjadi patut dipertanyakan. Untuk memberikan
kesadaran bersama bagi setiap ibu yang memiliki anak balita diperlukan dua
hal pokok, pertama pemberian informasi yang utuh tentang imunisasi untuk
daya tahan tubuh dan manfaat kesehatan masa depan anak.

Indonesia sehat pada tahun 2015 merupakan target dari berbagai program
yang terdapat dalam MDG’s, salah satu program tersebut adalah menurunkan
angka kematian balita sebesar 2/3 antara 1990 sampai 2015. Untuk memenuhi
program ini maka dibentuk dua indikator yaitu angka kematian balita dan
cakupan imunisasi campak pada usia satu tahun. Cakupan imunisasi dan
campak pada anak usia satu tahun terus meningkat setip tahunnya dalam
rangka mencapai target MDG’s sebesar 90 % tahun 2015. (BPS MDGs.
Indikator MDGs. 2000). Cakupan imunisasi campak di Sumatera Barat tahun
2010 hana 66,3% menurun dibandingkan tahun 2007 sebesar 75,4%.
Persentase rincian imunisasi pada tahun 2010 yaitu BCB 71,8%, polio 63,5%,
DPT-HB 51,0%, dan campak 66,3%. Jika dibandingkan dengan data pada
tahun 2007 imunisasi BCG 83,1% menurun sebesar 11,3%, imunisasi polio
69,4% menurun sebesar 5,9%, imunisasi DPT-HB g4,2% menurun sebesar
13,2%, dan imunisasi campak 75,4% menurun sebesar 9,1%. Namun angka ini
meningkat pada tahun 2011 sebesar 19% yaitu 85,3% berdasarkan sumber
data Diknas Sumbar tahun 2012. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota
Padang (DKK) tahun 2012, cakupan imunisasi campak Kota Padang tahun
2011 88,1% angka ini sudah mencapai target yang seharusnya dan dapat
dikatakan cukup tinggi. Namun angka ini belum merata pada semua
kecamatan yang ada di Kota Padang.

1.2. Rumusan Masalah

1. SJSHSHSH

2. HDHDJD

3. HDHDH

4. DHDHHD

5. HDJSDdjws

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal


terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi.

1.3.2. Tujuan khusus


1. Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.

3. Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak

4. Untuk mengetahui keberhasilan Imunisasi Tergantung Faktor

1.4. Manfaat Penulisan

1. Diharapkan dengan adanya Asuhan Neonatus dengan imunisasi dasar


dapat memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan dasar.

2. Diharapkan dengan adanya Asuhan Neonatus dengan imunisasi dasar


dapat mencegah terjadinya kasus serupa sehingga mengurangi AKB di
Indonesia, Serta dapat menjadi manfaat untuk masyarakat lebih
mengatahui keuntungan imunisasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KEBUTUHAN IMUNISASI WAJIB DASAR

2.1.1. Pengertian imunisasi

Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat


efektif dalam menurunukan angka kematian bayi dan balita. Dengan
imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, tetanus,
hepatitis B, poliomyelitis, dan campak dapat dicegah. Pentingnya
pemberian imunisasi dapat dilihat dari banyaknya belita yang meninggal
akibat penyakit yangdapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Hal itu
sebenarnya tidak perlu terjadi karena penyakit-penyakit tesebut bias
dicegah dengan imunisasi. Oleh karena itulah, untuk mencegah balita
menderita beberapa penyakit yang berbahaya, imunisasi pada bayi dari
balita harus lengkap serta diberikan sesuai jadwal. (Vivian 2010)
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efisien dalam mencegah
penyakit dan merupakan bagian kedokteran preventif yang mendapatkan
prioritas. Sampai saat ini ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat
menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak dapat
bertahan dan menjadi kebal. (Dwi Maryanti 2011).

Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi sering


diartikan sama, meskipun arti yang sebenarnya adalah berbeda. Imunisasi
adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedangkan
vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang
pembentukan imunitas (antibody) dari system imun dalam tubuh. (Nur
Muslihatun Wafi 2010).
2.1.2. Jenis-jenis imunisasi

1) Imunisasi BCG

Bacillus Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin untuk mencegah


penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan
vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1
dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya
sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap
tuberculosis yang dapat dipercaya, maksudnya, kekebalan yang
dihasilkan dari imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada
pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan seseorang
pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi
hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada laboratotrium,
bila hasilnya > 10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup
terhadap hepatitis B. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada sensitisasi dengan
mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1
tahun, dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila
penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan.BCG tidak
dapat diberikan pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti
pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan obat
steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV.
1. Kontra indikasi

Tenaga kesehatan tidak di anjurkan untuk melakukan imunisasi BCG,


jika ditemukan hal-hal berikut

a. Reaksi tes mantoux > 5 mm.

b. Terinfeksi HIV atau dengan risiko tinggi HIV, imunokomprmais


akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang
menjalani terapi radiasi, serta menderita penyakit keganasan yang
mengenai sumsum tulang sistem limfa.

c. Anak mendirita gizi buruk.

d. Anak menderita demam tinggi.

e. Anak menderita infeksi kulit yang luas.

f. Anak pernah menderita tuberkulosis.

g. Kehamilan.

(Vivian 2010)

2. Rekomendasi

1. Imunisasi BCG diberikan saat bunyi berusia < 2 bulan.

2. Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui
pemeriksaan A
3. Sputum didapati BTA (+3) maka sebaiknya diberikan INH
profilaksis terlebih dahulu, dan jika kontak sudah dapat diberi
BCG.

4. Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak dengan


imunodefiensi, minsalnya HIV, gizi buruk, dll.(Vivian 2010)

2) Imunisasi Hepatitis B

Pencegahan penyakit hepatitis B ditempuh melalui upaya preventif


umum dan khusus. Upaya preventif khusus hepatitis B ditempuh
dengan imunisasi pasif dan aktif. Imunisasi pasif Hepatitis B Immune
globulin (HBIg) dalam waktu singkat memberikan proteksi, meskipun
hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). Pemberian HBIg hanya pada
kondisi pasca paparan, di antaranya needle stick injury, kontak seksual,
bayi dari ibu dengan virus hepatitis B (VHB), terciprat darah ke mukosa
atau mata. Sebaiknya HBIg diberikan bersamaan dengan imunisasi aktif
vaksin VHB agar proteksi lama. (Nur Muslihatun Wafi 2010).

1. Penularan virus hepatitis B:

a. Melalui jalan lahir.

b. Melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah.

c. Melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi


darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak
steril atau peralatan yang ada di klinik gigi.Upaya pencegahan
2. Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu
anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya
dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui
apakah membawa virus atau tidak.Selain itu, imunisasi merupakan
langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B.

3. Jadwal pemberian

a. Vaksinasi awal atau primer diberikan sebanyak 3 kali. Jarak


antara suntikan 1 dan 2 adalah 1-2 bulan, sedangakan untuk
suntikan ke 3 diberikan dengan jarak 6 bulandari suntikan.

b. Pemberian booster dilakukan 5 tahun kemudian, namun masih


belum ada kesepakatan.

c. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HbsAg pascaim


imunisasi setelah 3 bulan imunisasi terakhir.

d. Skrining pravaksinasi hanya di anjurkan pada pemberian


imunisasi secara indivindu (praktik swasta perorangan),
sedangkan pada suntikan missal tidak dianjrukan.(Vivian )

4. Kontra indikasi

Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute


terhadap pemberian imunisasi hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.
(Vivian)

5. Lokasi Penyuntikan

Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada


bayi di paha lewat antero lateral (antero adalah otot-otot bagian
depan, lateral adalah otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak
dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.

3) Imunisasi Polio
Kata polio (abu-abu) dan meylon (sumsum), berasal dari bahasa
latin yang bearti medula spinalis. Penyakit ini disebabkan oleh virus
poliomielitis pada medula spinalis yang secara klasik menimbulkan
kelimpuhan. Virus polio termasuk dalam kelommpok (subgrub)
enterovirus, famili picomaviridea, virus polio dibagi menjadi 3 macam
serotipe yaitu p1,p2, dan p3, virus polio ini menjadi tidak aktif apabila
terkena panas ,formaldehida, dan sinar ultra violet. Reservior virus
polio liar hanya pada manusia, yang sering ditularkan oleh pasien
infeksi polio yang tanpa gejala. Namun tidak ada pembawa kuman
dengan status karier asimptomatris, kecuali pada orang yang menderita
defisiensi sistem imun.

1. Vaksin Polio Oral(Oral polio vaccine-OPV)

Vaksin ini berisi virus polio tipe 1,2, dan 3 serta merupakan bagian dari
suku sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated).
Vaksin digunakan rutin sejak bayi lahir sebagai dosis awal, dengan
dosis 2 tetes (0,1 ml). Imunisasi dasar umum 2-3 bulan dalam 3 bulan
dosis terpisah berturut-turut dengan interval 6-8 minggu untuk
mendapatkan imunitas jangka lama. Apabila OPV yang diberikan
dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka dosis pemberian perlu
diulangi. Virus vaksin akan menempatkan diri di usus dan memacu
antibodi dalam darah dan epitelium usus,sehingga menghasilkan
pertahanan lokal terhadap virus polio liar. Virus vaksin ini dapat
dieksresi melalui tinja sampai 6 minggu setelah pemberian dan
melakukan infeksi pada kontak yang belum diimunisasi. Siapa saja
kontak dengan bayi yang baru saja iberi OPV agar mencuci tangan
setelah mengganti popok bayi. Asi tidak berpengaruh pada respon
antibodi. Apabila OPV yang diberikan dimuntahkan dalam waktu 10
menit, maka dosis pemberian diulangi. (Wafi 2010)
2. Inactived Poliomylitis Vaccine (IPV)

Vaksin polio inactived merupakan antigen polio tipe 1,2 dan 3 yang
mati. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 C dan tidak boleh
dibekukan. Dosis pemberian adalah 0,5 ml dengan suntikan subkutan
dalam, tiga kali berturut-turut, dengan jarak antara masing-masing dosis
adalah 2 bulan, sehingga memberikan imunitas jangka panjang.
Imunitas mukosa IPV lebih rendah dari OPV. Vaksin OPV dan IPV
keduanya dapat dipakai berganti. Vaksin IPV bisa diberikan pada anak
sehat, anak dengan imunokompromise atau bersamaan dengan vaksin
DPT. Vaksin IPV dapat menjadi alternatif, karena reaksi KIPI dari OPV
, antara lain dapat menyebabkan terjadinya VAPP dan VDPV.(Wafi
2010).

4) Imunisasi DPT atau DTwP dan DTaP

Saat ini telah beredar vaksin DtaP (DTP dengan komponen acelluler
pertusis), disamping DTwP (DTP dengan whole cell pertusis) yang
telah ada selama ini. Keduanya dapat digunakan secara bergantian. DTP
adalah toksin difteria digabung toksoid diteria dan tetanus, yang dapat
diberikan pada anak dengan kontraindikasi vaksin pertusis.
Kontra indikasi vaksin pertusis,antara lain riwayat anafilaksis dan
ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertulis sebelumnya precaution,
pada beberapa kasus ,diantaranya riwayat hiperpireksia, hipotonik dan
hiporesponsif dalam 48 jam, menangis terus-menerus selama 3 jam dan
kejang dalam 3 hari paska penyuntikan pertusis sebelumnya. Riwayat
kejang,reaksi KIPI, alergi vaksin pada keluarga bukan merupakan
kontraindikasi, tetapi HARAP dipertimbangkan keuntungan dan risiko
pemberian vaksin pertusis. (Nur Muslihatun Wafi 2010)

1. Jadwal pemberian imunisasi


a. Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (tidak boleh diberikan
sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-6 minggu.

b. DTP-1 umur 2 bulan.

c. DTP-2 umur 3 bulan.

d. DTP-3 umur 4 bulan.

e. DTP-4 diberikan setelah 1 tahun dari DPT-3, yaitu pada umur


18-24 bulan.

f. DTP-5 diberikan pada saat anak masuk sekolah (umur 5 tahun).

g. DT-6 diberikan pada saat anak berumur 12 tahun pada bulan


imunisasi anak sekolah (BIAS), karena kasus difteri masih
dijumpai pada anak usia 10 tahun.

Dosis pemberian vaksin DTaP, DTwP, atau DT adalah 0,5


ml, diberikan melalui suntikan IM. Reaksi KIPI vaksin ini,
antara lain reaksi lokal kemerahan, bengkak, nyeri pada lokasi
injeksi, demam ringan, gelisah dan menangis terus menerus
beberapa jam pasca penyuntikan. Reaksi KIPI yang paling
serius, adalah ensefalopati akut dan reaksi anafilaksis.

5) Imunisasi Campak

Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus
campak hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus
campak yang dimatikan. Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam
satu dosis 0,5 ml melalui suntikan subkutan dalam pada umur 9 bulan.
Imunisasi ulangan perlu diberikan pada saat anak masuk SD (5-6 tahun)
untuk mempertinggi serokonversi. Apabila anak pada umur 15-18 bulan
telah mendapatkan vaksin MMR, maka imunisasi ulangan campak usia
5 tahun tidak perlu diberikan. Kontra indikasi pemberian imunisasi
campak, antara lain demam tinggi, sedang pengobatan imunosupresi,
hamil, memeliki riwayat alergi, sedang pengobatan imunoglobulin atau
bahan-bahan dari darah. Reaksi KIPI akibat imunisasi campak banyak
dijumpai pada pemberian vaksin campak dari virus yang dimatikan.
Reaksi KIPI dari imunisasi campak tersebut antara lain demam lebih
dari 39,50C pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat merangsang
terjadinya kejang demam, ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari, serta
gangguan sistem syaraf pusat, di antaranya sensefalitis dan ensefalopati
paska imunisasi.

1. Penyimpanan dan Transportasi Vaksin (chold chain).


Chol chain adalah cara penyimpanan agar vaksin dapat digunakan
dalam keadaan baik atau tidak rusak sehingga mempunyai
kemampuan/ efek kekebalan pada penerima vaksin. Vaksin
merupakan sediaan bilogis yang rentan terhadap perubahan
termperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung,
seperti vaksin polio oral (OPV), BCG dab cempak. Apabila
disimpan dalam suhu yang terlalu dingin atau beku,seperti toksoid
difteri, toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT,DT), Hib conjugate,
hepatitis B dan vaksin influensa. Vaksin polio boleh membeku dan
mencair tanpa membahayakan potensinya. Beberapa vaksin yang
rusak akan mengelami perubahan fisik. Vaksin DPT apabila pernah
membeku akan terlihat antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun
sudah dikocok sekuat-kuatnya. Vaksin lain meskipun potensinya
sudah hilang atau berkurang, penampilan fisiknya tidak berubah.
(Muslihatun Wafi Nur).

2. Stabilisasi Vaksin pada Berbagai Temperatur


Vaksin 0-80C 22-250C 35-370C Lebih 370C Toksoid DT 3-7 tahun
Beberapa bulan Beberapa minggu Pada suhu 450C potensi hilang
setelah 2 minggu. Pertusis 18-24 bulan disertai penurunan potensi
secara lambat Bervariasi, beberapa stabil untu 2 minggu Bervariasi,
beberapa dengan kehilangan potensi 50% Pada suhu 450C
kehelingan potensi 10%. Campak kering beku 2 tahun Potensi
bertahan memuaskan setidaknya 1 minggu Potensi bertahan
memuaskan setidaknya 1 minggu Potensi hilang 50% setelah 2-3
hari pada suhu 410C. Campak yang sudah dilarutkann Tidak stabi,
harus digunakan dlm satu sesi pekerjaan Tidak stabil, potensi hilang
50% setelah 1 jam dan 70% setelah 3 jam Sangat tidak stabil setelah
2-7 jam. Potensi sudah dibawah yang deperbolehkan Sudah tidak
aktif dalam 1 jam. Polio 1 bulan Tidak stabil, potensi hilang 50%
setelah 20 hari Sangat tidak stabil. Dalam 1-3 hari potensi sudah
hilang Sangat tidak stabil pada 410C.

No Umur OPV IPV


1. 0 bulan OPV1,BCG,Hep B BCG,Hep B
2. 2 bulan OPV2,DPT-Hep B1 IPV1,DPT-Hep B1

3. 3 bulan OPV3,DPT-Hep B2 IPV2,DPT-Hep B2


4. 4 bulan OPV4,DPT-Hep B3 IPV3,DPT-Hep B3

5. 9 bulan Campak IPV4,Campak

2.1.3. Keberhasilan Imunisasi Tergantung FaktorTabel 1.1. Jadwal Imunisasi

1. Status imun penjamu

Adanya Ab spesifik pada penjamu, keberhasilan vaksinasi, misalnya :

a. Campak pada bayi.

b. Kolustrum ASI IgA polio.

c. Maturasi imunologik, neonates, fungsi makrofag, kadar


komplemen, aktifasi optonin.
d. Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang hasil vaksinasi
ditunda sampai umur 2 bulan.

e. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara


simultan, bayi di imunisasi.

f. Frekuensi penyakit, dampaknya pada neonates berat imunisasi


dapat diberikan pada neonates.

g. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap


vaksin kurang. (dwi maryati, sujianti, tri budiarti).

2. Genetik

Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik,


cukup, rendah keberhasilan vaksinasi tidak 100 %. (dwi maryati,
sujianti, tri budiarti)

3. Kualitas vaksin

a. Cara pemberian, missal polio oral imunisasi lokal dan sistemik

b. Dosis vaksin

1 Tinggi mengehambat respon, menimbulkan efek samping.

2 Rendah tidak merangsang sel imunokompeten.

c. Frekuensi pemberian.

d. Ajuvan : zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag.

e. Jenis vaksin. (dwi maryati, sujianti, tri budiarti).(Maryanti dwi).


A. Kesimpulan

imunisasi adalah suatu prosese untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal
terhadap infasi mikroorganisme (bakteri dan virus).
Tujuan dari imunisasi adalah untuk menguranggi angka penderitaan suatu
penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
kematian pada penderitanya
Macam-macam dari imunisasi adalah imunisasi aktif dan pasif.
Jenis-jenis imunisasi adalah BCG,Hepatitis B,Polio,DTP,Campak.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas maka di sarankan bagi setiap ibu agar selalu
memperhatikan kesehatan bayinya yaitu harus selalu aktif ke posyandu atau
tenaga kesehatan terdekat untuk di beri imunisasi karena dengan di beri imunisasi
dapat mencegah bayi dalam berbagai macam penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi Vivian Nanny lia.2003.Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.Jakarta:


Salemba Medika
Muslihatun Wafi Nur.2010.Asuhan Neonatus Bayi Dann
Balita.Yogyakarta:Fitramaya
Maryanti Dwi.2011.Buku Ajar Neonatus,Bayi Dan Balita.Cilacap:Trans Info
Media

https://afdelinasusari.wordpress.com/2015/02/11/makalah-imunisasi-dasar/
DAFTAR PUSTAKA

Sumber : Ranuh,IGN,dkk,2005,Pedoman Imunisasi di Indonesia, Satgas


Iimunisasi IDAI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai