Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk

intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka

kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada

bayi usia 0-9 bulan. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau

meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit

(Proverawati, 2010), atau usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak

dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh guna merangsang pembuatan anti

bodi yang bertujuan untuk mencegah penyakit tertentu. Imunisasi bertujuan untuk

memberikan kekebalan terhadap tubuh anak. Caranya dengan memberikan

vaksin. Vaksin berasal dari bibit penyakit tertentu yang dapat menimbulkan

penyakit yang terlebih dahulu dilemahkan. Sehingga tidak berbahaya lagi bagi

kelangsungan hidup manusia (Riyadi, 2012).

Imunisasi BCG atau Bacillus Calmete-Guerin merupakan vaksinasi hidup

yang diberikan kepada bayi usia 0-2 bulan guna mencegah terjadinya penyakit

tuberculosis. Imunisasi BCG di Indonesia diberikan secara percuma atau gratis

oleh pelayanan kesehatan baik di Posyandu, Pusat Kesehatan Masyarakat dan

Rumah sakit di seluruh Indonesia guna mencegah terjadinya penyakit TBC

(Riyadi,2012).

1
Berdasarkan data WHO pemberian imunisasi BCG didunia setiap tahun

mecapai 1,4 juta anak utamanya pemberian imunisasi BCG diberikan kepada

Negara-negara tropis dan berkembang yang masih terdapat penyakit tuberkulosis.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian Kesehtan Republik, Indonesia

capaian pemberian imunisasi BCG tahun 2018 mencapai 93%.

Di Indonesia, imunisasi BCG merupakan pemberian imunisasi yang telah

diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana juga yang telah diwajibkan WHO antara

lain; seperti; DPT, Hepatitis, Campak dan Polio (Ranuh, 2005: 8). Pelayanan

imunisasi BCG di Indonesia secara keseluruhan dapat diperoleh di unit pelayanan

kesehatan milik pemerintah, seperti Rumah Sakit, Puskesmas bahkan Posyandu

yang tersebar diseluruh tanah air. Namun pemberian imunisasi BCG dapat pula

diberikan pada klinik pelayanan spesialis anak

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) ialah tercapainya

imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan). Desa UCI merupakan

gambaran desa atau kelurahan dengan ≥ 80% jumlah bayi yang ada di desa

tersebut sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun.

Pencapaian desa UCI di Propinsi Papua dari tahun 2012 sampai 2016 mengalami

peningkatan. tahun 2015 desa UCI mencapai 31.9% sedangkan tahun 2016

meningkat menjadi 51.9 % dan untuk pemberian imunisasi BCG secara spesifik di

Papua tahun 2016 dinyatakan tercapai 93%.untuk pemberian imunisasi BCG kota

jayapura dinyatakan 95% telah tercapai pemberiannya.

Pemberian imunisasi pada anak di Indonesia pada umumnya akan diberikan

mengikuti jadwal atau ketentuan yang berlaku dalam pemberian imunisasi.

2
Dengan memberikan imunisasi sesuai jadwal yang telah ditetapkan memberikan

hasil pembentukan kekebalan (antibody) yang optimal sehingga dapat melindungi

anak dari paparan penyakit. Di Indonesia, jadwal imunisasi di keluarkan oleh

kementrian kesehatan RI, yang mengharuskan orang tua memberikan imunisasi

dasar lengkap (Sekartini, 2011).

Pemberian imunisasi di Indonesia hingga tahun 2018 mencapai 93% dan

belum tercapai 100% dari total populasi secara keseluruhan hal ini dipengaruhi

oleh berbagai faktor seperti pekerjaan ibu dan kurangnya pemahaman orang tua

terhadap pemberian imunisasi guna mencegah terjadinya penyakit menular.. Peran

serta orang tua, - terutama ibu - sebagai pengasuh bayi merupakan aktor/person

penentu pemberian imunisasi pada seorang bayi minimal 0-9 bulan. Serta

merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan program

imunisasi di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemberian imunisasi

BCG di Indonesia belum mencapai pemberian yang maksimal akibatdari berbagai

factor. Sehingga peneliti tertarik ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui “BAGAIMANA KARAKTERISTIK IMUNISASI BCG DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS ABEPURA PERIODE APRIL 2018 – APRIL

2019”?.

3
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana karakteristik imunisasi BCG di wilayah kerja Puskesmas

Abepura periode April 2018 – April 2019?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik imunisasi BCG di wilayah kerja

Puskesmas Abepura periode April 2018 – April 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik imunisasi BCG berdasarkan jenis

kelamin di Puskesmas Abepura.

2. Untuk mengetahui karakteristik imunisasi BCG berdasarkan kelurahan

di Puskesmas Abepura.

3. Untuk mengetahui karakteristik imunisasi BCG berdasarkan capaian

target pemberian periode April 2018-April 2019 di Puskesmas Abepura .

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Penulis

Sebagai kepustakaan mengenai karakteristik imunisasi BCG di Kota

Jayapura lebih khususnya di Puskesmas Abepura. Dan untuk memenuhi

4
tugas akhir dalam pendidikan profesi kedokteran SMF Ilmu Kesehatan

Masyarakat.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan dan Kesehatan

Sebagai bahan bacaan ilmiah bagi institusi pendidikan dan kesehatan

tentang imunisasi BCG dan sebagai bahan pertimbangan untuk mengukur

karakteristik pemberian imunisasi BCG di Puskesmas abepura .

1.4.3 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai imunisasi BCG di Kota Jayapura kepada

masyarakat, khususnyadalam cakupan pelayanan di Puskesmas Abepura.

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, atau resisten. Anak diimunisasi

berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau

resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang

lain (Soekidjo Notoatmodjo, 2007 : 43). Imunisasi adalah proses menginduksi

imunitas secara buatan baik dengan vaksinasi (imunisasi aktif) maupun dengan

pemberian antibodi (imunisasi pasif). Imunisasi aktif menstimulasi sistem imun

untuk membentuk antibodi dan respon imun seluler yang melawan agen

penginfeksi, sedangkan imunisasi pasif menyediakan proteksi sementara melalui

pemberian antibodi yang diproduksi secara eksogen maupun transmisi

transplasenta dari ibu ke janin.

Vaksinasi, yang merupakan imunisasi aktif, ialah suatu tindakan yang

dengan sengaja memberikan paparan antigen dari suatu patogen yang akan

menstimulasi sistem imun dan menimbulkan kekebalan sehingga nantinya anak

yang telah mendapatkan vaksinasi tidak akan sakit jika terpajan oleh antigen

serupa. Antigen yang diberikan dalam vaksinasi dibuat sedemikian rupa sehingga

tidak menimbulkan sakit, namun dapat memproduksi limfosit yang peka, antibodi,

maupun sel memori. Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan

imunoglobulin yang berasal dari plasma donor9. Pemberian imunisasi pasif hanya

memberikan kekebalan sementara karena imunoglobulin yang diberikan akan

dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG adalah 28 hari, sedangkan

imunoglobulin yang lain (IgM, IgA, IgE, IgD) memiliki waktu paruh yang lebih

6
pendek. Oleh karena itu, imunisasi yang rutin diberikan pada anak adalah

imunisasi aktif yaitu vaksinasi.

2.2 Manfaat Imunisasi

Manfaat utama dari imunisasi adalah menurunkan angka kejadian

penyakit, kecacatan, maupun kematian akibat penyakit-penyakit infeksi yang

dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi tidak hanya memberikan

perlindungan pada individu melainkan juga pada komunitas, terutama untuk

penyakit yang ditularkan melalui manusia (person-to-person). Jika suatu

komunitas memiliki angka cakupan imunisasi yang tinggi, komunitas tersebut

memiliki imunitas yang tinggi pula. Hal iniberarti kemungkinan terjadinya

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (vaccine-preventable disease)

rendah. Dengan demikian, anak yang belum atau tidak mendapat imunisasi karena

alasan tertentu memiliki kemungkinan yang rendah terjangkit penyakit tersebut.

Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemi pada generasi yang akan

datang. Cakupan imunisasi yang rendah pada generasi sekarang dapat

menyebabkan penyakit semakin meluas pada generasi yang akan datang dan

bahkan dapat menyebabkan epidemi. Sebaliknya jika cakupan imunisasi tinggi,

penyakit akan dapat dihilangkan atau dieradikasi dari dunia. Hal ini sudah

dibuktikan dengan tereradikasinya penyakit cacar (smallpox). Selain itu, imunisasi

juga menghemat biaya kesehatan. Dengan menurunnya angka kejadian penyakit,

7
biaya kesehatan yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut pun

akan berkurang.

Menurut WHO (World Health Organization), program imunisasi di

Indonesia memiliki tujuan untuk menurunkan angka kejadian penyakit dan angka

kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Umar Fahmi

Achmadi, 2006 : 130).

2.3 Respon Imun pada Imunisasi

Pemberian vaksin sama dengan pemberian antigen pada tubuh. Jika

terpajan oleh antigen, baik secara alamiah maupun melalui pemberian vaksin,

tubuh akan bereaksi untuk menghilangkan antigen tersebut melalui sistem imun.

Secara umum, sistem imun dibagi menjadi 2, yaitu sistem imun non-

spesifik dan sistem imun spesifik. Sistem imun non-spesifik merupakan

mekanisme pertahanan alamiah yang dibawa sejak lahir (innate) dan dapat

ditujukan untuk berbagai macam agen infeksi atau antigen. Sistem imun non-

spesifik meliputi kulit, membran mukosa, sel-sel fagosit, komplemen, lisozim,

interferon, dll. Sistem imun ini merupakan garis pertahanan pertama yang harus

dihadapi oleh agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Jika sistem imun non-

spesifik tidak berhasil menghilangkan antigen, barulah sistem imun spesifik

berperan. Sistem imun spesifik merupakan mekanisme pertahanan adaptif yang

didapatkan selama kehidupan dan ditujukan khusus untuk satu jenis antigen.

Sistem imun spesifik diperankan oleh sel T dan sel B. Pertahanan oleh sel T

8
dikenal sebagai imunitas selular sedangkan pertahanan oleh sel B dikenal sebagai

imunitas humoral. Imunitas seluler berperan melawan antigen di dalam sel

(intrasel), sedangkan imunitas humoral berperan melawan antigen di luar sel

(ekstrasel).

Sistem imun spesifik inilah yang berperan dalam pemberian vaksin untuk

memberikan kekebalan terhadap satu jenis agen infeksi. Hal ini dikarenakan

adanya mekanisme memori dalam sistem imun spesifik. Di dalam kelenjar getah

bening terdapat sel T naif yaitu sel T yang belum pernah terpajan oleh antigen.

Jika terpajan antigen, sel T naif akan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel

memori15. Sel efektor akan bermigrasi ke tempat-tempat infeksi dan

mengeliminasi antigen, sedangkan sel memori akan berada di organ limfoid untuk

kemudian berperan jika terjadi pajanan antigen yang sama. Sel B, jika terpajan

oleh antigen, akan mengalami transformasi, proliferasi dan diferensiasi menjadi

sel plasma yang akan memproduksi antibodi. Antibodi akan menetralkan antigen

sehingga kemampuan menginfeksinya hilang. Proliferasi dan diferensiasi sel B

tidak hanya menjadi sel plasma tetapi juga sebagian akan menjadi sel B memori.

Sel B memori akan berada dalam sirkulasi. Bila sel B memori terpajan pada

antigen serupa, akan terjadi proses proliferasi dan diferensiasi seperti semula dan

akan menghasilkan antibodi yang lebih banyak.

Adanya sel memori akan memudahkan pengenalan antigen pada pajanan

yang kedua. Artinya, jika seseorang yang sudah divaksin (artinya sudah pernah

terpajan oleh antigen) terinfeksi atau terpajan oleh antigen yang sama, akan lebih

mudah bagi sistem imun untuk mengenali antigen tersebut. Selain itu, respon

9
imun pada pajanan yang kedua (respon imun sekunder) lebih baik daripada respon

imun pada pajanan antigen yang pertama (respon imun primer). Sel T dan sel B

yang terlibat lebih banyak, pembentukan antibodi lebih cepat dan bertahan lebih

lama, titer antibodi lebih banyak (terutama IgG) dan afinitasnya lebih tinggi.

Dengan demikian, diharapkan sesorang yang sudah pernah divaksin tidak akan

mengalami penyakit akibat pajanan antigen yang sama karena sistem imunnya

memiliki kemampuan yang lebih dibanding mereka yang tidak divaksin.

2.4 Sasaran Imunisasi

 Imunisasi Rutin Diberikan pada bayi di bawah umur 1 tahun, wanita usia

subur yaitu wanita usia 15 hingga 39 tahun termasuk ibu hamil dan calon

pengantin. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin pada bayi meliputi

hepatitis B, BCG, polio, DPT, dan campak. Pada usia anak sekolah

meliputi DT (Difteri Tetanus), campak, dan tetanus toksoid, sedangkan

pada wanita usia subur diberikan tetanus toksoid.

 Imunisasi Tambahan Imunisasi tambahan akan diberikan bila diperlukan.

Imunisasi tambahan diberikan kepada bayi dan anak usia sekolah dasar.

Imunisasi tambahan sering dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah

penyakit tertentu dalam wilayah dan waktu tertentu, misalnya pemberian

polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian imunisasi

campak pada anak sekolah. Pekan Imunisasi Nasional, dilaksanakan

serentak secara nasional untuk mempercepat pemutusan mata rantai

penularan virus polio importasi dengan cara memberikan vaksin polio

10
kepada setiap balita (usia 0-5 tahun) termasuk bayi baru lahir tanpa

mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi

dilakukan dua kali masing-masing dua tetes selang waktu dua bulan.

Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN disamping untuk memutus

mata rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi

ulangan polio (Umar Fahmi Achmadi, 2006:132- 133).

2.5 Jenis-Jenis Imunisasi

 Imunisasi Pasif (Pasif Immunization)

Imunisasi pasif adalah pemberian antibody kepada resipien, dimaksudkan

untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat

aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk

upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri

maupun virus. Proteksi bersifat sementara selama antibodi masih aktif didalam

tubuh resipien dan perlindungannya singkat karena tubuh tidak membentuk

memori terhadap patogen atau antigen spesifik (I.G.N Ranuh, 2008 : 272).

 Imunisasi Aktif (Active Immunization)

Imunisasi aktif adalah imunisasi yang dilakukan dengan cara memasukkan

virus yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh dengan tujuan untuk

merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Imunisasi yang diberikan

kepada anak adalah :

a. BCG, untuk mencegah TBC

b. DPT, mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus

11
c. Polio, untuk mencegah penyakit poliomyelitis

d. Campak, untuk mencegah penyakit campak

e. HB, untuk mencegah penyakit hepatitis B

Imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah imunisasi tetanus toxoid,

yaitu untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan (Soekidjo

Notoatmodjo, 2007 : 46).

2.6 Kelengkapan Imunisasi Dasar

Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti

penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Hepatitis B, dan Campak.

Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1

kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali, dan Campak 1 kali. Untuk menilai

kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bagi bayi dapat dilihat dari cakupan

imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi yang terakhir

yang diberikan pada bayi dengan harapan imunisasi sebelumnya sudah diberikan

dengan lengkap (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2004 : 54).

2.6.1 Imunisasi BCG

Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif

terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG

(Bacillus Calmette-Guerin) yang masih hidup (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2005 :

9).

12
Bacillus Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari

Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan

hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas (I.G.N Ranuh,

2008 : 132).

 Cara Pemberian dan Dosis

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya diberikan kepada bayi umur < 2 bulan.

Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan bakteri tahan asam (BTA)

+3 sebaiknya diberikan INH profilaksi dulu, apabila pasien kontak sudah tenang

bayi dapat diberi BCG (I.G.N. Ranuh, 2008 : 134). Sebelum disuntikan, vaksin

BCG harus dilarutkan terlebih dahulu, melarutkan dengan menggunakan alat

suntik steril (ADS 5 ml). Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali. Disuntikan

secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertion musculas deltoideus),

dengan menggunakan ADS 0,05 ml. Vaksin yang sudah dilarutkan harus

digunakan sebelum lewat 3 jam (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2005 : 9).

 Kontraindikasi

Imunisasi BCG tidak boleh digunakan pada orang yang reaksi uji tuberkulin

>5 mm, menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,

imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imuno-supresif,

mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang

atau sistem limfe, menderita gizi buruk, menderita demam tinggi, menderita

infeksi kulit yang halus, pernah sakit tuberkulosis, kehamilan (I.G.N.Ranuh,

2008 : 133).

13
 Efek Samping

Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam

1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan 16 kemerahan di tempat suntikan

yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu

pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-

kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat,

tidak sakit, dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan

pengobatan, dan akan menghilang dengan sendirinya (Ditjen PP & PL Depkes RI,

2005 :9).

2.7 Jadwal Imunisasi

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi

Vaksin Pemberian Selang Waktu Umur Keterangan

Imunisasi Pemberian

BCG 1x 0-11 bulan

DPT 3x 4 minggu 2-11 bulan

(DPT 1,2,3)

Polio 4x 4 minggu 0-11 bulan

(Polio 1,2,3)

Campak 1x 9-11 bulan

Hepatitis B 3x 4 minggu 0-11 bulan Untuk bayi yang lahir

di RS/puskesmas/rumah
Hep B 1,2,3
bersalin/rumah oleh

tenaga kesehatan. HB

14
segera diberikan dalam

24 jam pertama

kelahiran. BCG dan

polio diberikan sebelum

bayi pulang ke rumah

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2005 : 77

2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 96) terdapat teori yang

mengungkapkan determinan perilaku berdasarkan analisis dari faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku khususnya perilaku kesehatan. Diantara teori tersebut

adalah teori Lawrence Green (1980), yang menyatakan bahwa perilaku seseorang

ditentukan oleh tiga faktor, yaitu :

2.8.1 Faktor Pemudah (Presdiposing Factors)

Faktor-faktor ini mencakup tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu,

pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak, dan dukungan dari pihak

keluarga.

 Tingkat Pendidikan Ibu Bayi Pendidikan adalah proses seseorang

mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku

manusia di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial, yakni orang

dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol

(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh

15
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial, dan kemampuan

individu yang optimal (Achmad Munib, dkk, 2006 : 32).

Wanita sangat berperan dalam pendidikan di dalam rumah tangga.

Mereka menanamkan kebiasaan dan menjadi panutan bagi generasi yang

akan datang tentang perlakuan terhadap lingkungannya. Dengan demikian,

wanita ikut menentukan kualitas lingkungan hidup ini. Untuk dapat

melaksanakan pendidikan ini dengan baik, para wanita juga perlu

berpendidikan baik formal maupun tidak formal. Akan tetapi pada

kenyataan taraf, pendidikan wanita masih jauh lebih rendah daripada kaum

pria. Seseorang ibu dapat memelihara dan mendidik anaknya dengan baik

apabila ia sendiri berpendidikan (Juli Soemirat Slamet, 2000 : 208).

 Tingkat Pengetahuan Ibu Bayi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over

behavior). Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di

dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : awareness

(kesadaran), interest (tertarik), evaluation (menimbang-nimbang baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Trial (orang telah mulai mencoba

prilaku baru), adoption (subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus) (Soekidjo

16
Notoatmodjo, 2003 : 127 -128). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman

sendiri atau pengalaman orang lain. Seseorang ibu akan mengimunisasikan

anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga

cacat karena anak tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.

 Status Pekerjaan Ibu Bayi

Pekerjaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah mata

pencaharian, apa yang dijadikan pokok kehidupan, sesuatu yang dilakukan

untuk mendapatkan nafkah (Pandji Anoraga, 2005 : 11). Ibu yang bekerja

mempunyai waktu kerja sama seperti dengan pekerja lainnya. Adapun

waktu kerja bagi pekerja yang dikerjakan yaitu waktu siang 7 jam satu hari

dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau

dengan 8 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam

satu minggu. Sedangkan waktu malam hari yaitu 6 jam satu hari dan 35

jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu (Pandji Anoraga,

2005 : 60).

Bertambah luasnya lapangan kerja, semakin mendorong banyaknya

kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi

berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain

berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak (Panji

Anoraga, 2005 : 120).

Hubungan antara pekerjaan ibu dengan kelengkapan imunisasi

dasar bayi adalah jika ibu bekerja untuk mencari nafkah maka akan

berkurang kesempatan waktu dan perhatian untuk membawa bayinya ke

17
tempat pelayanan imunisasi, sehingga akan mengakibatkan bayinya tidak

mendapatkan pelayanan imunisasi.

 Pendapatan Keluarga

Pendapatan adalah hasil pencarian atau perolehan usaha

(Depertemen Pendidikan Nasional, 2002:236). Menurut Mulyanto

Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982:20), pendapatan yaitu keseluruhan

penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun

dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan dalam 26 penelitian ini

adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan

pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainya.

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh

kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan

anak baik yang primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1995 : 10).

 Jumlah Anak

Berdasarkan penelitian Suparmanto (1990) dalam Nuri Handayani

(2008), jumlah anak sebagai salah satu aspek demografi yang akan

berpengaruh pada partisipasi masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena jika

seorang ibu mempunyai anak lebih dari satu biasanya ibu semakin

berpengalaman dan sering memperoleh informasi tentang imunisasi,

sehingga anaknya akan di imunisasi (Nuri Handayani, 2008 : 36).

 Dukungan Keluarga

Dukungan sosial secara psikologis dipandang sebagai hal yang

kompleks. Wortman dan Dunkell-Scheffer (1987) mengidentifikasikan

beberapa jenis dukungan yang meliputi ekspresi perasaan positif, termasuk

18
menunjukkan bahwa seseorang diperlukan dengan rasa penghargaan yang

tinggi, ekspresi persetujuan dengan atau pemberitahuan tentang ketepatan

keyakinan dan perasaan seseorang. Ajakan untuk membuka diri dan

mendiskusikan keyakinan dan sumbersumber juga merupakan bentuk

dukungan sosial (Charles Abraham, 1997 : 126).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus

mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang

mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasi anaknya. Disamping

faktor fasilitas, juga diperlukan dukungan/support dari pihak lain,

misalnya suami/istri/orang tua/mertua.

2.8.2 Faktor Pendukung (Enabling Factors)

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,

sarana dan prasarana atau sumber daya atau fasilitas kesehatan yang memfasilitasi

terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat, termasuk juga fasilitas pelayanan

kesehatan seperti pukesmas, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan

swasta, dan sebagainya, serta kelengkapan alat imunisasi, uang, waktu, tenaga,

dan sebagainya (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 27).

1. Ketersedian Sarana dan Prasarana

19
Ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas bagi masyarakat,termasuk

juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti pukesmas, rumah sakit, poliklinik,

posyandu, polindes, pos obat desa, dokter, atau bidan praktek desa. Fasilitas ini

pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku

kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor

pemungkinan.

2. Peralatan Imunisasi

Setiap obat yang berasal dari bahan biologik harus dilindungi terhadap

sinar matahari, panas, suhu beku, termasuk juga vaksin. Untuk sarana rantai

vaksin dibuat secara khusus untuk menjaga potensi vaksin. Di bawah ini

merupakan kebutuhan dan peralatan yang digunakan sebagai sarana penyimpanan

dan pembawa vaksin.

a. Lemari Es

Setiap puskesmas harus mempunyai 1 lemari es standart program.

Setiap lemari es sebaiknya mempunyai 1 stop kontak tersendiri. Jarak

lemari es dengan dinding belakang 10-15 cm, kanan kiri 15 cm, sirkulasi

udara di sekitarnya harus baik. Lemaries tidak boleh terkena panas

matahari langsung. Suhu di dalam lemari es harus berkisar + 20 C s/d + 80

C, sedangkan di dalam freezer berkisar antara -250 C s/d -150C (I.G.N

Ranuh, 2008 : 32).

b. Vaccine Carrrier (termos)

20
Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim atau membawa vaksin

dari puskesmas ke posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya

yang dapat mempertahankan suhu +20 C – +80 C

c. Cold Box

Cold box di tingkat puskesmas digunakan penyimpanan vaksin

sementara apabila dalam keadaan darurat seperti listrik padam untuk

waktu cukup lama, atau lemari es sedang rusak yangbila diperbaiki

memakan waktu lama. Cold box berukuran besar, dengan ukuran 40-70

liter, dengan penyekat suhu dari poliuretan.

d. Freeze Tag

Freeze tag digunakan untuk memantau suhu dari kabupaten ke

pukesmas pada waktu membawa vaksin, serta dari pukesmas sampai ke

lapangan atau posyandu dalam upaya peningkatan kualitas rantai vaksin

(Ditjen PP dan PL Depkes RI, 2005 : 23).

3. Keterjangkauan Tempat Pelayanan Imunisasi

Salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian derajat kesehatan,

termasuk status kelengkapan imunisasi dasar adalah adanya keterjangkauan

tempat pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Kemudahan untuk mencapai

pelayanan kesehatan ini antara lain ditentukan oleh adanya transportasi yang

21
tersedia sehingga dapat memperkecil jarak tempuh, hal ini akan menimbulkan

motivasi ibu untuk datang ketempat pelayanan imunisasi.

Menurut Lawrence W. Green (1980), Ketersediaan dan keterjangkauan

sumber daya kesehatan termasuk tenaga kesehatan yang ada dan mudah dijangkau

merupakan salah satu faktor yang member kontribusi terhadap perilaku dalam

mendapatkan pelayanan kesehatan.

Faktor pendukung lain menurut Djoko Wiyono (1997 : 236) adalah akses

terhadap pelayanan kesehatan yang berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak

terhalang oleh keadaan geografis, keadaan geografis ini dapat diukur dengan jenis

transportasi, jarak, waktu perjalanan dan 30 hambatan fisik lain yang dapat

menghalangi seseorang mendapat pelayanan kesehatan.

Semakin kecil jarak jangkauan masyarakat terhadap suatu tempat

pelayanan kesehatan, maka akan semakin sedikit pula waktu yang diperlukan

sehingga tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan meningkat.

2.8.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku para petugas termasuk

petugas kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 13). Menurut Lawrence W.

Green, ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan termasuk tenaga

kesehatan yang ada dan mudah dijangkau merupakan salah satu faktor yang

22
member kontribusi terhadap perilaku sehat dalam mendapatkan pelayanan

kesehatan.

1. Petugas Imunisasi

Petugas kesehatan untuk program imunisasi biasanya dikirim dari

pihak puskesmas, biasanya dokter atau bidan, lebih khususnya bidan desa.

Menurut Djoko Wiyono (2000:33) pasien atau masyarakat menilai

mutu pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang

empati, respek dan tanggap terhadap kebutuhannya, pelayanan yang

diberikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, diberikan dengan

cara yang ramah pada waktu berkunjung.

Dalam melaksanakan tugasnya petugas kesehatan harus sesuai

dengan mutu pelayanan. Pengertian mutu pelayanan untuk

petugaskesehatan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara

professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat

sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu

peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik, komitmen dan

motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka untuk melaksanakan

tugas mereka dengan cara yang optimal (Djoko Wiyono, 2000 : 34).

Perilaku seseorang atau masyarakat tentaang kesehatan ditentukan

oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang

atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas,

23
sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan

mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Soekidjo

Notoatmodjo, 2003 : 165).

2. Kader Kesehatan

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang

dipilih oleh masyarakat untuk menangani masalah-masalah kesehatan

perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan

yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan

(The Community Health Worker, 1995 : 1).

Secara umum peran kader kesehatan adalah melaksanakan kegiatan

pelayanan kesehatan terpadu bersama masyarakat dalam rangka

pengembangan PKMD. Secara khisus peran kader adalah :

 Persiapan

Persiapan yang dilakukan oleh kader sebelum pelaksanaan kegiatan

posyandu adalah memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan

pelayanan kesehatan terpadu dan berperan serta dalam

mensukseskannya, bersa dengan masyarakat merencanakan kegiatan

pelayanan kesehatan terpadu ditingkat desa.

 Pelaksanaan

Pelaksanaan yang dilakukan oleh kader saat kegiatan

imunisasi adalah melaksanakan penyuluhan kesehatan secara

24
terpadu, mengelola kegiatan seperti penimbangan bulanan,

distribusi oralit, vitamin A/Fe, distribusi alat kontrasepsi, PMT,

Pelayanan kesehatan sederhana, pencatatan dan pelaporan serta

rujukan.

 Pembinaan

Pembinaan yang dilakukan oleh kader berupa :

menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan masyarakat untuk

membicarakan perkembangan program kesehatan, melakukan

kunjungan rumah pada keluarga binaannya, membina kemampuan

diri melalui pertukaran pengalaman antar kader.

2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Imunisasi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan program imunisasi

yaitu : .

2.9.1 Tersedianya sarana prasarana kesehatan

Hidup sehat adalah hak asasi rakyat sehingga dalam pemenuhan hak asasi

rakyat sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat akan sarana kesehatan. Saat ini, rumah sakit pemerintah maupun

swasta di provinsi dan kabupatan telah dibangun. Puskesmas sebagai unit

pelayanan kesehatan terdepan sudah didirikan dan terus dikembangkan sampai

suatu saat nanti terpenuhi rasio ideal puskesmas melayani 25.000 penduduk.

Pemerintah juga bertanggung jawab untuk menyediakan tenaga kesehatan yang

25
andal dan cukup, alat yang cukup dan sesuai dengan standar teknis, serta vaksin

yang cukup. Selain itu masalah dana untuk menjamin keberlangsungan program-

program kesehatan juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Pelayanan kesehatan harus terjangkau oleh rakyat, baik dari segi dana

yang murah bahkan kalau bisa gratis, tempat yang mudah dijangkau, dan

informasi yang benar bagi masyarakat

 Pengetahuan masyarakat tentang imunisasi

Tidak dapat dipungkiri pengetahuan masyarakat berpengaruh terhadap

keberhasilan program imunisasi. Pengetahuan yang minim membuat

kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam program imunisasi juga minim.

Oleh karena itu diperlukan penyuluhan dan promosi kesehatan yang cukup.

 Penerimaan masyarakat terhadap program kesehatan

(acceptability)

Ada sebagian masyarakat yang secara etis, budaya, dan agama masih

belum menerima suatu program termasuk imunisasi. Walaupun demikian,

usaha yang lebih giat perlu dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi

persepsi tersebut mengingat imunisasi sangat bermanfaat sebagai upaya

perlindungan bagi masyarakat tersebut. Kesalahpahaman/miskonsepsi

mengenai imunisasi juga berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat

terhadap program imunisasi. Kesalahpahaman yang terutama menyebabkan

masyarakat tidak berani mengimunisasi anaknya adalah anggapan bahwa

imunisasi memiliki efek samping yang justru berbahaya bagi anak bahkan

dapat menyebabkan kematian pada anak. Belakangan ini, beredar isu bahwa

26
imunisasi dapat menyebabkan anak mengalami autisme. Dalam hal ini,

dibutuhkan informasi yang jelas dari petugas kesehatan mengenai kebenaran

dari setiap isu yang timbul di masyarakat sehingga masyarakat dapat

menerima program imunisasi.

2.9.2 Mutu

Program kesehatan yang diberikan kepada masyarakat luas, selayaknya

sudah melalui uji coba, memenuhi persyaratan ilmiah dan medis. Penyimpanan

dan distribusi vaksin butuh dikontrol secara serius untuk menghindari tangan-

tangan yang tidak bertanggung jawab. Panjangnya rantai distribusi dan kualitas

tempat penyimpanan berpeluang untuk merusak vaksin yang pada akhirnya akan

menurunkan mutu vaksin tersebut.

2.9.3 Perencanaan berbasis fakta (planning by evidence)

Hal penting yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan adalah data

yang tersedia secara akurat dan up to date, baik menyangkut demografi (penduduk

sasaran), perilaku masyarakat, lingkungan dan keturunan (genetik). Data

kependudukan penting tersedia secara akurat dan up to date karena menyangkut

penentuan sasaran pelayanan kesehatan seperti jumlah penduduk berdasarkan

kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan pekerjaan, vital statistic (kematian

sekaligus penyebabnya, kelahiran). Idealnya data-data tersebut seharusnya

tersedia jika peran/fungsi aparat desa/kelurahan/RT/RW dioptimalkan dalam

registrasi kependudukan. Data-data lain yang terkait dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi derajat kesehatan (perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan

keturunan) berguna untuk menghitung indikator-indikator kesehatan terutama

indikator kinerja (standar pelayanan minimal)

27
2.9.4 Daya jangkau program

Tempat tinggal penduduk yang tidak berkumpul dalam suatu daerah yang

sama, atau bisa dikatakan tersebar dalam wilayah yang luas menyebabkan

timbulnya kesulitan untuk tercapainya cakupan progam imunisasi secara penuh.

2.9.5 Jenis Kelamin pasien

Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Stival 2014, dkk yang

diterbitkan oleh NCIB menyebutkan bahwa pemberian imunisasi terhadap jenis

kelamin memilki ratio 1:1 dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

jenis kelamin dengan tingkat keberhasilan imunisasi.

2.9.6 Teknologi dan Informasi

Teknologi yang saat ini berkembang pesat sangat membantu masyarakat

untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak. Media informasi, baik

elektronik maupun cetak, memberikan secara luas dan rinci penemuan dan

kemajuan dalam bidang kesehatan. Informasi yang diterima masyarakat akan

menentukan kepercayaan masyarakat terhadap program-program kesehatan,

termasuk imunisasi.

2.9.7 Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia saat ini semakin membaik.

Dengan tingkat pendidikan yang sudah semakin baik menyebabkan masyarakat

Indonesia sudah mampu menyaring dan menyerap informasi yang diberikan.

28
Masyarakat juga menjadi lebih mengerti maksud, tujuan, dan manfaat program-

progr kesehatan khususnya imunisasi. Tentunya hal ini akan mendorong

masyarakat, terutama orangtua, untuk turut memberikan imunisasi pada anak

balitanya.

2.9.8 Sosial

Pada daerah yang terisolir, peranan tokoh masyarakat seperti pemuka

agama dan kepala desa mungkin dapat mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi

masyarakat dalam mengikuti program-program kesehatan pemerintah seperti

imunisasi.

29

Anda mungkin juga menyukai