21 September 2021 SDN Nusantara Jaya 40 orang Latar Belakang Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dari penyakit menular dan penyakit tidak menular dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi adalah investasi terbesar bagi anak di masa depan. Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi. Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. (Kemenkes 2005) Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa program imunisasi sebagai salah satu upaya pemberantasan penyakit menular. Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling cost effective. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B. Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). (UU Kesehatan Tahun 1992) BIAS adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri adalah imunisasi ulangan yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau memperpanjang masa perlindungan. (Kemenkes 2005) Permasalahan Pelaksanaan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) sesuai dengan hak asasi anak di wilayah Puskesmas Sitopeng. Perencanaan dan Berdasarkan masalah di atas, maka diadakan kegiatan pemilihan intervensi imunisasi campak pada siswa-siswi kelas 1 sebagai bentuk pelaksaan bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) di mana program tersebut rutin diadakan tiap tahunnya. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan BIAS dilaksanakan pada tanggal 21 September 2021 di SDN Nusantara Jaya yang diikuti oleh siswa kelas 1 yang berjumlah 40 orang. Kegiatan tersebut meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan, pemeriksaan telinga, pemeriksaan gigi dan imunisasi. Monitoring dan Persiapan kegiatan imunisasi dilakukan satu hari evaluasi sebelumnya. Telah dilakukan koordinasi tim pelaksana imunisasi puskesmas dengan sekolah yang dituju dengan cara memberikan surat izin kepada sekolah. Pada hari pelaksanaan kegiatan, dokter bersama tim pelaksana imunisasi dari puskesmas tiba di SDN Nusantara Jaya pada Pukul 09.00 WIB. Hampir seluruh siswa, yaitu sebanyak 95% yang menyatakan setuju untuk diimunisasi. Banyaknya siswa yang bersedia untuk diimunisasi menunjukkan adanya antusias masyarakat yang sangat tinggi. Sehingga dengan imunisasi dapat memberikan kekebalan tubuh bagi anak sekolah agar terhindar dari penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi.
Program Imunisasi Bagi Bayi Dan Anak Di Kelurahan Argasunya
6 September 2021 Cibogo RT 05 19 Orang Latar Belakang Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya. Sedangkan pengertian Imunisasi menurut Depkes RI tahun 2005 adalah suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005) Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Upaya imunisasi di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 1956. Kini, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yakni hepatitis B, tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, dan campak. (Depkes RI, 2005) Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO, yang selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 vaksinasi TT sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI, 2005) Imunitas manusia sendiri terdiri dari dua macam yakni imunitas aktif dan imunitas pasif. Imunitas pasif diperoleh dari pemberian antibodi yang tujuannya mencegah dan menghilangkan efek dari infeksi atau toksin penyebab suatu penyakit. Dan imunisasi pasif hanya bertahan beberapa bulan saja. Sedangkan imunitas aktif dilakukan dengan pemaparan antigen dari pathogen terhadap sistem imunitas sehingga diharapkan terbentuk antibody. (Imunologi 2014) Pemberian imunisasi saat balita tidak memberikan jaminan kekebalan seumur hidup dan imunisasi terbukti efektif dan aman meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap penyakit tertentu serta ikut mencegah keluarga dan lingkungan sekitar dari terjangkitnya penyakit. (Depkes RI, 2005) Permasalahan Berdasarkan hasil uraian tersebut, jelas terlihat bahwa imunisasi terbukti efektif dalam mencegah terjadinya suatu penyakit serta menurunkan angka mortalitas pada balita khususnya di Indonesia mengingat angka infeksi pada bayi dan anak-anak usia dibawah lima tahun di Indonesia masih relatif tinggi. Sekitar 5% kematian pada balita di Indonesia disebabkan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti TB, difteri, pertussis, campak, tetanus, polio, dan hepatitis B. Oleh karena itu program cakupan imunisasi harus dipertahankan untuk mencapai perlindungan yang optimal terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Perencanaan dan Untuk meningkatkan angka cakupan imunisasi, maka pemilihan intervensi dilakukan kegiatan posyandu balita. Pada posyandu balita, dilakukan imunisasi, pemantauan gizi dan tumbuh kembang. Kegiatan posyandu ini sudah menjadi kegiatan rutin di Argasunya. Tidak hanya itu, para ibu- ibu juga diberikan pengetahuan akan pentingnya imunisasi. Lokasi posyandu merupakan daerah yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Pelaksanaan Kegiatan Posyandu ini dilakukan pada hari Senin, 06 September pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai di posyandu balita Cibogo RT 05 yang dihadiri oleh 19 orang peserta. Pada kegiatan posyandu balita, selain imunisasi juga dilakukan penyuluhan tentang imunisasi, penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta pemantauan gizi dan tumbuh kembang anak. Bila ada pasien yang gizi kurang akan diberikan konseling. Monitoring dan Pemantauan dan evaluasi kemajuan program imunisasi ini evaluasi dilakukan dengan mengumpulkan dan mengkaji laporan kegiatan bulanan program imunisasi. Dengan kegiatan posyandu ini diharapkan program imunisasi mencapai target sesuai yang diinginkan. Selain itu juga dengan kegiatan posyandu ini kita dapat memantau serta mengevaluasi perkembangan gizi dan tumbuh kembang anak.
Melakukan Pelayanan Antenatal Care (ANC)
24 September 2021 PKM Sitopeng 15 Orang Latar Belakang Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Kunjungan ANC adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal care. Tujuan pelayanan antenatal care ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai. Antenatal care yang dianjurkan oleh DEPKES RI adalah minimal sebanyak 4 kali. Kunjungan pertama atau K1 dilakukan pada saat trimester pertama, K2 pada saat trimester 2, dan K3 dan K4 dilakukan pada usia kehamilan memasuki trimester ketiga. Hingga usia kehamilan 28 minggu, kunjungan antenatal care dilakukan setiap empat minggu. Untuk usia kehamilan 28-36 minggu, kunjungan untuk antenatal care dilakukan setiap dua minggu. Pada usia kehamilan 36 minggu atau lebih, kunjungan antenatal care dilakukan setiap minggu sekali. (Sarwono 2012) Berdasarkan penelitian, didapatkan bahwa ibu hamil yang tidak melakukan antenatal care mempunyai risiko terjadinya persalinan abnormal 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang melakukan antenatal care. Antenatal care yang baik, merujuk dengan segera kasus- kasus yang memiliki risiko tinggi yang akan menurunkan angka morbiditas maupun mortalitas pada periode perinatal. Oleh karena itu, perawatan kesehatan ibu hamil melalui antenatal care yang teratur dan bermutu sangat penting artinya dari sudut obstetri, karena dikenali dengan perubahan fisiologis pada wanita hamil, faktor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi diperbaiki, antara lain seperti status gizi ibu selama masa kehamilan, imunisasi, dan kesehatan lingkungan. (Sarwono 2012) Permasalahan Kematian bayi merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia, sehingga salah satu tujuan dari obstetri modern adalah meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan agar pertumbuhan janin/bayi tersebut baik fisik maupun mental menjadi optimal. Guna menurunkan angka kematian bayi terutama pada periode perinatal, diperlukan suatu deteksi dini terhadap risiko yang kemungkinan akan dialami pada ibu hamil, yaitu dengan mengetahui faktor-faktor risiko dan keadaan lain yang dapat menyebabkan morbiditas maupun mortalitas pada periode perinatal. Dengan mengetahui faktor-faktor risiko tersebut, dapat dilakukan tindakan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk menolong janin dan bayi terutama pada kasus kehamilan risiko tinggi. Deteksi dini tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan ibu selama masa kehamilannya atau yang disebut antenatal care. Alasan yang sering dijumpai mengapa ibu hamil tidak melakukan antenatal care adalah masalah ekonomi, takut atau kurang percaya diri dengan petugas kesehatan, keterlambatan dalam menduga kehamilan, serta perbedaan persepsi individu maupun budaya setempat dalam pentingnya antenatal care. Di Indonesia masih banyak kasus kematian neonatus. Salah satunya disebabkan oleh perilaku pasien yang melakukan ANC hanya sekali selama masa kehamilan sehingga resiko kehamilannya tidak terdeteksi. Hal ini merupakan kejadian yang seharusnya bisa dicegah apabila pasien melakukan pemeriksaan ANC dengan teratur di tenaga kesehatan. Perencanaan dan Pelayanan antenatal care dapat dilaksanakan di puskesmas, pemilihan intervensi puskesmas pembantu, posyandu, Bidan Praktik Swasta, polindes, rumah sakit bersalin dan rumah sakit umum. Pelayanan antenatal care akan dilakukan di Puskesmas Sitopeng. Pelaksanaan Pelayanan antenatal care dilakukan di Puskesmas Sitopeng pada hari Jumat, 24 September 2021 pukul 11.00 WIB sampai dengan selesai. Telah dilakukan pemeriksaan kepada beberapa orang pasien gravida yang melakukan kunjungan ANC ke Puskesmas Sitopeng dengan jumlah peserta sekitar 15 orang. Monitoring dan Pada pasien ini dilakukan pemantauan melalui pemeriksaan evaluasi ANC rutin di Puskesmas ataupun bidan praktek swasta. Dengan melakukan antenatal care yang baik dan teratur maka kemungkinan terjadinya kematian perinatal dapat dicegah.
Upaya Peningkatan Pengetahuan Ibu hamil Mengenai Pentingnya Konsumsi
Tablet Fe Selama Kehamilan di PONED Puskesmas Sitopeng 29 September 2021 PONED Sitopeng 1 orang Latar Belakang Kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu hamil yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, nifas dan bukan karena sebab lain misalnya kecelakaan, terjatuh, dan lain- lain untuk setiap 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015). Menurut SDKI (2012), Indonesia didalam jumlah Kematian Ibu, 359 per 100.000 kelahiran hidup, hal tersebut disebabkan oleh penyebab langsung antara lain komplikasi pendarahan yang bisa terjadi selama masa kehamilan, eklamsia, infeksi, nifas, partus macet, emboli dan lainnya, sedangkan untuk penyebab tidak langsung antara lain yaitu gangguan pada masa kehamilan contohnya seperti kekurangan energi protein, kekurangan energi kronis, dan anemia (Depkes RI, 2013). Di dunia, 34% ibu hamil dengan anemia dimana 75% berada di negara sedang berkembang. Menurut WHO pada tahun 2005, terdapat anemia dalam kehamilan sebanyak 55% di seluruh dunia. Berdasarkan Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%). Di Indonesia, 63,5 % ibu hamil dengan anemia. Ibu hamil dengan anemia sebagian besar sekitar 62,3% berupa anemia defisiensi besi (ADB). (WHO,2005) Menurut Riskesdas 2013 sekitar 89,1% ibu mengkonsumsi zat besi selama kehamilan namun hanya 33,3% yang mendapatkan tablet besi hingga lebih dari 90 tablet. Pemberian tablet besi ini diharapkan dapat mencegah terjadinya anemia defisiensi besi pada ibu hamil, mencegah terjadinya pendarahan pada saat persalinan, dapat meningkatkan asupan nutrisi bagi janin dan dapat menurunkan angka kematian ibu karena anemia ataupun perdarahan. (Kemenkes,2013) Dengan demikian, upaya intervensi menjadi sangat penting karena akan memberikan wawasan keilmuan yang lebih luas. Selain itu, harapan kedepan agar cakupan pemeriksaan Hb pada ibu hamil dan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya konsumsi tablet Fe dapat mengalami peningkatan. Permasalahan Permasalah yang ditemukan adalah : 1. Tidak semua ibu hamil di kelurahan Argasunya memeriksakan kehamilan di puskesmas sehingga sulit untuk mengontrol tablet FE 2. Sebagian ibu hamil masih belum sadar tentang pentingnya mengkonsumsi tablet FE selama kehamilan 3. Banyak keluhan dari efek samping tablet FE seperti mual sehingga banyak ibu hamil yang enggan meminum. 4. Kurangnya pengetahuan mengenai bahaya anemia pada ibu hamil dan skrining awal anemia pada kehamilan. 5. Sebagian besar ibu hamil yang mengikuti kelas ibu hamil tidak didampingi oleh suami ataupun keluarga, sehingga keluarga juga masih banyak yang belum paham tentang pentingnya tablet FE Perencanaan dan Untuk menurunkan angka kematian ibu maka dilakukan pemilihan intervensi penyuluhan tentang Tablet Fe dan anemia pada kehamilan Pelaksanaan Kegiatan penyuluhan dilakukan pada tanggal 29 September 2021 bertempat di PONED Sitopeng yang dihadiri oleh 5 orang ibu hamil bersamaan dengan kelas ibu hamil. Penyuluhan ini disampaikan secara langsung atau dengan metode direct communication-face to face communication. Setelah penyampaian dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab. Monitoring dan Penyuluhan berjalan dengan lancar, ibu hamil mendengarkan evaluasi dengan seksama serta diskusi berjalan dengan lancar Sebagian besar ibu hamil yang tercatat di kelurahan Argasunya, hadir dalam penyuluhan dan kelas ibu hamil tersebut, namun masih ada ibu hamil yang belum mengerti tentang bahaya anemia bagi ibu dan janin dan apa saja efek dari kekurangan zat besi. Terdapat kendala karena tidak ada pendamping ibu hamil yang ikut serta pada penyuluhan, karena dukungan suami dan keluarga sangat penting pada saat kehamilan dan juga sebagai pengawas minum tablet FE. Evaluasi dilakukan satu bulan setelah pemberian tablet FE oleh bidan.
EDUKASI KELUARGA BERENCANA (KB) PASCA PERSALINAN DALAM
UPAYA MENDUKUNG PERCEPATAN PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU 28 September 2021 PONED Latar Belakang Millenium Development Goal (MDGs) adalah sebuah paradigma pembangunan global yang dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September Tahun 2000. Tujuan Millenium Development Goal (MDGs) 2015 adalah untuk meningkatkan kesehatan ibu dimana indikator utamanya penurunan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan indikator proksinya adalah peningkatan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 9% pada tahun 2015. Selain pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penurunan kematian ibu dipengaruhi juga oleh keberhasilan pencapaian universal akses kesehatan reproduksi lainnya yang kemudian tertuang dalam MDG 5b dengan indicator : CPR (contraceptive prevalence rate), ASFR (age specific fertility rate) 15-19 tahun, ANC (antenatal care) dan unmet need pelayanan KB. Sejalan dengan Making Pregnancy Safer untuk penurunan angka kematian ibu, maka intervensi mengacu pada 3 pesan kunci pokok yaitu : 1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, 2) setiap komplikasi obstetri neonatal mendapat penanganan yang adekuat, 3) setiap wanita usia subur mendapat akses terhadap pencegahan kehamilan yang diinginkan serta penanganan aborsi yang tidak aman. Berdasarkan studi lancet di negara-negara dengan tingkat kelahiran yang tinggi, keluarga berencana bermanfaat baik untuk kesehatan ibu dan bayi, dimana diperkirakan dapat menurunkan 32% kematian ibu dengan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan dapat menurunkan 10% kematian anak, dengan mengurangi jarak persalinan kurang dari 2 tahun (Cleland, Bernstein, Ezeh, Faundes, Glasier and innis, 2006). Keluarga berencana (KB) dengan indikator CPR (contraceptive prevalencerate = angka kesertaan berKB) dan unmet need pelayanan KB (pasangan usia subur yang membutuhkan pelayanan KB namun tidak dapat melaksanakannya dengan berbagai alasan) belakangan masuk dalam MDGs yang tertuang dalam MDG 5b (mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015). Adapun target yang ditetapkan untuk kedua indikator ini adalah meningkatkan CPR metode modern menjadi 65% dan menurunkan unmet need pelayanan KB menjadi 5% pada tahun 2015. Dua indikator KB diatas dalam sepuluh tahun terakhir tidak mengalami banyak kemajuan. CPR cara modern yang sudah meningkat pesat selama kurang lebih 10 tahun dari 47% (SDKI 1991) menjadi 56,5% (SDKI 2002) berarti peningkatan sebesar 9,5% hanya naik 1,4% menjadi 57,9% dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini (SDKI 2012). Demikian juga persentase unmet need yang sudah menurun pesat selama kurang lebih 10 tahun terakhir ini dari 12,7% (SDKI 1991) menjadi 8,6 (SDKI 2002) berarti penurunan sebesar 4,1%, malah meningkat 0,5% menjadi 9,1% (SDKI2007), dan baru turun lagi sebesar 0,6% menjadi 8,5% (SDKI 2012), praktis penurunannya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini hanya 0,1%. Masih jauhnya target kedua indikator program KB ini patut diduga berkontribusi terhadap landainya penurunan AKI dimana program KB merupakan salah satu upaya penurunan AKI. Oleh sebab itu dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu, sasaran utama program KB adalah kelompok unmet need dan ibu pasca persalinan merupakan sasaran yang sangat penting. KTD pada ibu pasca persalinan akan dihadapkan pada dua hal yang sama- sama beresiko. Pertama, jika kehamilan diteruskan maka kehamilan tersebut akan berjarak sangat dekat dengan kehamilan sebelumnya, yang merupakan salah satu komponen “4 terlalu” yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat. Keadaan ini akan menjadi kehamilan yang beresiko terhadap terjadinya komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas berikutnya yang dapat berkontribusi terhadap kematian ibu dan kematian bayi. Kedua, jika kehamilan diakhiri (aborsi, terutama jika dilakukan dengan tidak aman) maka berpeluang untuk terjadinya komplikasi aborsi yang juga dapat berkontribusi terhadap kematian ibu, oleh sebab itu KB pasca persalinan merupakan suatu upaya strategis dalam penurunan AKI dan juga AKB dan sekaligus penurunan TFR. Permasalahan Di wilayah kerja Puskesmas Sitopeng masih banyaknya ditemukan masyarakat yang dalam 1 keluarga memiliki anak lebih dari 2 bahkan ada yang mempunyai anak 6 dengan jarak antara anak terlalu dekat. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu dan juga keluarga mengenai resiko kematian ibu serta adat yang sudah melekat di daerah tersebut. Perencanaan dan Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, pemilihan intervensi maka kami bermaksud melakukan edukasi terhadap masyarakat secara perlahan tentang program KB (Keluarga Berencana) dengan tujuan agar masyarakat mau dilakukan KB berdasarkan kemauan diri sendiri dan untuk kesehatannya, bukan karena paksaan. Pelaksanaan Edukasi KB (Keluarga Berencana) dilaksanakan pada tanggal, 28 September 2021 di PONED Puskesmas Sitopeng pasca ibu melahirkan anaknya dengan selamat. Edukasi ini bersifat perseorangan dan dilakukan seperti ngobrol agar supaya pesan dari inti dilakukannya KB sampai ke orang tersebut dan bisa mengubah persepsinya terhadap KB sehingga mau melakukan KB pasca melahirkan. Monitoring dan Edukasi tentang KB yang dilaksanakan di PONED evaluasi Puskesmas Sitopeng berjalan dengan baik dan lancar, walaupun cukup sulit dan lama dalam menyampaikan edukasi karena sudah melekatnya adat masyarakat. Evaluasi dilakukan dengan melihat cakupan program KB setiap bulan oleh bagian kebidanan di wilayah kerja Puskesmas Sitopeng.