Anda di halaman 1dari 25

F1 – Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

1. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemberian Obat Cacing di Posyandu Jelita

Latar Belakang
Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi
kesehatan, gizi, kecerdasan, kehilangan darah serta kehilangan karbohidrat dan protein,
sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO) tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia
masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang
terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing
tambang(Hookworm).1 Prevalensi kecacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat
tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi
terjangkit penyakit ini. Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing
perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut
terdapat sejumlah species yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths).
Diantara cacing tersebut adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).
Jenis-jenis cacing tersebut banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Pada
umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif
dan siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes defenitifnya.

Permasalahan
Cacing, terutama cacing dewasa menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan pada
manusia. Kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga menurunkan kualitas sumber daya
manusia.1 Pengobatan secara masal dan secara individu terhadap infeksi kecacingan telah
banyak dilakukan, namun kejadian infeksi terhadap penyakit ini masih juga tinggi.

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


12-23 bulan : Albendzaol 200mg (1/2 tablet 400mg)
24-59 bulan : Albendazol 400mg
>5 tahun : Albendazol 400mg

Pelaksanaan
Pemberian obat caching sesuai kelompok umur

Monitoring & Evaluasi


50 orang anak diberikan obat cacing menurut kelompok umur

2. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


(PHBS)

Latar Belakang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan perilaku yang dilakukan seseorang
untuk selalu memperhatikan kebersihan, kesehatan, dan berperilaku sehat. Program PHBS
telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat yang saat
ini disebut Pusat Promosi Kesehatan. Program PHBS dilaksanakan dalam berbagai tatanan,
seperti tatanan rumah tangga, tatanan pasar dan sebagainya. Provinsi Jawa Tengah
memfokuskan pada tiga tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan tempat ibadah dan
institusi pendidikan. Alasan pemilihan pada tiga jenis tatanan tersebut karena ketiganya
mempunyai daya ungkit yang besar dalam pencapaian derajat kesehatan

Permasalahan
Perilaku hidup bersih dan sehat di Indonesia saat ini masih rendah, hal ini terkait dengan
berbagai permasalahan kesehatan atau penyebaran penyakit berbasis lingkungan yang secara
epidemiologis masih tinggi di Indonesia (Trusilowati, Hanifah, 2007). Data Departemen
Kesehatan menyebutkan sebanyak 30 ribu desa di 440 kabupaten di Indonesia memiliki
sanitasi lingkungan yang buruk. Masih banyak kabupaten yang masyarakatnya belum
berperilaku hidup sehat, sehingga angka kesakitan masyarakat sangat tinggi terutama diare,
deman berdarah, tipoid dan kolera (Tim Teknis Pembangunan Sanitasi, 2009).

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang PHBS, kemudian dilanjutkan dengan
penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi, penyampaian materi
bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap PHBS, kemudian
diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih menuntaskan atau mengklarifikasi terkait
masalah PHBS.

Pelaksanaan
Tanggal: 29 Oktober 2020
Lokasi: UPT Puskesmas Cibuntu, area screening covid-19
Waktu: 07.30-selesai

- Melakukan penyuluhan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada masyarakat


- Menjelaskan tentang PHBS

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
leflat dan dibagikan kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan
diakhiri dengan sesi tanya jawab.

3. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan ASI Eksklusif

Latar Belakang
ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011) adalah memberikan hanya
ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai
berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun bukan berarti setelah pemberian ASI
eksklusif pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dihentikan, akan tetapi tetap diberikan
kepada bayi sampai bayi berusia 2 tahun.
ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, bersifat ilmiah. ASI
eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan makanan cairan lain,
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan
padat , seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral,
dan obat (Prasetyono, 2009).

Permasalahan
Millenium Development Goals (MDG’s), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 angka
kematian bayi dan angka kematian balita menurun sebesar dua pertiga dalam kurun waktu
1990-2015. Berdasarkan hal tersebut Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan
angka kematian bayi dari 68 menjadi 23/1.000 kelahiran hidup (KH) dan angka kematian
balita dari 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Menghadapi tantangan dari MDGs
tersebut maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka
kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Salah satuprogram dalam proses penurunan
angka kematian bayi dan angka kematian balita adalah program ASI eksklusif, dan
penyediaan konsultan ASI eksklusif di Puskesmas atau Rumah Sakit (Badan Pusat Statistik,
2007).
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2010 Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 34 per 1000
kelahiran hidup (KH) dan Angka Kematian Balita (AKABA) 44/1000 KH. Walaupun angka
ini telah turun dari tahun 1990 (AKB 68/1000 KH) penurunan ini masih jauh dari
targetmillenium development gold’s (MDG’s) tahun 2015 dimana AKB diharapkan turun
menjadi 23/1000 KH dan AKABA 32 /1000 KH (Depkes,2006).

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang ASI eksklusif, kemudian dilanjutkan dengan
penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi, penyampaian materi
bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap ASI eksklusif,
kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih menuntaskan atau mengklarifikasi
terkait masalah ASI eksklusif.

Pelaksanaan
Tanggal: 27 Oktober 2020
Lokasi: UPT Puskesmas Cibuntu, area screening covid-19
Waktu: 07.30-selesai

- Melakukan penyuluhan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada masyarakat


- Menjelaskan tentang ASI eksklusif

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
leflat dan dibagikan kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan
diakhiri dengan sesi tanya jawab.

4. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan Olahraga di Masa Pandemi

Latar Belakang
Penyakit corona virus 2019 atau Corona Virus Disease-19 (COVID-19) adalah infeksi
saluran pernapasan yang disebabkan oleh jenis virus corona. Nama lain dari penyakit ini
adalah Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-COV2). Kasus COVID-19
pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada Desember 2019.
Dalam beberapa bulan saja, penyebaran penyakit ini telah menyebar ke berbagai negara, baik
di Asia, Amerika, Eropa, dan Timur Tengah serta Afrika. Pada tanggal 11 Maret 2020,
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mendeklarasikan
penyebaran COVID-19 dikategorikan sebagai pandemi.
Menyebarnya wabah COVID-19 ini hingga ke wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Aceh,
tentu sangat mengkhawatirkan semua pihak. Seperti dapat dicermati dari pengalaman
beberapa negara serta wilayah lain, penangangan COVID-19 tidak mungkin dapat dilakukan
oleh Pemerintah semata. Dibutuhkan keterlibatan terpadu dari semua pihak, termasuk
Pemerintah, pihak swasta dan dunia usaha, perguruan tinggi (PT), serta masyarakat.

Permasalahan
Olahraga menjadi hal yang penting dan harus dilakukan masyarakat di tengah pandemi
COVID-19. Sebab aktivitas olahraga dapat meningkatkan kebugaran dan meningkatkan daya
tahan tubuh sehingga dapat dipastikan bahwa imunitas menjadi kuat sebagai pertahanan
melawan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Demi menjaga kesehatan dan imunitas
tubuh agar terbebas dari infeksi virus corona, beragam aktivitas fisik, olahraga, dan juga
berjemur di rumah disarankan untuk dilakukan. Akibatnya saat ini banyak orang yang
melakukan berbagai kegiatan untuk sekadar 'bergerak' dan olahraga sampai berjemur.
Aktivitas ini menjadi the new normal bagi banyak orang.

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang olahraga di masa pandemi covid-19, kemudian
dilanjutkan dengan penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi,
penyampaian materi bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap
covid itu sendiri dan juga olahraga pada masa pandemi covid, kemudian diakhiri dengan sesi
tanya jawab untuk lebih menuntaskan atau mengklarifikasi terkait masalah ini

Pelaksanaan
Tanggal: 22 Oktober 2020
Lokasi: UPT Puskesmas Cibuntu, area screening covid-19
Waktu: 07.30-selesai

- Melakukan penyuluhan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada masyarakat


- Menjelaskan tentang olahraga pada masa pandemi covid 19

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
leflat dan dibagikan kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan
diakhiri dengan sesi tanya jawab.

5. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan Gizi Seimbang

Latar Belakang
Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi
akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas kerja
serta akan berakibat pada mortalitas dan morbiditas. Masalah gizi yang utama di Indonesia
yang belum teratasi yaitu kekurangan energi protein, kekurangan vitamin A, gondok endemik
dan anemia (DepKes RI, 2010).

Permasalahan
Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 165 juta anak usia di bawah lima
tahun mengalami gizi yang buruk. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali
lebih besar dibandingkan dengan anak yang normal (WHO, 2013). Berdasarkan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) pada tahun 2007 prevalensi gizi kurang pada balita
angkanya sebesar 18,4 %, terjadi peningkatan pada tahun 2013 angkanya yaitu 19,6%. Di
Indonesia jumlah balita yang mengalami kekurangan gizi sebesar 3,7 juta.

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang gizi seimbang, kemudian dilanjutkan dengan
penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi, penyampaian materi
bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap gizi seimbang,
kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih menuntaskan atau mengklarifikasi
terkait masalah gizi seimbang.

Pelaksanaan
Tanggal: 16 Oktober 2020
Lokasi: UPT Puskesmas Cibuntu, area screening covid-19
Waktu: 07.30-selesai

- Melakukan penyuluhan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada masyarakat


- Menjelaskan tentang gizi seimbang

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
leflat dan dibagikan kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan
diakhiri dengan sesi tanya jawab.

F2 – Upaya Kesehatan Lingkungan


1. Judul : Penyuluhan 3M (Memakai masker, menage jarak, dan mencuci
tangan)

Latar Belakang
Banyak studi yang menyebutkan bahwa penggunaan masker, semisal, efektif untuk mencegah
dan menekan penyebaran corona. Salah satunya, penelitian Texas A&M University,
University of Texas, University of California, dan California Institute of Technology yang
membandingkan kasus infeksi Covid-19 di Italia dan New York sebelum dan sesudah
kebijakan wajib menggunakan masker.

Berdasarkan banyak penelitian juga, rajin mencuci tangan juga bisa menurunkan risiko
penularan virus, termasuk virus Covid-19 sebesar 35%.

Permasalahan
Upaya penyebaran virus corona atau covid-19 harus dilakukan secara kompak. Tak hanya
pemerintah, tapi juga harus dilakukan bersamaan dengan masyarakat.Langkah yang kini
diyakini di seluruh dunia saat ini adalah disiplin menggunakan masker saat beraktivitas, rajin
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta menjaga jarak alias sosial distancing.

Perencaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan
mencuci tangan pakai sabun), kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih
menuntaskan atau mengklarifikasi terkait masalah yang terkait.

Pelaksanaan
Diawali dengan pengumpulan materi tentang 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan
mencuci tangan pakai sabun), kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih
menuntaskan atau mengklarifikasi terkait masalah yang terkait.

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.40 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
power point sebagai media penyampaian. Masyarakat yang datang diminta untuk menuliskan
daftar hadir. Dan diakhiri dengan sesi tanya jawab.

2. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemeriksaan Sanitasi Tempat Umum (TTU)

Latar Belakang
Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah suatu tempat dimana umum (semua orang) dapat
masuk ke tempat tersebut untuk berkumpul mengadakan kegiatan baik secara insidentil
maupun terus menerus (Suparlan, 1977).

Permasalahan
Menurut Chandra (2006), tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya
penularan penyakit, pencemaran lingkungan ataupun gangguan kesehatan lainnya.Kondisi
lingkungan tempat-tempat umum yang tidak terpelihara akan menambah besarnya resiko
penyebaran penyakit serta pencemaran lingkungan sehingga perlu dilakukan upaya
pencegahan dengan menerapkan sanitasi lingkungan yang baik.tempat-tempat umum perlu
dijaga sanitasinya, seperti halnya transportasi baik darat,air dan udara

Perencaan & Pemilihan Intervensi


Kegiatan ini menargetkan seluruh tempat umum di wilayah cakupan UPT Puskesmas Cibuntu
untuk diperiksa kebersihan sanitasinya

Pelaksanaan
Kegiatan ini dilakukan di tiga wilayah yaitu Warung Muncang, Cibuntu, dan Caringin

Monitoring & Evaluasi


Terdapat 68 TTU di Warumuncang, 45 di Caringin, dan 50 di Cibuntu

3. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan Kesehatan Lingkungan

Latar Belakang
Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari pada kesehatan masyarakat pada umumnya,
mempunyai tujuan membina dan meningkatkan derajat kesehatan dari kehidupan sehari-hari,
baik fisik, mental, maupun sosial dengan cara pencegahan terhadap penyakit dan gangguan
kesehatan. Masalah kesehatan lingkungan terutama di kota-kota besar pada zaman
pembangunan ini menjadi masalah yang sangat rumit dan memerlukan pemecahan secara
terorganisir.
Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan,
bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan dalam kesejahteraan penduduk.
Dimana lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup dan meningkatkan efisiensi
kerja/belajar.

Menurut Hendrik L. Bloom derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: faktor
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Faktor lingkungan memiliki
pengaruh dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas kesehatan dan keturunan.Lingkungan
sangat bervariasi, salah satunya berhubungan dengan lingkungan fisik. Lingkungan yang
berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air limbah, udara, tanah, ikim,
perumahan, dan sebagainya.(3)
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan. Dalam penerapan di
masyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengolaan limbah, pengolaan sampah, control
vektor, pencegahan dan pengontrolan pencemaran tanah , sanitasi makanan, serta pencemaran
udara.(4)

Permasalahan
Kesehatan lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan. Belum optimalnya sanitasi di
Indonesia ditandai dengan masih tingginya angka kejadian penyakit infeksi dan penyakit
menular di masyarakat.(4) Salah satu penyakit yang berhubungan dengan rendahnya sarana
sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat adalah infeksi penyakit kulit yang disertai dengan
rasa gatal, eritema, papula, vesikula, erosi, membasah diskuamasi, linkenifikasi, edema dan
lain sebagainya.

Perencaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang kesehatan lingkungan, kemudian dilanjutkan
dengan penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi, penyampaian
materi bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap kesehatan
lingkungan, kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih menuntaskan atau
mengklarifikasi terkait masalah kesehatan lingkungan.

Pelaksanaan
Tanggal: 27 Oktober 2020
Lokasi: UPT Puskesmas Cibuntu, area screening covid-19
Waktu: 07.30-selesai

- Melakukan penyuluhan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada masyarakat


- Menjelaskan tentang kesehatan lingkungan

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
leflat dan dibagikan kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan
diakhiri dengan sesi tanya jawab.

4. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemeriksaan Sanitasi Tempat Pengelolaan


Makanan (TPM)

Latar Belakang
Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) merupakan sebuah tempat yang digunakan untuk
mengolah makanan dari bahan mentah hingga disajikan menjadi makanan jadi yang
dilakukan pengawasan. Pengawasan sanitasi dan higiene Tempat Pengolahan Makanan
(TPM) harus gencar dilakukan karena didalamnya terdapat kegiatan dan upaya yang
ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak mengakibatkann bahaya serta
keracunan dan penyakit pada manusia. Semua tempat yang menjual makanan dan minuman
merupakan tujuan dari pemantauan sanitasi makanan, termasuk didalamnya adalah kantin dan
restoran

Permasalahan
Berdasarkan pengamatan awal beberapa rumah makan dan restoran yang letaknya cukup
strategis dan sering dialui banyak kendaraan barmotor, ada beberapa penjamah makanan yang
menunjukkan perilaku yang tidak sehat dalam menjamah makanan, demikian juga dengan
sarana disekitarnya. Dimana sering ditemukan adagia rumah makan dan restoran yang tidak
menyiapkan tempat sampah dan tempat cuci tangan

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Kegiatan ini menargetkan seluruh tempat umum di wilayah cakupan kerja UPT Puskesmas
Cibuntu untuk diperiksa kebersihan sanitasinya

Pelaksanaan
Kegiatan dilakukan di wilayas kerja UPT Puskesmas Cibuntu yaitu Warumuncang, Caringin,
dan Cibuntu

Monitoring & Evaluasi


Terdapat 151 TPM di Warumuncang, 429 di Caringin, dan 39 di Cibuntu. Total 219 TPM di
wilayas cakupan UPT Puskesmas Cibuntu

5. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemeriksaan Jamban Keluarga

Latar Belakang
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau
kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC (Madjid,
2009). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa
atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air
untuk membersihkannya (Abdullah, 2010)

Permasalahan
Masalah kesehatan lingkungan terutama sanitasi merupakan sebuah masalah serius yang
masih dihadapi oleh Indonesia WHO pada tahun 2018 mengumumkan bahwa Indonesia
menduduki peringkat kedua sanitasi terburuk di dunia setelah India

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Kegiatan ini menargetkan seluruh rumah diwilayah cakupan UPT Clbuntu untuk diperiksa
ketersedian jamban keluarga seperti apa, apakah layak dan sesuai kriteria jamban sehat

Pelaksanaan
kegiatan di lakukan di wilayah yaitu Warung Muncang, Clbuntu dan Caringin.
Monitoring & Evaluasi
Dari 2390 KK di Caringin 1526 memenuhi kriteria, dari 4723 KK di Warung Muncang 2114
nya memenuhi kriteria dan 5239 KK di Cibuntu hanya 694 yang memenuhi kriteria jamban
sehat

F3 – Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta KB


1. Judul Lap. Kegiatan      :  Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) POSYANDU

Latar Belakang
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada usia dibawah lima tahun akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Stimulasi dini sendiri
merupakan rangsangan yang dilakukan sejak berada didalam kandungan dilakukan setiap
hari, untuk merangsang semua sistem indera dari pendengaran, penglihatan, perabaan,
pembauan, pengecapan. Kegiatan SDIDTK balita yang menyeluruh dan terkoordinasi akan
meningkatkan kualitas tumbuh kembang balita dan kesiapan memasuki jenjang pendidikan
formal. Indikator keberhasilan pembinaan tumbuh kembang balita tidak hanya meningkatnya
status kesehatan dan gizi balita tetapi juga mental, emosional, sosial dan kemandirian balita
berkembang secara optimal.

Permasalahan
- Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak, bahkan
gangguan menetap
- Kurangnya pengetahuan ibu terhadap bagaimana cara menstimulasi dan mendeteksi tumbuh
kembang anak

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


1. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan meliputi :
a. Pengukuran Berat Badan
b. Pengukuran Panjang badan/Tinggi Badan
c. Pengukuran lingkar kepala

2. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan meliputi :


a. Pemeriksaan mengunakan Kuisoner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) untuk gerak
kasar, gerak halus, bicara-bahasa, kemandirian dan sosialisasi
b. Tes daya dengar (TDL)
c. Tes daya lihat (TDD)

Deteksi Dini Penyimpangan Perilaku Emosional dan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas ( GPPH)

Pelaksanaan
Posyandu dimulai dari pendaftaran, penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
anak. Kemudian dilakukan anamnesis menggunakan kuesioner KPSP dan menilai. SDIDTK
dilakukan pada 60 orang sesuai pada usia bulannya.

Monitoring & Evaluasi


Dari 60 anak didapatkan 5 orang anak dengan hasil meragukan.
2. Judul Lap. Kegiatan      :  Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) POSYANDU

Latar Belakang
Tahun-tahun pertama kehidupan, terutama periode sejak janin dalam kandungan sampai anak
berusia 2 tahun merupakan periode yang sangat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan yang paling pesat pada otak manusia. Periode ini merupakan "Masa emas"
( Golden period) , Jendela kesempatan (Window Opportunity) sekaligus Masa kritis (critical
Periode) bagi otak anak dalam menerima berbagai masukan /pembelajaran /pengaruh dari
lingkungan disekitarnya baik yang bersifat positif maupun negatif.

Permasalahan
- Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak, bahkan
gangguan menetap
- Kurangnya pengetahuan ibu terhadap bagaimana cara menstimulasi dan mendeteksi
tumbuh kembang anak

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan meliputi :
- Pengukuran Berat Badan
- Pengukuran Panjang badan/Tinggi Badan
- Pengukuran lingkar kepala

Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan meliputi :


- Pemeriksaan mengunakan Kuisoner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) untuk gerak kasar,
gerak halus, bicara-bahasa, kemandirian dan sosialisasi
- Tes daya dengar (TDL)
- Tes daya lihat (TDD)

Deteksi Dini Penyimpangan Perilaku Emosional dan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas ( GPPH)

Pelaksanaan
Posyandu dimulai dari pendaftaran, penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
anak. Kemudian dilakukan anamnesis menggunakan kuesioner KPSP dan menilai. SDIDTK
dilakukan pada 52 orang sesuai pada usia bulanya.

Monitoring & Evaluasi


Dari 52 anak didapatkan 3 orang anak dengan hasil meragukan.

3. Judul Lap. Kegiatan      :  Program Keluarga Berencana (KB) DI UPT


PUSKESMAS CIBUNTU

Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang utama
bagi wanita. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah
tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mengatur jarak kelahiran, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Tujuan
program KB adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi.
Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang
sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Sesuai dengan
Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, disebutkan bahwa Program Keluarga Berencana (KB)
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga serta peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Keluarga
berencana juga berarti mengontrol jumlah dan jarak kelahiran anak, untuk menghindari
kehamilan yang bersifat sementara dengan menggunakan kontrasepsi sedangkan untuk
menghindari kehamilan yang sifatnya menetap bisa dilakukan dengan cara sterilisasi.

Permasalahan
Masalah kependudukan di Indonesia adalah terutama menyangkut pertumbuhan penduduk
yang cepat. Diperkirakan dalam masa Repelita II jumlah penduduk bertambah 2,3-2,4%
setahun. Masalah kedua adalah peningkatan pertumbuhan penduduk tersebut secara relatif
lebih besar terdapat di kalang-an penduduk yang berusia 10-19 tahun. Dua masalah ini
memberikan akibat meningkatnya kebutuh-an kebutuhan hidup untuk melayani
perkembangan jumlah penduduk tersebut. Kebutuhan ini meliputi misalnya kebutuhan
konsumsi untuk makan, 'perumahan, fasilitas kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial dan
sebaga`.nya. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk berusia muda juga timbul
kebutuhan yang lebih besar akan fasilitas pendidikan. Demikian pula struktur umur penduduk
yang cendrung muda mengakibatkan proporsi penduduk yang secara langsung ikut di dalam
proses produksi adalah relatif kecil dibanddng dengan penduduk yang tidak mengalami
tingkat pertumbuhan yang tinggi.

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Melakukan pendataan dan pemasangan KB serta konseling kepada akseptor

Pelaksanaan
1. Pendaftaran
2. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
3. Tensi
4. Pencatatan
5. Pemberian/pemasangan KB
6. Konseling

15 orang datang untuk pemasangan KB suntik, kontrol IUD, pemasangan implant

Monitoring & Evaluasi


Dari 15 orang yang datang terdapat 1 orang ibu yang tidak jadi dipasang implan dikarenakan
memiliki hipertensi.

4. Judul Lap. Kegiatan      :  Imunisasi Dasar Di Poli KIA UPT Puskesmas


Cibuntu

Latar Belakang
Masih banyak anak indonesia yang belum mendapatkan imunisasi dasar hingga lengkap.
Alasan yang disampaikan orangtua mengenai imunisasi, antara lain karena anaknya takut
panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat
imunisasi, serta sibuk/ repot. Karena itu, pelayanan imunisasi harus ditingkatkan di berbagai
tingkat unit pelayanan. Apabila seorang anak tidak mendapatkan imunisasi dasar yang sesui
dan lengkap hal tersebut dapat menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya
karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut. Maka akan berdampak pada
tingginya angka kesakitan dan kematian penyakit antara lain campak, 2 ISPA (infeksi saluran
pernafasan akut) dan tuberkulosis.

Permasalahan
- Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi (fungsi imunisasi, imunisasi dasar dan
lanjutan, KIPI, penanganan)
- Kurangnya perhatiin ibu terhadap jadwal-jadwal yang sudah ditentukan

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


- Melakukan skrining atau pendataan melalui buku KMS mengenai imunisasi apa saja yang
sudah dan belum dilakukan pada anak

Pelaksanaan
1. Pendaftaran
2. Mengukur Berat badan, Tinggi badan dan suhu tubuh anak
3. Pencatatan
4. Memberikan informasi kepada ibu mengenai vaksin dan lokasi penyuntikan
5. Menginformasikan kepada ibu mengenai KIPI dan pemberian paracetamol apabila anak
demam
6. Memberikan informasi jadwal kunjungan selanjutnya

Monitoring & Evaluasi


Terdapat 15 anak yang di imunisasi (BCG, DPT, Polio)

5. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemeriksaan Antenatal Care di Poli KIA UPT


Puskesmas Cibuntu

Latar Belakang
Salah satu solusi efektif dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) adalah dengan cara meningkatkan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh
tenaga medis terlatih yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Di samping itu,
dibutuhkan partisipasi serta kesadaran ibu terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan di
fasilitas pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan.Pemeriksaan ANC (Antenatal Care)
merupakan pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan fisik dan
mental pada ibu hamil secara optimal, hingga mampu menghadapi masa persalinan, nifas,
menghadapi persiapan pemberian ASI secara eksklusif, serta kembalinya kesehatan alat
reproduksi dengan wajar. Pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal 4 (empat) kali selama
masa kehamilan, yaitu 1 kali pemeriksaan pada trimester pertama, 1 kali pemeriksaan pada
trimester kedua, dan 2 kali pemeriksaan pada trimester ketiga.

Permasalahan
- Keterlambatan dan kurangnya kesadaran ibu hamil terhada kesehatan diri sendiri dan bayi
- Ketidaktahuan informasi ketika masa kehamilan berdampak pada AKI dan AKB

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


- Melakukan pendataan melalui buku KMS dan menidentifikasi status gizi ibu

Pelaksanaan
1. Pendaftaran
2. Mengukur Berat badan, Tinggi badan dan Lingkar Lengan
3. Pencatatan
4. Pemeriksaan ANC
5. Memberikan informasi hasil pemeriksaan
6. Pemberian tablet tambah darah dan makanan tambahan ibu hamil
7. Menginfokan untuk mengetahui tanda bahaya pada masa kehamilan
8. Memberikan informasi jadwal kunjungan selanjutnya

Monitoring & Evaluasi


Dari 15 ibu hamil yang datang terdapat 1 orang dirujuk ke RSKIA dikarenakan
polihidramnion dengan resiko kehamilan pada usia 40 tahun

F4 – Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

1. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemberian Obat Cacing di Posyandu


Warumuncang RT 6 RW 1

Latar Belakang
Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi
kesehatan, gizi, kecerdasan, kehilangan darah serta kehilangan karbohidrat dan protein,
sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO) tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia
masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang
terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing
tambang(Hookworm).1 Prevalensi kecacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat
tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi
terjangkit penyakit ini. Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing
perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut
terdapat sejumlah species yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths).
Diantara cacing tersebut adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).
Jenis-jenis cacing tersebut banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Pada
umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif
dan siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes defenitifnya.

Permasalahan
Cacing, terutama cacing dewasa menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan pada
manusia. Kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga menurunkan kualitas sumber daya
manusia.1 Pengobatan secara masal dan secara individu terhadap infeksi kecacingan telah
banyak dilakukan, namun kejadian infeksi terhadap penyakit ini masih juga tinggi.

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


12-23 bulan : Albendzaol 200mg (1/2 tablet 400mg)
24-59 bulan : Albendazol 400mg
>5 tahun : Albendazol 400mg

Pelaksanaan
Pemberian obat caching sesuai kelompok umur

Monitoring & Evaluasi


50 orang anak diberikan obat cacing menurut kelompok umur

2. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemberian Kapsul Vitamin A di Posyandu


Warumuncang RT 6 RW 1

Latar Belakang
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu diantara empat masalah gizi utama di
Indonesia yang harus segera ditangani. Hasil kajian berbagai studi menyatakan bahwa
vitamin A merupakan zat gizi yang esensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting
dan konsumsi makanan cenderung belum mencukupi. Secara nasional bulan Februari dan
Agustus telah ditetapkan sebagai bulan pemberian Vitamin A bagi Balita sejak tahun 1991
sampai sekarang, dan dalam rangka melakukan akselerasi program sekaligus
mengintegrasikan momentum pemberian Vitamin A maka dilakukan Pemberian Obat
Pencegahan Massal (POPM) Kecacingan bagi anak uisa 12 bulan sampai 12 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat cacing dengan vitamin A dapat memberikan
dampak terhadap peningkatan status kesehatan anak usia prasekolah. Anak yang bebas cacing
akan meningkatkan status penyerapan Vitamin A dan zat besi.

Permasalahan
- Masih terdapat kasus buta senja dan manifestasi lain dari xeropthalmia termasuk
kerusakan kornea dan kebutaan pada anak karena kekurangan vitamin A
- Pada anak balita akibat kekurangan vitamin A (KVA) akan meningkatkan kesakitan dan
kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, radang paru- paru, pneumonia, dan
akhirnya kematian

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


6-11 bulan : Kapsul Vitamin A Biru (100.000 SI)
12-59 bulan : Kapsul vitamin A Merah (200.000 SI)
>5 tahun : -

Pelaksanaan
Pemberian vitamin A (biru atau merah) kepada orang tua sesuai kelompok umur dengan jarak
antar obat cacing dan vitamin A minimal 6 jam

Monitoring & Evaluasi


50 orang anak diberikan vitamin A menurut kelompok umur
3. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemberian Kapsul Vitamin A di POSYANDU
JELITA

Latar Belakang
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu diantara empat masalah gizi utama di
Indonesia yang harus segera ditangani. Hasil kajian berbagai studi menyatakan bahwa
vitamin A merupakan zat gizi yang esensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting
dan konsumsi makanan cenderung belum mencukupi. Secara nasional bulan Februari dan
Agustus telah ditetapkan sebagai bulan pemberian Vitamin A bagi Balita sejak tahun 1991
sampai sekarang, dan dalam rangka melakukan akselerasi program sekaligus
mengintegrasikan momentum pemberian Vitamin A maka dilakukan Pemberian Obat
Pencegahan Massal (POPM) Kecacingan bagi anak uisa 12 bulan sampai 12 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat cacing dengan vitamin A dapat memberikan
dampak terhadap peningkatan status kesehatan anak usia prasekolah. Anak yang bebas cacing
akan meningkatkan status penyerapan Vitamin A dan zat besi.

Permasalahan
- Masih terdapat kasus buta senja dan manifestasi lain dari xeropthalmia termasuk
kerusakan kornea dan kebutaan pada anak karena kekurangan vitamin A
- Pada anak balita akibat kekurangan vitamin A (KVA) akan meningkatkan kesakitan dan
kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, radang paru- paru, pneumonia, dan
akhirnya kematian

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


6-11 bulan : Kapsul Vitamin A Biru (100.000 SI)
12-59 bulan : Kapsul vitamin A Merah (200.000 SI)
>5 tahun : -

Pelaksanaan
Pemberian vitamin A (biru atau merah) kepada orang tua sesuai kelompok umur dengan jarak
antar obat cacing dan vitamin A minimal 6 jam

Monitoring & Evaluasi


50 orang anak diberikan vitamin A menurut kelompok umur

4. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemberian Kapsul Vitamin A di Posyandu


Cibuntu RT 8 RW 2

Latar Belakang
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu diantara empat masalah gizi utama di
Indonesia yang harus segera ditangani. Hasil kajian berbagai studi menyatakan bahwa
vitamin A merupakan zat gizi yang esensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting
dan konsumsi makanan cenderung belum mencukupi. Secara nasional bulan Februari dan
Agustus telah ditetapkan sebagai bulan pemberian Vitamin A bagi Balita sejak tahun 1991
sampai sekarang, dan dalam rangka melakukan akselerasi program sekaligus
mengintegrasikan momentum pemberian Vitamin A maka dilakukan Pemberian Obat
Pencegahan Massal (POPM) Kecacingan bagi anak uisa 12 bulan sampai 12 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat cacing dengan vitamin A dapat memberikan
dampak terhadap peningkatan status kesehatan anak usia prasekolah. Anak yang bebas cacing
akan meningkatkan status penyerapan Vitamin A dan zat besi.

Permasalahan
- Masih terdapat kasus buta senja dan manifestasi lain dari xeropthalmia termasuk
kerusakan kornea dan kebutaan pada anak karena kekurangan vitamin A
- Pada anak balita akibat kekurangan vitamin A (KVA) akan meningkatkan kesakitan dan
kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, radang paru- paru, pneumonia, dan
akhirnya kematian

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


6-11 bulan : Kapsul Vitamin A Biru (100.000 SI)
12-59 bulan : Kapsul vitamin A Merah (200.000 SI)
>5 tahun : -

Pelaksanaan
Pemberian vitamin A (biru atau merah) kepada orang tua sesuai kelompok umur dengan jarak
antar obat cacing dan vitamin A minimal 6 jam

Monitoring & Evaluasi


50 rang anak diberikan vitamin A menurut kelompok umur

5. Judul Lap. Kegiatan      :  Pemberian Obat Cacing di Posyandu Cibuntu


RT 8 RW 2

Latar Belakang
Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi
kesehatan, gizi, kecerdasan, kehilangan darah serta kehilangan karbohidrat dan protein,
sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO) tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia
masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang
terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing
tambang(Hookworm).1 Prevalensi kecacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat
tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi
terjangkit penyakit ini. Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing
perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut
terdapat sejumlah species yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths).
Diantara cacing tersebut adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).
Jenis-jenis cacing tersebut banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Pada
umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif
dan siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes defenitifnya.

Permasalahan
Cacing, terutama cacing dewasa menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan pada
manusia. Kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga menurunkan kualitas sumber daya
manusia.1 Pengobatan secara masal dan secara individu terhadap infeksi kecacingan telah
banyak dilakukan, namun kejadian infeksi terhadap penyakit ini masih juga tinggi.

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


12-23 bulan : Albendzaol 200mg (1/2 tablet 400mg)
24-59 bulan : Albendazol 400mg
>5 tahun : Albendazol 400mg

Pelaksanaan
Pemberian obat caching sesuai kelompok umur

Monitoring & Evaluasi


50 orang anak diberikan obat cacing menurut kelompok umur

F5 – Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan


Tidak Menular

1. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan Demam Berdarah

Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam
mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi perdarahan seperti
uji tourniquet (rumple lead) positif, bintik-bintik merah di kulit (petekie), mimisan, gusi
berdarah dan lain sebagainya.Penyakit DBD juga merupakan salah satu penyakit berbasis
lingkungan, yaitu suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ
tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang
memiliki potensi penyakit. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit DBD
terutama suatu keadaan lingkungan yang sanitasinya buruk.

Permasalahan
Kasus DBD yang meningkat serta bertambah luasnya wilayah yang terjangkit dari waktu ke
waktu di Indonesia disebabkan multi faktorial antara lain semakin majunya sarana
transportasi masyarakat, padatnya pemukiman penduduk, perilaku manusia seperti kebiasaan
menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti menampung air hujan dan air sumur,
tempat penampungan air seperti bak mandi dan drum yang jarang dibersihkan akan
berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk, kebiasaan menyimpan barang-barang
bekasatau kurang memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang tertampung di dalam
wadah-wadah dan kurang melakukan/melaksanakan kebersihan dan 3M Plus, sehingga
terdapatnya nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama penyakit DBD hampir di seluruh
pelosok tanah air serta adanya empat virus dengue yang bersirkulasi setiap sepanjang
tahunnya (Lidya, 2015).

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang demam berdarah , kemudian dilanjutkan dengan
pembuatan poster yang menarik dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat
umum, penyampaian materi bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar pemahaman peserta
terhadap demam berdarah, kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih
menuntaskan atau mengklarifikasi terkait masalah yang terkait.

Pelaksanaan
Dilakukannya penyuluhan tentang demam berdarah, dengan menjelaskan apa saja gejalanya,
dan cara pencegahan dari mulai lingkungan terdekat yaitu keluarga hingga ke lingkungan
yang lebih luas.

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas Cibuntu. Presentan menggunakan
leflat tentang Demam Berdarah dan membagikan ke masing-masing pendengar. Pendengar
diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan diakhiri dengan sesi tanya jawab.

2. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan HIV/AIDS

Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai
penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan
tubuh, sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk
mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif
mengidap HIV belum tentu mengidap AIDS. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang
akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak
berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh (Sopiah, 2009).
HIV akan menyerang sel-sel darah putih jika HIV masuk ke dalam peredaran darah
seseorang. Sel darah putih akan mengalami kerusakan yang berdampak pada melemahnya
kekebalan tubuh seseorang. HIV/AIDS kemudian akan menimbulkan terjadinya infeksi
opportunistic lesi fundamental pada AIDS ialah infeksi limfosit T helper (CD4+) oleh HIV
yang mengakibatkan berkurangnya sel CD4+ dengan konsekuensi kegagalan fungsi imunitas
(Smeltzer, 2001).

Permasalahan
HIV adalah penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia. Menurut data dari World
Health Organization (WHO) tahun 2017 menyatakan bahwa 940.000 orang meninggal karena
HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2017 dengan 1,8
juta orang menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017 secara global. Lebih dari 30% dari semua
infeksi HIV baru secara global diperkirakan terjadi di kalangan remaja usia 15 hingga 25
tahun. Diikuti dengan anak-anak yang terinfeksi saat lahir tumbuh menjadi remaja yang harus
berurusan dengan status HIV positif mereka. Menggabungkan keduanya, ada 5 juta remaja
yang hidup dengan HIV (WHO, 2017). Pada tahun 2017, angka kejadian Infeksi HIV dan
AIDS baru pada remaja di ASIA dan Pasifik menunjukkan bahwa terdapat 250.000 remaja
yang menderita HIV dan AIDS. Infeksi HIV baru telah mengalami penurunan sebesar 14%
sejak tahun 2010. Ada penurunan 39% orang meninggal karena HIV & AIDS. di Indonesia
pada tahun 2016 tercatat 41.250 kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat
48.300 kasus. Sedangkan kasus AIDS di Indonesia pada tahun 2016 tercatat 10.146 kasus dan
data terakhir hingga Desember 2017 tercatat 9.280 kasus.

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang HIV/AIDS, kemudian dilanjutkan dengan
penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi, penyampaian materi
bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap HIV/AIDS,
kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih menuntaskan atau mengklarifikasi
terkait masalah HIV/AIDS.

Pelaksanaan
Tanggal: 29 Oktober 2020
Lokasi: UPT Puskesmas Cibuntu, area screening covid-19
Waktu: 07.30-selesai

- Melakukan penyuluhan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada masyarakat


- Menjelaskan tentang definisi, faktor risiko, komplikasi, diet, tatalaksana tentang HIV/AIDS

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
leflat dan dibagikan kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan
diakhiri dengan sesi tanya jawab.

3. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan Pencegahan TBC

Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam 20 tahun World
Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang tergabung di dalamnya
mengupayakan untuk mengurangi TB Paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi
menular yang di sebabkan oleh infeksi menular oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis.
Sumber penularan yaitu pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas
dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015).

Permasalahan
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan
berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah
menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan
menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan
negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari
seluruh penderita di dunia (WHO, 2015).Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat peningkatan
kasus tuberkulosis dibandingkan dengan tahun 2014. Pada tahun 2015 terjadi 330.910 kasus
tuberkulosis lebih banyak dibandingkan tahun 2014 yang hanya 324.539 kasus. Jumlah kasus
tertinggi terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa
Timur, dan Jawa tengah (Kemenkes RI, 2016).

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang TBC, kemudian dilanjutkan dengan
penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi, penyampaian materi
bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap TBC, kemudian
diakhiri dengan sesi tanya jawab
Pelaksanaan
Melakukan penyuluhan tentang TBC, dengan menjelaskan gejala apa saja yang khas, cara
pencegahan, menjelaskan singkatan pengobatan dan bahaya terhadap penyakit tersebut.

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.50 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
lefelat dan membagikannya kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir.
Dan diakhiri dengan sesi tanya jawab.

4. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan Hipertensi

Latar Belakang
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah mengalami peningkatan yang memberikan
gejala berlanjut pada suatu organ target di tubuh. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan yang
lebih berat, misalnya stroke (terjadi pada otak dan menyebabkan kematian yang cukup
tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi kerusakan pembuluh darah jantung), dan hipertrofi
ventrikel kiri (terjadi pada otot jantung). Hipertensi juga dapat menyebabkan penyakit gagal
ginjal, penyakit pembuluh lain dan penyakit lainnya (Syahrini et al., 2012).
Penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan pada stadium awal belum
menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan penderitanya (Gunawan, 2012). Hal ini
serupa seperti yang dikemukakan oleh Yogiantoro (2006), hipertensi tidak mempunyai gejala
khusus sehingga sering tidak disadari oleh penderitanya.

Di Jawa Barat, kasus hipertensi terus meningkat seiring berjalannya waktu. Masih banyak
masyarakat yang kurang sadar dan belum paham betul apa itu hipertensi, bagaimana
gejalanya, dan bagaimana tatalaksana serta kapan harus kontrol. Oleh karena itu, perlu
diadakan penyuluhan untuk masyarakat mengenai Hipertensi.

Permasalahan
Di Provinsi Jawa Barat, berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, Prevalensi hipertensi yang
didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun merupakan provinsi ke-4 dengan kasus
hipertensi terbanyak (29,4%). Sedangkan pada tahun 2018, Jawa Barat menduduki urutan ke
dua sebagai Provinsi dengan kasus Hipertensi tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 39,6%.
Masyarakat kurang sadar dan kurang pengetahuan tentang pentingnya pencegahan dini,
faktor risiko, tatalaksana dari hipertensi sehingga angka penderita Hipertensi terus meningkat.

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang hipertensi, kemudian dilanjutkan dengan
penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi, penyampaian materi
bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap hipertensi, kemudian
diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih menuntaskan atau mengklarifikasi terkait
masalah hipertensi.

Pelaksanaan
Tanggal: 22 Oktober 2020
Lokasi: UPT Puskesmas Cibuntu, area screening covid-19
Waktu: 07.30-selesai

- Melakukan penyuluhan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada masyarakat


- Menjelaskan tentang definisi, faktor risiko, komplikasi, diet, tatalaksana tentang hipertensi

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
leflat dan dibagikan kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan
diakhiri dengan sesi tanya jawab.

5. Judul Lap. Kegiatan      :  Penyuluhan Diabetes Melitus

Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal. Salah
satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di
negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun
akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam
darah

Permasalahan
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insiden dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan perolehan data
International Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun
2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2035 mengalami peningkatan menjadi
55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59 tahun (International Diabetes Federation,
2013). Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah pasien DM
terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China (Suyono, 2006).

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Diawali dengan pengumpulan materi tentang diabetes melitus, kemudian dilanjutkan dengan
penyederhanaan bahasa untuk memudahkan peserta menangkap materi, penyampaian materi
bersifat dua arah atau bersifat diskusi agar peserta paham betul terhadap diabetes melitus,
kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk lebih menuntaskan atau mengklarifikasi
terkait masalah diabetes melitus.

Pelaksanaan
Tanggal: 22 Oktober 2020
Lokasi: UPT Puskesmas Cibuntu, area screening covid-19
Waktu: 07.30-selesai

- Melakukan penyuluhan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada masyarakat


- Menjelaskan tentang definisi, faktor risiko, komplikasi, diet, tatalaksana tentang diabetes
mellitus

Monitoring & Evaluasi


Acara dimulai pada jam 7.30 di area skrining di Puskesmas CIbuntu. Presentan menggunakan
leflat dan dibagikan kepada peserta. Peserta diminta untuk menuliskan daftar hadir. Dan
diakhiri dengan sesi tanya jawab.
F6 – Upaya Pengobatan Dasar
1. Myalgia
Latar Belakang
Myalgia (Nyeri otot) adalah termasuk salah satu keluhan yang cukup sering diderita manusia.
Ada yang mengalami hanya sesaat (misalnya keram otot) atau sampai beberapa hari,
beberapa bulan bahkan menahun terus menerus mengganggu dengan intensitas yang
berfluktuasi. Nyeri yang timbul hanya sesaat tentu saja tidak sampai mengganggu aktivitas
hidup. Tetapi nyeri yang timbul terus menerus dapat membuat frustrasi penderita, karena
menghambat aktivitas baik dalam kaitan mencari nafkah, keseharian, maupun rekreasi.
Sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup penderita. Tidak jarang penderita
akhirnya tergiring untuk mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit dalam jangka panjang.
Padahal telah terbukti bahwa semua obat penghilang nyeri pasti memiliki efek samping yang
merugikan jika dikonsumsi berlebihan atau tanpa kontrol dokter, contohnya bisa
menimbulkan gastritis (sakit mag), keropos tulang, dan menghambat pembentukkan sel
darah. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka sebaiknya penanganan nyeri otot harus
dilakukan secara menyeluruh, yaitu dengan mengetahui jenis nyeri otot yang terjadi, faktor
penyebab nyeri otot, kemudian pemberian terapi yang tepat.

Permasalahan
Myalgia merupakan rasa sakit atau kelelahan otot yang sering dikeluhkan pasien di
Puskesmas Cibuntu, Puskesmas lain maupun di Rumah Sakit yang biasanya bersifat akut dan
sering menyerang secara spontan serta bisa disebabkan aktivitas fisik yang berlebihan,
pengaruh obat ataupun pengobatan lain. Di wilayah kerja Puskesmas Cibuntu, myalgia
merupakan penyakit yang sering dirasakan oleh masyarakat. Penyebab yang paling sering
disebabkan oleh ketegangan (kontraksi) yang berlebihan, saat latihan atau bekerja berat

Perencaan & Pemilihan Intervensi


Kegiatan ini menargetkan masyarakat yang datang ke balai pengobatan Puskesmas Cibuntu

Pelaksanaan
Kegiatan ini dilakukan di Balai Pengobatan Puskesmas Cibuntu pukul 08.00-selesai

Monitoring & Evaluasi


Kegiatan berjalan lancar, perlu dilakukan edukasi secara rutin mengenai nyeri otot pada
masyarakat.

2. Cephalgia
Latar Belakang
Nyeri kepala atau cephalgia adalah nyeri yang dirasakan didaerah kepala atau merupakan
suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala (Goadsby, 2002). Nyeri
kepala merupakan gangguan sistem saraf yang paling sering dijumpai di masyarakat tetapi
untuk penanganannya belum dilakukan secara serius karena migren tidak menyebabkan
kematian secara langsung.
Klasifikasi The Internasional Headache Society (HIS) tahun 1988 membagi nyeri kepala
menjadi dua kategori utama yaitu primer dan sekunder. Nyeri kepala sekunder terjadi karena
gangguan organik lain seperti infeksi, trombosis, penyakit metabolisme, tumor atau penyakit
sistemik lain, sedangkan nyeri kepala primer mencakup nyeri kepala karena ketegangan,
nyeri kepala cluster dan migren (Price, 2006).

Permasalahan
Nyeri kepala primer merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala, migren merupakan
salah satu nyeri kepala primer (Goadsby, 2002). Migren menempati urutan kedua terbanyak
(29,5%) dari seluruh nyeri kepala primer setelah tipe tegang (Lipton, 2006). Prevalensi
migren pada orang dewasa adalah 10 – 12% setahun, laki – laki 6% dan perempuan 15 –
15%. Rasio migren tanpa aura berbanding migren dengan aura adalah 5:1 (Ropper A, 2005).
Laporan WHO menunjukan bahwa 3000 serangan migren terjadi setiap hari untuk setiap juta
populasi di dunia (WHO 2001).

Perencaan & Pemilihan Intervensi


Kegiatan ini menargetkan masyarakat yang datang ke balai pengobatan Puskesmas Cibuntu
Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan di balai pengobatan Puskesmas Cibuntu pukul 08.00-selesai

Monitoring & Evaluasi


Kegiatan berjalan lancar, perlu dilakukan edukasi secara rutin mengenai nyeri kepala

3. Dispepsia
Latar Belakang
Dispepsia adalah adanya perasaan nyeri dan tidak nyaman yang terjadi di bagian perut atas
ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa gangguan mual-mual, perut keras
bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk, 2014). Prevalensi penderita dispepsi cukup tinggi
dan cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dispepsia menjadi keluhan klinis yang
paling sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari. Penyebab sindrom atau keluhan ini
beragam, berbagai penyakit termasuk juga didalamnya penyakit yang sering mengenai
lambung, atau yang lebih sering dikenal sebagai penyakit maag kerap dikaitkan dengan
sindrom atau keluhan ini.

Permasalahan
Dispepsia fungsional memiliki tingkat prevalensi yang tinggi pada tahun 2010, yaitu 5% dari
seluruh kunjungan layanan kesehatan primer. Dispepsia berada pada urutan ke-10 dengan
proporsi sebanyak 1,5% dalam katagori 10 jenis penyakit terbesar untuk pasien rawat jalan di
semua rumah sakit di Indonesia. Dari 50 daftar penyakit, dispepsia berada pada urutan ke-15
katagori pasien rawat inap terbanyak di Indonesia pada tahun 2004 dengan proporsi 1,3%
serta menempati posisi ke-35 dari 50 daftar penyakit yang mengakibatkan kematian dengan
PMR 0,6% (Kusuma et al., 2011).

Perencaan & Pemilihan Intervensi


Kegiatan ini menargetkan masyarakat yang datang ke balai pengobatan Puskesmas Cibuntu

Pelaksanaan
Kegiatan ini dilakukan di Balai Pengobatan Puskesmas Cibuntu pukul 08.00-selesai

Monitoring & Evaluasi


Kegiatan berjalan lancar, perlu dilakukan edukasi secara rutin mengenai dispepsia
4. Dislipidemia
Latar Belakang
Dislipidemia merupakan ketidaknormalan kadar lipid di dalam darah yang ditandai dengan
salah satu atau kombinasi dari peningkatan kadar kolesterol total, Trigliserida (TG), Low
Density Lipoprotein (LDL), atau menurunnya kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Penyebab terjadinya dislipidemia dapat dilihat dari kehidupan modern pada saat ini yang
berpengaruh terhadap kebiasaan hidup seseorang, seperti meningkatknya konsumsi makanan
yang berlemak, kurang aktivitas fisik, dan merokok (Pesek dkk., 2011; NCEP, 2002).

Dislipidemia menjadi faktor resiko pemicu berbagai penyakit, salah satunya yaitu penyakit
jantung koroner. Tingginya kadar LDL serta rendahnya kadar HDL dalam darah akan
memicu terjadinya aterosklerosis yang dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner.
Pengobatan dislipidemia harus disertai dengan perubahan pola hidup seperti berhenti
merokok, meningkatkan aktivitas fisik dengan olahraga yang cukup, serta mengurangi asupan
lemak jenuh dan kolesterol untuk menurunkan kadar kolesterol.

Permasalahan
Dislipidemia memiliki prevalensi yang tinggi hampir di seluruh negara di dunia, diantaranya
Cina, tepatnya kota Beijing. Data di Indonesia yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar
Nasional (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan 35,9 persen dari penduduk Indonesia yang
berusia lebih dari 15 tahun memiliki kadar kolesterol total di atas normal, hal ini berdasarkan
National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III), dimana
merupakan gabungan dari nilai kolesterol total border line yaitu 200-239 mg/dl, dengan nilai
kolesterol total tinggi yaitu lebih dari 240 mg/dl. Lalu, kadar HDL dibawah nilai normal pada
penduduk Indonesia dengan usia lebih dari 15 tahun sebanyak 22,9 persen, kadar LDL tinggi
dan sangat tinggi sebanyak lebih dari 15,9 persen, dan kadar tigliserida tinggi dan sangat
tinggi sebanyak 11,9 persen (Trihono, 2013). Kadar kolesterol yang tinggi ini, merupakan
salah satu faktor resiko utama terjadinya PJK dan stroke disamping karena hipertensi,
merokok, abnormalitas glukosa darah, dan inaktifitas fisik (Arsana dkk, 2015). Selain sebagai
faktor resiko PJK, hiperkolesterolemia dapat menyebabkan penyakit aterosklerosis
(Richardson et al., 2005).

Perencanan & Pemilihan Intervensi


Kegiatan ini menargetkan masyarakat yang datang ke balai pengobatan Puskesmas Cibuntu

Pelaksanaan
Kegiatan ini menargetkan masyarakat yang datang ke balai pengobatan Puskesmas Cibuntu

Monitoring & Evaluasi


Kegiatan berjalan lancar, perlu dilakukan edukasi secara rutin mengenai kolesterol tinggi
pada masyarakat.

5. Osteoarthritis
Latar Belakang
Osteoartritis adalah penyakit kronik dan degeneratif yang ditandai dengan nyeri dan
kerusakan kartilago sendi. Osteoartritis adalah penyakit yang bersifat kronik, progresif
lambat,dan ditandai dengan adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi serta pembentukan
tulang baru pada permukaan sendi. Osteoartritis biasanya mengenai sendi penopang berat
badan misalnya vertebre, panggul, lutut, dan pergelangan kaki.
Osteoartritis (OA) umumnya menyerang penderita berusia lanjut pada sendi- sendi penopang
berat badan, terutama sendi genu, panggul (koksa), lumbal dan servikal. Pada OA primer /
generalisata yang pada umumnya bersifat familial, dapat pula menyerang sendi-sendi tangan,
terutama sendi interfalang distal (DIP) dan interfalang proksimal (PIP). Dari sekian banyak
sendi yang dikenai oleh OA, genu merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang
OA dan penyebab nyeri serta kecacatan pada usia lanjut dibandingkan dengan penyakit lain.
OA genu lebih banyak pada wanita setelah usia 50 tahun.

Permasalahan
OA merupakan tipe artritis yang paling sering dijumpai. Prevalensinya cukup tinggi, terutama
pada usia lanjut dan merupakan penyebab disabilitas utama yang berhubungan dengan
penyakit pada individu usia lanjut (Kenneth DB, 2005). Menurut World Health Organization
(WHO), prevalensi penderita osteoartritis di dunia tahun 2004 mencapai 151,4 juta jiwa dan
27,4 juta jiwa berada di Asia Tenggara. Di Indonesia, pada tahun 2009, penderita osteoartritis
mencapai 5% pada usia< 40 tahun, 30% pada usia 40 – 60 tahun, dan 65% pada usia > 60
tahun. Untuk osteoartritis genu prevalensinya di Indonesia juga cukup tinggi yaitu mencapai
15,5% pada laki – laki dan 12,7% pada perempuan dari seluruh penderita osteoartritis
(Soeroso dkk, 2009).

Perencanaan & Pemilihan Intervensi


Kegiatan ini menargetkan masyarakat yang datang ke balai pengobatan Puskesmas Cibuntu

Pelaksanaan
Kegiatan ini dilakukan di Balai Pengobatan Puskesmas Cibuntu pukul 08.00-selesai

Monitoring & Evaluasi


Kegiatan berjalan lancar, perlu dilakukan edukasi secara rutin mengenai osteoartritis.

Anda mungkin juga menyukai