Anda di halaman 1dari 11

F3 - Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)

Judul : PEMBERIAN DAN PENJELASAN MANFAAT IMUNISASI DI POLINDES


DESA LUNGBENDA

A. Latar Belakang

Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9 bulan. Imunisasi adalah suatu
upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit atau usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan
vaksin kedalam tubuh guna merangsang pembuatan anti bodi yang bertujuan untuk mencegah
penyakit tertentu. Di Indonesia, imunisasi yang telah diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana
juga yang telah diwajibkan WHO antara lain; imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, Campak dan
Polio. Pelayanan imunisasi dapat diperoleh di unit pelayanan kesehatan milik pemerintah, seperti
Rumah Sakit, Puskesmas bahkan Posyandu yang tersebar diseluruh tanah air. Imunisasi DPT
merupakan salah satu imunisasi yang wajib diberikan pada bayi. DPT singkatan dari Difteri
Pertusis Tetanus, yaitu vaksin yang terbuat dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan,
serta bakteri pertusis yang telah dilemahkan. Imunisasi ini bermanfaat mencegah infeksi penyakit
difteri dan pertusis atau batuk 100 hari. Banyak faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya
kegiatan imunisasi (belum diimunisasinya seorang bayi), antara lain keterlibatan (kinerja)
petugas kesehatan dan partisipasi masyarakat. Peran serta orang tua, terutama ibu - sebagai
pengasuh bayi merupakan aktor/person penentu pemberian imunisasi pada seorang bayi minimal
sampai 9 bulan dan merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan
program imunisasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya isu yang melingkupi sekaligus
menjadi kendala dalam pelaksanaan imunisasi bayi, antara lain: salah satu efek samping
imunisasi (adanya reaksi panas pada badan balita sehingga bayi atau anak dianggap sakit setelah
diimunisasi) sehingga orang tua menolak membawa anaknya untuk memperoleh imunisasi.
Selain faktor isu di atas, faktor kurangnya pengetahuan masyarakat terutama ibu bayi tentang
pentingnya imunisasi itu sendiri turut berperan penting dalam menentukan keberhasilan
pelaksanaan Imunisasi. Tentu saja faktor pengetahuan tersebut tidak dapat dipisahkan dari
pendidikan kesehatan yang dimiliki oleh masyarakat dalam hal ini ibu balita tentang imunisasi.
B. Permasalahan

Anak-anak di Indonesia masih banyak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. Hal tersebut
menyebabkan mereka rentan terserang berbagai penyakit. Mengingat pentingnya hal tersebut,
perlu dihimbau agar mengatasi dengan cermat hambatan-hambatan mengenai pelaksanaan
program imunisasi, meningkatkan sumber daya, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya program imunisasi. Selain itu juga didapatkan permasalahan yang paling banyak
yaitu :

1. Tidak berjalannya pelayanan posyandu secara rutin seperti biasa di desa karena adanya
pandemi covid-19
2. Ibu pasien yang enggan untuk mengimunisasi anaknya
3. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat dari imunisasi

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka intervensinya diadakan program imunisasi rutin


lengkap. Kegiatan ini salah satunya dilakukan di Polindes. Kegiatan ini dilakukan oleh dokter
dan bidan.

Sasaran : Bayi dan balita yang belum di imunisasi

Kegiatan : Pemberian dan penjelasan manfaat imunisasi

D. Pelaksanaan

Hari dan Tanggal : Selasa, 23 Februari 2021

Waktu : 08.30 – 11.00 WIB

Tempat : POLINDES Desa Lungbenda

E. Monitoring dan Evaluasi

Evaluasi dilakukan setiap selesai menjalankan kegiatan POLINDES

Monitoring dilanjutkan oleh bidan desa yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan POLINDES
F3 - Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)

Judul :  UPAYA KESEHATAN ANTENATAL CARE DI POLINDES

A. Latar belakang

Kehamilan merupakan suatu hal yang istimewa bagi seorang perempuan, karena terjadi
perubahan baik fisik maupun psikologi, seperti penambahan volume tubuh sehingga
mempengaruhi kerja organ lain, mual dan muntah, serta emosi yang tidak stabil. Selain itu, pada
saat masa kehamilan juga membutuhkan asupan yang lebih besar agar pertumbuhan janin dapat
optimal. Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, terdapat 305 kematian dari
100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target Millenium Development Goals
(MDGs) yaitu 102 kematian dari 100.000 kelahiran hidup. Oleh karena itu, ibu hamil perlu
mendapatkan perhatian khusus, baik dari lingkungan sekitar maupun layanan kesehatan. Salah
satu program yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan antenatal care (ANC). Pemeriksaan
antenatal care bertujuan untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental calon ibu sehingga siap
menghadapi proses persalinan, masa nifas, dan persiapan pemberian ASI eksklusif, serta
menjaga kesehatan reproduksi. Pemeriksaan kehamilan minimal dilakukan 4 kali, yaitu 1 kali
pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga.
Pemeriksaan ANC dapat dilakukan di puskesmas, klinik, atau rumah sakit.

Masalah

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, terdapat 305 kematian dari 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu 102 kematian dari
100.000 kelahiran hidup. Oleh karena itu, ibu hamil perlu mendapatkan perhatian khusus, baik
dari lingkungan sekitar maupun layanan kesehatan. Salah satu program yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan antenatal care (ANC).

Perencanaan
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama melakukan pelayanan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) pada poli KIA.
Kegiatan ini perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang baik.

Pelaksanaan

Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) dilaksanakan setiap hari (Senin – Sabtu) di Puskesmas
Palimanan Kabupaten Cirebon. Kegiatan yang dilakukan mencakup timbang berat badan dan
ukur tinggi badan, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, skrining status
imunisasi tetanus dan pemberian tetanus toksoid, pemberian tablet besi, tetapkan status gizi, tes
laboratorium, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, tatalaksana kasus, serta temu
wicara persiapan rujukan.

Monitoring

Pasien yang berkunjung ke poli KIA untuk melakukan pemeriksaan ANC sekitar 5-20 orang
setiap harinya. Pemeriksaan ANC sudah dilakukan dengan optimal, baik dari sektor ketepatan
waktu maupun pelayanan yang diberikan.

Judul : PEMBERIAN OBAT CACING DAN PENYULUHAN TENTANG PENYAKIT


KECACINGAN DI DESA BEBERAN

Latar belakang

Penyakit kecacingan adalah penyakit menular yang disebabkan cacing dan banyak ditemukan di
negara tropis seperti Indonesia. Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak yang bebas dari
infeksi cacing, tubuhnya lebih baik dalam menyerap makanan dan meningkatkan status gizi.
Menurut WHO (2005), 1 ekor cacing menurunkan 3,75 point IQ. Jenis cacing yang banyak
menyerang adalah cacing gelang (Ascaris Lumbricoides), cacing tambang (Ankylostoma
Duodenale dan Necator Americanus), dan cacing cambuk (Trichuris Trichuria). Penyakit ini
pada umumnya menyerang pada anak-anak karena daya tahan tubuhnya masih rendah. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah iklim tropis, kesadaran akan kebersihan yang masih
rendah, sanitasi yang buruk, kondisi sosial ekonomi yang rendah, serta kepadatan penduduk.
Dikatakan lebih lanjut, satu ekor cacing dapat menghisap darah, karbohidrat dan protein dari
tubuh manusia. Cacing gelang menghisap 0,14 gram karbohidrat & 0,035 gram protein, cacing
cambuk menghisap 0,005 mL darah, dan cacing tambang menghisap 0,2 mL darah. Sekilas
memang angka ini terlihat kecil, tetapi jika sudah dikalkulasikan dengan jumlah penduduk,
prevalensi, rata-rata jumlah cacing yang mencapai 6 ekor/orang, dan potensi kerugian akibat
kehilangan karbohidrat, protein dan darah akan menjadi sangat besar. Kerugian akibat cacing
gelang bagi seluruh penduduk Indonesia dalam kehilangan karbohidrat diperkirakan senilai Rp
15,4 milyar/tahun serta kehilangan protein senilai Rp 162,1 milyar/tahun. Kerugian akibat cacing
tambang dalam hal kehilangan darah senilai 3.878.490 liter/tahun, serta kerugian akibat cacing
cambuk dalam hal kehilangan darah senilai 1.728.640 liter/tahun.

Angka kejadian infeksi cacing di Indonesia pada saat ini masih tinggi. Hal ini dikarenakan
Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai.
Infeksi cacing ini banyak ditemukan pada golongan usia anak Sekolah Dasar prevalensi
kecacingan cukup tinggi, yakni berkisar 60-80%. Meskipun angka kejadian infeksi cacing
cukup tinggi namun tindakan pencegahan dan pemberantasannya masih minimal. Hal
ini dapat disebabkan karena rendahnya kepedulian masyarakat mengenai kebersihan
lingkungannya.

Masalah

Terdapat permasalahan yang paling banyak terjadi di masyarakat yaitu :

1. Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit kecacingan yang bisa
diderita oleh anaknya

2. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya obat cacing

Perencanaan

Berdasarkan permasalahan tersebut, dibuat perencanaan dan pemilihan intervensi, metode yang
dipilih sesuai dengan program posyandu yang meliputi kegiatan :

1. Pemberian obat cacing berupa tablet atau sirup sesuai ketersediaan, dan diberikan disesuaikan
berdasarkan usia
2. Kegiatan penyuluhan tentang penyakit kecacingan dan pentingnya pemberian obat cacing

Pelaksanaan

Hari dan Tanggal : Senin, 01 Maret 2021

Waktu : 08.30 – 11.00 WIB

Tempat : Posyandu Mawar Desa Beberan

Monitoring

Balita yang diberikan obat cacing dan orang tua atau masyarakat yang diberikan tentang
penyuluhan berjumlah 15 orang. Kegiatan berjalan dengan baik dan lancar. Monitoring dan
evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan dan tiap 1 tahun dua kali oleh bidan desa,
bersamaan dengan program gratis oleh pemerintah.

F3 - Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)

Judul : PEMASANGAN DAN KONSELING PASANGAN USIA SUBUR TIDAK BER-


KB/KB PASCA SALIN DENGAN PROTOKOL KESEHATAN DI PUSKESMAS
PALIMANAN

Latar belakang

 UU No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga


 Peraturan Presiden RI No. 62 tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional
 Peraturan Kepala BKKBN No. 72/PER/B5/2011 tanggal 1 Februari 2011 tentang
Organisasi dan Tata Kerja BKKBN
 Peraturan Kepala BKKBN No.82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Perwakilan BKKBN Provinsi
 Peraturan Kepala BKKBN No.92/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga berencana
Indonesia merupakan negara ke-3 di dunia dengan estimasi penduduk terbanyak 265,2 juta. Di
negara ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar menjadi negara penduduk terbanyak.
Angka Fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) Indonesia 2,4 berada di atas rata-rata TFR
negara ASEAN, yaitu 2,3. Masalah yang timbul dari kependudukan antara lain penduduk besar
dengan kualitas relatif rendah, laju pertumbuhan penduduk tinggi, fertilitas relatif tinggi dengan
penyebaran tidak merata, mortalitas dan mobiditas. Pemerintah membuat Kebijakan dan Srategi
Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dengan
paradigma baru pada UU No.41 tahun 2009 mengenai Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga. Diharapkan dengan adanya program pemerintah dapat menurunkan
persentase laju pertumbuhan penduduk, angka kelahiran total per Wanita Usia Subur (WUS),
menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi dan meningkatan penggunaan Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP), menurunkan angka unmetneed KB, menurunkan angka kelahiran
remaja dan menurunkan persentase kehamilan yang tidak diinginkan.
Salah satu program yang dicanangkan adalah keluarga berencana yang meliputi penyedia
informasi, pendidikan, dan cara- cara bagi keluarga untuk dapat merencanakan kapan akan
mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan
berhenti mempunyai anak. KB aktif di antara Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2017 sebesar
63,22 %, sedangkan yang tidak pernah sebesar 18,63%. Untuk pemilihan alat kontrasepsi 80%
peserta KB aktif memilih suntikan dan pil dibanding metode lainnya.2 Suntikan dan pil termasuk
dalam non metode kontrasepsi jangka panjang (non MKJP) sehingga tingkat efektifitas suntikan
dan pil dalam pengendalian kehamilan lebih rendah dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya.
Cakupan peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi modern tahun 2017 yaitu Alat
Kontrasepsi Bawah Rahim (AKDR) 7,15%, Metode Operasi Wanita (MOW) 2,78%, Metode
Operasi Pria (MOP) 0,53%, implant 6,99%, suntik 62,77%, kondom 1,22% dan pil 17,24%.

Masalah

Berdasarkan data SDKI tahun 2017 menunjukkan angka Kelahiran Total sedikit mengalami
penurunan dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya. Survei angka kelahiran total menjadi
2,4 (SDKI 2017) dari 2,6 (SDKI 2012) meskipun, namun target RPJMN masih belum tercapai.
Selain itu didapatkan data September 2020, keikutsertaan warga Kabupaten Cirebon dalam
program Keluarga Berencana (KB) hanya mencapai angka 74 persen.

Selain itu juga didapatkan permasalahan yang paling banyak di masyarakat yaitu :

1. Sempat terhentinya kegiatan pelayanan KB karena adanya pandemi covid-19


2. Kurangnya pengetahuan pasangan usia subur/pasca salin tentang KB
Perencanaan

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan


tingkat pertama melakukan pelayanan pemasangan KB dan konseling pada poli KIA. Kegiatan
ini perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang baik.

Pelaksanaan

Hari dan Tanggal : Rabu, 21 April 2021

Waktu : 08.00 – 11.30 WIB

Tempat : Ruang KIA Puskesmas Palimanan

Kegiatan dilakukan oleh dokter internship ditemani oleh bidan dan dipantau dokter Puskesmas
Palimanan. Kegiatan yang dilakukan mencakup pemasangan KB berupa implan, edukasi dan
konseling tentang KB dan pemberian tatalaksana lanjutan.

Monitoring

Monitoring dan evaluasi dilakukan setiap selesai menjalankan kegiatan. Monitoring dilanjutkan
dengan menyarankan pengecekan kembali 1 minggu setelah pemasangan oleh bidan dan atau
dokter sesuai jadwal jaga. Pasien yang berkunjung ke poli KIA untuk melakukan pemasangan
KB sekitar 1-10 orang. Pemasangan sudah dilakukan dengan optimal, baik dari sektor ketepatan
waktu maupun pelayanan yang diberikan. Diharapkan kedepannya kegiatan ini disosialisasikan
kembal dalam jangkauan yang lebih luas dan tetap berjalan lancar dengan baik.

 F3 - Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
Judul : KUNJUNGAN RUMAH IBU HAMIL RESIKO TINGGI (KEHAMILAN
DENGAN PEB, HIPERTIROID DAN ANEMIA) DI DESA CIAWI

Latar belakang
Masalah kematian ibu dan anak merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia,
terutama di negara berkembang. Kehamilan dengan risiko tinggi merupakan salah satu penyebab
besarnya angka kematian pada ibu. Kehamilan risiko tinggi merupakan kehamilan yang memiliki
risiko mengancam hidup dan/atau kesehatan ibu maupun janin. Penyebab terbanyak kematian ibu
karena kehamilan risiko tinggi adalah perdarahan, pada trimester 1 disebabkan terutama oleh
abortus. Pada tahun 1996, WHO menyatakan bahwa sekitar 585.000 ibu meninggal saat hamil
atau bersalin tiap tahunnya. Data WHO juga menyebutkan bahwa pada tahun 2010 angka
kematian ibu yang tertinggi di dunia secara berurutan dimiliki oleh Nepal, yaitu 865 per 100.000
kelahiran hidup, Bhutan (710 per 100.000 kelahiran hidup), dan India (630 per 100.000 kelahiran
hidup). WHO memperkirakan abortus menjadi penyebab dari sekitar 15-20% kasus kematian
ibu. Kurang lebih 20 juta kasus abortus terjadi di dunia tiap tahunnya. Lebih dari 50% kematian
ibu di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi sekarang dan biaya
rendah.

Kehamilan dengan resiko tinggi meliputi yaitu : umur (terlalu muda, kurang dari 20 tahun
sedangkan terlalu tua, lebih dari 35 tahun, normal kehamilan yaitu antara 20 sampai 35 tahun),
jarak kehamilan yang kurang dari 2 tahun, tinggi badan ibu yang kurang dari 145 cm, lingkar
lengan atas ibu yang kurang dari 23,5 cm, hemoglobin yang ada ditubuh ibu yang kurang dari 11
gr/dl, hamil yang lebih dari 4 kali, riwayat keluarga yang menderita hipertensi, penyakit
gangguan hormon seperti hipertiroid, penyakit kencing manis atau diabetes melitus serta riwayat
cacat kongenital, kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan panggul atau tulang belakang. Ada
hubungan yang signifikan antara umur ibu dan lama menikah dengan pengetahuan ibu tentang
pengetahuan ibu.

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema


akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Selain pada
ibu, komplikasi preeklampsia juga bisa berdampak pada bayi dalam kandungan, yaitu bayi
kekurangan nutrisi karena tidak memadainya aliran darah rahim-plasenta. Hal ini bisa
menyebabkan keterlambatan pertumbuhan bayi dalam kandungan, kelahiran prematur, atau bayi
lahir mati (stillbirth).

Hormon tiroid sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan berbagai organ pada janin selama
kehamilan. Gejala umumnya seperti sesak napas atau jantung berdebar. Penyakit hipertiroid yang
menyebabkan hormon melonjak naik bahkan disinyalir dapat menyebabkan stillbirth alias
kematian janin.

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr%  pada
trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II. Kejadian anemia pada ibu hamil harus
selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka
prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi.
Masalah
Didapatkan permasalahan yang paling utama yaitu :

1. Masih banyak ibu hamil resiko tinggi yang tidak memperhatikan status kesehatan (pada
kasus ini ibu hamil dengan peb, anemia dan hipertiroid)
2. Kurangnya pengetahuan tentang ibu hamil resiko tinggi (pada kasus ini ibu hamil dengan
peb, anemia dan hipertiroid)

Perencanaan
Berdasarkan permasalahan tersebut, dibuat perencanaan dan pemilihan intervensi, metode yang
dipilih meliputi kegiatan :

1. Melakukan kunjungan rumah kepada ibu hamil resiko tinggi (pada kasus ini ibu hamil dengan
peb, anemia dan hipertiroid)

2. Melakukan pemeriksaan, pemantauan obat dan konseling kepada ibu hamil resiko tinggi dan
keluarga yang serumah (pada kasus ini ibu hamil dengan peb, anemia dan hipertiroid)

Pelaksanaan
Hari dan Tanggal : Jumat, 26 Maret 2021

Waktu : 09.00 – 10.00 WIB

Tempat : Rumah pasien ibu hamil resiko tinggi di Ds Ciawi

Kegiatan dilaksanakan dengan mendatangi langsung lokasi rumah pasien. Kegiatan dilakukan
oleh dokter internship ditemani oleh bidan Puskesmas Palimanan.

Monitoring
Monitoring dan evaluasi dilakukan setiap selesai menjalankan kegiatan, dengan pengecekan
kembali pemahaman setelah pemeriksaan dan edukasi. Monitoring dilanjutkan dengan
pengecekan secara berkala dan pemantauan sampai waktunya ibu melahirkan, dilakukan oleh
bidan desa yang bertanggung jawab di desa tersebut. Diharapkan kedepannya kegiatan ini bisa
berjalan lancar dengan lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai