BIAS ( Bulan Imunisasi Anak Sekolah ) adalah merupakan Program Kesehatan secara nasional
meliputi pemberian Imunisasi pada anak sekolah tingkat dasar dilaksanakan satu kali
setahun pada setiap bulan Agustus untuk Imunisasi Campak dan Bulan November untuk
imunisasi DT dan Td.
Pemberian imunisasi atau vaksin kepada anak sekolah ini merupakan kebijakan pemerintah
pusat yang harus dilaksanakan di seluruh Indonesia. Imunisasi adalah suatu cara untuk
menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,
sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit
tersebut. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat
kekebalan di atas ambangperlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan.
Pelaksanaan kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dilaksanakan oleh puskesmas dan
monitoring dilakukan oleh dinas kesehatan. Pada masa Pandemi ini Puskesmas Pajangan
juga melaksanakan kegiatan BIAS di SDIT Ibnu Abas.
Selain melakukan pelaksanaan imunisasi Campak, DT dan Td yang biasa dilakukan saat
melaksanaan BIAS, Program vaksinasi HPV masuk dalam jajaran vaksinasi wajib di Indonesia
seperti COVID-19 maupun imunisasi dasar lengkap. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi
Sadikin mengatakan vaksinasi Human Papillomavirus (HPV) untuk memberi perlindungan
terhadap risiko virus penyebab kanker serviks bersifat wajib dan dibiayai oleh negara.
Vaksinasi HPV tahap awal menyasar pelajar perempuan kelas 5 dan 6 sekolah dasar masing-
masing sebanyak dua dosis.
Adapun pelaksanaan vaksinasi HPV digelar bersamaan dengan program Bulan Imunisasi
Anak Sekolah (BIAS) yang rutin diselenggarakan pada Agustus dan November setiap tahun.
Gambaran Pelaksanaan
Hari / tanggal: 31 Agustus 2022
Pukul: 08.00 WIB – selesai
Acara: Pelaksanaan BIAS
Tempat: Sekolah Dasar Negeri 211
Peserta: Siswa-siswi kelas 1-6 SD (95 peserta)
Petugas: 2 dokter internsip, 4 staf pkm
Teknis:
- Edukasi pentingnya melengkapi imunisasi.
- Pemberian imunisasi tambahan bagi anak yang belum mendapatkan imunisasi tambahan
Campak, DT dan Td.
- Pemberian imunisasi HPV bagi siswi-siswi kelas 5 dan 6 sekolah dasar
Detail Peserta:
Kelas 1: 13 (L) dan 7 (P)
Kelas 2: 7 (L) dan 9 (P)
Kelas 3: 7 (L) dan 11 (P)
Kelas 4: 4 (L) dan 10 (P)
Kelas 5: 6 (L) dan 7 (P)
Kelas 6: 6 (L) dan 8 (P)
*L: laki-laki
*P: perempuan
Total terdapat 95 siswa siswi
1. Alisa
2. Khalid
3. Byantara
4. Azka
5. Kevin
6. Hasan
7. Haikal
8. Aura
9. Athaya
10. Sanindiya
Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan
yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama
pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama, dengan melakukan
imunisasi terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada
anak lainnya, karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi
penyebaran infeksi. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi untuk
mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan. Jenis- jenis imunisasi dasar, yaitu:
BCG, yaitu imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah penyakit TBC. Kemudian
imunisasi dasar Hepatitis B, yang diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B.
Selanjutnya DPT, yaitu imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri,
pertusis, dan tetanus. Kemudian imunisasi dasar Campak, yang diberikan untuk mencegah
penyakit campak dan yang terakhir imunisasi dasar Polio, yang diberikan untuk mencegah
penyakit polio.
Imuniasi di berikan kepada ibu yang datang dengan anaknya ke Posyandu Harapan Bunda
serta membawa Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Di posyandu terdapat 5 meja yaitu, Meja 1
Pendaftaran/registrasi, Meja 2 Pengukuran tinggi badan dan berat badan, Meja 3 Pengisian
KMS, Meja 4 Penyuluhan, Meja 5 Pelayanan oleh tenaga kesehatan berupa pemberian
Imunisasi. Tenaga kesehatan terdiri dari 1 orang dokter, 2 orang puskesmas. Kegiatan
berjalan lancar dan peserta sangat kooperatif.
Permasalahan
1. Masih banyaknya orang tua yang tidak datang membawa anaknya untuk
mendapatkan Imunisasi.
2. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang vaksinasi dasar anak yang berguna bagi
anaknya untuk meningkatkan sistem imun anak untuk mencagah penyakit campak.
Intervensi:
Melakukan pertemuan rutin dan sosialisai kader posyandu dalam pencapaian program
imunisasi, Melakukan penyuluhan kepada orangtua pentingnya manfaat imunisasi bagi anak-
anak.
1. Aqila
2. Reiza
3. Iqbal
4. Reki
5. Evano
6. Mumtaz
7. Qiana
8. Hanna
9. Rivania
10. Zahra
Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan kematian pada bayi dengan memberikan
vaksin. Dengan imunisasi, seseorang menjadi kebal terhadap penyakit khususnya penyakit
infeksi. Dengan demikian, angka kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta
kematian yang ditimbulkannya akan berkurang. Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional
adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan
angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang preventif
merupakan prioritas utama, dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak atau balita,
tidak hanya memberikan perlindungan pada anak lainnya, karena terjadi tingkat imunitas
umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Imunisasi dasar adalah
pemberian imunisasi awal pada bayi untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang
perlindungan. Jenis- jenis imunisasi dasar, yaitu: BCG, yaitu imunisasi dasar yang diberikan
untuk mencegah penyakit TBC. Kemudian imunisasi dasar Hepatitis B, yang diberikan untuk
mencegah penyakit hepatitis B. Selanjutnya DPT, yaitu imunisasi dasar yang diberikan untuk
mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Kemudian imunisasi dasar Campak, yang
diberikan untuk mencegah penyakit campak dan yang terakhir imunisasi dasar Polio, yang
diberikan untuk mencegah penyakit polio.
Vaksin yang diberikan adalah vaksin MR. Siswa/i beserta orangtua telah diberitahu mengenai
penyakit campak dan rubella, manfaat imunisasi, serta reaksi KIPI yang sering muncul.
Orangtua juga dibekali dengan tablet Paracetamol untuk dikonsumsi oleh anak bilamana
demam, kemudian dianjurkan berobat ke faskes terdekat apabila terjadi reaksi alergi
maupun demam yang tidak kunjung membaik selama lebih dari tiga hari. . Vaksinator terdiri
dari 1 orang dokter, 2 orang puskesmas. Kegiatan berjalan lancar dan peserta sangat
kooperatif.
Permasalahan:
1. Masih banyaknya orang tua yang tidak mengizinkan anaknya untuk mendapat
vaksinasi dasar.
2. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang vaksinasi dasar anak yang berguna bagi
anaknya untuk meningkatkan sistem imun anak untuk mencagah penyakit campak.
Interpensi:
Melakukan penyuluhan bagi orang tua agar memahami tentang berbagai
macam vaksinasi dasar yang harus diberikan kepada anak.
Seluruh bayi/anak yang datang ke Puskesmas sejak usia 1 bulan hingga 9 bulan
Imunisasi dasar adalah imunisasi yang diberikan pada anak untuk mendapat kekebalan awal
secara aktif sebelum anak berusia setahun yang mencakup imunisasi BCG (Bacille, Calmette,
Guerin), hepatitis B, DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus), polio, dan campak. Imunisasi dasar
juga merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan penyakit infeksi untuk meningkatkan
kualitas hidup.
Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) tidak hanya dapat menimbulkan
penyakit tetapi dapat berdampak pada kematian dan kecacatan. Oleh karena itu,program
Imunisasi harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan mendapat dukungan dari berbagai
pihak.
Pada tahun 2022 pemerintah menyelenggarakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN)
dalam rangka meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak. Hal ini disebabkan
saat pandemi Covid-19 terjadi penurunan cakupan imunisasi dasar lengkap.
Berdasarkan data rutin terbaru Kementerian Kesehatan RI cakupan imunisasi dasar lengkap
telah menurun secara signifikan sejak awal pandemi COVID-19, dari 84,2% pada tahun 2020
menjadi 79,6% pada tahun 2021. Faktor yang mempengaruhi antara lain gangguan rantai
pasokan vaksin, aturan pembatasan kegiatan dan berkurangnya ketersediaan tenaga
kesehatan, yang menyebabkan penghentian sebagian layanan vaksinasi pada puncak
pandemi COVID-19. Sebagian orang tua/pengasuh enggan membawa anak ke fasilitas
kesehatan karena takut tertular Covid-19.
Pelaksanaan BIAN dibagi dalam 2 tahap :
a. Tahap I dimulai pada Mei 2022 di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku
dan Papua
b. Tahap II akan berlangsung pada Agustus 2022 di Jawa dan Bali
Selama periode BIAN, satu dosis imunisasi campak-rubella akan diberikan terlepas dari
status imunisasi sebelumnya sesuai target berdasarkan rekomendasi yang ditetapkan untuk
masing-masing wilayah. Satu atau lebih jenis imunisasi akan diberikan untuk melengkapi
status imunisasi anak usia kurang dari 5 tahun.
Teknis:
- Edukasi pentingnya melengkapi imunisasi anak.
- Pemberian imunisasi lengkap bagi balita yang belum melengkapi imunisasi.
Vaksinaor covid
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus baru, ‘CO’ diambil
dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease (penyakit). Sebelumnya, penyakit ini disebut ‘2019
novel coronavirus’ atau ‘2019-nCoV.’ Virus COVID-19 adalah virus baru yang terkait
dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
dan beberapa jenis virus flu biasa (WHO, 2020). Coronavirus 2019 (Covid-19) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (Sars-
CoV-2).
Pada Penelitian ini dilakukan review untuk mengidentifikasi terapi pengobatan COVID-
19, HY dan AZ pada tahap awal COVID-19 dapat menghambat replikasi dan mencegah
virus perkembangan ke bentuk parah penyakit, tidak ada efek samping yang serius pada
pasien yang diobati dengan hidroklorokuin ditambah azitromisin (Esper dkk, 2020) jurnal
yang membahas tentang pengobatan empiris dengan HY dan AZ, sebuah laporan baru ini
memberikan kesan bahwa kombinasi hidroklorokuin dan azitromisin (HY / AZ) dapat
memiliki efek terapi yang menguntungkan pada hasil klinis pengobatan, sehingga secara
signifikan pengobatan ini dapat diperpanjang (Clorin dkk, 2020).
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang mematikan di dunia. Satu pertiga dari populasi di dunia
terinfeksi TB. Pada tahun 2015, 10,4 juta orang di dunia menderita penyakit TB. Dan TB merupakn
pembunuh no satu orang yang terinfeksi HIV. WHO telah menerbitkan laporan TB golobal setiap
tahu sejak 1997.
Berdasarkan data dari WHO Global Tuberculosis Report 2016 menyatakan bahwa Indonesia dengan
jumlah penduduk 254.831.222, menempatkan posisi kedua dengan beban TB tertinggi di dunia. TB di
Indonesi juga merupakan penyebab no empat kematian setelah penyakit kardiovaskuler. Indonesi
melalui Kementerian Kesehtan memiliki target “Indonesia Bebas TB 2050”. Untuk mencapai target
hal itu, peran serta masyarakat sangat. Diperlukan, terutama dalam membantu menemukan kasus
TB dan membantu melakukan pengawasab terhadap pengobatan pasien TB sampai sembuh, agar
rantai penularan TB di Indonesia dapat dihentikan. Adanya dukungan dari masyarakat dapat
memberikan semnagat positif dan kepatuhan pasien untuk minum obat.
Permasalahan
Intervensi
Gambaran Pelaksanaan
S: Batuk Berdahak
RPS: Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 1 minggu
terakhir. Batuk disertai dengan lender warnaputh, darah tidak ada. Kadang kadang pasien merasa
sesak. Pasien merasa lemas dan mengalami penurunan berat badan sejak 1 bulan terakhir. BAK dan
BAB tidak ada kelainan.
RPK: Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang serupa atau mengalami pengobatan
selama 6 bulan
Pemeriksaan Fisik
Ku: sedang, kes: composmentis, TD: 133/88mmHg, HR: 88x/I, RR: 19x/I, S: 37,8
- Jantung : dbn
- Abdomen : dbn-
P: Pasien diberikan OAT Kategori 1 selama 6 bulan dengan tahap awal selama 56 hari dosis RHZE
(150/75/400/275) mg dan tahap lanjutan selama 16 minggu dosis HR (150/150) mg.
Istri: Tidak ada gejala demam, batuk, pilek, penurunan berat badan, sesak napas, rasa menggigil dan
keringat malam
Anak Pasien: Tidak ada gejala demam, batuk, pilek, penurunan berat badan, sesak napas, rasa
menggigil dan keringat malam
Dilakukan setiap pasien mengunjungi poli tb setiap bulannya, dan kejadian ISPA yang berpotensi
mengarah pada kasus KLB Covid-19
Tn. Alkarim berusia 45 tahun yang terdiagnosa Covid-19, tinggal dengan istri usia 42
tahun dan 2 orang anak yang berusia masing-masing 23 tahun dan 19 tahun.
COVID-19 merupakan jenis baru dari coronavirus yang belum pernah ditemukan
sebelumnya ada pada manusia. Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang
menyebabkan gejala penyakit mulai dari gejala ringan sampai gejala berat.
Penambahan jumlah kasus Covid-19 cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran
antar negara. WHO menyatakan Covid-19 merupakan pandemi pada 12 Maret 2020.
Indonesia sendiri melaporkan kasus pertama pada 2 Maret 2020, kasus ini
meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut WHO salah satu cara penularan COVID-19 yaitu melalui kontak langsung,
kontak tidak langsung dan kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui air liur
dan saluran pernapasan yang keluar saat orang yang terinfeksi tersebut batuk,
bersin dan berbicara.Menurut Kementerian Kesehatan, COVID-19 bisa menular dari
manusia ke manusia melalui kontak erat dan droplet. Orang yang melakukan kontak
erat dengan pasien COVID-19 dan yang merawat pasien COVID-19 merupakan orang
yang paling berisiko tertularnya penyakit ini. Menurut Kementerian Kesehatan
kontak erat yaitu orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau
probable 2 hari sebelum dan 14 hari sesudah munculnya gejala.
Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan Covid-19 yaitu meningkatkan
pelacakan kontak (contact tracing) yang merupakan bagian dari 3T (test atau 3
pemeriksaan laboratorium, trace atau pelacakan kontak, treat atau isolasi) sehingga
dapat memutuskan rantai penularan Covid-19. Ketika hasil test RT-PCR positif dan
pasien dinyatakan sebagai kasus konfirmasi, maka tindakan selanjutnya yang
dilakukan yaitu pelacakan kontak (trace) harus segera dilakukan segera setelah kasus
konfirmasi/probable ditemukan. Kontak erat yang diidentifikasi akan segera
dikarantina selama 14 hari. Jika setelah melakukan karantina selama 14 hari tidak
muncul gejala, maka pemantauan terhadap kontak erat bisa dihentikan. Namun jika
selama pemantauan, kontak erat muncul adanya gejala maka kontak erat harus
segera diisolasi dan melakukan test swab (RT-PCR).
Tn. Alkarim sebelumnya datang ke Puskesmas Pematang Kandis ingin melakukan
pemeriksaan rapid antigen test untuk persyaratan mengatar keberangkatan haji,
setelah dilakukan pemeriksaan hasil nya positif covid-19. Tracking penyakit Covid-19
di lakukan kepada semua keluarga Tn. Alkarim yang tinggal satu rumah yaitu istri
berusia 42 tahun serta 2 orang anak masing-masing usia 23 tahun dan 19 tahun.
Kegiatan berupa:
1. Menganamnesia semua keluarga pasien berupa gejala dan keluhan penyakit
Covid-19.
2. Melakukan pemeriksaan Rapid Antigen test kepada semua keluarga yang
tinggal serumah
3. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien untuk melakukan isilasi
mandiri di rumah.
Permasalahan:
Keluarga dan masyarakat setempat masih belum paham tentang gejala
covid-19. Masih banyaknya masyarakat yang kurang perhatian dengan covid-19
seperti tidak memakai masker saat keluar rumah. Sebagian masyarakat memilih
diam dan tidak mau memeriksaan dengan gejala yang mengarah ke covid-19 karena
tidak ingi isolaso. Masyarakat mengabaikan penyakit covid 19.
Intervensi:
1. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya penyakit
covid-19
2. Mengedukasi masyarkat agar memakai masker karena virus covid-19
penularannya bisa melalui udara.
3. Mensosialisasi dan mempromosikan Covid-19 kepada masyarakat dan
pejabat setempat agar lebih perhatian terhadap penyakit ini.
4. Melakukan pemantau berkala terhadap pasien covid-19
Monitoring Evaluasi:
Setelah dilakukan sosialisasi dan promosi kepada masyarakat dan pejabat
daerah setempat terdapat kemajuan, masyarakat mulai mengenali gejala penyakit
Covid-19 dan melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Terdapatnya perhatian dari
masyarakat dan pejabat setempat tidak mendiskriminasi pasien yang terdiagnosa
covid-19. Ada nya kemajuan pemantauan berkala dari puskesmas dan masyarakat
yang ikut membantu pemantauan.
Penapisan TB
1. Pemeriksaan Dahak Pasien Poli Puskesmas Pematang Kandis
Ny. Wina Usia 38 tahun, BB 55 kg, TB 157 cm
Permasalahan:
Terdapat banyak pasien yang belum mengetahui gejala penyakit
TBC. Pasien tidak mengetahui penyebab penyakit TBC, cara penularan serta
bagaimana penanganannya. Masih banyak pasien saat datang ke puskesmas
ataupun keluar rumah yang tidak memakai masker. Masih banyak pasien yang
membuang dahak sembarangan. Kurangnya sumber daya manusia dari
puskesmas untuk melakukan pemantauan. Masih banyaknya pasien yang tidak
mau untuk dilakukan pengecekan dahak.
Intervensi:
1. Memberikan penyuluhan tentang Penyakit TBC berupa penyebab, cara
penularan serta penanganan yang tepat.
2. Memberikan penjelasan etika batuk, membuang dahak serta memakai
masker.
3. Menjelaskan cara menampung dahak yang benar.
4. Merekrut Sumber daya manusia agar lebih aktif dalam pemantauan penyakit
TBC
5. Melakukan sosialisasi dan promosi kepada kepala puskesmas agar
mendukung program-program yang berkaitan penyakit TBC
Monitoring Evaluasi:
Setelah dilakukan sosialisai dan promosi kepada keluarga, masyarakat dan
pejabat daerah setempat terdapat kemajuan, masyarakat mulai mengenali
gejala penyakit TBC dan melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Terdapat
penamnahan sumberdaya manusia dari puskesmas untuk pemantauan berkala
penyakit TBC.
Pemeriksaan fisik:
KU: sakit sedang
GCS: E4V5M6
N: 88x/menit
CA(-/-), SI(-/-)
Faring hiperemis(-/-), tonsil T1-T1
Thoraks: dinding thorax simetris, sonor dikedua lapang paru, suara nafas bronco
vesicular, ronki(-), wheezing(-)
Abdomen: supel, Nyeri tekan(-)
Extremitas: akral hangat(+/+), edema(-/-)
Penatalaksanaan:
Merujuk untuk dilakukan pemeriksaan sputum SPS agar psien dapat diberikan
pengobatan medikamentosa yang sesuai kausa penyakit. Pasien juga diedukasi
mengenai kecurigaan diagnose penyakit TB paru agar pasien mengerti apa dan
bagaimana penyakit tersebut menular, dan pentingnya pengobatan tuntas bagi
diri sendiri dan orang sekitar.
Monitoring Evaluasi:
Setelah dilakukan pemeriksaan sputum SPS pada pasien hasilnya BTA negative.
Pasien diberikan antibiotic yang sesuai dengan keluhan ISPA dan
medikamentosa lain untuk gejala penyerta. Diharapkan ketelitian tenaga
kesehatan untuk lebih aktif menjaring pasien yang dicurigai TB paru agar tidak
terjadi penularan lebih lanjut keorang sekitar pasien. Selain itu diperlukan
edukasi yang jelas kepada pasien mengenai bahaya TB paru yang tidak diobati
agar mereka tidak takut berobat serta memeriksakan keluarga dan tetangga
yang batuk lama ke puskesmas.
3. Pemeriksaan Mantoux Test pada Ny. S, 34 tahun
Ny. Santi usia 34 tahun BB 47kg TB 155cm memiliki kontak erat dengan pasien
TBC.
Permasalahan:
Masih banyaknya yang kurang mengetahui gejala penyakit TBC bukan sekedar
hanya batuk biasa. Sebagian masyarakat tidak mau melakukan pemeriksaan
mantoux test ataupun pengecekan dahak. Pasien yang terdiagnosa TBC tidak
memakai masker, batuk dan buang dahak sembarangan. Kehidupan ekonomi
masyarakat rt 02 kilangan sulit sebagian besar bekerja membuat batu bata.
Kurangnya sumberdaya manusia seperti kader yang melakukan kunjungan
kerumah pasien terdiagnosa TBC.
Intervensi:
1. Memberikan penyuluhan kepada mayarakat tentang penyakit TBC berupa
gejala dan pemeriksaan lanjutan serta pengobatan yang tepat.
2. Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang etika batuk yang baik dan
benar
3. Melakukan sosialisasi dan promosi kepada masyarakat dan pejabat daerah
agar lebih memperhatikan kehidupan masyarakatnya
4. Merekrut kader tambahan dan membina kader agar lebih aktif dalam
kegiatan kunjungan rumah-rumah.
Monitoring Evaluasi:
Setelah dilakukan sosilisasi dan promosi kepada masyarakat dan pejabat
daerah setempat terdapat kemajuan, masyarakat mulai mengenali gejala
penyakit TBC dan melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Bertambahnya
sumberdaya manusia berupa kader TBC melakukan pemantauan secara berkala.
Tn. Marianto usia 35 tahun, BB 55kg, TB 160cm memiliki kontak erat dengan
pasien TBC.
Permasalahan:
Masih banyaknya yang kurang mengetahui gejala penyakit TBC bukan sekedar
hanya batuk biasa. Sebagian masyarakat tidak mau melakukan pemeriksaan
mantoux test ataupun pengecekan dahak. Pasien yang terdiagnosa TBC tidak
memakai masker, batuk dan buang dahak sembarangan. Kehidupan ekonomi
masyarakat rt 02 kilangan sulit sebagian besar bekerja membuat batu bata.
Kurangnya sumberdaya manusia seperti kader yang melakukan kunjungan
kerumah pasien terdiagnosa TBC.
Intervensi:
1. Memberikan penyuluhan kepada mayarakat tentang penyakit TBC berupa
gejala dan pemeriksaan lanjutan serta pengobatan yang tepat.
2. Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang etika batuk yang baik dan
benar
3. Melakukan sosialisasi dan promosi kepada masyarakat dan pejabat daerah
agar lebih memperhatikan kehidupan masyarakatnya
4. Merekrut kader tambahan dan membina kader agar lebih aktif dalam
kegiatan kunjungan rumah-rumah.
Monitoring Evaluasi:
Setelah dilakukan sosilisasi dan promosi kepada masyarakat dan pejabat
daerah setempat terdapat kemajuan, masyarakat mulai mengenali gejala
penyakit TBC dan melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Adanya bantuan
bahan makanan untuk masyarakat dari pejabat daerah setempat. Bertambahnya
sumber daya manusia berupa kader TBC melakukan pemantauan secara berkala.
5. Kegiatan Skrining TB Anak di Puskesmas Pematang Kandis
An. N, 3 tahun, BB 14 kg
Pasien datang dibawa oleh orangtua untuk dibacakan hasil mantoux test yang
dilakukan 3 hari lalu pada lengan bawah kanan. Pasien memiliki riwayat demam
dan menggigil malam hari hilang-timbul, berat badan tidak sesuai kurva di
posyandu, batuk kering kadang-kadang. Kakek pasien (kontak + namun tidak
tinggal serumah) terdiagnosis TB paru dan sedang pengobatan.
Pemeriksaan Fisik
KU sedang, kes: composmentis, HR: 88x/I, RR: 19x/I, S: 37,8
- Mata : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
- Hidung : cavum nasi lapang
- Paru : SN vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+)
- Jantung : dbn
- Abdomen : dbn
- Ekstremitas : akral hangat, CRT<2"Pasien sudah dilakukan rontgen paru -->
gambaran pneumonia dd/TB paru
Pengobatan TB
Ny. Tatik usia 35 tahun, Berat badan 87kg, Tinggi badan 166cm.
Permasalahan
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC terutama
pengobatan yang tepat. Tidak adaknya Pengawas Menelan Obat (PMO) di
masyarakat ataupun di keluarga pasien. Masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui etika batuk dan membuang dahak yang benar. Kurangnya
perhatian masyarakat dan pejabat setempat tehadap penyakit TBC.
Intervensi
1. Menjadwalkan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit
TBC.
2. Menciptakan Pengawas Menalan Obat (PMO) dalam keluarga untuk
lebih taat dalam pengobatan.
3. Menciptakan sumber daya manusia berupa kader TBC agar dapat
memantau masyarakat yang mengkonsumsi obat ataupun mempunyai
gejala penyakit TBC
4. Mengedukasi kepada keluarga dan masyarakat tentang etika batuk,
membuang dahak yang benar serta memakai masker ketika batuk dan
keluar rumah.
5. Mensosialisasi dam promosi kepada masyarakat dan pejabat
setempat agar mendukung program yang dilaksananakan.
Monitoring Evaluasi
Setelah dilakukan sosialisai dan promosi kepada keluarga, masyarakat dan
pejabat daerah setempat terdapat kemajuan, masyarakat mulai mengenali
gejala penyakit TBC dan melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Terdapat
penamnahan sumberdaya manusia dari puskesmas untuk pemantauan
berkala penyakit TBC. Pasien semakin taat meminum obat TBC karena
adanya pengawas menelan obat (PMO).
Permasalahan
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC terutama
pengobatan yang tepat. Tidak adanya Pengawas Menelan Obat (PMO) di
masyarakat ataupun di keluarga pasien. Masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui etika batuk dan membuang dahak yang benar. Kurangnya
perhatian masyarakat dan pejabat setempat tehadap penyakit TBC.
Intervensi
1. Menjadwalkan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit
TBC.
2. Menciptakan Pengawas Menalan Obat (PMO) dalam keluarga untuk
lebih taat dalam pengobatan.
3. Menciptakan sumber daya manusia berupa kader TBC agar dapat
memantau masyarakat yang mengkonsumsi obat ataupun mempunyai
gejala penyakit TBC
4. Mengedukasi kepada keluarga dan masyarakat tentang etika batuk,
membuang dahak yang benar serta memakai masker ketika batuk dan
keluar rumah.
5. Mensosialisasi dam promosi kepada masyarakat dan pejabat
setempat agar mendukung program yang dilaksananakan.
Monitoring Evaluasi
Setelah dilakukan sosialisai dan promosi kepada keluarga, masyarakat dan
pejabat daerah setempat terdapat kemajuan, masyarakat mulai mengenali
gejala penyakit TBC dan melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Terdapat
penamnahan sumberdaya manusia dari puskesmas untuk pemantauan
berkala penyakit TBC. Pasien semakin taat meminum obat TBC karena
adanya pengawas menelan obat (PMO).
Tn. Lasno usia 36 tahun, Berat badan 50kg, Tinggi badan 162cm
Permasalahan
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC terutama
pengobatan yang tepat. Tidak adaknya Pengawas Menelan Obat (PMO) di
masyarakat ataupun di keluarga pasien. Masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui etika batuk dan membuang dahak yang benar. Kurangnya
perhatian masyarakat dan pejabat setempat tehadap penyakit TBC.
Intervensi
1. Menjadwalkan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit
TBC.
2. Menciptakan Pengawas Menalan Obat (PMO) dalam keluarga untuk
lebih taat dalam pengobatan.
3. Menciptakan sumber daya manusia berupa kader TBC agar dapat
memantau masyarakat yang mengkonsumsi obat ataupun mempunyai
gejala penyakit TBC
4. Mengedukasi kepada keluarga dan masyarakat tentang etika batuk,
membuang dahak yang benar serta memakai masker ketika batuk dan
keluar rumah.
5. Mensosialisasi dam promosi kepada masyarakat dan pejabat
setempat agar mendukung program yang dilaksananakan.
Monitoring Evaluasi
Setelah dilakukan sosialisai dan promosi kepada keluarga, masyarakat dan
pejabat daerah setempat terdapat kemajuan, masyarakat mulai mengenali
gejala penyakit TBC dan melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Terdapat
penamnahan sumberdaya manusia dari puskesmas untuk pemantauan
berkala penyakit TBC. Pasien semakin taat meminum obat TBC karena
adanya pengawas menelan obat (PMO).
Tn. Agus usia 45 tahun, Berat badan 53kg, Tinggi badan 155cm
Permasalahan
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC terutama
pengobatan yang tepat. Tidak adaknya Pengawas Menelan Obat (PMO) di
masyarakat ataupun di keluarga pasien. Masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui etika batuk dan membuang dahak yang benar. Kurangnya
perhatian masyarakat dan pejabat setempat tehadap penyakit TBC.
Intervensi
1. Menjadwalkan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit
TBC.
2. Menciptakan Pengawas Menalan Obat (PMO) dalam keluarga untuk
lebih taat dalam pengobatan.
3. Menciptakan sumber daya manusia berupa kader TBC agar dapat
memantau masyarakat yang mengkonsumsi obat ataupun mempunyai
gejala penyakit TBC
4. Mengedukasi kepada keluarga dan masyarakat tentang etika batuk,
membuang dahak yang benar serta memakai masker ketika batuk dan
keluar rumah.
5. Mensosialisasi dan promosi kepada masyarakat dan pejabat
setempat agar mendukung program yang dilaksananakan.
Monitoring Evaluasi
Setelah dilakukan sosialisai dan promosi kepada keluarga, masyarakat dan
pejabat daerah setempat terdapat kemajuan, masyarakat mulai mengenali
gejala penyakit TBC dan melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Terdapat
penamnahan sumberdaya manusia dari puskesmas untuk pemantauan
berkala penyakit TBC. Pasien semakin taat meminum obat TBC karena
adanya pengawas menelan obat (PMO).
An. N, 3 tahun, BB 14 kg
Pasien datang dibawa oleh orangtua untuk dibacakan hasil mantoux test
yang dilakukan 3 hari lalu pada lengan bawah kanan. Pasien memiliki riwayat
demam dan menggigil malam hari hilang-timbul, berat badan tidak sesuai
kurva di posyandu, batuk kering kadang-kadang. Kakek pasien (kontak +
namun tidak tinggal serumah) terdiagnosis TB paru dan sedang pengobatan.
Pemeriksaan Fisik
KU sedang, kes: composmentis, HR: 88x/I, RR: 19x/I, S: 37,8
- Mata : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
- Hidung : cavum nasi lapang
- Paru : SN vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+)
- Jantung : dbn
- Abdomen : dbn
- Ekstremitas : akral hangat, CRT<2"Pasien sudah dilakukan rontgen paru -->
gambaran pneumonia dd/TB paru
- Mantoux test : 12 mm --> Positif
- Berdasarkan sistem skoring : 9 --> TB Paru klinis
- Kontrol poli anak untuk pengobatan TB OAT
- 10-14 kg : 2 tab FDC anak/hari selama 2 bulan fase intensif dilanjutkan 2
tab FDC anak/hari selama 4 bulan fase lanjutan