Anda di halaman 1dari 45

BORANG UKM

Judul Laporan :

Penyuluhan Cemas di Masa Pandemi Covid-19

Latar Belakang :

Pandemi Covid 19 telah memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan, sehingga
memengaruhi kondisi kesehatan jiwa dan psikososial seseorang dari setiap lapisan
masyarakat. Masalah pandemi yang menjangkit juga disertai dengan penyebaran begitu
banyak informasi yang dapat memberikan dampak negatif maupun positif, terlebih
informasi yang tersebar di masyarakat belum tentu dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) , jumlah
penderita orang dengan gangguan cemas dari tahun 2005 hingga 2019 telah meningkat
sebanyak 15 %. Kecemasan dapat menimbulkan stress yang dapat mempengaruhi dan
mengganggu sistem imun, sedangkan dalam memerangi covid 19 dibutuhkan sistem imun
yang baik.

Permasalahan

Begitu banyak informasi yang beredar tentang covid 19 yang dapat memberikan dampak
negatif maupun positif terhadap seseorang. Di lain sisi, seseorang memiliki cara dan respon
yang berbeda terhadap suatu informasi.

Masih banyak masyarakat yang belum mengerti dan memahami tentang pentingnya
kesehatan jiwa, belum mampu mengenali dan mendeteksi gangguan cemas, serta
bagaimana harus mengambil sikap bila menderita gangguan cemas. Padahal, cemas dapat
menimbulkan stress yang dapat mempengaruhi sistem imun, dan mengganggu
keberlangsungan hidup.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Metode intervensi yang direncanakan adalah kegiatan penyuluhan, dengan target peserta
adalah pasien, pengantar pasien, maupun pengunjung lainnya yang datang mengunjungi
Puskesmas Jetis.

Pelaksanaan
Pada hari Kamis, tanggal 03 September 2020 Dokter Internsip Puskesmas Jetis mengadakan
penyuluhan mengenai Cemas di Masa Pandemi Covid-19. Penyuluhan ini diberikan kepada pasien
maupun pengantar, dan pengunjung lainnya yang datang mengunjungi Puskesmas Jetis.

Adapun informasi yang diberikan meliputi:

1. Pengertian tentang cemas


2. Membedakan cemas yang normal dan cemas yang telah menjadi masalah kesehatan mental
dan jiwa
3. Faktor yang mempengaruhi cemas
4. Ciri-ciri cemas
5. Cara mencegah cemas
6. Apa yang harus dilakukan ketika seseorang merasa cemas
7. Bagaimana mengatasi cemas di masa pandemi covid 19

Monitoring dan Evaluasi

Dalam penyampaian materi penyuluhan perlu mamastikan target sasaran penerima


informasi, yaitu pasien, pengantar pasien maupun pengunjung puskesmas lainnya mengerti
atau memahami informasi yang disampaikan. Sehingga dalam penyampaian materi atau
informasi menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan tidak asing bagi masyarakat
awam. Penyampaian materi juga diupayakan semenarik mungkin, dengan suara yang jelas
dan lugas agar lebih mudah diterima oleh masyarakat awam. Selain itu, diberikan
kesempatan untuk tanya-jawab atau sesi diskusi setelah penyuluhan selesai.

Judul Laporan

Penerapan Protokol Covid 19 di Masa Adaptasi Baru di Tempat Beribadah

Latar Belakang

Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam
keluarga besar corona virus yang sama dengan penyebab SARS pada tahun 2003. Virus ini
berukuran sekitar 125 nanometer yang dapat menginfeksi manusia dan hewan, dan dalam
kondisi yang berat dapat menyebabkan kematian. Covid-19 ditandai dengan munculnya
gejala batuk pilek, flu, demam, gangguan pernapasan, namun ada juga yang tidak
menunjukkan gejala, dan dalam kondisi berat dapat menyebabkan gagal napas dan berakhir
pada kematian. Penularan covid dapat terjadi melalui droplets atau percikan batuk atau
bersin.
Virus dapat berpindah secara langsung melalui percikan batuk atau bersin dan napas orang
yang terinfeksi yang kemudian terhirup orang sehat. Virus juga dapat menyebar secara tidak
langsung melalui benda-benda yang tercemar virus akibat percikan atau sentuhan tangan
yang tercemar virus. Virus bisa tertinggal di permukaan benda-benda dan hidup selama
beberapa jam hingga beberapa hari, namun cairan disinfektan dapat membunuhnya.

Penyakit ini belum ada obat/vaksinnya dan sudah menjadi pandemi yang menyebabkan
banyak kematian di dunia maupun di Indonesia dan hingga saat ini kasusnya masih terus
meningkat.

Pembukaan tempat ibadah berdasarkan surat edaran Menteri Agama di tengah pandemi
dikhawatirkan akan berpotensi menjadi kluster baru penyebaran virus. Sementara, di lain sisi
kegiatan beribadah bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa akan
berdampak baik pada kondisi psikologis dan kesehatan mental, yang diharapkan akan
membantu dan meningkatkan kualitas dan produktifitas hidup seseorang.

Berdasarkan surat edaran nomor: SE. 15 tahun 2020 tentang panduan penyelenggaraan
kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman
covid di masa pandemi, diputuskan dalam rangka mendukung fungsionalisasi rumah ibadah
pada masa pendemi Corona Virus Disease 2Ol9 (Covid-19), perlu dilakukan pengaturan
kegiatan di rumah ibadah melalui adaptasi ke perubahan kegiatan keagamaan menuju
masyarakat produktif dan aman Covid. Penerapan panduan ini diharapkan dapat
meningkatkan spiritualitas umat beragama dalam menghadapi pandemi Covid-l9 serta
dampaknya, sekaligus meminimalisir risiko akibat terjadinya kerumunan dalam satu lokasi.

Permasalahan

Tempat ibadah dikhawatirkan akan berpotensi menjadi kluster baru penyebaran virus,
sehingga untuk mendukung pemerintah dalam mengembalikan aktivitas beribadah di
rumah-rumah ibadah perlu kerja sama dari berbagai pihak untuk menerapkan protokol
pencegahan covid 19 di rumah ibadah

Pengetahuan masyarakat dan pengurus tempat ibadah mengenai standar penerapan


protokol kesehatan dan pencegahan covid 19 juga belum tersebar dan dipahami oleh
masyarakat luas, dan masih banyak masyarakat belum mampu berdisiplin menerapkan atau
menjalan protokol tersebut.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Metode intervensi yang direncanakan adalah melakukan kunjungan dan penilaian terhadap
kesiapan dan kelayakan tempat ibadah untuk menjalankan kembali kegiatan keagamaan di
rumah ibadah. Kunjungan dan penilaian terhadap tempat ibadah dihadiri oleh tim dari
Puskesmas setempat, Dinas Kesehatan, pejabat setempat, pengurus tempat ibadah, dan
perwakilan jamaah.

Pelaksanaan
Pada tanggal 03 Agustus 2020 dilakukan kunjungan ke Gereja Kemah Injil Indonesia yang
beralamat di Jl. Tentara Rakyat Mataram, Bumijo, Kec. Jetis, Kota Yogyakarta. Kunjungan
dilakukan oleh dokter internsip Puskesmas Jetis dan tim surveilens dari Puskesmas Jetis,
pejabat setempat, Dinas kesehatan, dan petugas keamanan. Penilaiannya meliputi:

- Kesiapan dan persiapan pengurus rumah ibadah


- Prosedur penerapan protokol Covid 19 di tempat ibadah
- Rencana kegiatan yang akan dilakukan

Pada penilaian kunjungan tersebut juga dilakukan sesi diskusi untuk mebahas dan memberi
masukan atas persiapan yang telah dilakukan dan prosedur penerapan protokol Covid 19.

Monitoring dan Evaluasi

Setelah dilakukan kunjungan dan penilaian, apabila rumah ibadah dianggap layak menerima
izin untuk kembali membuka dan menjalankan kegiatan di rumah ibadah, akan diberikan
surat-surat tentang perizinan yang telah disepakati dan ditandatangani oleh beberapa pihak
terkait, dan informasi yang harus diperhatikan sesuai dengan surat edaran menteri agama.
Dalam menjalankan perizinan kegiatan keagamaan harus mengacu pada ketentuan dalan
surat edaran menteri agama. Kemudian akan dilakukan penilaian dan evaluasi secara
berkala oleh pihak-pihak terkait.

Judul Laporan

Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Latar Belakang

Penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2018 sebesar 264,2 juta bertambah 8,6
juta jiwa dari tahun 2015. Kenaikan jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap pembiayaan
negara untuk pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, air bersih, kerusakan lingkungan dan lain-
lain. Dari segi kualitas kependudukan menurut survei PBB, Indonesia berada diposisi 116 dari 188
negara diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index and Indicators
2018, UNDP).

Kecepatan pertambahan penduduk tersebut juga diikuti tingginya Angka Kematian Ibu (AKI).
Sehingga perlu strategi untuk mendukung percepatan penurunan AKI, dan salah satu
strateginya yaitu melalui:

1. Mengatur waktu, jarak dan jumlah kehamilan


2. Mencegah atau memperkecil kemungkinan seorang perempuan hamil mengalami
komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin selama kehamilan, persalinan dan
nifas
3. Mencegah atau memperkecil terjadinya kematian pada seorang perempuan yang
mengalami komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas

Peranan KB sangat diperlukan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, unsafe
abortion dan komplikasi, yang pada akhirnya dapat mencegah kematian ibu. KB merupakan
hal yang sangat strategis untuk mencegah kehamilan “Empat Terlalu” (terlalu muda, terlalu
tua, terlalu sering dan terlalu banyak).

Pilihan kontrasepsi sebagian bergantung kepada efektivitas metode kontrasepsi dalam


mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Pada beberapa metode tertentu, efektivitas
metode kontrasepsi tidak hanya bergantung pada perlindungan yang diberikan tapi juga
pada konsistensi dan ketepatan penggunaan metode tersebut.

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), merupakan salah satu metode kontrasepsi yang paling
banyak digunakan di dunia. Secara global, 14,3% wanita usia 15-49 tahun yang telah menikah
memilih menggunakan AKDR sebagai metode kontrasepsinya. AKDR merupakan salah satu metode
kontrasepsi jangka panjang yang waktu penggunaannya bisa sampai 10 tahun.

Permasalahan

Kecepatan pertambahan penduduk yang diikuti tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia, serta permasalahan kependudukan lainnya perlu untuk diatasi dengan strategi
yang tepat, salah satunya melalui strategi KB. KB juga berperan dalam mencegah kehamilan
berisiko, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak. Namun, masih
banyak masyarakat yang enggan untuk mengikuti program KB. Hal tersebut dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti: kurangnya informasi dan pemahaman mengenai ber-KB, rasa
takut atau kekhawatiran akan banyak hal, kenyamanan pasangan saat aktivitas seksual, latar
belakang pendidikan dan sosio-ekonomi, dan faktor lainnya.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Metode intervensi yang direncanakan adalah memberikan pelayanan ber-KB yang sesuai dengan
hak asasi dan hak reproduksi pasien yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan meliputi
konseling, di mana pasien dapat memperoleh berbagai informasi mengenai KB dan metode-metode kontrasepsi yang tersedia,
pemberian informed consent , skrining kesehatan, pelayanan pemasangan atau pemberian KB, dan pengobatan atau
pemeriksaan berkelanjutan setelah ber-KB

Pelaksanaan

Kegiatan KB dilaksanakan setiap hari Kamis di Poli KIA Rawat Jalan Puskesmas Jetis, Yogyakarta.
Kegiatan KB meliputi konseling, skrining, pemasangan atau pemberian metode KB, serta kontrol atau
pengobatan dan pemantauan paska penggunaan KB. Metode KB yang dapat dilakukan di puskesmas
Jetis diantaranya AKDR, Implan, suntik, dan pil KB

Pada tanggal 23 Juli 2020 dilakukan pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) kepada Ny.
M. Sebelumnya pasien telah menggunakan AKDR selama 10 tahun, dan pada tanggal tersebut
dilakukan pelepasan AKDR yang lama, dan pemasagan AKDR yang baru. Setelah pemasangan, pasien
diedukasi untuk melakukan pemeriksaan secara mandiri, dan kontrol pemasangan AKDR di
puskesmas.

Jumlah kunjungan pasien pada tanggal tersebut sejumlah 12 orang, 6 orang berkunjung untuk
dilakukan suntik KB 3 bulan, 1 orang dilakukan pelepasan dan pemasangan AKDR, 3 orang
melakukan kontrol, konseling paska pemasangan AKDR, dan 2 diantaran dilakukan pemeriksaan IVA,
1 orang berencana melakukan pemasangan AKDR setelah sebelumnya menggunakan KB Suntik –
namun pemasangan masih ditunda menunggu hasil pemeriksaan dan waktu yang tepat untuk
pemasangan AKDR, dan 1 orang dengan kunjungan dengan masalah kandungan dengan riwayat
adanya penebalan diding rahim dan dirujuk ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Monitoring dan Evaluasi

Dalam menerapkan program KB dilakukan konseling dan edukasi kepada ibu dan pasangan
yang akan menggunakan metode KB. Sebelum dilakakukan pemasangan atau pemberian
metode ber-KB dipastikan ibu dan pasangan telah mengerti kelebihan dan kekurangan
setiap metode kontrasepsi, dan risiko serta komplikasi yang mungkin terjadi saat
pemasangan alat kontrasepsi yang mebutuhkan tindakan atau bantuan tenaga kesehatan.
Keputusan pemilihan metode ber-KB sepenuhnya merupakan hak pasien dan pasangan,
sehingga akan dilakukan Informed Consent sebelum pemberian atau pemasangan alat
kontrasepsi.

Setelah dilakukan pemasangan atau pemberian alat kontrasepsi, pasien diedukasi, dan
dapat mengunjungi fasilitas kesehatan apabila terjadi permasalahan ber-KB.

Judul Laporan

Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan Anak

Latar Belakang

Manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan di sepanjang daur kehidupannya.


Pertumbuhan terjadi melalui penambahan dan pembesaran, sedangkan perkembangan adalah
proses meningkatnya fungsi sel, jaringan, dan organ tubuh dalam bentuk yang sangat
kompleks. Kedua proses ini terjadi secara bersamaan, membentuk satu kesatuan di semua
aspek tumbuh kembang dalam daur kehidupan.

Berdasarkan data yang telah dilaporkan, Indonesia merupakan negara yang menduduki posisi
ke-5 tertinggi kasus balita stunting di dunia, dan data World Health Organization (WHO),
Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun
2005-2017 adalah 36,4%.

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan dengan umur.
Menurut Keputusan Menteri KesehatanNomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah
status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan
severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang
balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan
hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang
berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar
baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai z-scorenya

Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi dari
kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita
selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan,
namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi
kesehatan.

Permasalahan

Masih tingginya angka balita stunted dan severely stunted di Indonesia, termasuk di Daerah
Istimewa Yogyakarta

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Puskesmas Jetis melaksanakan kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkarlengan dan
lingkar kepala kepada setiap balita yang datang untuk melaksanakan imunisasi atau memeriksakan
diri di Puskesmas Jetis.

Kegiatan dan pengukuran tinggi badan / panjang badan dan berat badan anak juga dilakukan pada
kegiatan di posyandu , dan kegiatan BIAS

Alat yang digunakanuntukmenimbang Berat Badan balita adalah Dacin dan Baby Scale Digital, kedua
alat tersebut sudah standar menurut WHO. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur
Panjang Badan dan Tinggi Badan yang digunakan adalah alat ukur panjang badan (length board) dan
alat ukur tinggi badan (microtoise) kedua alat tersebut jugasudah standar menurut WHO.

Kegiatan meliputi pengukuran berat badan, panjang badan,tinggi badan, pengukuran lingkar kepala
menggunakan medline, pemberian vitamin dan pemberian contoh makanan dengan gizi seimbang.

Pelaksanaan

Kegiatan ini dilakukan di Puskesmas Jetis khususnya setiap hariSenin, saa jadwal imunisasi
berlangsung, maupun hari lainnya ketika bayi dan balita memeriksakan diri ke puskesmas. Hasil
pengukuran berat badan dan panjang atau tinggi badan balita selanjutnya dilakukan input data
untuk dimasukkan dalam pencatatan dan diplotkan pada kurva pertumbuhan WHO, sehingga dapat
segera diketahui bila ada balita yang bermasalah dengan status gizinya.

Pada tanggal 10 Agustus 2020 tercatat ada 55 anak yang datang untuk medapatkan imunisasi, dan
telah diukur TB/PB dan BB-nya. Pada hari tersebut tidak semua anak dilakukan imunisasi, karena
apabila terdapat masalah kesehatan imunisasi akan ditunda, dan apabila terdapat permasalahan gizi
anak akan dirujuk terlebih dahulu ke bagian gizi untuk mendapat konseling.
Kegiatan pengukuran berat badan dan panjang atau tinggi badan juga dilakukan di Posyandu yang
dibantu oleh para kader, dan saat kegiatan BIAS yang dilakukan ole tenaga medis dari puskesmas.

Telah dilakukan kegiatan posyandu pada tanggal 19 Agustus 2020 di dua RW di kelurahan
Gowangan.

Pada tanggal 24 Agustus telah dilakukan kegiatan BIAS , yang diikuti oleh 14 anak kelas I, 5 anak
kelas V, dan 2 anak kelas VI, bersamaan dengan kegiatan tersebut dilakukan kegiatan skrining
kesehatan yang juga memeriksa TB dan BB anak untuk melihat status gizi.

Monitoring dan Evaluasi

Pengukuran dilakukan rutin dan berkala, yaitu setiap kedatangan bayi dan balita saat dijadwalkan
imunisasi, sehingga dapat dipantau perkembangan berat dan tinggi badannya. Bagi anak yang
memerlukan intervensi khusus, akan diberikan intervensi sesuai permasalahannya, termasuk
konsultasi gizi dengan ahli gizi.

Pada pengukuran yang dilakukan saat kegiatan Posyandu dan BIAS, apabila ditemukan masalah
kesehatan dan gizi anak, anak akan dirujuk ke Puskesmas agar mendapat penanganan lebih lanjut
dan mendapat fasilitas layanan kesehatan yang dibutuhkan.

Judul Laporan

Pelaksanaan Imunisasi Measles-Rubella (MR) dalam Kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)

Latar Belakang

Berdasarkan keputusan menteri kesehatan tentang penyelenggaraan imunisasi No. 12 Tahun 2017,
imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau hanya mengalami sakit ringan.

Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, Imunisasi dikelompokkan menjadi Imunisasi Program dan


Imunisasi Pilihan. Imunisasi Program terdiri atas:

a.Imunisasi rutin

b.Imunisasi tambahan

c.Imunisasi khusus

Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar terdiri atas
Imunisasi terhadap penyaki hepatitis B, poliomyelitis, tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus,
pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib) dan campak.
Imunisasi lanjutan merupakan ulangan Imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan
dan untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapatkan Imunisasi dasar, yang
diberikan pada anak usia bawah dua tahun (Baduta), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur
(WUS).

Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas
Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri . Imunisasi tersebut
diberikan pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan dengan
usaha kesehatan sekolah.
Campak merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui batuk dan
bersin. Gejala penyakit campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk
dan/atau pilek dan/atau konjungtivitis akan tetapi sangat berbahaya apabila disertai dengan komplikasi pneumonia,
diare, meningitis dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini sangat berpotensi menjadi wabah apabila
cakupan imunisasi rendah dan kekebalan kelompok/herd immunitytidak terbentuk. Ketika seseorang terkena campak,
90% orang yang berinteraksi erat dengan penderita dapat tertular jika mereka belum kebal terhadap campak.
Seseorang dapat kebal jika telah diimunisasi atau terinfeksi virus campak.

Rubella adalah penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak dan dewasa muda yang rentan. Akan tetapi
yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat adalah efek teratogenik apabila rubella ini menyerang pada
wanita hamil pada trimester pertama. Infeksi rubella yang terjadi sebelum konsepsi dan selama awal kehamilan dapat
menyebabkan abortus, kematian janin atau sindrom rubella kongenital (Congenital Rubella Syndrome/CRS) pada bayi
yang dilahirkan.

Pemberian imunisasi MR pada usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun dengan cakupan tinggi (minimal 95%) dan
merata diharapkan akan membentuk imunitas kelompok (herd immunity), sehingga dapat mengurangi transmisi virus ke
usia yang lebih dewasa dan melindungi kelompok tersebut ketika memasuki usia reproduksi.

Permasalahan

Campak dikenal juga sebagai morbili atau measles merupakan penyakit yang sangat mudah menular
yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui batuk dan bersin.

Rubella adalah penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak dan dewasa muda yang rentan. Akan tetapi
yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat adalah efek teratogenik apabila rubella ini menyerang pada
wanita hamil pada trimester pertama.

Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan 30.463 kasus
rubella. Jumlah kasus ini diperkirakan masih lebih rendah dibanding angka sebenarnya di
lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan.

Masa pandemi covid 19 juga menjadi tantangan dalam melakukan BIAS karena di
khawatirkan dapat menjadi sarana penyebaran virus covid 19.
.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Puskesmas bekerjasama dengan pihak sekolah untuk menyelenggarakan BIAS sesuai protokol
pencegahan covid 19. Oleh karena itu dilakukan perencanaan, dan persiapan yang baik agar BIAS
terlaksana sukses dan aman. Dilakukan diskusi dan rapat antar pihak internal puskesmas maupun
pihak puskesmas dengan sekolah.
Selama kegiatan puskesmas terdapat alur pelaksanaan mulai dari siswa-siswi datang ke sekolah
hingga pulang yang diatur sesuai protokol pencegahan covid 19, yaitu mulai dari mencuci tangan,
pengukiuran suhu, menjaga jarak, urutan atau alur pemberian imunisasi, dan pemeriksaan
kesehatan lainnya, serta penetapan ketentuan jumlah dan kondisi kesehatan siswa-siswi yang bisa
hadir pada kegiatan BIAS.

Pelaksanaan

Jadwal pelaksanaan BIAS dan skrining tahun 2020 oleh Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta
dilaksanakan pada 12 Agustus 2020 hingga 15 Oktober 2020.

Pada tanggal 24 Agustus 2020 telah dilakukan kegiatan BIAS di SD Taman Muda, kecamatan Jetis,
Kota Yogyakarta. Kegiatan BIAS meliputi pemberian imunisasi MR kepada siswa-siswi kelas I dan
pemberian imunisasi HPV pada siswa-siswi kelas V dan VI, serta kegiatan skrining kesehatan kepada
siswa-siswi yang hadir.

Pada kegiatan tersebut dijadwalkan 14 anak kelas I hadir mengikuti BIAS, dan dalam
pelaksanaannya, target pemberian imunisasi MR pada anak kelas I tercapai 100%.

Monitoring dan Evaluasi

Sebelum kegiatan BIAS dilaksanakan, perwakilan pihak sekolah telah diundang oleh pihak puskesmas
untuk berdiskusi dalam perencanaan dan pelaksanaan BIAS yang akan dilakukan, sehingga pihak
setelah telah mengerti hal-hal yang harus dipersiapkan untuk mendukung terlaksananya acara BIAS.

Monitoring pelaksanaan imunisasi dilakukan dengan anamnesis dan informed consent dalam
pemberian imunisasi, kemudian anak yang telah disuntik vaksin harus menunggu selama ± 30 menit
setelah pemberian vaksin. Apabila tidak ada timbul gejala Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI),
anak diperbolehkan pulang.

Pelaksanaan BIAS juga disertai pemeriksaan / skrining kesehatan, yang dicatat dalam lembar
skrining dan akan didokumentasikan dan dilaporkan kepada puskesmas, dan apabila dijumpa kondisi
anak yang memerlukan perawatan lebih lanjut, anak akan dirujuk ke puskesmas.

Judul Laporan

Pelaksanaan Imunisasi Human Papilloma Virus (HPV) dalam Kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS)

Latar Belakang

Berdasarkan keputusan menteri kesehatan tentang penyelenggaraan imunisasi No. 12 Tahun 2017,
imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau hanya mengalami sakit ringan.

Imunisasi HPV dilakukan dengan pemberian vaksin Human Papilloma Virus (HPV) yang bertujuan
untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus HPV. Virus tersebut dapat menginfeksi
manusia pada sel epitel di kulit dan membran mukosa (salah satunya adalah daerah kelamin), dan
dapat menyebabkan keganasan atau kanker.

Virus ini memiliki banyak tipe, di antaranya tipe HPV 16 dan 18 yang paling sering ditemukan di
seluruh dunia dan diketahui sebagai penyebab 70% kasus keganasan di serviks/leher rahim wanita.
Tipe HPV 6 dan 11 diketahui sebagai penyebab dari 90% kasus kutil kelamin. Cara penularannya
terutama melalui kontak atau hubungan seksual. Di dunia, kanker leher rahim menduduki peringkat
kedua penyebab kematian terbanyak pada wanita setelah kanker payudara. Hal inilah yang semakin
meningkatkan kebutuhan masyarakat akan vaksinasi HPV.

Pemberian vaksin HPV saat anak-anak memiliki manfaat lain yaitu pemberian vaksin hanya
membutuhkan 2 dosis untuk usia 10-13 tahun, sedangkan untuk usia 16-18 tahun atau remaja akhir
pemberian vaksin membutuhkan 3 dosis. Berdasarkan penelitian, pemberian vaksin HPV 2 dosis
pada usia 10-13 tahun terbukti  membentuk kadar antibodi yang tidak lebih rendah dibandingkan
dengan pemberian 3 dosis pada usia 16-18 tahun.

Permasalahan

Infkesi virus HPV ini sering terjadi pada remaja perempuan di usia 16-20 tahun. Apabila infeksi ini
tidak diobati maka dapat berkembang menjadi kanker serviks / kanker leher rahim pada usia 20-30
tahun. Di dunia, kanker leher rahim yang disebabkan oleh virus HPV menduduki peringkat kedua
penyebab kematian terbanyak pada wanita setelah kanker payudara.

Selama ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa vaksinasi HPV pada anak-anak tidak
perlu diberikan karena pada usia tersebut hubungan seksual belum dilakukan. Padahal, vaksin HPV
justru harus diberikan sebelum seseorang berhubungan seksual, dan akan terlambat jika vaksin HPV
baru diberikan saat seseorang sudah melakukan hubungan seksual, karena bisa saja orang tersebut
sudah terinfeksi HPV.

Harga vaksin HPV masih cukup mahal, sehingga hanya beberapa kota saja yang telah meberikan
vaksin pada anak sekolah perempuan kelas 5 dan 6 secara cuma-cuma

Masa pandemi covid 19 juga menjadi tantangan dalam melakukan BIAS karena di
khawatirkan dapat menjadi sarana penyebaran virus covid 19.
.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Puskesmas bekerjasama dengan pihak sekolah untuk menyelenggarakan BIAS sesuai protokol
pencegahan covid 19. Oleh karena itu dilakukan perencanaan, dan persiapan yang baik agar BIAS
terlaksana sukses dan aman. Dilakukan diskusi dan rapat antar pihak internal puskesmas maupun
pihak puskesmas dengan sekolah.
Selama kegiatan puskesmas terdapat alur pelaksanaan mulai dari siswa-siswi datang ke sekolah
hingga pulang yang diatur sesuai protokol pencegahan covid 19, yaitu mulai dari mencuci tangan,
pengukiuran suhu, menjaga jarak, urutan atau alur pemberian imunisasi, dan pemeriksaan
kesehatan lainnya, serta penetapan ketentuan jumlah dan kondisi kesehatan siswa-siswi yang bisa
hadir pada kegiatan BIAS.

Pelaksanaan

Jadwal pelaksanaan BIAS dan skrining tahun 2020 oleh Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta
dilaksanakan pada 12 Agustus 2020 hingga 15 Oktober 2020.

Pada tanggal 24 Agustus 2020 telah dilakukan kegiatan BIAS di SD Taman Muda, kecamatan Jetis,
Kota Yogyakarta. Kegiatan BIAS meliputi pemberian imunisasi MR kepada siswa-siswi kelas I dan
pemberian imunisasi HPV pada siswa-siswi kelas V dan VI, serta kegiatan skrining kesehatan kepada
siswa-siswi yang hadir.

Pada kegiatan tersebut dijadwalkan 6 anak kelas V dan 2 anak kelas VI hadir mengikuti BIAS, dan
dalam pelaksanaannya, target pemberian imunisasi HPV pada anak kelas V belum tercapai 100%,
dikarenakan terdapat 1 orang anak yang sedang dalam keadaan demam, tidak diperkenankan hadir.
Sementara, target pemberian imunisasi HPV pada anak kelas VI telah tercapai 100%

Monitoring dan Evaluasi

Sebelum kegiatan BIAS dilaksanakan, perwakilan pihak sekolah telah diundang oleh pihak puskesmas
untuk berdiskusi dalam perencanaan dan pelaksanaan BIAS yang akan dilakukan, sehingga pihak
setelah telah mengerti hal-hal yang harus dipersiapkan untuk mendukung terlaksananya acara BIAS.

Monitoring pelaksanaan imunisasi dilakukan dengan anamnesis dan informed consent dalam
pemberian imunisasi, kemudian anak yang telah disuntik vaksin harus menunggu selama ± 30 menit
setelah pemberian vaksin. Apabila tidak ada timbul gejala Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI),
anak diperbolehkan pulang.

Pelaksanaan BIAS juga disertai pemeriksaan / skrining kesehatan, yang dicatat dalam lembar
skrining dan akan didokumentasikan dan dilaporkan kepada puskesmas, dan apabila dijumpa kondisi
anak yang memerlukan perawatan lebih lanjut, anak akan dirujuk ke puskesmas.

Judul Laporan

Pertolongan Pada Persalinan Normal

Latar Belakang
Persalinan adalah serangkaian kejadian pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri).

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37 -42 minggu ) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun janin.
Sejak tahun 2015, penekanan persalinan yang aman adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019
menetapkan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai salah satu indikator upaya kesehatan ibu.

Permasalahan

Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu pada tahun 2010 membuktikan bahwa
kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/fasilitas persalinan

Pada tanggal 01 Agustus 2020 pukul 08.30 Pasien G1P1A0 UK 39 minggu + 1 hari datang dengan
keluhan kenceng-kenceng dan sudah ingin mengejan

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Sebelumnya pasien datang pertama kali pukul 06.00 WIB

KU Baik, CM

TD: 109/78, N: 81 x/mnt, RR: 21 x/mnt , S: 35,7

Palpasi: TFU 29 cm, Puka, Preskep, Divergen, His belum adequat, DJJ 132 x/m

PD: V/U tenang, dinding vagina licin, serviks tebal lunak, pembukaan (-), selket (+), air ketuban (-),
STLD(+)

Pasien diedukasi untuk menunggu waktu persalinan dan persiapan persalinan

Pukul 08.30 WIB ibu ingin mengejan, vulva dan anus membuka

PD: V/U tenang, dinding vagina licin, serviks tidak teraba, pembukaan 10 cm, selket (+), air ketuban
(-), STLD(+)

Dilakukan persiapan partus

Dilakukan amniotomi

Dilakukan episiotomi pada arah jam 4

Pelaksanaan

Pukul 08.55 WIB Bayi lahir spontan, PBK jenis kelamin perempuan, APGAR Score 7/8/9, suction (+)

Setelah bayi lahir, segera dilakukan IMD . Ibu diberikan injeksi Oxytoxin 10 IU
Pukul 09.00 WIB Placenta lahir spontan, explore terdapat sisa selaput, pada explore ulang kesan
bersih. Diilakukan injeksi metergin 1 Amp.

Massase (+), kontraksi keras, TFU 2 jari di atas pusat. PPV ± 200 cm, perdarahan lochea rubra, ruptur
perineum G2, Hecting Dalam: Jelujur, Hecting Luar: Subcutis

Monitoring dan Evaluasi

Dilakukan antropometri pada bayi, BB: 2700 gr , PB: 48 cm

LK/LD/LLA: 31/30/11 , Anus (+)

Inj. Vitamin K (+), Salep Mata (+), Hb0 (+)

Kondisi ibu 2 jam pasca persalinan:

KU Baik, kontraksi rahim keras, TFU 2 jari di atas pusat, PPV dbn

TD 118/83 mmHg, N: 99 x/mnt, RR: 20 x/mnt, S: 36,5 ᵒC

BAK (+)

Terapi pengobatan untuk ibu

Amoxicillin 500 mg 3x1

Asam mefenamat 500 mg 3x1

Hemafort 1x1

Vitamin A 200.000 IU 1x1

Judul Laporan

Pengobatan Pasien Hipertensi di Puskesmas Jetis

Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling banyak
disandang masyarakat, serta masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu
lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang
memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat.
Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,
pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan.
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk
usia 18 tahun sebesar 34,1%, pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%),
umur 55-64 tahun (55,2%).
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) juga menyebutkan bahwa dari total 1,7 juta
kematian di Indonesia didapatkan faktor risiko yang menyebabkan kematian adalah tekanan darah
(hipertensi) sebesar 23,7%, Hiperglikemia sebesar 18,4%, Merokok sebesar 12,7% dan obesitas
sebesar 7,7%.

Permasalahan

Dari total 1,7 juta kematian di Indonesia didapatkan faktor risiko yang menyebabkan kematian
adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7%

Dalam laporan ini kasus yang diangkat adalah pasien usia 38 tahun yang mengeluhkan tengkuk
terasa kenceng ,mata kanan perih 2 hari ini. Batuk/Pilek (-), Demam (-)
Pasien dengan riwayat hipertensi, namun tidak rutin minum obat

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Tn. Ji, 38 Th

S:
Pasien datang untuk memeriksakan tensinya. Keluhan saat ini tengkuk terasa kenceng ,
pusing-pusing (+). Mata kanan terasa perih sejak 2 hari ini. Batuk/Pilek (-), Demam (-)
Pasien dengan riwayat hipertensi, namun tidak rutin minum obat

O:
KU CM , Tampak biasa

TD 150/90

HR 83

RR 20

Temp. 36,5

Mata: CA -/-, SI -/-

Thorax: Simetris, SP Vesikuler, ST Wh -/-, RK -/-

Abdomen: BU +, SOEPEL , NT –

Extremitas: Akral hangat, nadi kuat, CRT <2 dtk


Pelaksanaan

Diagnosis kerja pasien ini adalah:

Hipertensi Esensial (Primer)


Susp. Tension-type headache
Dry eye

Monitoring dan Evaluasi

Terapi yang diberikan:

Captopril 12,5-mg 1x1


Bioron 1x1

Braito Tears 5-ml Tetes Mata 3-4 x 2 tts


Parasetamol 500 mg 3x1 (sprn)

Pasien diedukasi mengenai efek samping obat antihipertensi yang bisa terjadi, dan jadwal
harus kontrol ulang (2 minggu dari kunjungan terakhir)
Edukasi pola hidup sehat dan pencegahan yang dapat dilakukan

Judul Laporan

Pengobatan Pasien Diabetes di Puskesmas Jetis

Latar Belakang

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar


glukosadalamdarah melebihibatas normal.Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan
pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di
berbagai penjuru dunia.
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon
yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari
empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia.
Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15
tahun hasil Riskesdas 2018 meningkat menjadi 2%. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan usia ≥ 15
tahun yang terendah terdapat di Provinsi NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan prevalensi DM tertinggi di
Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%.

Permasalahan

Dalam laporan ini kasus yang diangkat adalah pasien usia 67 tahun yang datang untuk kontrol DM
setelah 4 bulan tidak pernah kontrol akibat takut datang ke puskesmas karena pandemi covid -19.
Sebelum masuk ke ruang periksa pasien sudah melakukan pemeriksaan gula darah puasa (GDP)
Selama tidak kontrol ke puskesmas, pasien hanya membeli obat sendiri tanpa resep dokter di apotek
Pasien dengan riwayat DM dan hipertensi
Dalam anamnesis, semua keluhan yang mungkin terjadi disangkal oleh pasien

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Tn. S, 67 Th

S:

Pasien datang untuk kontrol DM, dan sudah melakukan pemeriksaan GDP. Pasien sudah lama tidak kontrol,
selama ini hanya beli obat sendiri di apotek karena takut covid 19

Saat ini keluhan –

O:

KU CM , Tampak

TD 140/80

HR 80

RR 20

Temp. 36,5

GDP 486

Mata: CA -/-, SI -/-

Thorax: Simetris, SP Vesikuler, ST Wh -/-, RK -/-

Abdomen: BU +, SOEPEL , NT –

Extremitas: Akral hangat, nadi kuat, CRT <2 dtk

Pelaksanaan

Diagnosis kerja pasien ini adalah:


Hipertensi Sekunder

Non-insulin-dependent diabetes mellitus

Monitoring dan Evaluasi

Terapi yang diberikan:

Amlodipine 5 mg 1x1

Bioron 1x1

Glimepiride 2mg 1x1

Metformin 500 mg 2x1

Pasien diedukasi tentang keadaan bahaya pada kenaikan kadar gula darah, dan diminta
untuk kontrol rutin di puskesmas
Edukasi pola hidup sehat dan pengendalian kadar gula darah yang dapat dilakukan

10

Judul Laporan

Pengobatan Pasien Tuberculosis di Puskesmas Jetis

Latar Belakang

TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius. Di tahun
2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang, 1,2-1,4 juta) di antara orang
dengan HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000 kematian karena TB (rentang, 266.000-
335.000) di antara orang dengan HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru
(rentang, 9-11 juta) setara dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.

Secara global, insiden TB per 100.000 penduduk turun sekitar 2% per tahun.Regional yang
paling cepat mengalami penurunan di tahun 2013- 2017 adalah regional WHO Eropa (5% per
tahun) dan regional WHO Afrika (4% per tahun). Di tahun tersebut, penurunan yang cukup
signifikan (4-8% per tahun) terjadi di Afrika Selatan misalnya Eswatini, Lesotho, Namibia,
Afrika Selatan, Zambia, Zimbabwe), dan perluasan pencegahan dan perawatan TB dan HIV,
dan di Rusia (5% per tahun) melalui upaya intensif untuk mengurangi beban TB.

Di tingkat global, di tahun 2017 terdapat sekitar 558.000 kasus baru (rentang, 483.000-
639.000) TB rifampisin resistan di mana hampir separuhnya ada di tiga negara yaitu India
(24%), China (13%), dan Rusia (10%). Di antara kasus TB RR, diperkirakan 82% kasus
tersebut adalah TB MDR. Secara global, 3.6% kasus TB baru dan 17% kasus TB pengobatan
ulang merupakan kasus TB MDR/RR.

WHO memperkirakan insiden tahun 2017 sebesar 842.000 atau 319 per 100.000 penduduk
sedangkan TB-HIV sebesar 36.000 kasus per tahun atau 14 per 100.000 penduduk. Kematian
karena TB diperkirakan sebesar 107.000 atau 40 per 100.000 penduduk, dan kematian TB-
HIV sebesar 9.400 atau 3,6 per 100.000 penduduk.

Dengan insiden sebesar 842.000 kasus per tahun dan notifikasi kasus TB sebesar 569.899 kasus maka
masih ada sekitar 32% yang belum ternotifikasi baik yang belum terjangkau, belum terdeteksi
maupun tidak terlaporkan. Dari angka insiden ini dilakukan perhitungan beban TB di masing-masing
provinsi dan kabupaten/kota. Untuk perhitungan beban TB di tingkat kabupaten/kota, Ditjen P2P
telah menerbitkan Buku Panduan Penentuan Beban dan Target Cakupan Penemuan dan Pengobatan
Tuberkulosis di Indonesia Tahun 2019-2024.

Dalam pengendalian TB Nasional, diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakan terlebih
dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis (pemeriksaan smear mikroscopis, biakan maupun tes
cepat). Jika hasil pemeriksaan bakteriologis negatif, maka diagnosis TB Paru dapat dilakukan dengan
secara klinis baik pemeriksaan klinis maupun penunjang (fotothoraks) dan ditetapkan oleh dokter
terlatih TB. Diagnosis TB tidak dibenarkan hanya menggunakan pemeriksaan serologis saja, foto
thoraks saja, atau tuberkulin saja. Selain cara melakukan diagnosis pada Riskesdas 2018 juga dapat
menggambarkan proporsi pengobatan yang pernah atau sedang diterima oleh responden.

Saatini, paduan Obat Anti Tb (OAT) yang digunakan di Indonesia mengikuti rekomendasi World
Health Organization (WHO) dan International Standard for TB Care (ISTC). Paduan obat Program
Nasional Pengendalian TB di Indonesia meliputi: 1) Fixed Dose Combination (FDC) atau kombinasi
dosis tetap (KDT) yaitu paket obat untuk satu periode pengobatan; 2) Kombipak yaitu paket obat
lepas yang terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas
dalam bentuk blister dan dikatagorikan sebagai obat lepasan; dan 3) Obat Lepasanya itu Sediaan
obat tunggal/bukan paket, diberikan oleh tenaga kesehatan dalam bentuk terpisah dengan dosis
berdasarkan keputusan klinis.

OAT disediakan dalam bentuk paket (KDT), bertujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kontinuitas pengobatan sampai selesai dengan prinsip satu paket untuk satu pasien dalam
satu periode pengobatan.

Permasalahan

WHO memperkirakan ada 23.000 kasus MDR/RR di Indonesia. Pada tahun 2017 kasus TB
yang tercatat di program ada sejumlah 442.000 kasus yang mana dari kasus tersebut
diperkirakan ada 8.600-15.000 MDR/RR TB, (perkiraan 2,4% dari kasus baru dan 13% dari
pasien TB yang diobati sebelumnya), tetapi cakupan yang diobati baru sekitar 27,36%

Masih banyak masyarakat yang belum mengenal penyakit TB, bagaimana cara penularannya,
bagaimana cara pencegahannya, dan lainnya

Tingginya angka TB Paru di wilayah Yogyakarta

Masa pengobatan yang panjang juga menjadi tantangan dalam kepatuhan pasien TB dalam
menajalani pengobatan TB

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Dokter di Puskesmas Jetis memastikan setiap pasien yang terdiagnosis tuberculosis paru
mendapatkan penanganan dan terapi yang sesuai dengan kategorinya, sesuai dengan Program
Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia.

Paduan OAT yang digunakan oleh Dokter di PuskesmasJetissesuaidengan Program Nasional


Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia, sebagai berikut:

- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

- Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis
tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.

Pelaksanaan

Puskesmas Jetis saat ini memiliki 3 poli yang dibuka setiap hari, yaitu poli umum, poli lansia, dan poli
infeksi. Pasien yang datang dengan batuk dilayani di poli infeksi. Setiap orang yang datang dengan
batuk lebih dari 2 minggu dilakukan pemeriksaan dahak menggunakan TCM (Tes Cepat Molekular).
Jika sudah tegak terdiagnosis TB, maka pasiendiberikan OAT yang sesuai dan disarankan kontrol
setiap bulan di poli infeksi pada hari Kamis.Namun ada beberapa pasien TB yang alergi KDT atau
pundengan Sequele yang meminta rujukan selain hari kamis

Pada tanggal 27 Agustus 2020 terdapat kunjungan pasien kontrol TB

Ny. S, 60 Th

S:

Pasien datang untuk kontrol pebgobatan TB fase lanjutan. Saat ini keluhan batuk berkurang,
dan nafsu makan meningkat

O:

KU Baik

TD 120/80

HR 80

RR 20

Temp. 36,4
BB 29 KG

Mata: CA -/-, SI -/-

Thorax: Simetris, SP Vesikuler, ST Wh -/-, RK -/-

Abdomen: BU +, SOEPEL , NT –

Extremitas: Akral hangat, nadi kuat, CRT <2 dtk

A:

Tuberculosis of lung, confirmed by sputum microscopy with or without culture

P:

2 FDC NO. XXIV

Curcuma 1x1

Pyridoxine 1x1

Paracetamol 500 mg 3x1 (sprn)

Monitoring dan Evaluasi

Hal -hal yang diperhatikan selama pasien kontrol pengobatan TB adalah:

1. Keteraturan makan obat.


Pengobatan TB yang lama (minimal 6 bulan) seringkali membuat pasien lupa atau bosan
untuk minum obat. Jika ada yang tidak patuh, pasien harus selalu diingatkan akan
pentingnya pengobatan, dan risiko resistensi jika pengobatantidak optimal.
2. Evaluasi hasil pengobatan TB.
Perbaikanklinis dan kenaikanberat badan pasiendipantausetiap kali datangkontrol. Jika
perlu, dosis OAT pasiendisesuaikandenganberatbadannya. Respons terhadap terapi juga
harus dimonitor dengan pemeriksaan dahak
mikroskopikataumolekularsecaraberkalauntukmemastikankumansudahmati.
3. Evaluasi efek samping Obat TB.
Seperti obat lainnya, OAT ini juga memiliki efek samping obat seperti mual, muntah, gatal,
pembengkakan persendian, pandangan mata berkurang luasnya, kesemutan dll. Efek samping ini ada
yang ringan dan ada yang berat. Oleh karena itu, selain untuk evaluasi pengobatan, perlunya kontrol
secara teratur ke dokter selama pengobatan TB juga untuk memantau apakah ada efek samping
pengobatan atau tidak. 

11

Judul Laporan

Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) di Puskesmas Jetis

Latar Belakang

IMD adalah proses alami yang memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting dan
mengisap ASI sendiri, yabg dilakukan segera (½-1 jam) setelah bayi lahir dan sehat. Inisiasi menyusu
dini (IMD) atau early lactch on/breast crawl menurut UNICEF  merupakan kondisi ketika bayi mulai
menyusu sendiri setelah lahir, yaitu ketika bayi memiliki kemampuan untuk dapat menyusu sendiri,
dengan kriteria terjadi kontak kulit ibu dan kulit bayi setidaknya dalam waktu 60 menit pertama
setelah bayi lahir. Cara bayi melakukan IMD dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari
payudara.

IMD akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama
menyusui, sehingga diharapkan terpenuhinya kebutuhan gizi bayi hingga usia 2 tahun, dan
mencegah anak kurang gizi.

Permasalahan

Keterlambatan pemberian ASI atau bayi yang diinisiasi ASI setelah hari pertama kehidupan,
mengalami peningkatan resiko kematian neonatal meningkat hingga 2,4 kali. Menurut UNICEF
sebanyak 30.000 bayi yang biasanya meninggal pada bulan pertama kelahirannya, dapat
diselamatkan dengan melakukan inisiasi menyusui dini setelah satu jam pertama kelahiran.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013, persentase tertinggi proses mulai menyusu
pada anak umur 0-23 bulan adalah pada 1-6 jam (35,2%). Proses mulai menyusu pada satu jam
pertama setelah lahir/IMD hanya 34,5%. IMD mengalami peningkatan pada tahun 2018.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, proporsi IMD pada anak umur 0-23 bulan adalah 58,2%.
Dari proporsi ini, yang melakukan IMD ≥ 1 jam hanya 15,9%.

Jika berdasarkan daerah tempat tinggal, hasil Susenas Maret 2017 menunjukkan bahwa persentase
status IMD di daerah perkotaan (70,02%) lebih tinggi dibandingkan perdesaan (64,05%).

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Metode intervensi yang direncanakan adalah dengan segera setelah bayi lahir dan diputuskan
tidak memerlukan resusitasi, letakkan bayi di atas perut ibunya dan keringkan bayi mulai
dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali keduatangannya. Bau cairan
amnion pada tangan bayi akan membantuny amencari puting ibu yang mempunyai bau
yang sama. Maka agar baunya tetap ada, dada ibu juga tidak boleh dibersihkan.
Mengeringkan tubuh bayi tidak perlu sampai menghilangkan verniks karena verniks
dapat berfungsi sebagai penahan panas pada bayi.

Pelaksanaan

Setiap bayi baru lahir di puskesmas jetis apabila nilai APGAR score-nya baik dan tidak perlu dilakukan
resusitasi mak aakan dilakukan inisiasi menyusu dini segera setelah pemotongan tali pusat. Bayi
dikeringkan terlebih dahulu dan diletakkan di atas perut ibu dan diberi selimut agar menjaga suhu
tubuh bayi tetap hangat. Bayi akan dibiarkan untuk inisiasi menyusu dini sekitar 1 jam

Monitoring dan Evaluasi

Selama proses inisiasi menyusu dini kondisi bayi akan diobservasi, mulai dari keadaan umum, jalan
napas selama proses IMD, gerak, dan tanda-tanda vital bayi. Kondisi bayi juga akan dicatat dalam
lembar rekam medis

Selain kondisi bayi, kondisi ibu juga akan diobervasi. Selain KU dan TTV ibu, akan dinilai apakah air
susu ibu (ASI) pertama atau kolostrum sudah keluar, dan dilihat kondisi payudara ibu

12

Judul Laporan

Edukasi Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif kepada Anak

Latar Belakang

Sesuai dengan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air
Susu Ibu (ASI) Eksklusif, pola pemberian makanan terbaik untuk bayi baru lahir sampai usia
2 tahun meliputi:
· Memberikan ASI pada bayi segera dalam waktu satu jam setelah lahir.
· Memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6 bulan.
· Memberikan makanan pendamping ASI (MP ASI) yang tepat sejak genap umur 6 bulan.
· Meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 proporsi pola pemberian ASI pada bayi umur 0-5 bulan di
Indonesia sebanyak 37,3% ASI ekslusif, 9,3% ASI parsial, dan 3,3% ASI predominan.
Menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau
minuman berbasis air misalnya teh, sebagai makanan/minuman prelakteal sebelum ASI
keluar. Sedangkan menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan
selain ASI seperti susu formula, bubur atau makanan lain sebelum bayi berusia 6 bulan, baik
diberikan secara kontinyu maupun sebagai makanan prelakteal

ASI Eksklusif memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh kembang dan daya tahan
tubuh anak. Anak yang diberi ASI Eksklusif akan tumbuh dan berkembang secara optimal
dan tidak mudah sakit. Hal tersebut sesuai dengan beberapa penelitian. Pembahasan pada
“The Lancet Breastfeeding Series, 2016 telah membuktikan, bahwa:
1. Menyusui Eksklusif menurunkan angka kematian karena infeksi sebanyak 88% pada
bayi berusia kurang dari 3 bulan
2. Sebanyak 31,36% (82%) dari 37,94% anak sakit, karena tidak menerima ASI
Ekslusif.

Permasalahan

Situasi gizi balita di dunia saat ini sebanyak 155 juta balita pendek (stunting), 52 juta balita
kurus (wasting), dan 41 juta balita gemuk (overweight). Di Indonesia, berdasarkan hasil
Riskesdas 2018, 17,7% balita mengalami gizi buruk dan gizi kurang, 30,8% balita sangat
pendek dan pendek, 10,2% balita sangat kurus dan kurus, dan 8% balita gemuk.
Pemberian ASI pada bayi erat hubungannya dengan kondisi gizi kurang dan gizi lebih
(gemuk) pada anak. ASI merupakan sumber energi dan nutrisi terpenting pada anak usia 6-23
bulan. ASI memenuhi lebih dari setengah kebutuhan energi pada anak usia 6-12 bulan dan
sepertiga dari kebutuhan energi pada anak usia 12-24 bulan. ASI juga merupakan sumber
nutrisi yang penting pada proses penyembuhan ketika anak sakit.
Pemberian ASI dapat menurunkan risiko penyakit infeksi akut seperti diare, pneumonia,
infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis, dan infeksi saluran kemih. Bayi yang tidak
diberi ASI akan rentan terhadap penyakit infeksi. Kejadian bayi dan balita menderita
penyakit infeksi yang berulang akan mengakibatkan terjadinya balita dengan gizi buruk dan
kurus.
Berdasarkan action folder yang dirilis WABA diketahui bahwa pemberian ASI juga
menurunkan risiko terjadinya kelebihan berat badan dan obesitas sebanyak 10%
dibandingkan susu formula.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Metode intervensi yang dilakukan adalah dengan memberikan edukasi kepada ibu tentang
pemberian ASI dan ASI eksklusif. Menjelaskan mulai dari definisi, cara pemberian, Manfaat ASI bagi
ibu dan anak, dan hal-hal yang berkaitan dengan menyusui

Pelaksanaan

Setiap bayi baru lahir akan dilaksanakan inisiasi menyusu dini dan saat pasien pindah ke ruang rawat
gabung akan diperkenalkan tentang pemberian ASI dan ASI eksklusif. Menjelaskan mulai dari
definisi, cara pemberian, Manfaat ASI bagi ibu dan anak, dan hal-hal yang berkaitan dengan
menyusui.

Edukasi dan informasi tentang ASI juga disampaikan melaui kelas online ibu hamil dan video edukasi
yang dipublikasikan melalui youtube channel puskesmas Jetis

Monitoring dan Evaluasi

Untuk monitoring dan evaluasi pemberian ASI akan dilakukan setiap kunjungan nifas dan kontrol
bayi baru lahir di puskesmas Jetis. Ibu akan ditanyai tentang pemberian ASI dan apakah ada kesulitan
yang dihadapi, dan ibu juga dapat berkonsultasi tentang pemberian ASI. Saat kunjungan imunisasi
ibu juga akan ditanyai tentang pemberian ASI eksklusif dan tumbuh-kembang anak.
13

Judul Laporan

Pelaksanaan Ante Natal Care (ANC) di Puskesmas Jetis

Latar Belakang

Salah satu solusi efektif dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) adalah dengan cara meningkatkan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh
tenaga medis terlatih yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Di samping itu,
dibutuhkan partisipasi serta kesadaran ibu terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan di
fasilitas pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan.

Pemeriksaan ANC (Antenatal Care) merupakan pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan fisik dan mental pada ibu hamil secara optimal, hingga mampu
menghadapi masa persalinan, nifas, menghadapi persiapan pemberian ASI secara eksklusif,
serta kembalinya kesehatan alat reproduksi dengan wajar.

Pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal 4 (empat) kali selama masa kehamilan, yaitu 1
kali pemeriksaan pada trimester pertama, 1 kali pemeriksaan pada trimester kedua, dan 2 kali
pemeriksaan pada trimester ketiga.

Saat ini Indonesia tengah menghadapi wabah bencana non alam COVID-19,
diperlukan suatu Pedoman Bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir Selama Social
Distancing.

Permasalahan

Masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, termasuk AKI tidak dapat dilepaskan dari
berbagai faktor yang mempengaruhinya, antara lain status kesehatan ibu dan kesiapan untuk hamil,
pemeriksaan antenatal (masa kehamilan), pertolongan persalinan dan perawatan segera setelah
persalinan, serta faktor sosial budaya.

Pandemi covid 19 juga menjadi tantangan tersendiri bagi terlaksananya kegiatan-kegiatan ANC dan
kegiatan ibu hamil lainnya

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Metode intervensi yang direncanakan adalah deteksi faktor resiko pada ibu hamil di Puskesmas Jetis
yang kemudian dilanjutkan dengan tatalaksana yang tepat sesuai dengan kompetensi SDM dan
ketersediaan sarana dan prasarana. Intervensi yang dilakukan berfokus pada deteksi kehamilan
beresiko tinggi dengan cara penggalian faktor risiko melalui anamnesis mendalam, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan kolaboratif dengan Dokter gigi, Ahli gizi, dan Psikolog
yang terangkum dalam kegiatan ANC Puskesmas Jetis.

Berikut pedoman kegiatan ibu hamil di masa covid 19:


a) Pemeriksaan hamil pertama kali, buat janji dengan dokter agar tidak
menunggu lama. Selama perjalanan ke fasyankes tetap melakukan
pencegahan penularan COVID-19 secara umum.
b) Pengisian stiker Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) dipandu bidan/perawat/dokter melalui media komunikasi.
c) Pelajari buku KIA dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d) Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya. Jika
terdapat risiko / tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), maka periksakan
diri ke tenaga kesehatan. Jika tidak terdapat tanda-tanda bahaya,
pemeriksaan kehamilan dapat ditunda.
e) Pastikan gerak janin diawali usia kehamilan 20 minggu dan setelah usia
kehamilan 28 minggu hitung gerakan janin (minimal 10 gerakan per 2 jam).
f) Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan mengonsumsi
makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan tetap
mempraktikan aktivitas fisik berupa senam ibu hamil / yoga /
pilates / aerobic / peregangan secara mandiri dirumah agar ibu
tetap bugar dan sehat.
g) Ibu hamil tetap minum tablet tambah darah sesuai dosis yang diberikan oleh
tenaga kesehatan.

h) Kelas Ibu Hamil ditunda pelaksanaannya sampai kondisi bebas dari pandemik

COVID-19.

Pelaksanaan

Kegiatan ANC dilaksanakan setiap hari Selasa dan Rabu di poli KIA Puskesmas Jetis Yogyakarta
dengan jumlah pasien 10-15 pasien setiap harinya. Kegiatan yang dilakukan meliputi anamnesis,
pengukuran tinggi dan berat badan, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik ibu,
pengukuran DJJ, pemeriksaan K1, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan keluhan. Apabila
ditemukan kelainan yang mengarah ke risiko tinggi, akan dilakukan tata laksana yang sesuai meliputi
edukasi, pengobatan, monitoring dan evaluasi, hingga perujukan ke faskes yang lebih tinggi apabila
diperlukan.

Pada saat COVID-19 untuk pemeriksaan ibu hamil normal tanpa penyulit dilakukan hanya 2 kali yaitu
setelah tahu hamil pertama kali dan sebulan sebelum HPL. Untuk pemeriksaan pertama setelah tahu
hamil akan diskrining oleh bidan, dokter umum, dokter gigi, ahligizi dan psikolog untuk mengetahui
keadaan pasien secara keseluruhan. Setelah itu pasien akan dibekali tablet tambah darah dan
kalsium untuk ke depannya. Apa bila pasien tidak ada keluhan maka disarankan untuk Kembali
sebulan sebelum HPL, namun bila setelahnya ada keluhan maka ibu hamil tersebut bisa kontrol ke
puskesmas kapan saja.

Monitoring dan Evaluasi

Pemeriksaan ANC dilakukan secara berkala. Edukasi diberikan pada pasien agar tertib memeriksakan
kehamilan hingga mendekati hari perkiraan lahir.
Petugas puskesmas juga melakukan monitoring secara aktif kepada pasien dengan cara membuat
group WA yang berisikan bidan, dokter dan ibu hamil dan diadakan kelas ibu hamil di wilayah
puskesmas Jetis. Kolaborasi antara peran aktif tenaga kesehatan dan kepatuhan serta kesadaran
pasien menjadi faktor penting dalam mendukung tercapainya tujuan ANC, menangani ibu hamil
dengan risiko tinggi, serta menurunkan angka kematian ibu.

14

Pertolongan Pada Persalinan Normal dengan Ketuban Telah Pecah dan Riwayat Proteinuria (+)

Latar Belakang

Persalinan adalah serangkaian kejadian pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri).

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37 -42 minggu ) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun janin.
Sejak tahun 2015, penekanan persalinan yang aman adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019
menetapkan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai salah satu indikator upaya kesehatan ibu.

Permasalahan

Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu pada tahun 2010 membuktikan bahwa
kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/fasilitas persalinan

Pada tanggal 03 September 2020 pukul 08.30 Pasien G2P1A0 UK 37 minggu + 1 hari datang dengan
keluhan ketuban sudah pecah sejak pukul 06.00, dan terasa air yang keluar dari jalan lahir, pasien
juga merasakan mulas dan kencang-kencang yang semakin kuat dan sering

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Pasien datang pukul 08.30 WIB dengan keluhan ketubah sudah pecah, dan keluar air dari jalan lahir
sejak pukul 06.00

KU Baik, CM

TD: 130/87, N: 86 x/mnt, RR: 20 x/mnt , S: 36,1

Palpasi: TFU 30 cm, Puka, Preskep, Divergen, His 1x10 menit 10-15 detik, DJJ 144 x/m

PD: V/U tenang, dinding vagina licin, portio lunak, pembukaan 4-5 cm, kepala sudah masuk PAP, air
ketuban (+) tampak sedikit keruh bercampur lendir keputihan, STLD(+), Nitrazin Test (+)

Pukul 11.11 WIB ibu ingin mengejan, vulva dan anus membuka, kepala tampak di depan vulva, His
4x10 menit 40 detik
Dilakukan persiapan partus, dam pimpin persalinan

Pelaksanaan

Pukul 11.35 WIB Bayi lahir spontan, PBK jenis kelamin Laki-Laki, langsung menangis, APGAR Score
8/9, suction (+), Meconium (+)

Setelah bayi lahir, segera dilakukan IMD . Ibu diberikan injeksi Oxytoxin 10 IU

Pukul 11.45 WIB Placenta lahir spontan, kesan lengkap, kontraksi uterus keras. Diilakukan injeksi
metergin 1 Amp (IM).

Perineum ruptur grade 2, Massase (+), kontraksi keras, PPV ± 200 cm, Hecting Dalam/ Hecting Luar:
Subcutis/ 1-1 dengan lidocaine

Monitoring dan Evaluasi

Dilakukan antropometri pada bayi, BB: 2760 gr , PB: 47 cm

LK/LD/LLA: 32/31/11 , Anus (+)

Inj. Vitamin K (+), Salep Mata (+), Hb0 (+)

Kondisi ibu 2 jam pasca persalinan:

KU Baik, kontraksi rahim keras, PPV dbn

TD 122/81 mmHg, N: 96 x/mnt, RR: 20 x/mnt, S: 36,5 ᵒC

BAK (+)

Terapi pengobatan untuk ibu

Amoxicillin 500 mg 3x1

Asam mefenamat 500 mg 3x1

Hemafort 1x1

Vitamin A 200.000 IU 1x1

15

Judul Laporan
Kelas Online Ibu Hamil Puskesmas Jetis Pertemuan Kedua

(Persalinan Normal, Masa Nifas, IMD dan Menyusui, dan Keluarga Berencana)

Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian ibu sebagai kematian


selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua
sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya tetapi bukan
disebabkan oleh kecelakaan/cedera. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu
indikator penting untuk melihat derajat kesehatan perempuan dan menjadi salah satu
komponen indeks pembangunan maupun indeks kualitas hidup1. AKI di Indonesia masih
menjadi masalah yang serius. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SKDI) tahun 2012, AKI di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan
menurut Komite Ilmiah International Conference on Indonesia Family Planning and
Reproductive Health (ICIFPRH) sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup ditahun 2019.
Angka ini menurun disbanding tahun 1990 yakni 390 per 100.000 kelahiran hidup namun
belum mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 yaitu 102 per
100.000 kelahiran hidup2.

Penyebab kematian ibu didominasi oleh penyebab langsung yakni perdarahan


(30,3%), hipertensi (27,1%), infeksi (7,3%), abortus tak aman, partus lama. Penyebab tak
langsung seperti kondisi penyakit kanker, ginjal, jantung, tuberculosis, atau penyakit lain
yang diderita ibu juga dapat menjadi penyebab kematian ibu3. Faktor yang berperan penting
untuk mengurangi angka kematian maternal antara lain, persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih dan pelayanan yang baik ketika persalinan (Reeves, 2010). Angka
persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di Indonesia sudah cukup mencapai target MDGs
yakni 90,88% namun jumlah persalinan yang tidak dilakukan di fasilitas kesehatan masih
tergolong tinggi yakni 29,6%. Faktor lain yang dapat mengurangi angka kematian maternal
yaitu akses ketempat pelayanan kesehatan terjangkau dan fasilitas kesehatan yang memadai
(Aboagye, 2013).

Komplikasi yang menyebabkan kematian ibu masih dapat terjadi selama periode
nifas. Pemantauan ibu oleh tenaga kesehatan dilakukan selama kunjungan nifas minimal
sebanyak 3 kali.
Diantara upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatur kehamilan adalah dengan
mengikuti Keluarga Berencana (KB). Sayangnya, pada tahun 2013 sekitar 38% wanita usia
subur masih belum menggunakan KB.

Situasi Pandemi COVID-19 menuntut setiap pihak untuk mematuhi protokol kesehatan
dengan tidak membuat kegiatan yang mengumpulkan banyak orang dan menyulitkan
menjaga jarak demi mencegah risiko tertularnya COVID-19. Maka dari itu, edukasi kepada
ibu hamil diberikan melalui kelas online yang dipandu oleh bidan dan dokter dari Puskesmas
Jetis. Selain edukasi dari dokter dan bidan, ibu juga dapat melakukan konsultasi terkait
kondisi kehamilannya

Permasalahan

Tingginya AKI, belum cukupnya angka kesertaan ber-KB, dan rendahnya cakupan ASI
eksklusif memerlukan perhatian yang serius. Perlu diberikan edukasi yang tepat pada ibu
sehingga ibu yang memiliki peran strategis dapat mengambil keputusan dan tindakan yang
tepat baik bagi kebaikan ibu maupun bayi.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Masih banyak ibu yang kurang akan pengetahuan seputar masa kehamilan, preoses persalinan, masa
nifas, Air Susu Ibu (ASI), Keluarga Berencana (KB), perawatan bayi baru lahir, Penyakit Menular
Seksual (PMS), dan seputar kesehatan ibu dan anak lainnya

Tingginya AKI, belum cukupnya angka kesertaan ber-KB, dan rendahnya cakupan ASI eksklusif
memerlukan perhatian yang serius. Perlu diberikan edukasi yang tepat pada ibu sehingga ibu yang
memiliki peran strategis dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat baik bagi kebaikan ibu
maupun bayi.

Pelaksanaan

Waktu pembuatan slide video, pengambilan suara, proses editing, dan finishing video
dilakukan pada bulan Agustus 2020. Publikasi video edukasi dilakukan secara bertahap pada
bulan Agustus hingga September 2020. Video edukasi dipublikasikan melalui youtube
channel Puskesmas Jetis, dan dibagikan secara fokus di dalam grup-grup kecil kelas online
ibu hamil

Monitoring dan Evaluasi

Setelah pembuatan video telah selesai, video edukasi di-review kembali sebelum dipublikasikan,
untuk mengevaluasi isi materi dan penyampaian video. Lalu, setelah video sudah sampai pada tahap
publikasi, dan sudah disaksikan oleh ibu-ibu hamil, ibu dipersilahkan untuk bertanya, menyampaikan
keluhan, dan berdiskusi melalui grup kelas online ibu hamil yang di dalam terdapat bidan dan
dokter-dokter umum (dokter internsip).
Apabila dijumpai keluhan selama masa hamil pada ibu hamil dengan keadaan yang perlu penangan
lebih lanju, ibu akan diedukasi dan diarahkan untuk memeriksaan diri ke puskesmas.

16

Judul Laporan

Pengobatan Pasien Tuberculosis Kategori II di Puskesmas Jetis

Latar Belakang

TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius. Di tahun
2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang, 1,2-1,4 juta) di antara orang
dengan HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000 kematian karena TB (rentang, 266.000-
335.000) di antara orang dengan HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru
(rentang, 9-11 juta) setara dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.

Secara global, insiden TB per 100.000 penduduk turun sekitar 2% per tahun.Regional yang
paling cepat mengalami penurunan di tahun 2013- 2017 adalah regional WHO Eropa (5% per
tahun) dan regional WHO Afrika (4% per tahun). Di tahun tersebut, penurunan yang cukup
signifikan (4-8% per tahun) terjadi di Afrika Selatan misalnya Eswatini, Lesotho, Namibia,
Afrika Selatan, Zambia, Zimbabwe), dan perluasan pencegahan dan perawatan TB dan HIV,
dan di Rusia (5% per tahun) melalui upaya intensif untuk mengurangi beban TB.

Di tingkat global, di tahun 2017 terdapat sekitar 558.000 kasus baru (rentang, 483.000-
639.000) TB rifampisin resistan di mana hampir separuhnya ada di tiga negara yaitu India
(24%), China (13%), dan Rusia (10%). Di antara kasus TB RR, diperkirakan 82% kasus
tersebut adalah TB MDR. Secara global, 3.6% kasus TB baru dan 17% kasus TB pengobatan
ulang merupakan kasus TB MDR/RR.

WHO memperkirakan insiden tahun 2017 sebesar 842.000 atau 319 per 100.000 penduduk
sedangkan TB-HIV sebesar 36.000 kasus per tahun atau 14 per 100.000 penduduk. Kematian
karena TB diperkirakan sebesar 107.000 atau 40 per 100.000 penduduk, dan kematian TB-
HIV sebesar 9.400 atau 3,6 per 100.000 penduduk.

Dengan insiden sebesar 842.000 kasus per tahun dan notifikasi kasus TB sebesar 569.899
kasus maka masih ada sekitar 32% yang belum ternotifikasi baik yang belum terjangkau,
belum terdeteksi maupun tidak terlaporkan. Dari angka insiden ini dilakukan perhitungan
beban TB di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Untuk perhitungan beban TB di
tingkat kabupaten/kota, Ditjen P2P telah menerbitkan Buku Panduan Penentuan Beban dan
Target Cakupan Penemuan dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia Tahun 2019-2024.

Dalam pengendalian TB Nasional, diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakan terlebih
dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis (pemeriksaan smear mikroscopis, biakan maupun tes
cepat). Jika hasil pemeriksaan bakteriologis negatif, maka diagnosis TB Paru dapat dilakukan dengan
secara klinis baik pemeriksaan klinis maupun penunjang (fotothoraks) dan ditetapkan oleh dokter
terlatih TB. Diagnosis TB tidak dibenarkan hanya menggunakan pemeriksaan serologis saja, foto
thoraks saja, atau tuberkulin saja. Selain cara melakukan diagnosis pada Riskesdas 2018 juga dapat
menggambarkan proporsi pengobatan yang pernah atau sedang diterima oleh responden.

Saat ini, paduan Obat Anti Tb (OAT) yang digunakan di Indonesia mengikuti rekomendasi World
Health Organization (WHO) dan International Standard for TB Care (ISTC). Paduan obat Program
Nasional Pengendalian TB di Indonesia meliputi: 1) Fixed Dose Combination (FDC) atau kombinasi
dosis tetap (KDT) yaitu paket obat untuk satu periode pengobatan; 2) Kombipak yaitu paket obat
lepas yang terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas
dalam bentuk blister dan dikatagorikan sebagai obat lepasan; dan 3) Obat Lepasanya itu Sediaan
obat tunggal/bukan paket, diberikan oleh tenaga kesehatan dalam bentuk terpisah dengan dosis
berdasarkan keputusan klinis.

OAT disediakan dalam bentuk paket (KDT), bertujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kontinuitas pengobatan sampai selesai dengan prinsip satu paket untuk satu pasien dalam
satu periode pengobatan.

Permasalahan

WHO memperkirakan ada 23.000 kasus MDR/RR di Indonesia. Pada tahun 2017 kasus TB
yang tercatat di program ada sejumlah 442.000 kasus yang mana dari kasus tersebut
diperkirakan ada 8.600-15.000 MDR/RR TB, (perkiraan 2,4% dari kasus baru dan 13% dari
pasien TB yang diobati sebelumnya), tetapi cakupan yang diobati baru sekitar 27,36%

Masih banyak masyarakat yang belum mengenal penyakit TB, bagaimana cara penularannya,
bagaimana cara pencegahannya, dan lainnya

Tingginya angka TB Paru di wilayah Yogyakarta

Masa pengobatan yang panjang juga menjadi tantangan dalam kepatuhan pasien TB dalam
menajalani pengobatan TB

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Dokter di Puskesmas Jetis memastikan setiap pasien yang terdiagnosis tuberculosis paru
mendapatkan penanganan dan terapi yang sesuai dengan kategorinya, sesuai dengan Program
Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia.

Paduan OAT yang digunakan oleh Dokter di PuskesmasJetissesuaidengan Program Nasional


Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia, sebagai berikut:

- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

- Kategori Anak: 2HRZ/4HR


Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis
tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.

Pelaksanaan

Puskesmas Jetis saat ini memiliki 3 poli yang dibuka setiap hari, yaitu poli umum, poli lansia, dan poli
infeksi. Pasien yang datang dengan batuk dilayani di poli infeksi. Setiap orang yang datang dengan
batuk lebih dari 2 minggu dilakukan pemeriksaan dahak menggunakan TCM (Tes Cepat Molekular).
Jika sudah tegak terdiagnosis TB, maka pasiendiberikan OAT yang sesuai dan disarankan kontrol
setiap bulan di poli infeksi pada hari Kamis.Namun ada beberapa pasien TB yang alergi KDT atau
pundengan Sequele yang meminta rujukan selain hari kamis

Pada tanggal 13 Agustus 2020 terdapat kunjungan pasien rutin kontrol TB sebanyak 3 orang, dan 1
diantaranya sedang menjalani pengobatan TB kategori II

Ny. C, 54 Th

S:

Pasien datang untuk kontrol pengobatan TB kategori II. Sebelumnya pasien pernah menjalani pengobatan TB di
Jakarta, kemudian kambuh lagi. Keluhan saat ini (-)

Riwayat keluarga yang menderita TB (+) kedua anaknya

O:

KU CM , Tampak biasa

TD 110/70

HR 90

RR 20

Temp. 36,5

BB:

Mata: CA -/-, SI -/-

Thorax: Simetris, SP Vesikuler, ST Wh -/-, RK -/-

Abdomen: BU +, SOEPEL , NT –

Extremitas: Akral hangat, nadi kuat, CRT <2 dtk


A:

TB Kategori II

P:

Inj. streptomicin 750 mg (IM)

4FDC 3 tab (3 tab merah, 3 tab putih, untuk 9x minum(27 tab))

Piridoksin 1x1

Masker

Monitoring dan Evaluasi

Hal -hal yang diperhatikan selama pasien kontrol pengobatan TB adalah:

1. Keteraturan makan obat.


Pengobatan TB yang lama (minimal 6 bulan) seringkali membuat pasien lupa atau bosan
untuk minum obat. Jika ada yang tidak patuh, pasien harus selalu diingatkan akan
pentingnya pengobatan, dan risiko resistensi jika pengobatantidak optimal.
2. Evaluasi hasil pengobatan TB.
Perbaikanklinis dan kenaikanberat badan pasiendipantausetiap kali datangkontrol. Jika
perlu, dosis OAT pasiendisesuaikandenganberatbadannya. Respons terhadap terapi juga
harus dimonitor dengan pemeriksaan dahak
mikroskopikataumolekularsecaraberkalauntukmemastikankumansudahmati.
3. Evaluasi efek samping Obat TB.
Seperti obat lainnya, OAT ini juga memiliki efek samping obat seperti mual, muntah, gatal,
pembengkakan persendian, pandangan mata berkurang luasnya, kesemutan dll. Efek samping ini ada
yang ringan dan ada yang berat. Oleh karena itu, selain untuk evaluasi pengobatan, perlunya kontrol
secara teratur ke dokter selama pengobatan TB juga untuk memantau apakah ada efek samping
pengobatan atau tidak. 

17

Judul Laporan

Pemberian Obat Cacing pada Kegiatan Posyandu Bulan Agustus 2020

Latar Belakang

Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing dalam tubuh manusia yang ditularkan
melalui tanah. Penderita Cacingan yang selanjutnya disebut Penderita adalah seseorang yang dalam
pemeriksaan tinjanya mengandung telur cacing dan/atau cacing. Penanggulangan Cacingan adalah
semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan prevalensi serendah mungkin dan
menurunkan risiko penularan Cacingan di suatu wilayah.

Kecacingan dianggap sebagai penyakit yang diabaikan karena tidak menyebabkan kematian.
Meskipun tidak menyebabkan kematian akan tetapi kecacingan memberikan kontribusi besar
terhadap penurunan sumber daya manusia yang dapat menyebabkan terjadinya ”lost generation”.
Hal ini disebabkan oleh cacing usus dapat mengambil sari-sari makanan dari tubuh penderitanya
sehingga penderita akan terserang anemia dan malnutrisi yang dapat menyebabkan gangguan
tumbuh kembang, turunnya konsentrasi belajar dan produktivitas

Kecacingan merupakan penyakit kosmopolitan dengan angka kejadian yang beragam pada masing-
masing daerah. Wilayah perdesaan dengan tingkat higiene yang rendah cenderung memiliki tingkat
kejadian kecacingan yang lebih tinggi daripada wilayah perkotaan yang telah banyak tersentuh oleh
pembangunan. Kecacingan dapat menyerang semua golongan usia baik dewasa maupun anak-anak,
akan tetapi paling banyak menjangkiti anak usia sekolah dasar. Jenis cacing usus yang paling banyak
dan paling mudah untuk ditularkan yaitu golongan cacing nematoda yang termasuk dalam golongan
Soil Transmitted Helminth (STH) antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm
(Necator americanus dan Ancylostoma duodenale).

Pencegahan infeksi cacing dapat dilakukan dengan pemberian obat cacing. Pemberian
obat cacing dapat dimulai sejak anak usia 2 tahun. Hal ini, disebabkan karena pada
anak usia 2 tahun sudah terjadi adanya kontak dengan tanah yang merupakan sumber
penularan infeksi cacing. Pemberian obat cacing dapat diulang setiap 6 bulan sekali.
Sedangkan, untuk daerah non endemis pemberian obat cacing harus diberikan sesuai
indikasi dan sesuai pemeriksaan dokter dengan hasil pemeriksaan tinja positif
ditemukan telur cacing atau cacing.

Permasalahan

Indonesia dengan iklim yang tropis memiliki angka kecacingan yang tinggi sebesar 28%
faktor - faktor yang mempengaruhi, Yaitu kurangnya kebersihan, sanitasi, pasokan air,
kepadatan penduduk, serta tanah yang lembab.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2017 tentang
penanggulangan cacingan, cacingan merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia karena berjangkit di sebagian besar wilayah Indonesia dan dapat
mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktifitas. upaya reduksi
cacingan pada masyarakat terutama kelompok anak balita dan anak usia sekolah perlu dilakukan
peningkatan pemberdayaan masyarakat dan komitmen lintas program dan lintas sektor.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Metode intevensi yang dipilih adalah dengan pemberian obat cacing kepada anak-anak balita (anak
yang sudah berumur diatas satu tahun ) pada kegiatan Posyandu. Manfaat pemberian obat cacing
diantaranya bergunanya untuk membasmi berbagai jenis cacing dalam tubuh anak dan juga bisa
mengurangi kondisi stunting pada anak.

Dalam pelaksanaan kegiatan posyandu, akan dibantu oleh para kader teralatih dan teredukasi

Pelaksanaan

Pada tanggal 19 Agustus 2020 telah diselenggarakan kegiatan posyandu di dua tempat yang dibantu
oleh para kader, dan diikuti oleh balita didampingi ibu atau wali

Dalam pelaksanaan kegiatan posyandu di masa covid kali ini, semua kegiatan harus dilaksanakan
sesuai protokol pencegahan covid 19

Berikut data pelaksanaan kegiatan posyandu:

Alamat: RW 11 Gowongan , Yogyakarta

Terdapat 35 balita yang berdomisili di tempat tersebut, 2 balita tamu , yang mengikuti kegiatan
posyandu berupa penimbangan berat badan , pemberian vitamin A, dan pemberian obat cacing.
Tujuh di antaranya berusia di bawah 6 bulan

Alamat: RW 12 Johar , Yogyakarta

Terdapat 25 balita yang berdomisili di tempat tersebut, 4 balita tamu , yang mengikuti kegiatan
posyandu berupa penimbangan berat badan , pemberian vitamin A, dan pemberian obat cacing. Tiga
di antaranya berusia di bawah 6 bulan

Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan kegiatan posyandu dibantu dan diawasi oleh para kader, dan dihadiri oleh perwakilan
dari puskesmas. Pendataan akan dilakukan oleh para kader, dicatat, kemudian dilaporkan kepada
puskesmas. Setelah kegiatan selesai akan dilakukan evalusai dan follow up kegiatan posyandu

Pada masa pandemi covid 19 ini, dalam rangka pencegahan obat cacing dan vitamin A diserhkan
kepada oran tua atau wali, kemudian diminumkan kepada anak di rumah. Sebagai bukti telah
diminumkan kepada anak, orang tua atau wali akan mengambil foto atau video pada saat
meminumnya, kemudian bukti tersebut dikirimkan kepada kader

Dalam kegiatan posyandu, bila dijumpai anak dengan kondisi yang memerlukan penanganan medis
lebih lanjut, akan dirujuk ke puskesmas

18

Judul Laporan
Pemberian Vitamin A pada Kegiatan Posyandu Bulan Agustus 2020

Latar Belakang

Vitamin A (retinol) terlibat dalam pembentukan, produksi, dan pertumbuhan sel


darah merah, sel limfosit, antibodi juga integritas sel epitel pelapis tubuh.

Adapun vitamin A juga bisa mencegah rabun senja, xeroftalmia, kerusakan kornea
dan kebutaan serta mencegah anemia pada ibu nifas. Sedangkan apabila anak
kekurangan vitamin A maka anak bisa menjadi rentan terserang penyakit infeksi
seperti infeksi saluran pernafasan atas, campak, dan diare.

Kapsul vitamin A ini bisa didapatkan di fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas,
Pustu, Poskesdes/Polindes, Balai Pengobatan, Praktek Dokter, Bidan Praktek Swasta atau
Posyandu dengan gratis.

Permasalahan

Vitamin A merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dan asupan vitamin A dari
makanan sehari-hari umumnya masih kurang. Kekurangan Vitamin A (KVA) di dalam tubuh yang
berlangsung lama menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang berdampak pada meningkatnya
risiko kesakitan dan kematian.

Kekurangan vitamin A meningkatkan risiko kematian yang terkait dengan penyakit menular karena
sistem kekebalan tubuh yang lebih rendah.

Banyak faktor seperti; akses tempat tinggal, karakteristik keluarga, dan keluarga untuk pelayanan
kesehatan diharapkan memiliki hubungan dengan tingginya cakupan vitamin A.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Metode intevensi yang dipilih adalah dengan pemberian kapsul vitamin A kepada bayi dan balita usia
6-59 bulan. Terdapat dua kapsul yang diberikan kepada bayi dan balita yaitu kapsul yang berwarna
biru diberikan untuk bayi yang berumur 6-11 bulan dan kapsul merah diberikan untuk anak umur 12-
59 bulan.

Dalam pelaksanaan kegiatan posyandu, akan dibantu oleh para kader teralatih dan teredukasi

Pelaksanaan

Pada tanggal 19 Agustus 2020 telah diselenggarakan kegiatan posyandu di du tempat yang dibantu
oleh para kader, dan diikuti oleh balita didampingi ibu atau wali

Dalam pelaksanaan kegiatan posyandu di masa covid kali ini, semua kegiatan harus dilaksanakan
sesuai protokol pencegahan covid 19
Berikut data pelaksanaan kegiatan posyandu:

Alamat: RW 11 Gowongan , Yogyakarta

Terdapat 35 balita yang berdomisili di tempat tersebut, 2 balita tamu , yang mengikuti kegiatan
posyandu berupa penimbangan berat badan , pemberian vitamin A, dan pemberian obat cacing.
Tujuh di antaranya berusia di bawah 6 bulan

Vitamin A kapsul merah diberikan kepada 25 anak

Vitamin A kapsul biru diberikan kepada 5 anak

Alamat: RW 12 Johar , Yogyakarta

Terdapat 25 balita yang berdomisili di tempat tersebut, 4 balita tamu , yang mengikuti kegiatan
posyandu berupa penimbangan berat badan , pemberian vitamin A, dan pemberian obat cacing. Tiga
di antaranya berusia di bawah 6 bulan

Vitamin A kapsul merah diberikan kepada 23 anak

Vitamin A kapsul biru diberikan kepada 3 anak

Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan kegiatan posyandu dibantu dan diawasi oleh para kader, dan dihadiri oleh perwakilan
dari puskesmas. Pendataan akan dilakukan oleh para kader, dicatat, kemudian dilaporkan kepada
puskesmas. Setelah kegiatan selesai akan dilakukan evalusai dan follow up kegiatan posyandu

Pada masa pandemi covid 19 ini, dalam rangka pencegahan obat cacing dan vitamin A diserhkan
kepada oran tua atau wali, kemudian diminumkan kepada anak di rumah. Sebagai bukti telah
diminumkan kepada anak, orang tua atau wali akan mengambil foto atau video pada saat
meminumnya, kemudian bukti tersebut dikirimkan kepada kader

Dalam kegiatan posyandu, bila dijumpai anak dengan kondisi yang memerlukan penanganan medis
lebih lanjut, akan dirujuk ke puskesmas

19

Judul Laporan

Penapisan Pasien Dicurigai Menderita Tuberkulosis

Latar Belakang

TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius. Di tahun
2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang, 1,2-1,4 juta) di antara orang
dengan HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000 kematian karena TB (rentang, 266.000-
335.000) di antara orang dengan HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru
(rentang, 9-11 juta) setara dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.

Secara global, insiden TB per 100.000 penduduk turun sekitar 2% per tahun.Regional yang
paling cepat mengalami penurunan di tahun 2013- 2017 adalah regional WHO Eropa (5% per
tahun) dan regional WHO Afrika (4% per tahun). Di tahun tersebut, penurunan yang cukup
signifikan (4-8% per tahun) terjadi di Afrika Selatan misalnya Eswatini, Lesotho, Namibia,
Afrika Selatan, Zambia, Zimbabwe), dan perluasan pencegahan dan perawatan TB dan HIV,
dan di Rusia (5% per tahun) melalui upaya intensif untuk mengurangi beban TB.

Di tingkat global, di tahun 2017 terdapat sekitar 558.000 kasus baru (rentang, 483.000-
639.000) TB rifampisin resistan di mana hampir separuhnya ada di tiga negara yaitu India
(24%), China (13%), dan Rusia (10%). Di antara kasus TB RR, diperkirakan 82% kasus
tersebut adalah TB MDR. Secara global, 3.6% kasus TB baru dan 17% kasus TB pengobatan
ulang merupakan kasus TB MDR/RR.

WHO memperkirakan insiden tahun 2017 sebesar 842.000 atau 319 per 100.000 penduduk
sedangkan TB-HIV sebesar 36.000 kasus per tahun atau 14 per 100.000 penduduk. Kematian
karena TB diperkirakan sebesar 107.000 atau 40 per 100.000 penduduk, dan kematian TB-
HIV sebesar 9.400 atau 3,6 per 100.000 penduduk.

Menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 364/MENKES/SK/V/2009, kegagalan program TB selama ini diakibatkan oleh:

1. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

2. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus
/diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan,
pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).

3. Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal
menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

4. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

5. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau
pergolakan masyarakat.

Permasalahan

Permasalahan yang diangkat kali ini adalah nomor 2, terkait penemuan kasus/diagnosis yang tidak
standar. Salah satu gejala utama pasien TB yang datang berobat adalah batuk lama (2-3 minggu atau
lebih). Batuk di atas 2 minggu memang dapat dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Beberapa pasien bahkan ada yang
dating dengan keluhan batuk yang tidak membaik setelah didiagnosis ISPA dan diberi pengobatan
selama beberapa minggu. Pasien - pasien TB yang tidak terdiagnosis inilah yang dapat menularkan
penyakit tersebut ke lingkungan sekitarnya serta mengalami penurunan quality of life akibat sakit
yang dideritanya.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Dokter di Puskesmas Jetis melakukan anamnesis pada pasien-pasien yang memiliki kekulah batuk
atau infeksi saluran napas lainnya, kemudian memastikan setiap orang yang datang dengan batuk
lebih dari 2 minggu dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan diminta untuk
melakukan pemeriksaan dahak menggunakan TCM (Tes Cepat Molekular).

Pelaksanaan

Puskesmas Jetis saat ini memiliki 3 poli yang dibuka setiap hari, yaitu poli umum, poli lansia, dan poli
infeksi. Pasien yang datang dengan batuk dilayani di poli infeksi. Setiap orang yang datang dengan
batuk lebih dari 2 minggu dilakukan pemeriksaan dahak menggunakan TCM (Tes Cepat Molekular).
Jika sudah tegak terdiagnosis TB, maka pasien diberikan OAT yang sesuai dan disarankan kontrol
setiap bulan di poli infeksi pada hari Kamis

Penegakan diagnosis TB dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan periksaan radiologi.

Monitoring dan Evaluasi

Setelah hasil pemeriksaan keluar, dokter melakukan pengobatan kepada pasien berdasarkan
diagnosis yang sesuai

Pasien yang telah didiagnosis dengan TB akan diberikan pengobatan TB sesuai kategorinya. Pasien
diminta untuk datang kontrol dan mengambil obat setiap dua minggu pada pengobatan bulan
pertama, lalu satu bulan sekali pada kunjungan berikutnya, dan setiap hari jika pasien kategori 2
yang mendapat suntikan Streptomycin.

Follow up pengobatan juga dilakukan pada setiap fase pengobatan, dengan melakukan pengecekan
sputum pada waktu yang telah ditentukan

20

Judul Laporan

Pengobatan Pasien dengan Anemia di Puskesmas Jetis

Latar Belakang

Anemia, atau yang dikenal dengan istilah kurang darah pada masyarakat awam adalah suatu
keadaan di mana jumlah sel darah merah, atau tepatnya hemoglobin (Hb) sebagai protein
pengangkut oksigen di dalam darah kadarnya berada di bawah normal, sehingga tidak
mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh

Bertambahnya usia akan menyebabkan tubuh mengalami perubahan-perubahan seperti


anatomi, fisiologi, ekonomi, dan sosial. Hal tersebut akan menyebabkan perubahan
pada pola konsumsi. Anemia pada lansia disebabkan karena kurangnya tingkat konsumsi
zat gizi seperti protein, zat besi, vitamin B12, asam folat, dan vitamin C. Rendahnya
konsumsi zat gizi yang menyebab lansia mengalami anemia

Permasalahan

Dalam laporan ini kasus yang diangkat adalah pasien usia 55 tahun yang mengeluhkan terasa nyeri,
dan bagian belakang kepala suka terasa sakit cekat-cekut. Pusing (+) kadang-kadang.
Pasien juga sering mengeluh tidak enak badan
Sehari-hari pasien bekerja sebagai ojek

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Tn. S, 55 Th 
S:
Pasien mengeluh tangannya terasa nyeri, dan bagian belakang kepala suka terasa sakit
cekat-cekut. Pusing (+) kadang-kadang. Pasien juga sering mengeluh tidak enak badan
Sehari-hari pasien bekerja sebagai ojek

O:
KU CM , Tampak Biasa

TD 130/80

HR 80

RR 20

Temp. 36,5

Mata: Kesan CA +/+, SI -/-

Thorax: Simetris, SP Vesikuler, ST Wh -/-, RK -/-

Abdomen: BU +, SOEPEL , NT –

Extremitas: Akral hangat, nadi kuat, CRT <2 dtk

Status lokalisata:
Ekst.Superior ,nyeri saat digerakkan , phallen test +
Pelaksanaan

Diagnosis kerja pasien ini adalah:

Susp. Anemia

Susp. Carpal tunnel syndrome

Monitoring dan Evaluasi

Terapi yang diberikan

Becefort 1x1
Hemafort 1x1
Meloxicam 7,5-mg 1x1
Methylprednisolon 4 mg 2x1

Pasie diedukasi untuk kembali kontrol 2 minggu lagi

21

Judul Laporan

Edukasi Pelaksanaan Posyandu di Masa Pandemi Covid 19

Latar Belakang

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
yang menjadi milik masyarakat dan menyatu dalam kehidupan dan budaya masyarakat.
Posyandu berfungsi sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan
keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat serta
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA)

Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam
keluarga besar corona virus yang sama dengan penyebab SARS pada tahun 2003. Virus ini
berukuran sekitar 125 nanometer yang dapat menginfeksi manusia dan hewan, dan dalam
kondisi yang berat dapat menyebabkan kematian. Covid-19 ditandai dengan munculnya
gejala batuk pilek, flu, demam, gangguan pernapasan, namun ada juga yang tidak
menunjukkan gejala, dan dalam kondisi berat dapat menyebabkan gagal napas dan berakhir
pada kematian. Penularan covid dapat terjadi melalui droplets atau percikan batuk atau
bersin.

Permasalahan

Pelaksanaan kegiatan posyandu dikhawatirkan akan berpotensi menjadi sarana penyebaran


virus, sehingga untuk mendukung terlaksananya kegiatan posyandu perlu kerja sama dari
berbagai pihak untuk menerapkan protokol pencegahan covid 19 .
Pengetahuan kader, masyarakat mengenai standar penerapan protokol kesehatan dan
pencegahan covid 19 juga belum tersebar dan dipahami secara merata dan belum mampu
berdisiplin menerapkan atau menjalan protokol tersebut.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Kebijakan pelaksanaan posyandu di masa pandemi covid 19 diserahkan kepada pemerintah daerah.
Syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, adalah: Kader dala keadaan sehat dan memaki sarung
tangan, meja pemriksaan tidak salin berdekatan dan disediakaan cairan pembersih tangan, edukasi
orang tua atau wali untuk mebawa alat masing-masih yang akan dibutuh dalam kegiatan posyandu
(seperti sarung untuk penimbangan), pengaturan jadwal pelayanan dengan maksimal 10 orang yang
diperbolehkan di wilayah layanan, dilakukan di tempat terbuka, dan standar protokol pencegahan
covi 19 lainnya

Pelaksanaan

Pada tanggal 19 Agustus 2020 telah diseleggarakan kegiatan posyandu untuk pertama
kalinya di dua tempat, yaitu RW 11 Gowangan dan RW 12 Johar. Sebelum kegiatan edukasi
dimulai perwakilan puskesmas Jetis yang hadir meberikan edukasi kepada kader, meliputi:

- Hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum pelaksanaan kegiatan


- Prosedur penerapan protokol Covid 19
- Rencana kegiatan yang akan dilakukan mulai dari anak dan ibu datang hingga pulang
kembali

Monitoring dan Evaluasi

Setelah dilakukan edukasi, kegiatan posyandu dapat dimulai. Selama proses kegiatan
berlangsung tim dari puskesmas Jetis melakukan evaluasi dan perbaikan langsung apabila
dijumpai hal-hal yang tidak sesuai protokol.

Evaluasi dan follow up kegiatan puskesmas juga akan disampaikan kepada pihak Puskesmas
untuk menjadi bahan diskusi dan perbaikan untuk penyelenggaraan kegiatan
posyanduselanjutnya

22

Judul Laporan

Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan pada Ibu Hamil dan Anak

Latar Belakang

Menurut PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2019


TENTANG PELAKSANAAN TEKNIS SURVEILANS GIZI, Penyelenggaraan Surveilans Gizi secara teknis
dilaksanakan dengan berbasis indikator masalah gizi dan kinerja program gizi yang Indikator kinerja
program gizi sebagaimana dimaksud meliputi:

a. cakupan bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif

b. cakupan bayi usia 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif

c. cakupan ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah minimal 90 tablet selama masa
kehamilan

d. cakupan ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahan

e. cakupan balita kurus yang mendapat makanan tambahan

f. cakupan remaja putri (Rematri) mendapat Tablet Tambah Darah

g. cakupan bayi baru lahir yang mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

h. cakupan balita yang ditimbang berat badannya

i. cakupan balita mempunyai buku Kesehatan Ibu Anak (KIA)/Kartu Menuju Sehat (KMS)

j. cakupan balita ditimbang yang naik berat badannya

k. cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut

l. cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A

m. cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A

n. cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium;

o. cakupan kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan

Permasalahan

Masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, termasuk AKI tidak dapat dilepaskan dari
berbagai faktor yang mempengaruhinya, antara lain status kesehatan ibu dan kesiapan untuk hamil,
pemeriksaan antenatal (masa kehamilan), pertolongan persalinan dan perawatan segera setelah
persalinan, serta faktor sosial budaya.

Lima fokus masalah kesehatan di Indonesia yang dibahas di dalam rapat kerja kesehatan
nasional pada tahun 2020 adalah: Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI/AKB),
pengendalian Stunting, Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Germas, dan Tata Kelola
Sistem Kesehatan.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Selama masa pandemi covid 19, kebijakan kunjungan kepuskesmas oleh ibu hamil dan anak-anak
dibatasi. Sehingga untuk membantu pemantaun kondisi ibu hamil dan tumbuh kembang anak-anak
yang berada di wilayah puskes akan dilakukan secara daring atau online melalui kelas ibu hamil, dan
kunjungan petugas kesehatan ke rumah-rumah sesuai data yang dimiliki puskesmas

Pelaksanaan

Pada tanggal 15 Agustus 2020 telah dilakukan kunjungan ke rumah-rumah warga yang terdapat ibu
hamil dan balita di Kelurahan Cokrodiningrat. Kunjungan tersebut dihadiri oleh tim Puskesmas yang
terdiri dari dokter umum (dokter internsip), bidan, surveilens, dan ahli gizi.

Dalam kunjungan tersebut dilakukan konseling, pemeriksaan terhadap 2 ibu hamil, 1 ibu nifas, dan 3
balita. Dari kunjunga tersebut disarankan 1 orang anak dengan riwayat epilepsi untuk dirujuk ke
puskesmas

Kegiatan tersebut juga melakukan pencatatan atau pendataan seputar BB, TB, Hb, LP, LILA, HPL,
riwayat penyakit, dan hal lainnya, serta pamantauan pengolahan PMT yang diberikan kepada ibu
hamil dan balita

Monitoring dan Evaluasi

Setiap informasi yang diperoleh dalam kunjungan dicatat dan didokumentasikan dalam kertas rekam
medik, dan akan menjadi data perbandingan dan pemantauan untuk ke depan.

Masalah kesehatan yang dijumpai selama kunjungan dirujuk ke puskesmas.

Pendekatan dan konseling yang dilakukan sebisa mungkin mencakup berbagai aspek

Anda mungkin juga menyukai