Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga bola
mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang terdiri dari iris,
badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina.
Antara retina dan koroid terdapat rongga yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari koroid,
yaitu akibat adanya cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada
retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina. 1,2
Terdapat tiga tipe utama ablasio retina, yakni ablasio regmatogenosa, ablasio traksi,
dan ablasio eksudatif. Jenis ablasio yang paling sering terjadi dari ketiga tipe tersebut adalah
ablasio regmatogenosa. Ablasio regmatogenosa merupakan salah satu kasus emergensi
oftalmologi karena dapat menyebabkan kebutaan jika tidak ditangani dengan segera.1

Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina pertahun kira-kira 1


diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun.
Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti Miop tinggi, afakia/pseudofakia dan
trauma.3

1.2 Tujuan

1. Menambah wawasan mengenai ablatio retina yang benar dan tepat.


2. Melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD
Solok.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Menambah wawasan mengenai ablatio retina.


2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda untuk menjalankan kepaniteraan
klinik senior terutama di SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Solok.

1.4 Metoda Penulisan


Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai
literatur.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian
depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan
2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga jaringan yaitu sklera, jaringan
uvea, dan lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi ransangan pada saraf optic dan diteruskan ke otak.4,5

Gambar 1. Anatomi Retina


Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan akhirnya di tepi ora serrata.4
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut6:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan sel
mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel
melekat erat membran Bruch dari koroid.
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.

2
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan occipital.
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari batang dan kerucut.
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar dan
sel horizontal dengan fotoreseptor.
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar.
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus.
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous.

Gambar 2. Lapisan Retina

Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang
keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam.5
2.2 Ablatio Retina

2.2.1 Definisi

3
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membran Bruch.4

2.2.2 Epidemiologi

Di amerika serikat insidens ablasio retina adalah 1:10.000 kasus per tahun dan lebih
sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Sedangkan diindonesia ablasio
retina terjadi sekitar 20-30%. Insidennya sekitar 1/ 10.000 populasi, menurut hasil penelitian
didapatkan dari 26 kasus pasien didapatkan 17 kasus dengan ablasio retina regmatogen dan
sering terjadi pada kelompok usia 51-60 tahun.4,7

2.2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya ablasio retina8:

 Rabun dekat

 Riwayat keluarga dengan ablasio retina

 Diabetes yang tidak terkontrol

 Trauma

2.2.4 Etiopatogenesis

Etiologi terjadinya ablasio retina dapat berupa: robekan retina, tarikan dari jaringan di
badan kaca, desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.1

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif. (ablasio
regmatogenosa).
2. Terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa adanya robekan retina
ataupun traksi pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma retina,
epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh darah sehingga
berkumpul di bawah retina. (ablasio retina eksudatif)
3. Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel pigmen
retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang

4
daerah vaskular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan
makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih
terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan
kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada
diabetes mellitus (ablasioretina traksional).9

2.2.5 Klasifikasi

Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas4:

1. Ablasio retina regmatogenosa

Pada ablasio retina regmatogenesa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan
pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan
retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang
masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.

Gambar 3. Ablasio regmatogenesa

Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang


kadang-kadang terlihat sebagai tirai yang menutup, terdapatnya ada riwayat
pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah
diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

5
Gambar 4. Gambaran Pada Funduskopi

2. Ablasio retina traksi


Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun
tanpa rasa sakit. Ablasio retina karena traksi khas memiliki permukaan yang
lebih konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora seratta.

`
Gambar 5. Ablasio retina traksi

3. Ablasio retina eksudatif


Adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan
mengangkat retina. Hal ini disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini
penglihatan dapat berkurang dari ringa sampai berat.

6
Gambar 6. Ablasio retina eksudatif
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan
penunjang.10,11,12,13
1. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan adalah:
 Floaters (terlihat benda yang melayang-layang), yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau
degenerasi vitreus itu sendiri.
 Fotopsia/light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya disekitarnya, Gejala
ini cenderung terjadi terutama sebelum tidur malam.
 Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang lebih lanjut
dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.

Gambar 7. Pasien ablasio retina

Gambar 8. Mata kiri Gambar 9. Mata kanan

7
2. Pemeriksaan oftalmologi
 Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula
lutea ikut terangkat.
 Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti
tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio
retina. Kadang pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar
kecil dan fotopsia.
 Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada
pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan
pengangkatan retina. Retina tampak keabuabuan yang menutupi gambaran
vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina,
didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah
retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan
membengkok di tepi ablasio.

Gambar 10. Gambaran pemeriksaan funduskopi pada pasien ablasio retina


 Pemeriksaan tekanan bola mata, pada ablasio retina tekanan intraokuler
kemungkinan menurun.
 Periksa reaksi pupil, Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya
trauma.
 Pemeriksaan slit lamp, untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus

8
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium, dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
 Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga
digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang
menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler.
Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang
menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
2.2.7 Diagnosis Banding
 Retinoskisis degeneratif
 Korioretinopati Serosa Sentralis
 Choroidal detachment2
2.2.8 Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah mengembalikan kontak antara
neurosensorik retina yang terlepas dengan RPE dan eliminasi kekuatan traksi.8
a. Scleral Buckling
Pembedahan Scleral buckling adalah metode pendekatan ekstraokuler dengan
membuat lekukan pada dinding mata untuk mengembalikan kontak dengan retina
yang terlepas.

Gambar 11. Scleral Buckling


Gambar a) menunjukkan tamponade di jahit pada permukaan luar sklera. Gambar b)
menunjukkan lubang retina yang kelihatan. Gambar c) menunjukkan tamponade pada
tempatnya.

9
Gambar 12. Prosedur Scleral Buckling
b. Pneumatic Retinopexy
Pada metoda ini, udara dimasukkan ke dalam viterus. Dengan cara ini retina dapat
dilekatkan kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah injeksi gas atau
koagulasi laser dilakukan di sekitar defek retina setelah perlekatan retina. Metode ini
sangat cocok digunakan pada kondisi ablasio dengan satu robekan retina pada
bagian atas perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2) adalah kondisi yang paling
bagus untuk prosedur ini.

Gambar 13. Skleral buckling Gambar 14. Retinopeksi pneumatic

c. Pars Plana Vitrektomi (PPV)

Dengan operasi menggunakan mikroskop, korpus vitreus dan semua traksi


epiretina dan subretina dapat disingkirkan. Retina kemudian dilekatkan kembali
dengan menggunakan cairan perfluorocarbon dan kemudain digantikan dengan
minyak silikon atau gas sebagai tamponade retina. Operasi kedua dibutuhkan

10
untuk membuang minyak silikon. Kelebihan dari teknik ini adalah mampu
melokalisasi lubang retina secara tepat, eliminasi kekeruhan media, dan terbukti
dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak, penyembuhan langsung traksi
vitreus, dan membuang serat-serat pada epiretina dan subretina.
2.2.9 Komplikasi
 Peningkatan TIO
 Glaukoma
 Infeksi
 Ablasio koroid
 Ablasio retina berulang
 Vitreo retinopati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)1,5
2.2.10 Pronosis
Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

Quo ad sanationam : Bonam5

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina
dari sel epitel pigmen retina. Diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah 1 kasus
dalam 10.000 populasi. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti miopia
tinggi, afakia/ pseudofakia dan trauma. Ablasio retina terbagi atas ablasio retina
regmatogenosa, ablasio retina traksi dan ablsio retina eksudasi.

Manifestasi klinis ablsio retina adalah floater, fotopsia, dan penurunan tajam
penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina mengalami ablsio tampak
sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan
terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Diagnosis ablasio retina ditegakkan
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis banding dari ablasio retina diantaranya adalah retinoskisis degeneratif dan
korioretinopati serosa sentralis.

Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali


lapisan neurosensorik kelapisan epitel pigmen retina yaitu dengan pembedahan.
Prognosisnya tergantung dari luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosis dan tindakan bedah yang dilakukan.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 16th ed.
New York : McGraw-Hill. 2004.

2. Larkin, GL. Retinal Detachment. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview.

3. Chang Huan J. In : Retinal Detachment. The Journal Of The American Medical


Association. 2012.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6

5. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003:
117-121.
6. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2007.
H.464-470

7. Mokoginta, Saskia. Ablasio Retina. Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. Jakarta.


2012.

8. Budhiastra P.,dkk. Karakteristik dan Hasil Pembedahan Pada Pasien Ablasio Retina
Regmatogen Di RSUP Sanglah Denpasar. 2015;1(10):23-46.
9. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 17th ed.
New York : McGraw-Hill. 2007.

10. Kanski JJ. Retinal etachment. In: Clinical ophthalmology. 5th ed. Butterworth
Heinemann. Philadelphia; 2002: 187-91.
11. Wu Lihteh; Sr Hamton Roy. Rhegmatogenous Retinal Detachment. Update Juli 2013.
Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/1224737- overview 12

12. DR.Dr.Widya Artini, SpM, Pemeriksaan Dasar Mata, Edisi pertama, Jakarta: Badan
Penerbit FKUI, 2011.

13. Pandya H. K.; O’Connor R:. Retinal Detachment update April 2014. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/798501-clinical.

13

Anda mungkin juga menyukai