Anda di halaman 1dari 19

`

1

BAB I
PENDAHULUAN


I.I Latar Belakang

Ablasio retina adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor dan jaringan
bagian dalam dari epitel pigmen retina di bawahnya.
1

Secara epidemiologi rata-rata 7 % orang dewasa dengan miopia yang melebihi 10 dioptri
menderita ablasio retina, sedangkan prevalensi orang dengan penglihatan normal adalah 0,2 %.
Insiden semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Puncak insiden antara dekade 50 dan
70.
1
Ablasio retina termasuk kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera. Lepasnya
retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan
gangguan nutrisi dari pembuluh darah koroid yang apabila berlangsung lama akan
mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Dikenal tiga bentuk ablasio retina yaitu
regmatogenosa, traksi dan eksudatif. Dewasa ini pengobatan terhadap ablasio retina telah
berkembang dengan pesat seperti, scleral buckling, intravitreal gas, dan vitrektomi sehingga
visus penderita dapat dipertahankan.

1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,
diagnosis, serta penatalaksanaan ablasio retina.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang ablasio retina.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai
literatur



`
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serrata. Permukaan luar
retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga tertumbuk
dengan membrane Bruch, khoroid dan sclera (gambar 1). Di sebagian besar tempat, retina dan
epitellium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina. Tetapi pada
discus optikus dan ora serrata, retina dan epithelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga
membatasi perluasan cairan sub retina.
2



Gambar 1. Anatomi Retina

`
3


Gambar 2. Jaringan penyusun penyusun retina

Retina terdiri dari 10 lapisan (gambar 2 dan gambar 3). Lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya
adalah :
3

1. Membrana limitans interna, merupakan membrana hialin antara retina dan badan kaca.
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju
nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
4. Lapisan fleksiform dalam,yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan
sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel
horisontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapisan dibawahnya avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitans eksterna yang merupakan membrana ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas selbatang yang mempunyai
bentuk ramping, dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina
3

`
4



Gambar 3. Histologi Lapisan retina

2.2 Definisi Ablasio Retina
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris
retina dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Burch. Sesungguhnya antara lapisan sensoris tidak terdapat suatu perlekatan
struktural dengan khoroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial
untuk lepas secara embriologis
3

Ablasio retina termasuk kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera karena
lepasnya lapisan sensoris retina dari koroid atau sel epitel pigmen mengakibatkan gangguan
nutrisis retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan
gangguan fungsi yang menetap.
Faktor resiko tersering yang berhubungan dengan Ablasio Retina adalah myopia, afakia,
pseodofakia dan trauma, kira-kira 40% disamping adanya kelainan bawaan penyakit degeneratif
maupun penyakit metabolik lainnya (underlying diseases).



`
5

2.3 Klasifikasi

Ablasio retina diklasifikasi menurut etiopatogenesis menjadi dua yaitu regmatogenosa
dan non-regmatogenosa. Ablasio retina tipe regmatogenosa disebut juga dengan ablasio retina
primer. Tipe non-regmatogenosa atau sekunder, terbagi menjadi dua yaitu ablasio retina
eksudatif dan ablasio retina traksi.
1,2,4,5

2.4 Etiologi & Faktor Resiko

Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran
Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan batang retina tidak terdapat suatu perlekatan
struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial
untuk lepas secara embriologis.
7

Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama
akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
5

Setiap tipe ablasio retina mempunyai etiologi dan faktor resiko yang berbeda:

1) Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan pada
retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang
pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid.
1,3,5

Ablasiso ini ditandai dengan pemutusan (suatu regma) total (full-thickness) retina
sensorik, traksi vitreus dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya vitreus caira melalui robekan
ke dalam ruang subretina. Ablasio ini biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan vitreus
posterior dan berhubungan dengan miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata.
1,7
Adapun faktor risiko ablasio retina adalah regmatogenosa adalah:
1,3,5

a. Aphakia
`
6

Lensa berfungsi dalam memfokuskan bayangan agar tepat jatuh pada
retina.
1
Disamping itu, lensa juga berfungsi dalam menjaga keseimbangan viteous
melalui perlengkatannya dengan lensa. Ketiadaan lenda akan menganggu
keseimbangan vitreous dan retina. Sehingga apabila retina mngalami sedikit
gangguan atau kelainan seperti robek akibat atrofi, cairan vitreus dengan mudah
masuk ke ruang subretina.
b. Miopia
Miopia dapat menyebabkan degenarasi lattic
1,
yaitu kelainan pada retina
dan vitreous. Elongasi bola mata yang terjadi pada miopia tidak diikuti oleh
perpanjangan retina sehingga retina menjadi tipis. Hal ini menjadi salah satu
faktor risiko terjadinya ablasio retina regmatogen.
c. Trauma tumpul
Abalsio retina akibat trauma tumpul biasanya terjadi secara beberapa saat
setelah trauma. Dapat terjadi secara langsung ataupun akibat gaya akselerasi, coup
dan contracoup pada retina.

2) Ablasio retina traksi
Ablasi retina eksudatif yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan
mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh
darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit epoitel pigmen retina, koroid.
Keadaan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati,
toksemia gravidarum.
5

Adapun faktor risiko ablasio retina traksi adalah:
1,3,5

a. Diabetes melitus
b. Trauma tembus
c. Sickel cell disease
d. Oklusi vena
Keadaan diatas menyebabkan iskemia pada retina sehingga memunculkan kompensasi
berupa neovaskularisasi. Pertumbuhan vaskular baru diikuti oleh pertumbuhan serat fibrosa.
Semakin lama serat vaskular dan fibrosa semakin bertambah banyak. Secara mekanik, keadaan
`
7

demikian dapat menarik lapisan neurosensori retina dari membran epitelium sehingga terjadilah
ablasio retina

3) Ablasio retina eksudat
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca
yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca
terdapat fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferatif, trauma, dan perdarahan
badan kaca akibat bedah atau infeksi. Ablasi ini adalah hasil dari penimbunan cairan di bawah
retina sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid.
4,5

Adapun faktor risiko ablasio retina transudat dan eksudat adalah:
1,4,5

a. Hipertensi maligna
1,3,4

Hipertensi maligna dapat menyebabkan ketidakseimbangan tekanan
hidrostatik dan koloid onkotik di dalam vaskular retina. Tekana hidrostatik yang
terlalu tinggi memungkinkan plasma untuk keluar dari vaskular sehingga terjadi
transudasi. Transudat yang keluar dari vaskular menyebabkan terpisahnya retina
dengan epitelium pigmen retina.
b. Eklampsia
1,3,4

Mekanisme eklampsia dalam mencetuskan ablasio retina sama dengan
hipertensi maligna, yaitu ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan koloid
onkotik.
c. Gagal ginjal
1,4

Penyakit ginjal yang sudah memasuki stadium lanjut dapat menyebabkan
hilangnya albumin melalui filtrasi glomerulus yang terganggu. Albumin
disamping sebagai protein transpor di dalam vaskular juga berperan dalam
menyeimbangkan cairan intravaskular dan interstisial. Berkurangnya jumlah
albumin menyebabkan turunnya tekanan koloid onkotik sehingga cairan
interstisial tertahan dan tidak dapat masuk ke intravaskular. Hal statis cairan yang
semakin bertambah ini dapat menyebabkan lepasnya lapisan neurosensori reina
dari epitelium pigmen retina.

d. Neoplasia
1

`
8

Neoplasia dapat menekan pembuluh darah dan menyebabkan kerapuhan
pada pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan transudasi maupun eksudasi.

e. Uveitis
1

Pada keadaan uveitis, pembuluh darah koroid termasuk koriokapilasis
mengalami peningkatan permeabilitas, sehingga memungkinkan cairan plasma
intravascular maupun sel-sel inflamasi memasuki ruangan antara epithelium
pigmen retina dengan fotoreseptor retina.

2.5 Patogenesis
2.5.1 Ablasio Retina Regmatogenesa
Istilah regmatogen berasal dari bahasa yunani yaitu rhegma yang berarti robekan atau
diskontinuitas. Merupakan tipe yang paling sering terjadi. Ablasio retina regmatogenesa terjadi
akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan corpus vitreus masuk ke belakang di ruang
subretina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca yang mencair yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas
dari lapis epitel pigmen koroid.
Faktor yang menyebabkan terjadinya ablasio retina diantaranya adalah adanya robekan
retina, pengenceran vitreous, traksi atau tarikan pada retina (vitreoretinal traction), dan
perpindahan cairan vitreus ke subretina. Diantaranya adalah mata yang terjadi pengenceran
vitreus yang diikuti oleh pelepasan vitreus posterior, yang akan menyebabkan robekan retina
ditempat dimana terjadi adhesi vitreoretinal yang kuat. Cairan vitreus yang mengalami
pengenceran akan memasuki robekan yang akan mengakibatkan ablasio retina.
1

Robeknya retina atau retinal break adalah pemutusan total (full-thickness) di area retina
sensorik. Robekan ini akan memberi ruang pada badan kaca yang mengalami pencairan untuk
memasuki ruang subretina.
Ada lesi yang terjadi di retina yang merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
ablasio retina terutamanya adalah Degenerasi Lattice. Degenerasi Laticce adalah adanya kelaina
di vitreoretinal. Sering ditemukan pada orang dengan myopia karena adanya predileksi familial.
Secara hisopatologi, ditemukan atrofi lapisan dalam retina yang dapat bervariasi derajatnya,
`
9

badan kaca di atasnya mengalami likuefaksi dan kondensasi dan adesi badan kaca di lokasi lesi.
Walaupun hanya sebagian penderita dengan degenerasi Lattice akan berkembang menjadi
ablasio retina, 20-30% pasien dengan ablasio retina regmatogenesa ada lesi Lattice
.1

Mata yang yang mempunyai predisposisi untuk terjadinya ablasio tipe ini adalah mata
dengan myopia tinggi, aphakia, dan trauma tumpul mengenai mata.
Gejala yang ditimbulkan adalah

:
1. Fotopsia : sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya atau
pijaran api pada lapangan pandang. Fotopsia terjadi karena adanya stimulasi mekanis
oleh traksi vitreoretinal pada retina.
2. Floaters : Adanya bayangan hitam yang berbagai bentuk yang tampak pada lapang
pandang pasien. Gerakan kekeruhan vitreous yang memberikan bayangan pada retina.
Terjadi karena adanya kekeruhan di badan kaca seperti sel eritrosit, sel-sel inflamasi
dan aggregasi serat kolagen.
3. Defek Lapang Pandangan
Terdapat gangguan lapang pandang yang kadang kadang terlihat sebagai tabir yang
menutup akibat dari penyebaran dari ablasi ke bidang ekuator.
4. Hilangnya penglihatan pusat apabila ablasi sudah meluas hingga fovea.







Gambar 4. Ablasio retina pada funduskopi

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan retina total
misalnya robekan berbentuk tapak kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan
sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan
`
10

jenis, robekan tapak kuda paling sering terjadi di kuadran supratemporal, lubang atropik
di kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran infratemporal. Apabila terdapat
robekan retina multipel, maka defek biasanya terletak dalam 90
0
satu sama lain. Bila bola
mata yang diperiksa bergerak, akan terlihat retina yang lepas akan ikut bergoyang.

Pada RD yang baru, akan memperlihatkan tanda tanda sebagai berikut

:
a. Adanya defek afferen pupil .
b. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas bergoyang.
c. Vitreous menunjukan gambaran asap tembakau(tobacco dust) dianterior vitreous,
dengan ablasi vitreous posterior. Terjadi karena adanya gumpalan kecil sel pigmen
yang lepas.

Pada RD yang telah lama (long standing) menunjukan tanda tanda sebagai berikut

:
a. Penipisan retina.
b. Kista sekunder intra retinal.
c. Garis garis demarsirasi sub retina
d. Apabila tidak diobati, sebagian besar ablasio retina menjadi total dan pada akhirnya
memberi komplikasi katarak, uveitis kronik, hipotoni, dan akhirnya ptosis bulbi.
2.5.2 Ablasio Retina Traksional

Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua yang terutama disebabkan oleh
beberapa kelainan seperti :
Retinopati diabetik proliferatif
Retinopati prematurity
Trauma tembus segmen posterior
Kelainan diatas menyebabkan adanya gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina
sensorik menjauhi epitel pigmen dibawahnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa,
epiretina atau subretina yang terdiri dari fibroblas sel glia atau sel epitel pigmen retina. Traksi ini
menyebabkan terlepasnya lapisan sensorik retina dengan RPE. Berbeda dengan penampakan
`
11

konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan
yang lebih konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata.
1

Pada retinopati diabetic proliferative, iskemia retina yang progressif akan merangsang
terbentuknya pembuluh darah yang baru (neovaskularisasi). Pembuluh darah tersebut akan
proliferasi ke bagian vitreus posterior. Pada tahap awal, pembuluh darah baru yang terbentuk
adalah kecil dan komponen serat fibrosanya sedikit. Pembuluh darah ini akan bertambah besar
dan komponen fibrosanya juga makin banyak. Kontraksi korpus vitreus menarik jaringan
fibrovaskuler yang terbentuk sebelumnya dan retina dibawahnya dapat terarik ke arah anterior.
2

Traksi local pada retina bisa menyebabkan robeknya retina, yang nanti akan
menagkibatkan kombinasi ablasio regmatogenesa-traksi
Gejala dari ablasio tipe ini adalah:
a. Penurunan lapang pandang yang terjadi lambat dan bersifat progresif. Dapat
berlangsung tanpa memburuk selama beberapa bulan sampai tahun
b. Tidak menunjukan gejala floaters dan fotopsia karena traksi vitreo-retinal
berkembang lamban.
Tanda tanda dari ablasi retina traksi adalah
3
:
a. Biasanya tidak memperlihatkan tanda tanda perobekan retina.
b. Konfigurasi dari ablasi retina berbentuk konkaf. Elevasi yang tertinggi dari retina
terjadi pada tempat tempat traksi vitreo-retinal.

Gambar 5. Ablasio retina traksi

2.5.3 Ablasio Retina Transudatif dan Eksudatif
Ablasio retina pada tipe ini terjadi karena akumulasi cairan dibawah retina sensorik.
Terjadi apabila pembuluh darah di retina atau khoroid mengalami defek, sehingga membenarkan
`
12

cairan keluar ke runag subretina. Penyebab yang paling sering adalah neoplasia dan gangguan
inflamasi. Cairan di subretina mengikuti daya gravitasi, oleh itu ia melepaskan area retina yang
ia akumulasi. Contohnya, jika pasien sedang duduk, bagian retina yang lepas adalah inferior.
Manakala jika pasien dalam posisi supinasi, area macula akan mengalami ablasio.
1

Beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan ablasio tipe ini adalah uveitis, tumor
metastasis, melanoma, Coats disease, retinoblastoma, choroidal hemangioma, dan lain-lain
Gejala yang ditunjukkan adalah sebagai berikut

:
a. Terkadang terdapat floaters.
b. Tidak ada fotopsia.
c. Penurunan lapang pandang .
d. Mata merah (pada penyakit uveal)
e. Nyeri (skleritis)
Tanada-tanda dari ablasio retina eksudatif adalah :
a. Tidak ada robekan retina.
b. Konfigurasi dari ablasi retina konvek. Permukaan retina yang lepas licin, non
corrugated dan bullos dan dapat melekat pada belakang lensa.
c. Shifting of fluid merupakan tanda khas dari ablasio retina eksudatif.
2.6 Diagnosis

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan
sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing intraokular, dsb), riwayat
penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma dan retinopati
diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata, serta penyakit sistemik yang berhubungan
dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sickle cell disease, leukimia, eklamsia dan prematuritas).
Gejala yang sering dikeluhkan penderita :
Floater : terlihat adanya benda melayang-layang pada lapang pandang pasien
`
13

Fotopsia : pijaran api atau kilatan cahaya
Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama
semakin luas.
Penglihatan kabur atau visus menurun

b. Pemeriksaan oftalmologik
1. Pemeriksaan visus
Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun
terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam
penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
4

2. Pemeriksaan lapangan pandang
Akan terjadi defek lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma
relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina.
4

3. Pemeriksaan funduskopi
Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina. Pada
pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio retina tampak sebagai membran abu-abu
merah muda. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan
pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari
dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang
mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat agak
merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris
terkait pada vitreus.

c. Pemeriksaan penunjang
Antara pemriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah ultrasonografi mata.
Sekiranya retina tidak dapat dilihat melalui funduskopi karena faktor seperti kelainan kornea,
katarak atau perdarahan, ultrasonografi sangat diperlukan untuk diagnosis. Kedua A Scan
ultrasound dan B Scan Ultrasound dapat membantu dalam diagnosis ablasio retina dan
membedakannya dari ablasio vitreal posterior. Ultrasonografi juga dapat membedakan antara
`
14

ablasio retina regmatogenosa dan non regmatogenosa. Pada ablasio eksudatif, ultrasonografi
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya tumor subretinal, perdarahan koroid atau pelepasan
retina itu sendiri.
1,4

Pemeriksaan lain seperti CT Scan dan MRI tidak dianjurkan maupun diindikasikan untuk
mendiagnosis ablasio retina. Namun pemeriksaan tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi
tumor atau benda asing intraorbital.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan :


a. Skleral buckle
Metode mempertahankan retina dengan cara melekukkan sklera menggunakan eksplan yang
dijahitkan pada daerah robekan retina.
1,3


b. Retinopeksi pneumatik
Merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama
jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Tekhnik pelaksanaan prosedur ini
adalah dengan menyuntikkan gelembung gas kedalam rongga vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika
robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-
2 hari.
1,3


c. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes dan juga
digunakan pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreus melalui pars plana. Setelah itu dilakukan
vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreus strand),
membran, dan perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan
penyebab ablasio.
1
`
15

d. untuk ablasio retida transudatif dan eksudatif diobati dengan memperbaiki underlying disease
yang mencetuskan ablasio retina.
2.8 Prognosis

Bila retina berhasil direkatkan kembali, mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi
penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan
dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada
umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup lama
atau mungkin muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.
Korpus vitreus yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan
retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak
dapat direkatkan kembali, maka penglihatan akan terus menurun dan akhirnya menjadi buta.
2.9 Komplikasi

Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi
cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.
4
















`
16

BAB III
KESIMPULAN

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serrata
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
batang dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Bruch. Ablasio retina merupakan kegawatdaruratan mata
yang harus ditangani dalam beberapa jam,
Ablasio retina berdasarkan patogenesisnya terdiri dari tiga bentuk, yaitu ablasio retina
regmatogen dan nonregmatogen yang terdiri dari ablasio retina traksional dan eksudatif.
Masing-masing bentuk ablasio dicetuskan oleh etiologi dan faktor risiko yang berbeda.
Etiologi dan faktor risiko ablasio retina regmatogen adalah miopia, afakia, pseudofakia
dan trauma tumpul pada mata.
Etiologi dan faktor risiko ablasio retina traksional adalah retinopati diabetes melitus
proliferatif, retinopati of prematurity, oklusi vena centralis dan trauma tumpul pada mata
yang meninggalkan scar atau sikatrik pada posterior mata.
Etiologi dan faktor risiko ablasio retina transudatif dan eksudatif adalah penyakit
inflamasi pada mata seperti uveitis, hipertensi, gagal ginjal dan kerapuhan pembuluh
darah retina akibat tumor dan neoplasia.








`
17

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Ophthalmology. Retinal Detachment. Retina and Vitreous. BCSC
Section 12, 2012. P. 292-307.
2. American Academy Ophthalmology. Basic Anatomy. Retina and Vitreous. BCSC
Section 12, 2011. Pp 7-18.
3. Ilyas S, Yukianti SR. Anatomi dan fisiologi mata dalam Ilmu Penyakit Mata ed-4. EGC:
Jakarta, 2013. Hal 10-11
4. Larkin. G.Retinal Detachment. Medscape Reference,
http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview, 2012. Diunduh pada tanggal 2
Juni 2014.
5. Sidarta I dan Sri RY. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke 4. Penglihatan turun mendadak tanpa
mata merah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2013. Pp187-90.






















`
18


DAFTAR ISI

BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
I.I Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah .................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 1
1.4 Metode Penulisan ................................................................................................................. 1
BAB II ............................................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina .............................................................................................. 2
2.2 Definisi Ablasio Retina ......................................................................................................... 4
2.3 Klasifikasi ............................................................................................................................. 5
2.4 Etiologi & Faktor Resiko ...................................................................................................... 5
2.5 Patogenesis ............................................................................................................................ 8
2.5.1 Ablasio Retina Regmatogenesa ..................................................................................... 8
2.5.2 Ablasio Retina Traksional............................................................................................ 10
2.5.3 Ablasio Retina Transudatif dan Eksudatif ................................................................... 11
2.6 Diagnosis............................................................................................................................. 12
2.7 Penatalaksanaan .................................................................................................................. 14
2.8 Prognosis ............................................................................................................................. 15
2.9 Komplikasi ......................................................................................................................... 15
BAB III ......................................................................................................................................... 16
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17








`
19

DAFTAR GAMBAR



Gambar 1. Anatomi Retina ............................................................................................................. 2
Gambar 2. Jaringan penyusun penyusun retina .............................................................................. 3
Gambar 3. Histologi Lapisan retina ................................................................................................ 4
Gambar 4. Ablasio retina pada funduskopi .................................................................................... 9
Gambar 5. Ablasio retina traksi ..................................................... Error! Bookmark not defined.

Anda mungkin juga menyukai