“ CA CAPUT ”
OLEH:
FIKI
1930018
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pada pasien Ca Caput diruang 24.B Rumah Sakit Saiful Anwar Malang
Yang Dilakukan Oleh:
Nama : Fiki
NIM : 1930018
Prodi : Pendidikan Profesi Ners Program Profesi STIKes Kepanjen
Malang
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Departemen
Keperawatan Dasar yang dilaksanakan pada tanggal 07 Oktober 2019- 12 Oktober
2019, yang telah disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
(................................) (................................)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retina adalah jaringan neurosensoris yang tipis, semitransparan dan
berlapis-lapis yang terletak pada dua per tiga dinding sebelah dalam bola mata.
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri
dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya
kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf
misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat
canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna,
kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan informasi
di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion
menuju ke saraf optikus dan otak (Hardy RA, 2004).
B. ETIOLOGI
a. Malformasi kongenital
b. Kelainan metabolisme
c. Penyakit vaskuler
d. Inflamasi intraokuler
e. Neoplasma
f. Trauma
g. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).
C. EPIDEMIOLOGI
Paling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah
miop, afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien
dengan ablasio memiliki miop tinggi (> 6 dioptri), 30-35% pernah menjalani
operasi pengangkatan katarak, dan 10-20% pernah mengalami trauma okuli.
ablasio retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda,
dan miop terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Meskipun tidak ada
penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang
berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping)
tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina (Larkin,
L. Gregory, 2010).
Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan
trauma okuli.Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki dan
40% perempuan (Larkin, L. Gregory, 2010).
retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. Namun, cedera
paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari cedera
mata, yang termasuk ablasio retina traumatik (Larkin, L. Gregory, 2010).
D. KLASIFIKASI
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi
(Hardy RA, Shetlar DJ, 2010).
Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina
regmatogensa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan
membuat retina semakin halus dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
proliferatif vitreotinopathy (PVR). Pada PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel
glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan vitreus
akan membentuk membran. Kontraksi dari membran tersebut akan menyebabkan
retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya
robekan baru atau berkembang menjadi ablasio retina traksi (Khurana AK, 2007).
Gambar 5. Ablasio retina traksi (Khurana AK, 2007).
E. PATOFISIOLOGI
Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan
keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul
diantaranya. Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair
yang dengan bebas melewati lubang di retina menuju kedalam rongga yang
terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut (Daniel
Vaughan dan Taylor Asbury, 1995).
Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat
dan refraksi lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi
retina untuk melekat dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya
tidak terdiagnosis letaknya di pinggiran bawah retina. Kadang-kadang di
tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari
perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan diatas
(Robert Youngson, 1985 : 120).
Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi
dari pembuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari
koroid. Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada
saat degenerasi retina terjadi kompensasi sel epitel pigmen yang melakukan
serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat sel
epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel
kerucut dan sel batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel
pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan sub retina dan ke dalam sel reseptor
kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke
dalam cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan
koroid maka akan terjadi degenerasi koroid. Apabila terjadi degenerasi sel
reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam,
yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini
dan kemudian kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan
terjadi pengembalian penglihatan yang sempurna (Sidarta Illyas, 2010).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan
data, dan perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a. Pengumpulan data
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia
keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-
laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering
menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
7) Pemeriksaan
a) Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b) Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
c. Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis
keperawatan sebagai berikut :
Rencana Tindakan
(1) Periksa adanya perlukaan.
(2) Orientasikan pada pasien lingkungan sekitarnya.
(3) Hindari ketegangan pada pasien.
Rasional
(1) Dengan mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya perlukaan yang
lebih parah.
(2) Diharapakan pasien dapat dapat mengenal lingkungannya sehingga akan
mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
(3) Ketegangan dapat menyebabkan kecelakaan.
2 Pelaksanaan
Tahap perencaan ini merupakan tindakan keperawatan yang nyata
kepada pasien yang merupakan perwujudan dari segala tindakan yang telah
direncanakan pada tahap perencanaan.
3 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan tindakan yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan
yang terlibat dalam penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap
ini akan kita ketahui sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita
laksanakan.
Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
a. Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga meningkatkan rasa
nyaman.
b. Tidak terjadi infeksi.
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
d. Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e. Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f. Tidak terjadi pencederaan diri.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya
sel kerucut dan sel batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina. Pada
keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch.
Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
4.2 Saran
1. Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengerti tentang asuhan keperawatan Ablasio Retina
2. Keluarga pasien
Keluarga dapat memberikan dukungan kepada pasien terkait dengan
penyakit yang diderita seperti Ablasio Retina sehingga pasien lebih
cepat dalam proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Vaughan, Daniel Taylor Asbury. Oftalmologi Umum. Jilid II. Alih Bahasa Waliba
dan Bondan Hariono. Widya Medika, Jakarta.1995