ABLASIO RETINA
Oleh :
17613068
DIII KEPERAWATAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
(…………………………………….) (…………………………………….)
LAPORAN PENDAHULUAN
ABLASIO RETINA
A. DEFINISI
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan
epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina
yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen
pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas
fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne,
2010).
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau
terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut (Vera H. Darling dan Margaret
R. Thorpe, 1996) menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan
separasi retina. Disebutkan demikian karena terdapat robekan retina sehingga
terjadi pengumpulan cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus
(sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi
karena lapisan luar retina (sel epitel pigmen) dan lapisan dalam (pars optika)
terletak dalam aposisi tanpa membentuk perlekatan kecuali di sekitar diskus
optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang disebut ora serata.
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium
neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius,
2011) Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah
posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga
mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina
kekurangan cairan (Smeltzer, Suzanne C. , 2010).
B. KLASIFIKASI
menurut Smeltzer (2010)
1. Non rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy hypertensi
b. Choriodal tumor
c. Chorioditis
d. Retinopati
2. Rhemathogen retina detachmen :
a. Trauma
b. Degenerasi
c. Kelainan vitreus
Dikenal ada tiga bentuk umum ablasi retina yaitu :
1. Ablasi retina regmatogenosa
Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami
likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio
progresif (ablasio retina regmatogenosa). Ablatio Rhegmatogen terjadi
setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus
sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul
sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
Pada ablasi retina regmatogenosa akan memberikan gejala terdapat
gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat seperti tabir yang
menutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada
lapanganpenglihatan.Ablasi yang berlokalisasi di daerah supratemporal
sangat berbahaya Karena dapat mengagkat macula. Penglihatan akan turun
secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya mengenai macula lutea. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarana pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas
(ablasi) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca.
Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.
Tekanan bola mata rendah dan dapat meningkat bila telah terjadi
neovaskularisasi glaucoma pada ablasi yang telah lama.
C. ETIOLOGI
1. Malformasi kongenital
2. Kelainan metabolisme
3. Penyakit vaskuler
4. Inflamasi intraokuler
5. Neoplasma
6. Trauma
D. MANIFESTASI KLINIS
Retina adalah jaringan tipis dan transparan yang peka terhadap cahaya,
yang terdiri dari sel-sel dan serabut saraf. Retina melapisi dinding mata bagian
dalam seperti kertas dinding melapisi dinding rumah. Retina berfungsi seperti
lapisan film pada kamera foto: cahaya yang melalui lensa akan difokuskan ke
retina. Sel-sel retina yang peka terhadap cahaya inilah yang menangkap
“gambar” dan menyalurkannya ke otak melalui saraf optic (Bachruddin, M.
dan Najib, M., 2016).
Sebab dan gejala lepasnya retina sebagian besar lepasnya retina terjadi
akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan kecil atau lubang-lubang di
retina. Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan
retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan
kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan
jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Korpus vitreum erat
melekat ke retina pada beberapa lokasi di sekeliling dinding mata bagian
belakang. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik sebagian retina
bersamanya, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina.
Walaupun beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang
normal terjadi pada peningkatan usia dan biasanya tidak menimbulkan
kerusakan pada retina, korpus viterum dapat pula, menyusut pada bola mata
yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari
rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma (Bachruddin, M. dan Najib,
M., 2016).
Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan besar
struktur korpus vitreum. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan encer
seperti air dapat masuk dari korpus vitreum ke lubang di retina dan dapat
mengalir di antara retina dan dinding mata bagian belakang. Cairan ini akan
memisahkan retina dari dinding mata bagian belakang dan mengakibatkan
retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan
di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta (Bachruddin, M. dan
Najib, M., 2016).
Perlu diketahui bahwa ada beberapa jenis lepasnya retina yang disebabkan
oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, atau sebagai
komplikasi dari diabetes. Ini disebut ablasio retina sekunder. Dalam hal ini
tidak ditemukan robekan ataupun lubang-lubang di retina, dan retina hanya
bisa kembali ke posisinya yang normal dengan mengobati penyakit yang
menyebabkan lepasnya retina (Bachruddin, M. dan Najib, M., 2016).
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dan adanya retina yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah
temporal superior. Bila bola mata bergerak terlihat robekan retina bergoyang,
terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah. Bila tekanan bila mata
meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi yang lama
(Ignatavicius, Donna D and Workman M. Linda. (2011).
H. PENATALAKSANAAN
I. KOMPLIKASI
menurut Bachruddin, M. dan Najib, M., (2016)
1. Komplikasi awal setelah pembedahan
a. Peningkatan TIO
b. Glaukoma
c. Infeksi
d. Ablasio koroid
e. Kegagalan pelekatan retina
f. Ablasio retina berulang
2. Komplikasi lanjut
a. Infeksi
b. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola
mata
c. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
d. Diplopia
e. Kesalahan refraksi
f. Astigmatisme
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Identitas klien meliputi : nama, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa,
pekerjaan, bahasa, nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis.
Adakah riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
ablosio retina ataupiun yang menderita miopi.
Biasanya pada pola ini pasien mengalami ketidak aktifan diri dan
ganguan.
d. Pola eliminasi
Pengelihatan klien kabur, adanya tirai dan adanya kilatan cahaya pada
pengelihatan.
7. Pemeriksaan
b. Pemeriksaan mata
b) Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya
adalah jernih.
3) Pemeriksaan diagnostik
a) Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau
tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada.
Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat
sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat
optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio
retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
B. Diagnosa
C. Intervensi
1) Observasi
2) Terapeutik
- Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising,
terlalu terang).
3) Edukasi
4) Kolaborasi
2. Resiko infeksi
Intervensi keperawatan
1) Observasi
- Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
2) Terapeutik
3) Edukasi
4) Observasi
5) Terapeutik
6) Edukasi
D. Implementasi
E. Evaluasi.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, tahap ini
dimaksudkan untuk menilai apakah tujuan, kriteria hasil sudah tercapai atau
belum dan untuk melakukan pengkajian ulang. Evaluasi berhasil bila tujuan
dan kriteria hasil sudah tercapai, begitu pula sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Darling, Vera H., dan Thorpe, Margaret R. 1996. Perawatan Mata. Terjamahan
Hartono. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.