Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ABLASIO RETINA

Oleh :

Laylatul Dewi Ayu Khusnul Khasanah

17613068

DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : LAYLATUL DEWI AYU KHUSNUL KHASANAH

Judul : LAPORAN PENDAHULUAN ABLASIO RETINA

Telah disetujui dalam rangka mengikuti Praktik Klinik Keperawatan III


Mahasiswa DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehtan Univesitas Muhammadiyah
Ponorogo Di RSSA Malang.

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

(…………………………………….) (…………………………………….)
LAPORAN PENDAHULUAN

ABLASIO RETINA

A. DEFINISI

Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan
epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina
yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen
pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas
fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne,
2010).

Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau
terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut (Vera H. Darling dan Margaret
R. Thorpe, 1996) menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan
separasi retina. Disebutkan demikian karena terdapat robekan retina sehingga
terjadi pengumpulan cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus
(sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi
karena lapisan luar retina (sel epitel pigmen) dan lapisan dalam (pars optika)
terletak dalam aposisi tanpa membentuk perlekatan kecuali di sekitar diskus
optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang disebut ora serata.
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium
neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius,
2011) Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah
posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga
mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina
kekurangan cairan (Smeltzer, Suzanne C. , 2010).

B. KLASIFIKASI
menurut Smeltzer (2010)
1. Non rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy hypertensi
b. Choriodal tumor
c. Chorioditis
d. Retinopati
2. Rhemathogen retina detachmen :
a. Trauma
b. Degenerasi
c. Kelainan vitreus
Dikenal ada tiga bentuk umum ablasi retina yaitu :
1. Ablasi retina regmatogenosa
Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami
likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio
progresif (ablasio retina regmatogenosa). Ablatio Rhegmatogen terjadi
setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus
sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul
sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
Pada ablasi retina regmatogenosa akan memberikan gejala terdapat
gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat seperti tabir yang
menutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada
lapanganpenglihatan.Ablasi yang berlokalisasi di daerah supratemporal
sangat berbahaya Karena dapat mengagkat macula. Penglihatan akan turun
secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya mengenai macula lutea. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarana pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas
(ablasi) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca.
Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.
Tekanan bola mata rendah dan dapat meningkat bila telah terjadi
neovaskularisasi glaucoma pada ablasi yang telah lama.

2. Abrasi retina traksi atau tarikan


Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan
retina (misal seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus
(ablasio retina traksional). Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi
akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan
ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.

3. Ablasi retina eksudasi

Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruang


subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada
kehamilan (ablasio retina eksudatif). Ablatio eksudatif, terjadi karena
penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan
dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap
berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.

Ablasi retina eksudasi, ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudasi


dibawah retina dan mengangkat retina. Pada ablasi tipe ini penglihatan
dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau
menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.

Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api,


penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena,
bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu.

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai


dengan rongga vesikel optic embrionik. Kedua jaringan ini melekat longgar
pada mata yang matur dapat berpisah.

C. ETIOLOGI

Ablasio retina dapat terjadi secara spontan  atau sekunder setelah trauma,


akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong
retina (rhematogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga
retina terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan
kaca (traksi).  Penimbunan eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya
skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia
gravidarum.  Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan
DM,  proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah (Smeltzer, Suzanne C. ,
2010).

Ablation retina dapat terjada dari beberapa penyebab, antara lain :

1. Malformasi kongenital 

2. Kelainan metabolisme 

3. Penyakit vaskuler 

4. Inflamasi intraokuler 

5. Neoplasma 

6. Trauma 

7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina (C. Smelzer, Suzanne,


2002).

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya 

2. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba 

3. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang


pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen 

8. Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral


menunjukkan bahwa adanya keterlibatan macula (C. Smelzer, Suzanne,
2002).
E. PATOFISIOLOGI

Retina adalah jaringan tipis dan transparan yang peka terhadap cahaya,
yang terdiri dari sel-sel dan serabut saraf. Retina melapisi dinding mata bagian
dalam seperti kertas dinding melapisi dinding rumah. Retina berfungsi seperti
lapisan film pada kamera foto: cahaya yang melalui lensa akan difokuskan ke
retina. Sel-sel retina yang peka terhadap cahaya inilah yang menangkap
“gambar” dan menyalurkannya ke otak melalui saraf optic (Bachruddin, M.
dan Najib, M., 2016).

Sebab dan gejala lepasnya retina sebagian besar lepasnya retina terjadi
akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan kecil atau lubang-lubang di
retina. Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan
retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan
kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan
jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Korpus vitreum erat
melekat ke retina pada beberapa lokasi di sekeliling dinding mata bagian
belakang. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik sebagian retina
bersamanya, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina.
Walaupun beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang
normal terjadi pada peningkatan usia dan biasanya tidak menimbulkan
kerusakan pada retina, korpus viterum dapat pula, menyusut pada bola mata
yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari
rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma (Bachruddin, M. dan Najib,
M., 2016).

Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan besar
struktur korpus vitreum. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan encer
seperti air dapat masuk dari korpus vitreum ke lubang di retina dan dapat
mengalir di antara retina dan dinding mata bagian belakang. Cairan ini akan
memisahkan retina dari dinding mata bagian belakang dan mengakibatkan
retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan
di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta (Bachruddin, M. dan
Najib, M., 2016).
Perlu diketahui bahwa ada beberapa jenis lepasnya retina yang disebabkan
oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, atau sebagai
komplikasi dari diabetes. Ini disebut ablasio retina sekunder. Dalam hal ini
tidak ditemukan robekan ataupun lubang-lubang di retina, dan retina hanya
bisa kembali ke posisinya yang normal dengan mengobati penyakit yang
menyebabkan lepasnya retina (Bachruddin, M. dan Najib, M., 2016).

F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dan adanya retina yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah
temporal superior. Bila bola mata bergerak terlihat robekan retina bergoyang,
terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah. Bila tekanan bila mata
meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi yang lama
(Ignatavicius, Donna D and Workman M. Linda. (2011).

H. PENATALAKSANAAN

Menghindari robekan lebih lanjut dengan memperhatikan penyebabnya, seperti


:Foto koagulasi laser, krioterapi,retinopexy pneumatic, bila terjadi akibat
jaringan parut dilaku kan vitrektomi, scleral buckling atau injeksi gas
intraokuler (Smeltzer, Suzanne C. , 2010).
1. Usaha Pre-operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk
rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest total).  Kepala dan mata
tidak boleh digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan pen-
derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atropin
tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata
karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat
salep).  Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi
ablasio retina mengguna kan anestesi umum tetapi bila menggunakan
anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau
largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50
mg) dan phenergan (25 mg) IM.
2. Usaha Post-operatif :
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi
kepala, per-gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan
lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala,
tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi cairan
subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan
badan  dipertahankan sedikitnya 12 hari.  Pergerakan mata, bila operasi
dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu
implant atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 – 72 jam
sedang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila
hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama 48 jam
samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup,
maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14 hari, retina menempel
kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena itu
selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut :
a. Jangan membaca.
b. Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.
c. Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran
hendaknya mata di tutup.
3. Obat – obat :
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X
500 mg, bila mual muntah berikan obat anti muntah.  Sesudah 24 jam tidak
perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit.  Penggantian balut
dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1
%.  Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai
babat tindih (druk verban) dan kompres dingin. 
4. Follow Up:
Setelah pulang, penderita kontrol tiap 1 minggu, 3 minggu, 6 minggu
kemudian tiap 3, 6 dan 12 bulan.  Refraksi stabil setelah 3 bulan pasca
bedah.  Visus terlihat kemajuannya setelah 1 tahun pasca bedah.
5. Prognosis :
90 % detachmen retina setelah enam bulan melekat baik tidak akan lepas
lagi.

I. KOMPLIKASI
menurut Bachruddin, M. dan Najib, M., (2016)
1. Komplikasi awal setelah pembedahan
a. Peningkatan TIO 
b. Glaukoma 
c. Infeksi 
d. Ablasio koroid 
e. Kegagalan pelekatan retina 
f. Ablasio retina berulang 
2. Komplikasi lanjut
a. Infeksi 
b. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola
mata 
c. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina) 
d. Diplopia 
e. Kesalahan refraksi 
f. Astigmatisme
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengumpulan data

Identitas klien meliputi : nama, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa,
pekerjaan, bahasa, nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis.

2. Riwayat penyakit sekarang

Adanya keluhan pada pengelihatan seperti : pengelihatan menurun melihat


seperti ada kilat cahaya dalam lapangan pandang adanya tirai hitam yang
menutupi pengelihatan.

3. Riwayat penyakit dahulu

Apakah klien pernah menderita penyakit ablosio retina sebelumnya miopi,


retinopati serta pernahkan klien mengalami trauma.

4. Riwayat penyakit keluarga

Adakah riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
ablosio retina ataupiun yang menderita miopi.

5. Riwayat psikososial dan spiritual

Bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya serta


bagaimana koping mekanisme yang digunakan oleh pasien dalam
menghadapi masalah serta bagaimana tentang kegiatan ibadah yang
dilakukan.

6. Pola-pola funsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup


Kemampuan merawat diri pasien menurun dan juga terjadi perubahan
pemeliharaan kesehatan.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Pada klien tidak mengalami perubahan nutrisi dan metabolisme.

c. Pola aktivitas dan latihan

Biasanya pada pola ini pasien mengalami ketidak aktifan diri dan
ganguan.

d. Pola eliminasi

Pada klien tidak mengalami gangguan dan perubahan eliminasi.

e. Pola tidur dan istirahat

Pola tidur klien berubah sampai berkurangnya pemenuhan kebutuhan


tidur klien.

f. Pola persepsi dan kognitif

Pengelihatan klien kabur, adanya tirai dan adanya kilatan cahaya pada
pengelihatan.

g. Pola pesepsi dan konsep diri

Klien merasa resah dan cemas akan terjadi kebutaan.

h. Pola hubungan dan peran

Hubungan klien dengan orang disekitarnya menurun begitu juga dalam


melaksanakan perannya.

i. Pola reproduksi dan seksual

Pola ini tidak mengalami gangguan.

j. Pola penanggulangan stress


Biasanya klien sering bertanya kapan akan dilakukan tindakan operasi
dan merasa cemas karena takut terjadinya kecacatan pada penglihatan.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Pola ini tidak mengalami gangguan.

7. Pemeriksaan

a. Status kesehatan umum

Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.

b. Pemeriksaan mata

Pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu

1) Pemeriksaan segmen anterior :

a) Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien


post operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.

b) Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya
adalah jernih.

c) Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang


telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian
atropin.

d) Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.

e) Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi


akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya.

2) Pemeriksaan segmen posterior

a) Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.

b) Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.

3) Pemeriksaan diagnostik
a) Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau
tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada.
Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat
sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat
optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio
retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.

b) Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina,


keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.

B. Diagnosa

1. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d penurunan ketajaman


penglihatan.

2. Resiko tinggi infeksi b.d robekan retina.

C. Intervensi

1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan

Definisi : Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun


eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau
terdistorsi.

Penyebab : Gangguan penglihatan

Outcome/Luaran : Persepsi sensori membaik (L.09083)

Intervensi keperawatan : Minimalisasi rangsangan (i.08241)

1) Observasi

- Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis.


nyeri, kelelahan)

2) Terapeutik
- Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising,
terlalu terang).

- Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas).

- Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat.

- Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan

3) Edukasi

- Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan


ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)

4) Kolaborasi

- Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan.

- Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus.

2. Resiko infeksi

Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.

Faktor Resiko : Penyakit Kronis, efek prosedur infasif, malnutrisi,


peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh perifer : gangguan peristltik, kerusakan integritas kulit,
perubahan sekresi PH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah lama,
ketuban pecah sebelum waktunya, merokok, statis cairan tubuh,
ketidakadekuatan pertahan tubuh sekunder, penurunan hemoglobin,
imunosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi, vaksinasi tidak adekuat.

Outcome/Luaran : Tingkat infeksi menurun (L. 14137)

Intervensi keperawatan

 Pencegahan infeksi (i.14539)

1) Observasi
- Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi

- Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi

- Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan


kesehatan

2) Terapeutik

- Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha anterolateral

- Dokumentasikan informasi vaksinasi

- Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat

3) Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek


samping

- Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah

- Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit namun


saat ini tidak diwajibkan pemerintah

- Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus

- Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti


mengulang jadwal imunisasi kembali

- Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang


menyediakan vaksin gratis

 MANAJEMEN IMUNISASI/ VAKSIN (i.14539)

4) Observasi

- Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi

- Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi


- Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan
kesehatan

5) Terapeutik

- Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha anterolateral

- Dokumentasikan informasi vaksinasi

- Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat

6) Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek


samping

- Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah

- Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit namun


saat ini tidak diwajibkan pemerintah

- Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus

- Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti


mengulang jadwal imunisasi kembali

- Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang


menyediakan vaksin gratis

D. Implementasi

Pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah


ditentukan, meliputi tindakan dependent, independent, dan interdependent,
usaha tersebut dilakukan untuk membantu klien dalam mencegah masalahnya
serta membantu untuk memenuhi kebutuhan klien. Tahap pelaksanaan
dilakukan berdasarkan rencana tindakan yang telah ditentukan pada tahap
perencanaan dan juga harus disesuaikan dengan kondisi klien saat dilakukan
tindakan.

E. Evaluasi.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, tahap ini
dimaksudkan untuk menilai apakah tujuan, kriteria hasil sudah tercapai atau
belum dan untuk melakukan pengkajian ulang. Evaluasi berhasil bila tujuan
dan kriteria hasil sudah tercapai, begitu pula sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Bachruddin, M. dan Najib, M., 2016. Keperawatan Bedah Medikal. Kementrian


kesehatan republik Indonesia. Pusat pendidikan sumber daya manusia
kesehatan. Badan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan.

Darling, Vera H., dan Thorpe, Margaret R. 1996. Perawatan Mata. Terjamahan
Hartono. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Smeltzer, Suzanne C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddart. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Edisi: 12. Jakarta: EGC.

Ignatavicius, Donna D and Workman M. Linda. (2011). Medical Surgical


Nursing:Patient Centered Collaborative Care. 6 th Edition. Canada: WB
Saunders Company.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai