Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan organ yang sangat berkaitan erat dengan otak dan

seringkali memberikan petunjuk diagnostik yang penting akan adanya gangguan

pada sistem saraf pusat. Penyakit intrakranial umumnya menyebabkan gangguan

penglihatan oleh karena destruksi ataupun tekanan pada bagian tertentu dari jalur

impuls visual.

Jalur impuls aferen melewati struktur-struktur yang terlibat dalam

penerimaan dan pemrosesan informasi visual yang meliputi: mata, nervus optikus,

chiasma optik, traktus optikus, nukleus genikulatum lateral, radiasio optik dan

korteks striatum. Pada umumnya abnormalistas visual memiliki berbagai macam

etiologi dan tergantung letak lesi yang dikenainya. Neuritis optikus merupakan

keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan kehilangan penglihatan

secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular). Neuritis optikus tidak

berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah

satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf

pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis

optikus menjadi manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan

terjadi pada 50% perjalanan penyakit multipel sklerosis.

Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan

gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan

1 | N e u r i ti s
membengkak. Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan

papilitis. Keadaan tersebut menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik.

Pada makalah ini khusus akan dibahas mengenai neuritis optikus dan beberapa

penyebab neuritis optikus yang kini prevalensinya mulai meningkat.

1.2 Rumusan Masalah

Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan, antara lain:

1) Apakah pengertian dari neuritis optik?


2) Apa penyebab/etiologi neuritis optik?
3) Apa epidemiologi dari neuritis optik?
4) Apa patofisiologi dari neuritis optik ?
5) Apa saja gejala dari neuritis optik ?
6) Apa pathway dari neuritis optik?
7) Bagaimana manifestasi klinis dari neuritis optik?
8) Apa saja pemeriksaan diagnostik neuritis optik?
9) Bagaimana penatalaksanaan neuritis optik?
10) Apa komplikasi dari penyakit neuritis optik ?
11) Apa Asuhan Keperawatan dari neuritis optik ?

1.3 Tujuan

1) Dapat memahami pengertian dari neuritis optik?


2) Dapat memahami penyebab/etiologi neuritis optik?
3) Dapat mengetahui epidemiologi dari neuritis optik?
4) Dapat memahami patofisiologi dari neuritis optik?
5) Dapat memahami gejala dari neuritis optik ?
6) Dapat memahami pathway dari neuritis optik?
7) Dapat memahami manifestasi klinis dari neuritis optik?
8) Dapat memahami pemeriksaan diagnostik neuritis optik?
9) Dapat memahami bagaimana penatalaksanaan neuritis optik?
10) Dapat mengetahui komplikasi dari penyakit neuritis optik ?
11) Dapat memahami Asuhan Keperawatan dari neuritis optik?

2 | N e u r i ti s
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Neuritis optik merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh


inflamasi dan demyelinisasi pada nervus optik akibat reaksi autoimun. Pada
neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang,
tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan.
Neuritis optik terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1. Retrobulbar neuritis : menunjukan kepada lesi saraf akut dan tidak
ditemukan adanya gambaran fundus yang abnormal.

3 | N e u r i ti s
2. Papilitis : mengarah kepada lesi anterior dimana diskus menjadi
membengkak dan hiperemis.
3. Neurorenitinitis : memiliki konotasi yang sama dengan papilitis tetapi
ditujukan kepada suatu proses yang lebih lanjut menuju daerah dekat
retina dan uvea.
Sedangkan neuritis vestibularis adalah suatu bentuk penyakit organik
yang terbatas pada apparatus vestibular dan terlokalisir pada perjalanan saraf
ke atas mencakup nuclei vestibular pada batang otak. Pada pasien ini muncul
vertigo dengan spektrum luas disertai sakit kepala yang bermula dari
pandangan gelap sesaat sampai ketidakseimbangan yang kronis, disertai
kelainan tes kalori unilateral maupun bilateral.
Jadi dapat disimpulkan bahwa neuritis adalah gangguan pada sistem
syaraf atau radang pada syaraf yang disebabkan oleh adanya pukulan,
benturan patah tulang dan keracunan atau kekurangan vitamin B.

Pada neuritis optik akan terdapat kehilangan penglihatan dalam


beberapa jam sampai hari yang mengenai satu atau kedua mata, dengan usia
struktural dengan koloid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial untuk lepas secara embriologis.

Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koloid atau sel pigmen
epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah
koloid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi
yang menetap.

Dikenal 3 bentuk ablasi retina:

- ablasi retina regmatogenosa


Pada ablasi retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen
epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca air (fluid
vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga
subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid.

- ablasi retina aksudatif

4 | N e u r i ti s
- ablasi retina traksi (tarikan)

2.2 Etiologi

1. Makanan yang tidak sehat.


2. Virus yang menyerang saraf.
3. Kecelakaan sehingga mengakibatkan benturan atau luka yang cukup dalam
sehingga menyebabkan adanya gangguan pada syaraf
Pada banyak kasus, penyebab pasti gangguan ini tidak diketahui,
namun beberapa sebab lain adalah adanya multipel sklerosis, inflamasi
intraokular, inflamasi jaringan granuloma serta infeksi virus.

Etiologi yang paling sering ditemukan pada anak adalah:


a. Idiopatik
b. Adenovirus
c. Measles
d. Mumps
e. Chickenpox
f. Bortonella henselae (cat-scratchdisease/neuroretinitis)
g. Multipel sklerosis
Berbeda dengan dewasa dimana etiologi terbanyak adalah multipel
sklerosis (50%), pada anak MS bukan etiologi yang sering menyebabkan
neurotis optik. Dalam suatu penelitian di Iran, vaksin measles dan rubella
(MR) banyak menyebabkan reaksi autoimun yang mencentuskan timbulnya
neuritis optik beberapa saat setelah vaksinasi.
2.3 Epidemiologi
Insiden dan prevalensi neuritis optik di Amerika adalah
seperlimadari 100.000 dan 115 per 100.000 penduduk.
Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus
biasanya bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1). Sedangkan
pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya
bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi
multipel sklerosis lebih rendah. Onset neuritis optik pada anak rata – rata
terjadi pada usia 9–12 tahun.
2.4 Patofisiologi

5 | N e u r i ti s
Demylination dan gliokis (bekas luka). Keadaan neuropatologis yang
utama adalah reaksi inflamatori, mediasi imune, demyelinating proses. Yang
beberapa percaya bahwa inilah yang mungkin mendorong virus secara
genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya sel T merespon pada
lingkungan, (ex: infeksi).Tsel ini dalan hubunganya dengan astrosit,merusak
barier darah otak, karena itu memudahkan masuknya mediator imun.

2.5 Gejala

1. Tubuh sering mengalami kesemutan dan kram


2. Sering mengalami sakit kepala
3. Daya tahan tubuh menurun drastis
4. Sering merasa cemas dan gelisah
5. Jika kondisinya sudah sangat parah dapat menyebabkan kemampuan
penglihatan menjadi berkurang.
6. Pada beberapa kasus menyebabkan mati rasa, lumpuh, dan kesulitan
berjalan.

2.6 Pathway

Faktor predisposisi : virus, respon


autoimun, genetic

Edema dan deporasi mielin

Demieinisasi mengkerut dan menjadi plak

Lesi ms terjadi pada substansi SSP

Demilinasi

Terhentinya alur impuls saraf

6 | N e u r i ti s
Saraf Optik sereblum Serebrum Medulla
Spinalis
Dan batang otak

G.g penglihatan Ataksia Disfungsi lesi kortiko g.g


sensorik
Serebral spinalis
kelemahan

Mk: Resiko
cidera Mk: anggota
perubahan
gerak
eliminasi urinarius
Disartia Hilangnya
Daya ingat
Mk: Hambatan Dan dimensia
komunikasi verbal Mk: kerusakan
Gangguan afek
mobilitas fisik

Perubahan kemampuan
Merawat diri sendiri Eforia: kehilangan
Kemampuan menyelesaikan
masalah
Mk: Defisit perawatan
diri (makan, minum,
berpakaian, hygiene),
perubahan nutrisi Mk:
kurang dari kebutuhan ketidakefektifan
koping

2.7 Manifestasi Klinis


Gambaran akut:
1. Hilang penglihatan
2. Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata digerakkan
3. Defek pupil aferen
4. Defek lapang pandang
5. Palpilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik
6. Fotopsia
7. Buta warna
8. Perdarahan peripapil

7 | N e u r i ti s
Gambaran kronik:
1. Kehilangan penglihatan secara persisten
2. Defek pupil aferen relatif
3. Desaturasi warna, terutama warna merah.
4. Fenomena uhthoff
5. Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama di daerah temporal.
Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Langkah – langkah pemeriksaan:
1. Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan sampai
kehilangan total penglihatan.
2. Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva, maupun kornea
dalam keadaan wajar. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena
defek pupil aferen relatif atau Marcus Gunn pupil umumnya ditemukan.
Pada kasus yang bilateral, defek ini bisa tidak ditemukan.
3. Pemeriksaan segmen posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus merupakan bentuk
retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya waktu, nervus
optikus dapat menjadi pucat akibat atrofi. Pada kasus neuritis optik bentuk
palpilitis akan tampak edema diskus yang hiperemis dan difus, dengan
perubahan pada pembuluh darah retina, arteri menciut dan vena melebar.
Jika ditemukan gambaran eksudat star figure, mengarahkan diagnosa
kepada neuroretinitis.

Pemeriksaan tambahan:
1. Tes konfrontasi
2. Tes isihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu,
umumnya mata merah yang terganggu.
Pemeriksaan anjuran:

8 | N e u r i ti s
1. Untuk membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya di
pemeriksaan foto sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan
pemeriksaan CT orbita dan kepala.
2. Dengan MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri.
Hal ini dilakukan terutama pada kasus yang diduga terdapat MS.
3. Funduskopi
Pada funduskopi terlihat hiperemia dan pelebaran vena-vena besar sebagai
tanda dini papilitis. Batas lempeng optik tidak jelas, terdapat edema papil
serta eksudat retina.
4. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah. Dilakukan untuk melihat adanya
proses infeksi atau inflamasi.
5. Slit lamp
Adanya sel radang pada vittreous.
6. Visually Evoked Response (VER) terganggu dan menunjukkan penurunan
amplitude dan perlambatan waktu transisi.

2.9 Penatalaksanaan
Pada pasien riwayat MS atau Neuritis optikus:
1. Dari hasil MRI bila terdapat minuman 1 lesi demieliminasi tipikal:
Regimen selama 2 minggu:
a. 3 hari pertama diberikan Metilprednisolon 1kg/hari iv.
b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolon 1mg/kg/hari oral,
c. Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama
(hari ke-15 sejak pemberian obat) dan 10 mg prednisone oral pada hari
ke-2 sampai ke-4.
d. Dapat diberikan Ranitidin 150 mg prednisone oral untuk profilaksis
gastritis.

Menurut Neuritis Optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan


dengan steroid dapat menurunkan progresivitas MS selama 3 tahun. Terapi
steroid hanya mempercepat pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil
pemulihan pandangan visual.

2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinisasi:


a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas,
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-
1α intramuscular seminggu sekali selama 28 hari,

9 | N e u r i ti s
c. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi
selama 3 hari) diikuti dengan prednisone oral (1 mg/kgBB/hari
selama11 hari kemudian 4 hari tapering off). Tidak menggunakan
oral prednisolon sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan
risiko rekuren atau kekambuhan.

3. Dengan tidak ada lesi demielinisasi dari hasil MRI:


a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah
10 tahun kemudian,
b. Steroid IV dapat digunakan untuk mempercepat pemulihan visual,
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan
visual pada mata kontralateral,
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian.

Mitoxantrone, suatu agen kemoterapi dan terapi antibiotik di monoklonal


lebih memberikan hasil yang menjanjikan bagi penyakit kambuhan-remisi
(relapsing-remining disease) yang progresif dan sulit diatasi.

2.10 Komplikasi
Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.
Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik
yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.
Neuritis optik yang disebabkan oleh MS memiliki ciri khas
kekambuhan dan remisi. Disabilitasi yang menetap cenderung meningkat
pada setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah
disabilitas (Fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihata

2.11 Pengkajian
Pengkajian keperawatan menunjukkan masalah yang aktual dan risiko
berkaitain dengan penyakit yang mencakup masalah neurologis, komplikasi
sekunder, dan pengaruh penyakit terhadap klien dan keluarga. Gerakan dan
kemampuan berjalan klien diobservasi untuk menentukan apakah ads
kemungkinan risiko jatuh. Pengkajian fungsi dilakukan baik ketika klien cukup
istirahat dan ketika mengalami keletihan. Perlu dikaji untuk adanya kelemahan,
spastisitas, kerusakan penglihatan, dan inkontinensia.

10 | N e u r i ti s
1. Amati kekuatan motorik, koordinasi dan gangguan berjalan.
2. Kaji pemeriksaan saraf cranial.
3. Evaluasi fungsi eliminasi.
4. Eksplorasi koping, efek aktifitas dan fungsi seksual, serta status
emosional.

DATA UMUM
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok dewasa
muda antara 18-40 tahun), jenis kelamin (lebih sering menyerang wanita
dibandingkan dengan pria), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis
medis.
2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak, penurunan daya
ingat, serta gangguan sensorik dan penglihatan.

DATA DASAR :
1. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak, penurunan daya
ingat, serta gangguan sensorik dan penglihatan.
• Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, intoleransi aktivitas, kebas, parastesia eksterna
Tanda : kelemahan umum, penurunan tonus/massa otot, jalan
goyah/diseret, ataksia
• Sirkulasi
Gejala : edema
Tanda : ekstremitas mengecil, tidak aktif, kapiler rapuh
• Integritas ego
Gejala : HDR, ansietas, putus asa, tidak berdaya, produktivitas menurun
• Eliminasi
Gejala : nokturia, retensi, inkontinensia, konstipasi, infeksi saluran kemih
Tanda : control sfingter hilang, kerusakan ginjal
• Makanan / cairan
Gejala : sulit mengunyah/menelan
Tanda : sulit makan sendiri
• Hygiene
Gejala : bantuan personal hygiene
Tanda : kurang perawatan diri
• Nyeri / ketidaknyamanan

11 | N e u r i ti s
Gejala : nyeri spasme, neuralgia fasial
• Keamanan
Gejala : riwayat jatuh/trauma, penggunaan alat bantu
• Seksualitas
Gejala : impotent, gangguan fungsi seksual
• Interaksi social
Gejala : menarik diri
Tanda : gangguan bicara
• Neurosensori
Gejala : kelemahan, paralysis otot, kebas, kesemutan, diplopia, pandangan
kabur, memori hilang, susah berkomunikasi, kejang
Tanda : status mental (euphoria, depresi, apatis, peka, disorientasi. Bicara
terbata-bata, kebutaan pada satu mata, gangguan sensasi sentuh/nyeri,
nistagmus, diplopia. Kemampuan motorik hilang, spastic paresis, ataksia,
tremor, hiperfleksia, babinski + , klonus pada lutut.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang
mengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga
kognitif
2.12 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Lemah, jalan goyang, kepala pusing, diplodia, kekejangan otot / kaku otot
2. T T V
a) Tekanan darah : menurun
b) Nadi : cepat – lemah
c) RR : normal
d) Suhu : normal
e) BB & TB : ormal / seusia pemeriksaan.
3. Body System
a) Sistem Respirasi
I : Bentuk dada d/s simetris
P : Pergerakan dada simetris d/s
P : Sinor
A : Tidak ada suara nafas tambahan
b) Sistem Kardiovaskuler
I : Ictus cordis tidak nampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5
P : Pekak
A : Tidak ada suara tambahan seperti mur-mur

12 | N e u r i ti s
c) Sistem Intergumen
Resiko terjadinya dekubitus karena intoleransi aktivitas
d) Sistem Gastrointestinal
Mengalami perubahan pola makan karena mengalami kesulitan makan
sendiri akbiat gejala klinis yang ditimbulkan.
e) Sistem Eliminasi Urine
BAK : mengalami inkontinensia & nokturia selama melakukan
eliminasi uri
f) Sistem eliminasi alvi
BAK : tidak lancar 3 hari 1x dengan konsistensi keras, warn kukning
bu khas feses
g) Sistem Murkulus skeletal
Kesadaran : -Apatisi 3-4-6
Terjadi kelemahan paralisis otot, kesemutan, nyeri (perasaan tertusuk-
tusuk pada bagian tubuh tertentu)
h) Sistem Neurologis
i) Terjadi perubahan ketajaman penglihatan (diplobia), kesulitan dalam
berkomunikasi (disastria)

2.13 Analisa data

No Data Etiologi Masalah kep


1 DS :
- Klien menyatakanGejala motorik Kelemahan, kejanggalan
mati rasa
2 - Klien menyatakan Kesulitan dalam berjalan atau
Gejala motorik
kakinya kesemutan mempertahankan keseimbangan
3 - Klien menyatakan
sensasi abnormalGejala sensorik Tremor (gemetaran)
lainnya (disestesia)
4 - Klien menyatakan
Gejala motorik Penglihatan ganda
gangguan penglihatan
5 - Klien menyatakanGejala sensorik Masalah pengendalian saluran
sulit mencapai pencernaan atau kandung
orgasme, berkurangn kemih, sembelit
ya sensai di
vagina, impotensi

13 | N e u r i ti s
pada pria
6 - Klien menyatakan Kekakuan, ketidakstabilan,
Gejala sensorik
pusing atau vertigo kelelahan yang luar biasa

2.14 Diagnosa keperawatan


1. Kerusakan mobilisasi fisik b/d kelemahan, paresisi, spastisitas
2. Resiko cedera b/d kerusakan sensori dan penglihatan
3. Perubahan eliminasi alvi dan uri b/d disfungsi medulla spinalis
4. Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, hygiene) b/d
perubahan kemampuan merawat diri sendiri.
5. Ketidak efektifan koping
6. Gangguan komunikasi verbal b/d Disartia.

2.15 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kep. kriteria hasil
1 Kerusakan Tujuan: Dalam 1. Tentukan dan 1. Untuk
mobilisasi 3x24 jam klien kaji tingkat mengembang
fisik b/d mampu aktivitas kan rencana
kelemahan, melaksanakan sekarang dan perawatan
paresisi, aktifitas fisik derajat bagi program
spastisitas sesuai dengan gangguan rehabilitasi
2. Untuk
kemampuannya. fungsi dengan
memecahkan
Kriteria hasil: skala 0-4
2. Identifikasi masalah untuk
- Mampu
faktor-faktor mempertahan
mengidentifik
yang kan/
asikan faktor-
mempengaru meningkatkan
faktor resiko
hi mobilitas.
dan kekuatan
3. Untuk
kemampuan
individu yang
meningkatkan
untuk aktif,
mempengaruhi
kemandirian
misalnya
toleransi

14 | N e u r i ti s
terhadap pemasukan dan rasa
aktifitas. makanan mobilitas diri
- Mampu
yang tidak dan dapat
mengidentifik
adekuat, menurunkan
asikan
insomnia, perasaan tidak
beberapa
penggunaan berdaya.
alternatif 4. Latihan
obat-obat
untukmembant berjalan dapat
tertentu.
u 3. Anjurkan meningkatkan
mempertahank klien keamanan dan
an tingkat melakukan keefektifan
aktivitas saat perawatan pasien untuk
sekarang. diri sendiri berjalan dan
- Mampu
sesuai dengan alat bantu
berpartisipasi
kemampuan gerak dapat
dalam
maksimal menurunkan
program
yang dimiliki kelemahan,
rehabilitasi.
pasien. meningkatkan
- Mampu
4. Evaluasi
kemandirian.
mendemonstra
kemampuan 5. Menurunkan
sikan teknik /
untuk kelelahan,
tingkah laku
melakukan kelemahan
yang dapat
mobilisasi otot yang
mempertahank
secara aman berlebihan.
an /
dan berikan
meneruskan
alat bantu
aktivitas.
berjalan.
5. Buat rencana
perawatan
dengan
periode
istirahat
konsisten

15 | N e u r i ti s
diantara
aktivitas.
2 Resiko Tujuan: Dalam 1. Identifikasi 1. Mengidentifik
cedera b/d waktu 3x24 jam tipe gangguan asi tipe
kerusakan resiko trauma penglihatan gangguan
sensori dan tidak terjadi. yang dialami visual yang
penglihatan Kriteria hasil: klien terjadi dan
- Klien mau (diplopia, batasan
berpartisipasi nistagmus, keparahan.
2. Pencegahan
terhadap neuritis
cidera
pencegahan optikus /
dilakukan
trauma. penglihatan
- Decubitus pada klien
kabur).
tidak terjadi. 2. Modifikasi multiple
- Kontraktur
pencegahan sclerosis jika
sendi tidak
cidera. disfungsi
terjadi.
motorik
- Klien tidak
menyebabkan
jatuh dari
masalah
tempat tidur.
dalam tidak
ada
koordinasi
dan adanya
kekakuan atau
jika ataksia
ada, klien
resiko jatuh.
3 Perubahan Tujuan: Dalam 1. Kaji pola 1. Mengetahui
eliminasi 2x24 jam berkemih dan fungsi ginjal.
2. Jadwal
alvi dan uri eliminasi urin catat urin
berkemih
b/d disfungsi terpenuhi. setiap 6 jam.
2. Tingkatkan diatur
medulla Kriteria hasil:
kontrol awalnya
spinalis - Pemenuhan
berkemih setiap 1

16 | N e u r i ti s
eliminasi urin dengan cara sampai2 jam
dapat berikan dengan
dilaksanakan dukungan perpanjangan
dengan atau pada klien interfal waktu
tidak tentang bertahap.
menggunakan pemenuhan Klien
kateter eliminasi rin, diinstruksikan
- Produksi 50
lakukan untuk
cc/jam
jadwal mengukur
- Keluhan
berkemih, jumlah air
eliminasi urin
ukur jumlah yang di
tidak ada.
urin tiap 2 jam minum setiap
3. Palpasi
2 jam dan
kemungkinan
mencoba
adanya
untuk
distensi
berkemih 30
kandung
menit setelah
kemih
minum.
4. Anjurkan
3. Menilai
klien untuk
perubahan
minum
akibat dari
2000cc/hari.
inkontinensia
urin.
4. Mempertahan
kan fungsi
ginjal.
4 Defisit Tujuan: Dalam 1. M
perawatan 2X24 jam pasien elatih pasien
diri (makan, tidak mengalami cara-cara
minum, defisit perawatan perawatan
berpakaian, diri. diri.
2. M
hygiene) b/d Kriteria hasil:
elatih pasien
perubahan - Pasien mampu
untuk

17 | N e u r i ti s
kemampuan melakukan berdandan
merawat diri kebersihan (berpakaian,
sendiri. diri secara menyisir,
mandiri berhias)
- Pasien mampu 3. M
berpakaian elatih pasien
dengan baik makan secara
- Pasien mampu
mandiri
melakukan
(praktik
makan dengan
makan sesuai
baik.
tahapan
makan yang
baik,
merapikan
alat)
5 Ketidakefekt Tujuan: 1. Kuatkan 1. Pada MS
ifan koping - mempertahan mekanisme menyebabkan
kan sensasi koping. pasien
2. Perbaiki
terhadap dankeluarga
perawatan
kontrol. mengalami
- Membuat diri.
frustasi.
rencana untuk 2. MS
gaya hidup. mempengaru
- Mengungkapk
hi setiap segi
an keinginan
kehidupan
untuk
sehari-hari.
melanjutkan
masa dewasa.
Kriteria hasil:
- Adaptasi fisik
dan
psikologis.
- Perawatan
diri

18 | N e u r i ti s
membaik.
6 Gangguan Tujuan: dalam 1. Beri satu
komunikasi waktu 2x24 jam kalimat
verbal b/d klien dapat simple dila
Disartia. meningkatkan berkomunika
kesehatan dan si.
2. Dorong klien
mandiri dalam
berkomunika
suatu lingkungan
si perlahan
sosial.
dan
Kriteria hasil:
mengulangi
- Komunikasi:
permintaan.
penerimaan,
3. Gunakan
interpretasi
tambahan
dan ekspresi
bahan alat
pesan lisan,
komunikasi
tulisan dan non
lain untuk
verbal
memfasilitasi
meningkat.
komunikasi
- Mampu
dua arah
mengontrol
yang optimal.
respon
4. Konsultasika
ketakutan dan
n dengan
kecemasan
dokter
terhadap
kebutuhan
ketidakmampu
terapi wicara
an berbicara.
untuk
- Mampu
berbicara.
mengkomunik
5. Mampu
asikan
mengkomuni
kebutuhan
kasikan
dengan
kebutuhan
lingkungan
dengan
social.
lingkungan

19 | N e u r i ti s
sosial.

2.16 EVALUASI
1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan paien mampu
mengidentifikasi faktor-faktor resiko dan kekuatan individu yang
mempengaruhi toleransi aktivitas, mampu mengidentifikasi beberapa
alternatif untuk membantu mempertahankan aktifitas saat sekarang serta
berpartisipasi dalam program rehabilitasi.
2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien dapat
mengkompensasi terjadinya perubahan sensori yang dialami dengan teknik-
teknik yang diajarkan.
3. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien mampu
mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri sendiri serta mampu melakukan kegiatan perawatan diri
sendiri dalam tingkat kemampuan yang dimiliki secara optimal.
4. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien dapat terhindar dari
cidera selama perawatan dilakukan: tidak jatuh dari tempat tidur, tidak terjadi
kontraktur dan luka tekan.
5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien dapat memahami
keadaannya dan mendemonstrasikan teknik mencegah atau menurunkan
infeksi saluran kemih.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Neuritis optik merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh
inflamasi dan demyelinisasi pada nervus optik akibat reaksi autoimun. Pada
neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi

20 | N e u r i ti s
sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang,
tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan.
Sedangkan neuritis vestibularis adalah suatu bentuk penyakit organik yang
terbatas pada apparatus vestibular dan terlokalisir pada perjalanan saraf ke
atas mencakup nuclei vestibular pada batang otak. Pada pasien ini muncul
vertigo dengan spektrum luas disertai sakit kepala yang bermula dari
pandangan gelap sesaat sampai ketidakseimbangan yang kronis, disertai
kelainan tes kalori unilateral maupun bilateral.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa neuritis adalah gangguan pada sistem
syaraf atau radang pada syaraf yang disebabkan oleh adanya pukulan,
benturan patah tulang dan keracunan atau kekurangan vitamin B.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan maupun perawat diharapkan dapat
memahami konsep Neuritis dan bagaimana asuhan keperawatan Neuritis yang
baik, sehingga dapat meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan Neuritis dengan lebih baik lagi.

21 | N e u r i ti s
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika,
2000.Hall 274-287
2. Ilyas sidharta, ilmu penyakit mata, fakultas kedokteran indonesia edisi ke
tiga balai penerbit fkui, jakarta, 2006. Hall 179-188
3. American academy of ophtalmologi staff. Neuro-optalmologi : american
academy of ophtalmologi staff, editor. Neuro-optalmologi. Basic and
clinical sciencie course sec. 5. San fransisco the foundation of america
academy of ophtalmologi, 2011-2012. P 65, 128-146
4. Misbach jusuf. Neuro optalmologi. Pemeriksaan klinis dan interpretasi.
Balai penerbit fkui, jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23
5. Wijana nana s,d. Ilmu penyakit mata, cetakan ke 6, abdi tegal.jakarta 1993.
Hall 332-342
6. Mardjono mahar,Neurologi klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat.
Jakarta. 2004. Hall 116-126.
7. Guyton AC, Hall JE Neurofisiologi penglihatan sentral: Buku Ajar
Fisiologi Kedokeran, edisi 9. Jakarta 1997 . Hall 825.
8. Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf
FK. Unair .Surabaya. 1996 Hall 54-57.
9. Lumbangtobing S, Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai
Penerbit FKUI 1006. Hall 25-46.
10. http://www.djo.harvand.edu/site.php?url=/phsycians/oa/390 (diakses
tanggal 27 Agustus 2012).

22 | N e u r i ti s

Anda mungkin juga menyukai