Anda di halaman 1dari 10

A.

PENGERTIAN
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian
putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata.
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya
pembuluh darah konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan
sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya
mengkhawatirkan bagi pasien.

B. ETIOLOGI
1. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)
2. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar
atau ruptur bola mata)
3. Hipertensi
4. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda
tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau
hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
5. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A
dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva, penggunaan warfarin.
6. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.
7. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet,
demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox,
measles, yellow fever, sandfly fever).
8. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli
dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung,
operasi bedah jantung.
9. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan
subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah
konjungtivakhalasis dan pinguecula.
10. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang
memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya
perdarahan subkonjungtiva.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara
tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya
fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan.
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral.
Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh
kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah
(gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu.
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami
trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala
daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

D. PATOFISIOLOGI
Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar
pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya
tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan.
Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya
mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak
berwarna merah terang di sclera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat
menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan
eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan
menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih
sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut,
dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak
berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman
visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer,
dan tidak disertai rasa sakit.

E. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
1. Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan
subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama
kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh
di mata.
2. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang
(tipis) atau merah tua (tebal).
3. Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan
yang ringan.
4. Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Visus
Ketajaman penglihatan diukur dengan memperlihatkan objek dalam
berbagai ukuran yang diletakkan pada jarak standar dari mata.
Misalnya kartu “Snellen” yang sudah dikenal, yang terdiri atas deretan
huruf acak yang tersusun mengecil untuk menguji penglihatan jauh.
Sesuai konversi, ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh
20 kaki (6 meter), atau dekat 14 inci. Untuk keperluan diagnostik,
ketajaman penglihatan yang diukur pada jarak jauh merupakan standar
pembanding dan selalu diuji terpisah pada masing-masing mata.
Normalnya yaitu 20/20.
2. Tes slit lamp
Slit lamp merupakan alat yang dapat menembakkan sinar berbentuk
seperti titik kecil ke mata. Ketika menggunakan slit lamp, dokter dapat
melihat kelainan pada bagian mata lebih jelas, seperti kerusakan pada
kornea, kelainan lensa mata (misalnya katarak), retina (misalnya
ablasi retina), dan degenerasi makula. Terkadang, dokter memberikan
tetes mata untuk melebarkan pupil, sehingga bagian mata yang
terletak lebih dalam dari pupil, terlihat lebih jelas.

H. KOMPLIKASI
1. Limfoma Adneksa Okuler
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain, mengenai perdarahan
subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan
didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang
menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler.
I. PENATALAKSANAAN
1. Kompres Air
Cipratkan dengan air dingin atau kompres mata dengan handuk yang
direndam dalam air adalah cara paling sederhana untuk mengatasi
perdarahan konjungtiva.
2. Menjaga Pola Makan
Pola makan seimbang dapat menjaga tekanan darah tetap rendah dan
bermanfaat untuk pembuluh darah mata.
3. Asam Traneksamat
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk
trans dari asam karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro,
asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat. Asam
traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan
menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain,
oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu
mengatasi perdarahan.

J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnese
a. Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan.
b. Keluhan Utama
Dilihat dari tanda dan gejala penyakitt
c. Riwayat Trauma
Penyakit yang diderita sekarang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita yang mungkin menyebabkan
timbulnya penyakit sekarang
e. Pola Kebiasaan
1) Pola pemeliharaan kesehatan
2) Pola aktivitas
3) Pola nutrisi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola eliminasi
6) Pola psikososial
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum Klien
1) Kesadaran
2) Vital sign
b. Pemeriksaan Sistematis
1) Visus (menurun atau tidak ada)
2) Gerakan bola mata (dapat terjadi pembatasan atau hilangnya
sebagian pergerakan bola mata)
3) Pupil (reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau hilang
4) Bentuk pupil berubah (tidak bulat pada iridodialisis,
melebarpada rupture iris)
5) TIO (menurun pada hifema atau hernia badan kaca)
c. Pemeriksaan Penunjang

K. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan gejala penyakit.
2. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gannguan
penglihatan.
L. INTERVENSI

Diagnosa Tujuan & Kriteria


Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Setelah dilakukan O :Identifikasi lokasi,
intervensi karakteristik, durasi,
keperawatan maka frekuensi, kualitas,
diharapkan status intensitas nyeri dan skala
1. Gangguan rasa
kenyamanan nyeri.
nyaman (nyeri)
meningkat dengan N : Berikan teknik
berhubungan
kriteria hasil : nonfarmakologis untuk
dengan gejala
1. Keluhan tidak mengurangi rasa nyeri.
penyakit.
nyaman E : Ajarkan teknik
menurun. nonfarmakologis untuk
2. Gelisah mengurangi rasa nyeri.
menurun K : Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Setelah dilakukan
intervensi O : Identifikasi penurunan tingkat
keperawatan energi, ketidakmampuan
diharapkan tingkat berkonsentrasi, atau gejala
2. Ansietas ansietas menurun lainyang mengganggu
berhubungan dengan kriteria hasil: kemampuan kognitif.
dengan kurang 1. Perilaku gelisah N : Ciptakan lingkungan tenang
terpapar menurun. dan tanpa gangguan dengan
informasi. 2. Verbalisasi pencahayaan dan suhu ruang
khwatir akibat nyaman, jika memungkinkan.
kondisi yang E : Anjurkan mengambil posisi
dihadapi nyaman
menurun.
3. Gangguan Setelah dilakukan O : Monitor Dan Sesuaikan
persepsi sensori intervensi Tingkat Aktivitas Dan
berhubungan keperawatan Stumulasi Lingkungan.
dengan diharapkan persepsi N : Pertahankan Lingkungan
gannguan sensori membaik Yang Aman.
penglihatan. dengan kriteria hasil E : Anjurkan Memonitor Sendiri
: Situasi Terjadinya
1. Distorsi sensori Halusinasi.
menurun. K : Kolaborasi pemberian obat
2. Konsentrasi antipsikotropik dan
membaik. antiansietas, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Asbury T, Sanitato JJ. 2009. Trauma dalam Oftalmologi Umum Edisi 14.
Jakarta: Widia Medika.

Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Ed.3. Jakarta: FK UI.

Tim Pokja SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Indikator Diagnostik Ed.1. Jakarta: DPP PPNI

Vaughan, Daniel G. 2002. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widia Medika.

Anda mungkin juga menyukai