Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

Saraf optik merupakan saraf otak kedua atau Nervus II yang meneruskan
rangsangan pengelihatan dari retina ke otak. Serabut saraf dari retina berjalan dalam
saraf optik masuk ke korteks visual primer. Saraf optik terdiri atas 1,2 juta akson
serabut saraf yang berasal dari 100 juta fotoreseptor di retina. Apabila terjadi
kelainan pada saraf optik ini, tentu saja akan terjadi gangguan dari pengelihatan.
Kelainan pada saraf optik dapat terjadi pada retina, papil saraf optik, kiasma optik,
traktus optik, dan nucleus ganglion genikulatum. Kelainan-kelainan pada saraf
optik antara lain neuropati optik, neuritis optik, iskemik optik neuropati, defisiensi
optik neuropati, neurorenitis, papil edema, dan pseupapil edema.

Neuritis optik merupakan peradangan saraf optik yang dapat terjadi di


dalam mata (papillitis) atau luar bola mata (neuritis retrobulbar). Pada papilitis akut
sering terjadi kehilangan pengelihatan dengan cepat dan pembengkakan dari diskus
optikus. Neuritis optik sangat berkaitan dengan sklerosis multipel (peradangan yang
terjadi pada otak dan sumsum tulang belakang). Neuritis optik merupakan keadaan
saraf optik yang degeneratif. Terdapat banyak penyebab dari neuritis optik, namun
yang tersering merupakan penyakit demielinatif. Gejala tersering yang dirasakan
antara lain nyeri dan hilangnya pengelihatan secara akut dan biasanya hanya
mengenai mata. Tanpa terapi, ada kemungkinan neuritis optik ini akan sembuh
dengan sendirinya dalam 4 hingga 12 hari.

1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi

Neuritis optik dikenal juga dengan sebutan neuropati optik inflamatorik


merupakan suatu peradangan yang terjadi pada saraf optik. 2 Peradangan yang
terjadi pada saraf optik ini dapat terjadi di luar maupun di dalam bola mata.
Peradangan saraf optik yang terjadi di dalam bola mata disebut dengan papilitis,
sedangkan peradangan saraf optik yang terjadi di belakang bola mata disebut
dengan neuritis retrobulbar. Neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optik yang
terjadi cukup jauh dibelakang diskus optikus sehingga diskus optikus tetap normal
selama episode akut. 3 Pada neuritis retrobulbar tidak terdapat kelainan pada papil
saraf optik.2 Papilitis adalah edema diskus yang disebabkan oleh peradangan pada
caput nervi optiki (nervus optikus intraocular). Hilangnya penglihatan merupakan
gejala utama dari neuritis optik dan secara khusus berguna untuk membedakan
papilitis dengan papilledema. 3

Papilitis akut ditandai dengan kehilangan pengelihatan dalam 2 hingga 3


hari. Secara epidemiologi, papilitis akut paling sering terjadi pada usia 30 hingga
50 tahun, namun bisa saja terjadi pada usia 5 hingga 60 tahun. Biasanya papilitis
akut hanya terjadi pada satu mata atau unilateral, namun terdapat kemungkinan
mata yang satunya lagi bisa terkena juga. Papilitis akut merupakan salah satu
penyebab dari pembengkakan diskus optikus.

2.2 Etiologi

Neuritis optik dapat disebabkan oleh banyak hal, namun yang tersering
adalah penyakit demielinatif. Penyebab lain dari neuritis optik antara lain
diperantarai-imun, infeksi langsung, neuropati optik granulomatosa, penyakit
peradangan sekitar, gangguan vaskular, imbalans nutrisi dan metabolic, herediter,
reaksi toksik, trauma, dan efek samping dari obat-obatan. Penyakit demielinatif
yang dapat menyebabkan neuritis optik antara lain sclerosis multiple, neuromielitis
optika (penyakit Devic) dan idiopatik. Penyebab neuritis optik yang diperantarai-

2
3

imun antara lain neuritis optik pasca infeksi virus (mumps, morbili), pasca
imunisasi, ensefalomielitis diseminata akut, polineuropati idiopatik akut, lupus
eritematosus sistemik. Infeksi langsung yang dapat menyebabkan neuritis optik
antara lain infeksi herpes zoster, sifilis, tuberculosis, crytococcosis, dan
cytomegalovirus. Peradangan sekitar yang dapat menyebabkan neuritis optik antara
lain peradangan intraocular, penyakit orbita, penyakit sinus dan penyakit
intracranial. Gangguan vaskular yang dapat menyebabkan neuritis optik antara lain
arteritis temporal dan oklusi arteri retina sentral. Penyakit herediter yang dapat
menyebabkan neuritis optik adalah neuropatik optik herediter Leber. Reaksi toksik
yang dapat menyebabkan neuritis optik diakibatkan oleh tembakau, methanol, kina,
arsen dan salisilat.

2.3 Patofisiologi

Dasar patologi penyebab Neuritis optikus yang paling sering adalah


inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang
terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan
perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan
myelin (Behrman, 2014).

Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului


demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan
mielin dapat melebihi hilangnya akson.

Demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai oleh imun,


tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi sistemik
sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi
didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal
mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan
pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan
protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan
serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan
dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu
diantara pasien Neuritis optikus.

3
4

2.4 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari papillitis terbagi menjadi dua yaitu akut dan kronik.
Pada manifestasi akut diawali dengan timbulnya gejala yang dirasakan pada satu
mata (monokular), kemudian pada mata yang lainnya baik secara simultan maupun
berlangsung cepat (Osborne, B, 2016). Manifestasi klinis tersebut antara lain
adalah, gejala nyeri yang dirasakan pada pasien. Nyeri ini biasa timbul saat pasien
menggerakan bola mata nya. Nyeri diikuti dengan adanya penurunan ketajaman
penglihatan. Penurunan tajam penglihatan ini dapat berlangsung dalam hitungan
jam maupun hari, dan memuncak dalam 1-2 minggu. Visus dapat mengurangi
persepsi cahaya dimana pasien mengeluh adanya pandangan kabur, kesulitan
membaca, adanya bintik buta, dan menurun atau hilangnya persepsi terhadap
warna.

Selain menurunnya visus, gangguan lapangan pandang juga merupakan tipe


defek visual yang sering ditemukan. Karakteristik gangguan lapang pandang yang
sering ditemukan adalah skotomata sentral. Defek pupil aferen juga selalu terjadi
pada neuritis optic bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen
ini ditynjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil). Yang
terakhir yaitu ditemukan pula perdarahan peripail yang menyertai papillitis karena
neuropati optik iskemik anterior (Morganda,R. 2014)

Pada manifestasi kronik, dapat terjadi kehilangan penglihatan secara


persisten, dan kebanyakan pasien mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.
Defek pupil aferen relatif menetap pada beberapa pasien kira-kira dua tahun setelah
gejala awal. Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi
warna merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat
dengan mata yang terkena.

Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan


penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan mandi
dengan air panas merupakan pencetus klasik. Diskus optik terlihat mengecil dan
pucat, terutama didaerah temporal. Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke
serat retina peripapil.

4
5

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam penegakan diagnosis


papillitis adalah

1. Pemeriksaan CT(computerized tomography) orbita dan kepala, untuk mencari


penyebab neuritis optik pada kanal optik.

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging), untuk melihat nervus optikus dan korteks
serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis
multiple

3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah, Dilakukan untuk melihat adanya proses
infeksi atau inflamasi.

2.6 Diagnosis

Diagnosis papillitis dapat ditegakkan melalui temuan-temuan yang


didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui
anamnesis, pasien mengeluhkan hilang atau kaburnya penglihatan, yang biasanya
unilateral dan memburuk dalam hitungan hari maupun minggu. Pasien juga
biasanya mengeluhkan kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subyektif
terhadap terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu. Perlu diketahui juga
apakah hilangnya penglihatan dirasakan secara akut atau bertahap. Pada anak,
biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan mendadak mengenai kedua mata,
sedangkan pada orang dewasa seringkali unilateral.

Riwayat yang khas juga dirasakan yaitu apakah terdapat nyeri oribital saat
bola mata digerakkan. Selain itu apakah pasien merasakan kehilangan terhadap
persepsi warna. Perlu ditanyakan juga apakah gejala yang timbul semakin berat
dengan adanya aktivitas. Melalui anamnesis pula ditanyakan apakah pasien
memiliki riwayat terinfeksi virus seperti infeksi saluran pernapasan,
gastrointestinal, dan lainnya. Perlu juga ditanyakan apakah terdapat gejala fokal
neurologis seperti mati rasa atau numbness dan kesemutan pada ekstremitas.

5
6

Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan.


Didapatkan penurunan visus yang bervariasi, dari ringan sampai kehilangan
penglihatan total.

Hilangnya visus dapat :


• ringan (≥ 20 / 30)
• sedang (≥ 20 / 60)
• maupun berat (≤ 20 / 70)

Uji konfrontasi untuk melihat ada tidaknya defek lapang pandang. Tipe-tipe
gangguan lapang pandang dapat berupa: skotoma sentrosekal, kerusakan gelendong
saraf parasentral, kerusakan gelendong saraf yang meluas ke perifer, kerusakan
gelendong saraf yang melibatkan fiksasi dan perifer saja.
Selan itu pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan buta warna (ishihara).
Jika ada biasanya gangguan terjadi pada penglihatan warna merah. Pemeriksaan
funduskopi dilakukan untuk melihat apakah adanya pembengkakan atau perdarahan
pada retina atau saraf optik (Morganda,R. 2014).

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada papillitis atau neuritis optik adalah neuropati optik.
Perbandingannya adalah pada neuropati optik gejala visusnya adalah defek akut
lapangan pandang terutama altitudinal. Tidak ditemukan gejala nyeri pada bola
mata saat digerakkan maupun nyeri pada daerah orbita.

Diagnosis banding lainnya adalah Ischemic Optic Neuropathy (ION),


dimana gejala penyakit ini juga hilangnya ketajaman penglihatan secara mendadak.
Tidak ditemukan gejala nyeri pada orbita maupun saat bola mata digerakkan. Defek
lapang pandang biasanya pada bagian inferior altitudinal. Gambaran funduskopi
menunjukkan adanya pembengkakan saraf optik yang berwarna pucat.

Selain itu papillitis juga dapat dibandingkan dengan diagnosis Acute


papilledema. Perbedaan yang khas adalah pada penyakit ini ketajaman penglihatan
dan persepsi warna normal, kecuali apabila ditemukan edema pada makula. Selain

6
7

itu juga tidak ditemukan adanya rasa nyeri pada pergerakkan bola mata. Pada uji
lapang pandang sering ditemukan titik buta yang lebih lebar.

2.8 Penatalaksanaan

Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :


Regimen selama 2 minggu :

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari


oral

c. Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama


( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada
hari ke 2 sampai ke 4

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan


steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun.
Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak
meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.

2.9 Komplikasi dan Prognosis

Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak


timbulnya gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan
visus biasanya terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang buruk sewaktu
episode akut biasanya akan menunjukkan hasil perbaikan.

Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang


menjadi multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic
demyelinative optic neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang normal
dan 56% pada lesi matter putih (Riordan, et al, 2007).

Setiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna dan


memperburuk penglihatan.

7
8

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. JS
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Medrek : 56.02.33
Umur : 34 tahun
Alamat : Bitung
Agama : Kristen Protestan
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Pemeriksaan : 17 Juli 2016

3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Mata Kiri Kabur
Autoanamnesa
Pasien datang ke poliklinik Mata RSUP Prof RD Kanodu dengan keluhan
kedua mata kiri kabur. Keluhan mata kiri kabur sudah dirasakan sejak 3 hari
sebelum MRS. Mata kabur dikatakan muncul mendadak saat pasien sedang
mengendarai motor. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sedikit nyeri yang hilang
timbul bola matanya terutama apabila digerakkan. Saat ini nyeri sudah tidak
dirasakan. Pasien mengatakan pesien belum pernah mengalami penyakit mata
sebelumnya. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, kencing manis, dan
penyakit jantung disangkal. Riwayat trauma juga disangkal. Riwayat alergi dan
penggunaan kaca mata maupun lensa kontak juga disangkal oleh pasien. Riwayat
pengobatan sebelumnya, disangkal.
Riwayat penyakit keluarga, dikatakan pada keluarga pasien tidak ada
anggota keluarga yang menderita keluhan yang serupa.. Riwayat sosial, pasien
merupakan seorang pekerja lapangan yang sering beraktivitas di luar gedung.
Pasien juga sering menggunakan laptop dalam melakukan pekerjaan sehari -hari .

8
9

Pemeriksaan Fisik

Status Present
Kesan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, regular, isi cukup
Laju respirasi : 20x/menit, regular
Suhu aksila : 36,50C

Status Ophthalmology

OD OS

6/9 Visus 1/60

Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Tenang

Jernih Kornea Jernih

Dalam Bilik mata depan Dalam

Bulat, regular Iris Bulat, regular

Bulat θ 3 mm. Bulat Middilatasi,


Pupil
RAPD (-) RAPD (+) gr 2

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreous Jernih

Papil batas tidak tegas,


Papil batas tegas, warna
Funduskopi CDR sde, hiperemis,.
vital, CDR 0.3, aa/vv 2/3
Retina baik, R.Fovea (+)

9
10

Eksudat (-). Retina baik,


R.Fovea (+)

15 mmHg TIO 16 mmHg

3.3 Pemeriksaan Laboratorium


Tidak ada indikasi sehingga tidak dilakukan.

3.4 Diagnosis Kerja


Okulis Sinistra optic disc swelling ec papilitis
3.5 Penatalaksanaan
a) Medikamentosa
• Methyl prednisolon inj 2 x 500 mg (3 hari)
• Ranitidin inj 2 x 50 mg
• Nerva Plus 1x1
• Mecobalamin 2x500 mg
b) Perancangan diagnostik
• Pro MRI
c) KIE
• Hindari mata dari paparan debu

10
11

Follow Hari II

OD OS

6/9 Visus 4/60

Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Tenang

Jernih Kornea Jernih

Dalam Bilik mata depan Dalam

Bulat, regular Iris Bulat, regular

Bulat θ 3 mm. Bulat Middilatasi,


Pupil
RAPD (-) RAPD (+) gr 2

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreous Jernih

Papil batas tegas, warna


Papil batas tidak tegas,
vital, CDR 0.3, aa/vv 2/3
Funduskopi CDR sde, hiperemis,.
Eksudat (-). Retina baik,
Retina baik, R.Fovea (+)
R.Fovea (+)

N/Pal TIO N/Pal

11
12

Follow Hari III

OD OS

6/9 Visus 1/30

Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Tenang

Jernih Kornea Jernih

Dalam Bilik mata depan Dalam

Bulat, regular Iris Bulat, regular

Bulat θ 3 mm. Bulat Middilatasi,


Pupil
RAPD (-) RAPD (+) gr 2

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreous Jernih

Papil batas tegas, warna


vital, CDR 0.3, aa/vv 2/3 Papil batas tidak tegas,
turtous Funduskopi CDR sde, hiperemis,.
Eksudat (-). Retina baik, Retina baik, R.Fovea (+)
R.Fovea (+)

N/Pal TIO N/Pal

Penatalaksanaan
Medikamentosa
• Methyl prednisolon inj 2 x 500 mg (3 hari)
• Ranitidin inj 2 x 50 mg
• Nerva Plus 1x1
• Mecobalamin 2x500 mg
• Rawat jalan
• Lanjut terapi oral Prednisolone 1mg/kg/hari oral (11 hari)

12
13

Follow up hari ke 10

OD OS

6/9 Visus 6/12

Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Tenang

Jernih Kornea Jernih

Dalam Bilik mata depan Dalam

Bulat, regular Iris Bulat, regular

Bulat θ 3 mm. Bulat Middilatasi,


Pupil
RAPD (-) RAPD (+) gr 2

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreous Jernih

Papil batas tegas, warna


Papil batas tidak tegas,
vital, CDR 0.3, aa/vv 2/3
Funduskopi CDR sde, hiperemis,.
Eksudat (-). Retina baik,
Retina baik, R.Fovea (+)
R.Fovea (+)

N/Pal TIO N/Pal

13
14

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis dengan optic disc swelling ec papilitis karena dari
anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan kirinya kabur secara mendadak
3 hari sebelum masuk rumah sakit dan adanya keluhan nyeri di daerah mata yang
bersifat hilang timbul terutama saat di gerakan Hal ini sudah sesuai dengan literatur
yaitu salah satu keluhan yang dialami oleh pasien dengan Papilitis adalah
pandangan kabur mendadak pada satu mata (monocular). Adanya penurunan
ketajaman penglihatan yang dapat berlangsung dalam hitungan jam maupun hari,
dan memuncak dalam 1-2 minggu. Hal ini dikatakan karena proses pembentukan
kelenjar myelin dan proliferasi saluran natrium di segmental-segmental saraf telah
dimulai dan dapat bertahan lebih dari dua tahun. Pada riwayat sosial, pasien
merupakan seorang pekerja lapangan yang bekerja di luar gedung sehingga sering
terpapar sinar matahari.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa visus menurun pada mata kiri
sedangkan palpebra, konjungtiva, kornea, bilik mata depan dan iris dalam batas
normal. Namun, terdapat middilatasi pada pupil di mata kiri pasien. Relative
afferent papillary defect (RAPD) ditemukan pada mata kiri. Pada pemeriksaan
funduskopi, ditemukan pada mata kiri pasien papil batas tidak tegas, CDR cbe
hiperemis, aa/vv 2/3 vena turtous. Retina dalam kondisi yang baik dan reflek
makula (+) pada kedua mata pasien. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa pada kasus papilitis disertai dengan penurunan tajam
penglihatan, adanya defek pupil aferen yaitu pupil berdilatasi karena tidak adanya
dorongan aferen pada refleks cahaya, serta perdarahan peripapil. Terapi yang
diberikan kepada pasien terdiri atas terapi medikamentosa dan juga edukasi. Terapi
medika mentosa yang diberikan terdiri atas: Methyl prednisolon inj 2 x 500 mg
selama 3 hari dan di lanjutkan dengan prednison oral 1 mg/kgbb/hari selama 11 hari
untuk menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid
hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan
pandangan visual. Vitamin B 1 x 1 dan mecobalamin 2x1 tab untuk memperbaiki
nutrisi pada saluran neuron optik,. Hal ini sudah sesuai dengan literature yang
menyebutkan bahwa menurut neuritis optikus Treatment Trial (ONTT), pengobatan

14
15

dengan steroid bertujuan untuk menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis


selama 3 tahun.
Pada follow up pasien mengalami perbaikan visus sehingga menunjukan
adanya bukti bahwa terapi kortikosteroid responsif terhadap kasus neuritis optik.
Pasien juga diedukasi untuk menghindari paparan debu untuk mencegah
perburukan dari bagian mata lainnya. Serta menghindari papaparan sinar matahari
secara langsung.

15
16

BAB V
KESIMPULAN

Neuritis optik merupakan peradangan saraf optik yang dapat terjadi di


dalam mata (papillitis) atau luar bola mata (neuritis retrobulbar). Pada papilitis akut
sering terjadi kehilangan pengelihatan dengan cepat dan pembengkakan dari diskus
optikus. Neuritis optik sangat berkaitan dengan sklerosis multipel (peradangan yang
terjadi pada otak dan sumsum tulang belakang). Pasien didiagnosis dengan optic
disc swelling ec papilitis karena pasien mengeluhkan mata kiri kabur secara
mendadak.. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri hilang timbul di bola matanya
terutama apabila digerakkan.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa visus menurun pada mata kiri dan
terdapat middilatasi pada pupil di mata kiri pasien. Relative afferent papillary defect
(RAPD) mata kiri pasien. Pada pasien ini direncanakan pemeriksaan MRI untuk
melihat nervus optikus dan korteks serebri yang dilakukan terutama pada kasus-
kasus yang diduga terdapat sklerosis multipel.

Terapi yang diberikan kepada pasien terdiri atas terapi medikamentosa dan
juga edukasi. Terapi medika mentosa yang diberikan terdiri atas: Methyl
prednisolon inj 2x 500 mg di lanjutkan dengan prednison oral 1 mg/kgbb/hari
selama 11 hari untuk menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis selama 3 tahun.
Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan
hasil pemulihan pandangan visual. Vitamin B complex 1 x 1 tab dan mecobalamin
2 x1 untuk memperbaiki nutrisi pada saluran neuron optik,

16
17

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, S. 2014. Optic Neuritis, Papillitis, and Neuronal Retinopathy. British


Journal of Ophthalmology, 48(4), pp.209-217.

Ilyas, Sidarta. 2014. Saraf Optik. Dalam: Ilyas S, penyunting. Ikhtisar Ilmu
Penyakit Mata, Edisi pertama. Jakarta, Balai Penerbit FK UI,
hal: 209-222

Jose Perez-Cambrodi, Rafael. 2014. Optic Neuritis in Pediatric Population : A


Review In Current Tendencies of Diagnosis and Management.
Journal of Optometry. Hal : 125-130
Osborne, B. (2016). Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and
diagnosis. [online] Uptodate.com. Available at:
http://www.uptodate.com/contents/optic-neuritis-
pathophysiology-clinical-features-and-diagnosis [Diakses pada
9 Mar. 2016].

Riordan-Eva, Paul dan Hoyt, William F. 2007. Neuro-Oftalmologi. Dalam:


Vaughan Daniel G, Asbury Taylor, Eva Paul Riordan,
penyunting. Oftalmologi Umum, Edisi ke-17. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, hal: 262-308

R, Margonda (2014). Optik Neuritis. [online] Available at:


http://academicjournalyarsi.ac.id [Diakses pada: 9 Mar. 2016].

Sherwood, Lauralee. 2012. Sistem Saraf Tepi: Divisi Aferen; Indra Khusus.
Dalam: Sherwood L, penyunting. Fisiologi Manusia: Dari Sel
ke Sistem, Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hal: 210-231

17

Anda mungkin juga menyukai