BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan organ tubuh yang penting dan berfungsi sebagai media
pengelihatan. Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayaan di
lingkungan sebagai suatu bayangan optis di suatu lapisan sel yang peka terhadap
sinar, yaitu retina, seperti kamera non-digital menangkap bayangan pada film. Mirip
dengan film yang dapat diproses menjadi salinan visual dari bayangan asli, citra yang
tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap pemrosesan visual hingga
akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli.
Saraf optik merupakan saraf otak kedua atau Nervus II yang meneruskan
rangsangan pengelihatan dari retina ke otak. Serabut saraf dari retina berjalan dalam
saraf optik masuk ke korteks visual primer. Saraf optik terdiri atas 1,2 juta akson
serabut saraf yang berasal dari 100 juta fotoreseptor di retina. Apabila terjadi kelainan
pada saraf optik ini, tentu saja akan terjadi gangguan dari pengelihatan. Kelainan
pada saraf optik dapat terjadi pada retina, papil saraf optik, kiasma optik, traktus
optik, dan nucleus ganglion genikulatum. Kelainan-kelainan pada saraf optik antara
lain neuropati optik, neuritis optik, iskemik optik neuropati, defisiensi optik
neuropati, neurorenitis, papil edema, dan pseupapil edema.
Neuritis optik merupakan peradangan saraf optik yang dapat terjadi di dalam
mata (papillitis) atau luar bola mata (neuritis retrobulbar). Pada papilitis akut sering
terjadi kehilangan pengelihatan dengan cepat dan pembengkakan dari diskus optikus.
Neuritis optik sangat berkaitan dengan sklerosis multipel (peradangan yang terjadi
pada otak dan sumsum tulang belakang). Neuritis optik merupakan keadaan saraf
optik yang degeneratif. Terdapat banyak penyebab dari neuritis optik, namun yang
tersering merupakan penyakit demielinatif. Gejala tersering yang dirasakan antara
lain nyeri dan hilangnya pengelihatan secara akut dan biasanya hanya mengenai
mata. Tanpa terapi, ada kemungkinan neuritis optik ini akan sembuh dengan
sendirinya dalam 4 hingga 12 hari.
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan
penulis dan pembaca mengenai kasus papillitis pada mata serta mengetahui secara
rinci langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis dan memberikan terapi pada
pasien tersebut. Poin-poin tersebut akan dijelaskan lebih rinci pada bab selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
merupakan suatu peradangan yang terjadi pada saraf optik. 2 Peradangan yang terjadi
pada saraf optik ini dapat terjadi di luar maupun di dalam bola mata. Peradangan saraf
optik yang terjadi di dalam bola mata disebut dengan papilitis, sedangkan peradangan
saraf optik yang terjadi di belakang bola mata disebut dengan neuritis retrobulbar.
Neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optik yang terjadi cukup jauh dibelakang
diskus optikus sehingga diskus optikus tetap normal selama episode akut. 3 Pada
neuritis retrobulbar tidak terdapat kelainan pada papil saraf optik.2 Papilitis adalah
edema diskus yang disebabkan oleh peradangan pada caput nervi optiki (nervus
optikus intraocular). Hilangnya penglihatan merupakan gejala utama dari neuritis
optik dan secara khusus berguna untuk membedakan papilitis dengan papilledema. 3
Papilitis akut ditandai dengan kehilangan pengelihatan dalam 2 hingga 3 hari.
Secara epidemiologi, papilitis akut paling sering terjadi pada usia 30 hingga 50 tahun,
namun bisa saja terjadi pada usia 5 hingga 60 tahun. Biasanya papilitis akut hanya
terjadi pada satu mata atau unilateral, namun terdapat kemungkinan mata yang
satunya lagi bisa terkena juga. Papilitis akut merupakan salah satu penyebab dari
pembengkakan diskus optikus.
2.2
Etiologi
Neuritis optik dapat disebabkan oleh banyak hal, namun yang tersering adalah
penyakit demielinatif. Penyebab lain dari neuritis optik antara lain diperantarai-imun,
infeksi langsung, neuropati optik granulomatosa, penyakit peradangan sekitar,
gangguan vaskular, imbalans nutrisi dan metabolic, herediter, reaksi toksik, trauma,
dan efek samping dari obat-obatan. Penyakit demielinatif yang dapat menyebabkan
neuritis optik antara lain sclerosis multiple, neuromielitis optika (penyakit Devic) dan
idiopatik. Penyebab neuritis optik yang diperantarai-imun antara lain neuritis optik
pasca infeksi virus (mumps, morbili), pasca imunisasi, ensefalomielitis diseminata
akut, polineuropati idiopatik akut, lupus eritematosus sistemik. Infeksi langsung yang
dapat menyebabkan neuritis optik antara lain infeksi herpes zoster, sifilis,
tuberculosis, crytococcosis, dan cytomegalovirus. Peradangan sekitar yang dapat
menyebabkan neuritis optik antara lain peradangan intraocular, penyakit orbita,
penyakit sinus dan penyakit intracranial. Gangguan vaskular yang dapat
menyebabkan neuritis optik antara lain arteritis temporal dan oklusi arteri retina
sentral. Penyakit herediter yang dapat menyebabkan neuritis optik adalah neuropatik
optik herediter Leber. Reaksi toksik yang dapat menyebabkan neuritis optik
diakibatkan oleh tembakau, methanol, kina, arsen dan salisilat.
2.3
Patofisiologi
Dasar patologi penyebab Neuritis optikus yang paling sering adalah
inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang
terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan
perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan
myelin (Behrman, 2014).
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi
dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing.
optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS.
Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus.
2.4
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari papillitis terbagi menjadi dua yaitu akut dan kronik.
Pada manifestasi akut diawali dengan timbulnya gejala yang dirasakan pada satu mata
(monokular), kemudian pada mata yang lainnya baik secara simultan maupun
berlangsung cepat (Osborne, B, 2016). Manifestasi klinis tersebut antara lain adalah,
gejala nyeri yang dirasakan pada pasien. Nyeri ini biasa timbul saat pasien
menggerakan bola mata nya. Nyeri diikuti dengan adanya penurunan ketajaman
penglihatan. Penurunan tajam penglihatan ini dapat berlangsung dalam hitungan jam
maupun hari, dan memuncak dalam 1-2 minggu. Visus dapat mengurangi persepsi
cahaya dimana pasien mengeluh adanya pandangan kabur, kesulitan membaca,
adanya bintik buta, dan menurun atau hilangnya persepsi terhadap warna.
Selain menurunnya visus, gangguan lapangan pandang juga merupakan tipe
defek visual yang sering ditemukan. Karakteristik gangguan lapang pandang yang
sering ditemukan adalah skotomata sentral. Defek pupil aferen juga selalu terjadi
pada neuritis optic bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen
ini ditynjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil). Yang
terakhir yaitu ditemukan pula perdarahan peripail yang menyertai papillitis karena
neuropati optik iskemik anterior (Morganda,R. 2014)
Pada manifestasi kronik, dapat terjadi kehilangan penglihatan secara persisten,
dan kebanyakan pasien mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun. Defek pupil
aferen relatif menetap pada beberapa pasien kira-kira dua tahun setelah gejala awal.
Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna merah akan
melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat dengan mata yang
terkena.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam penegakan diagnosis papillitis
adalah
1. Pemeriksaan CT(computerized tomography) orbita dan kepala, untuk mencari
penyebab neuritis optik pada kanal optik.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging), untuk melihat nervus optikus dan korteks
serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis
multiple
3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah, Dilakukan untuk melihat adanya proses
infeksi atau inflamasi.
2.6
Diagnosis
Diagnosis papillitis dapat ditegakkan melalui temuan-temuan yang didapatkan
Riwayat yang khas juga dirasakan yaitu apakah terdapat nyeri oribital saat
bola mata digerakkan. Selain itu apakah pasien merasakan kehilangan terhadap
persepsi warna. Perlu ditanyakan juga apakah gejala yang timbul semakin berat
dengan adanya aktivitas. Melalui anamnesis pula ditanyakan apakah pasien memiliki
riwayat terinfeksi virus seperti infeksi saluran pernapasan, gastrointestinal, dan
lainnya. Perlu juga ditanyakan apakah terdapat gejala fokal neurologis seperti mati
rasa atau numbness dan kesemutan pada ekstremitas.
Pada
pemeriksaan
fisik,
dilakukan
pemeriksaan
tajam
penglihatan.
ringan ( 20 / 30)
sedang ( 20 / 60)
maupun berat ( 20 / 70)
Uji konfrontasi untuk melihat ada tidaknya defek lapang pandang. Tipe-tipe
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada papillitis atau neuritis optik adalah neuropati optik.
Perbandingannya adalah pada neuropati optik gejala visusnya adalah defek akut
lapangan pandang terutama altitudinal. Tidak ditemukan gejala nyeri pada bola mata
saat digerakkan maupun nyeri pada daerah orbita.
Gambaran funduskopi
Penatalaksanaan
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v
b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral
c. Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama
( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada
hari ke 2 sampai ke 4
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid
dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi
steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan
hasil pemulihan pandangan visual.
2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
2.9
10
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
Identitas Pasien
Nama
: IWAP
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 15 Januari 2006
Umur
: 10 tahun
Alamat
Agama
: Hindu
Suku
: Bali
Kewarganegaraan
: Indonesia
Pekerjaan
: Dibawah Umur
Status
: Belum Menikah
Anamnesis
Keluhan utama
Kedua mata kabur
Autoanamnesa
Pasien datang ke poliklinik Mata RSUP Sanglah pada tanggal 6 Februari 2016
dengan keluhan kedua mata kabur. Keluhan kedua mata kabur sudah dirasakan sejak
2 hari sebelum MRS. Mata kabur dikatakan muncul mendadak setelah pasien
bermain-main di halaman rumahnya dengan mata sebelah kanan terlebih dahulu
dirasakan kabur. Besoknya mata kiri dirasakan kabur juga. Mata kabur yang
dirasakan membuatkan pasien tidak dapat membaca dan tidak dapat melakukan
aktivitas secara mandiri. Namun, pada saat ini pasien masih dapat bersekolah seperti
biasa tetapi dipantau oleh orang tua. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri di bola
matanya terutama apabila digerakkan. Keluhan-keluhan seperti keluhan mata berair
dan mata merah disangkal oleh ibu pasien.
12
Riwayat penyakit sebelumnya, ibu pasien mengaku pasien pernah rawat inap
karena penyakit demam berdarah sekitar 1 bulan yang lalu. Ibu pasien mengatakan
pesien belum pernah mengalami penyakit mata sebelumnya. Riwayat penyakit
sistemik seperti hipertensi, kencing manis, dan penyakit jantung disangkal oleh ibu
pasien. Riwayat trauma juga disangkal. Riwayat alergi dan penggunaan kaca mata
maupun lensa kontak juga disangkal oleh ibu pasien. Riwayat pengobatan
sebelumnya, ibu pasien mengatakan pasien mengkonsumsi obat antasida tablet, Ca
laktat tablet, vitamin B komplek dan prednison.
Riwayat penyakit keluarga, dikatakan pada keluarga pasien tidak ada anggota
keluarga yang menderita keluhan yang serupa. Riwayat penyakit mata dan sistemik
lainnya disangkal oleh ibu pasien. Riwayat sosial, pasien merupakan anak kedua dari
dua bersaudara. Pasien masih duduk di bangku sekolah dasar. Pasien dijemput dan
diantar ke sekolah oleh orang tuanya setiap hari.
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesan umum :
Baik
Kesadaran
Compos Mentis
GCS
E4V5M6
Tekanan darah :
120/80 mmHg
Nadi
Laju respirasi :
20x/menit, regular
Suhu aksila
36,50C
Status Generalis
Mata
THT
: kesan tenang
Mulut
: sianosis (-)
Leher
13
Thoraks
:simetris (+)
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
: hangat
+ +
edema
+ +
Status Ophthalmology
OD
OS
6/9
Visus
6/12
Normal
Palpebra
Normal
Tenang
Konjungtiva
Tenang
Jernih
Kornea
Jernih
Dalam
Dalam
Bulat, regular
Iris
Bulat, regular
Middilatasi, RP (+),
RAPD (-)
Pupil
Middilatasi, RP (+),
RAPD (-)
Jernih
Lensa
Jernih
Jernih
Vitreous
Jernih
TIO
N/P
14
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien ini didiagnosis dengan ODS optic disc swelling ec papilitis karena dari
anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan kedua matanya kabur secara
mendadak dengan mata kanan mulai kabur terlebih dahulu disertai mata sebelah kiri
pada esok harinya. Mata kabur yang dirasakan membuatkan pasien tidak dapat
membaca dan tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Hal ini sudah sesuai
dengan literatur yaitu salah satu keluhan yang dialami oleh pasien dengan Papilitis
adalah pandangan kabur mendadak pada satu mata (monocular) kemudian pada mata
lainnnya yang berlangsung secara simultan maupun berlangsung cepat.
Selanjutnya, pasien juga mengeluhkan adanya rasa nyeri pada kedua mata
terutama apabila digerakkan tetapi tidak disertai dengan keluhan mata merah dan
mata berair serta pandangan menjadi silau. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa keluhan nyeri dirasakan pada hampir sembilan puluh persentase
pasien, diikuti dengan adanya penurunan ketajaman penglihatan yang dapat
berlangsung dalam hitungan jam maupun hari, dan memuncak dalam 1-2 minggu. Hal
ini dikatakan karena proses pembentukan kelenjar myelin dan proliferasi saluran
natrium di segmental-segmental saraf telah dimulai dan dapat bertahan lebih dari dua
tahun. (Jose Perez-Cambrodi, 2014)
Pada riwayat sosial, pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien
masih di bangku sekolah dasar serta dijemput dan diantar ke sekolah oleh orang
tuanya setiap hari. Selalunya neuritis optik terjadi setelah infeksi viral, di mana anakanak lebih rentan terkena infeksi.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa visus menurun pada kedua mata
sedangkan palpebra, konjungtiva, kornea, bilik mata depan dan iris dalam batas
normal. Namun, terdapat middilatasi pada pupil di mata kanan dan kiri pasien.
Relative afferent papillary defect (RAPD) tidak ditemukan di kedua-dua mata pasien.
Pada pemeriksaan funduskopi, ditemukan pada kedua-dua mata pasien papil batas
tidak tegas, CDR cbe hiperemis, aa/vv 2/3 vena turtous. Retina dalam kondisi yang
16
baik dan reflek makula (+) pada kedua mata pasien. Hal ini sudah sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa pada kasus papilitis disertai dengan penurunan
tajam penglihatan, adanya defek pupil aferen yaitu pupil berdilatasi karena tidak
adanya dorongan aferen pada refleks cahaya, serta perdarahan peripapil. Terapi yang
diberikan kepada pasien terdiri atas terapi medikamentosa dan juga edukasi. Terapi
medika mentosa yang diberikan terdiri atas: Methyl prednisolon inj 4 x 125mg untuk
menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya
mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan
pandangan visual. Vitamin B complex 1 x 1 tab untuk memperbaiki nutrisi pada
saluran neuron optik, Antasida syrup 3 x tab untuk profilaksis gastritis dan Kalc 1 x
tab. Hal ini sudah sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa menurut
neuritis optikus Treatment Trial (ONTT), pengobatan dengan steroid bertujuan untuk
menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis selama 3 tahun. Selanjutnya pengobatan
buat anak-anak adalah dengan mengobservasi jika terdapat keluhan yang memburuk.
Pasien juga diedukasi untuk menghindari paparan debu untuk mencegah perburukan
dari bagian mata lainnya. Pasien juga diminta untuk kontrol 7 hari kemudian untuk
mengevaluasi kembali keluhan pasien. Hal ini sudah sesuai dengan literature yang
menyatakan bahwa dengan terapi yang adekuat, neuritis optikus pada anak-anak akan
sembuh sepenuhnya.
17
BAB V
KESIMPULAN
Neuritis optik merupakan peradangan saraf optik yang dapat terjadi di dalam
mata (papillitis) atau luar bola mata (neuritis retrobulbar). Pada papilitis akut sering
terjadi kehilangan pengelihatan dengan cepat dan pembengkakan dari diskus optikus.
Neuritis optik sangat berkaitan dengan sklerosis multipel (peradangan yang terjadi
pada otak dan sumsum tulang belakang). Pasien didiagnosis dengan ODS optic disc
swelling ec papilitis karena pasien mengeluhkan kedua matanya kabur secara
mendadak dengan mata kanan mulai kabur terlebih dahulu disertai mata sebelah kiri
pada esok harinya. Mata kabur yang dirasakan membuatkan pasien tidak dapat
membaca dan tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Pasien juga
mengeluhkan nyeri di bola matanya terutama apabila digerakkan.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa visus menurun pada kedua mata
dan terdapat middilatasi pada pupil di mata kanan dan kiri pasien. Relative afferent
papillary defect (RAPD) tidak ditemukan di kedua-dua mata pasien. Pada pasien ini
direncanakan pemeriksaan MRI untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri
yang dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis multipel.
Terapi yang diberikan kepada pasien terdiri atas terapi medikamentosa dan
juga edukasi. Terapi medika mentosa yang diberikan terdiri atas: Methyl prednisolon
inj 4 x 125mg untuk menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis selama 3 tahun.
Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil
pemulihan pandangan visual. Vitamin B complex 1 x 1 tab untuk memperbaiki nutrisi
pada saluran neuron optik, Antasida syrup 3 x tab untuk profilaksis gastritis dan
Kalc 1 x tab. Selanjutnya pengobatan buat anak-anak adalah dengan
mengobservasi jika terdapat keluhan yang memburuk. Pasien juga diedukasi untuk
menghindari paparan debu untuk mencegah perburukan dari bagian mata lainnya.
18
Pasien juga diminta untuk kontrol 7 hari kemudian untuk mengevaluasi kembali
keluhan pasien.
19
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, S. 2014. Optic Neuritis, Papillitis, and Neuronal Retinopathy. British
Journal of Ophthalmology, 48(4), pp.209-217.
Ilyas, Sidarta. 2014. Saraf Optik. Dalam: Ilyas S, penyunting. Ikhtisar Ilmu
Penyakit Mata, Edisi pertama. Jakarta, Balai Penerbit FK UI, hal:
209-222
Jose Perez-Cambrodi, Rafael. 2014. Optic Neuritis in Pediatric Population : A
Review In Current Tendencies of Diagnosis and Management.
Journal of
Optometry. Hal : 125-130
Osborne, B. (2016). Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and
diagnosis.
[online]
Uptodate.com.
Available
at:
http://www.uptodate.com/contents/optic-neuritis-pathophysiologyclinical-features-and-diagnosis [Diakses pada 9 Mar. 2016].
Riordan-Eva, Paul dan Hoyt, William F. 2007. Neuro-Oftalmologi. Dalam:
Vaughan Daniel G, Asbury Taylor, Eva Paul Riordan, penyunting.
Oftalmologi Umum, Edisi ke-17. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC,
hal: 262-308
R,
Margonda
(2014).
Optik
Neuritis.
[online]
Available
at:
http://academicjournalyarsi.ac.id [Diakses pada: 9 Mar. 2016].
Sherwood, Lauralee. 2012. Sistem Saraf Tepi: Divisi Aferen; Indra Khusus.
Dalam: Sherwood L, penyunting. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke
Sistem,
Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, hal: 210-231