Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

LASERASI PALPEBRAE

Oleh :

Ayu Sry Maryany Akif

K1A1 14 012

Pembimbing

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Ayu Sry Maryany Akif, S.Ked
Stambuk : K1A1 14 012
Judul Referat : Laserasi Palpebrae
Telah menyelesaikan tugas Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Maret 2020


Mengetahui
Pembimbing,

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

2
LASERASI PALPEBRAE

Ayu Sry Maryany Akif, Nevita Yonnia Ayu Soraya

I. PENDAHULUAN

Mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga

lapisan. Dari bagian paling luar hingga paling dalam, lapisan – lapisan

tersebut adalah sclera/kornea, koroid/badan siliaris/iris dan retina. Kelopak

atau palpebral merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi

bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air

matcula di depan kornea. Palpebral berfungsi untuk melindungi bola mata

terhadap trauma, trauma sinar matahari dan keringnya bola mata. Kelopak

mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian

belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Konjungtiva tarsal hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak.

Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.2

Kasus cedera pada mata akibat trauma pada umumnya sering

menyebabkan kehilangan fungsi visual. Kelompok dewasa muda-terutama

pria merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami trauma pada

mata. Kecelakaan di Rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera yang

berhubungan dengan olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan

keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma pada mata. Trauma

mata yang berat dapat menyebabkan cedera multiple pada palpebrae, bola

mata, dan jaringan lunak orbita. Oleh karena itu, ianggap perlu untuk dapat

3
mengetahui bagaimana bentuk dari trauma pada mata khususnya terkait

trauma benda tajam pada palpebral tarsalis.2

Laserasi palpebra sudah terjadi pada manusia sejak zaman dahulu.

Tongkat runcing, sayatan pisau dan gigitan binatang mempunyai peranan

besar menyebabkan terjadinya laserasi palpebra. Pada zaman moderen ini,

trauma masih sering terjadi akibat kecelakaan lalu-lintas, gigitan binatang,

perkelahian dan luka bakar.

Laserasi palpebra dapat terjadi karena trauma tumpul atau disebabkan

oleh benda tajam, gigitan binatang, perkelahian dan luka bakar. Laserasi tidak

hanya melibatkan kulit, tapi dapat juga mengenai otot palpebra, margo

palpebra dan sistim lakrimal. Laserasi pada bagian medial palpebra dapat

menyebabkan robekan pada kanalis lakrimalis inferior, kanalis lakrimalis

superior dan sakus lakrimalis. Hal ini menimbulkan gangguan sistim eksresi

lakrimal yang meyebabkan epifora, sehingga memungkinkan berkembangnya

abses di dalam sakus lakrimal dan terjadinya dakriosistitis.1

II. ANATOMI PALPEBRAE

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

4
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan

kornea. Palpebra melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan

pengeringan bola mata. Palpebra mempunyai lapisan tipis pada bagian depan

sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut

konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan palpebra akan mengakibatkan

keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis.3

Otot-otot pada palpebra terdiri dari M.orbikularis okuli yang berjalan

melingkar melingkar didalam palpebra superior dan inferior, dan terletak di

bawah kulit palpebra. Pada dekat margo palpebra terdapat otot orbikularis

oculi yang disebut sebagai M. Rioland. M orbikularis berfungsi menutup bola

mata yang dipersyarafi oleh N.Facial. M. lefator palpebra yang berorigo pada

anulus

foramen orbita dan dan berinsensi pada kasus atas dengan sebagian

menembus M.Orbikularis oculi menuju palpebra bagian tengah. Bagian kulit

tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulcus palpebra. Otot ini

dipersyarafui oleh N III yang berfungsi untuk mengangkat atau membuka

palpebra mata. Didalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat

dengan kelenjar didalamnya atau kelenjar meibom yang bermuara pada

margo palpebrae.3

5
Gambar 1. Anatomi Palpebrae

Pembuluh darah yang memperdarahi palpebra adalah arteri palpebra.

Persarafan sensoris palpebra superior didapatkan dari N VI sedang palpebra

inferior oleh cabang ke dua saraf V.3

III. DEFINISI

Laserasi kelopak mata mengacu pada cacat sebagian atau seluruh

ketebalan pada kelopak mata dan merupakan bagian yang signifikan dari

trauma wajah yang sering disertai dengan cedera mata lainnya termasuk

abrasi kornea, gangguan sistem drainase lakrimal, benda asing, globe terbuka,

atau fraktur orbital.7

IV. KLASIFIKASI LASERASI PALPEBRAE

Kerusakan pada kelopak mata diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan

lokasi:

 Untuk pasien muda (tight lids)


o Small - 25-35%

6
o Medium - 35-45%
o Large - > 55%
 Untuk pasien yang lebih tua (lax lids)
o Small - 35-45%
o Medium - 45-55%
o Large - > 65%
Kerusakan khas mungkin melibatkan 50% dari bagian tengah kelopak mata

atas. Keterlibatan margin kelopak mata harus diperhatikan. Jika margin

kelopak mata terhindar, penutupan dengan flap lokal atau skin graft mungkin

sudah cukup. Setelah margin terlibat, perbaikan bedah harus mengembalikan

integritas dari margin kelopak mata.4

V. EPIDEMIOLOGI

Laserasi kelopak mata paling sering dijumpai pada pria muda, tetapi dapat

terjadi pada usia berapa pun dan bahkan telah dijelaskan pada bayi baru lahir

setelah melahirkan sesar. Lokasi Dalam sebuah studi dari Iran, kelopak atas

kanan adalah yang paling sering terlibat cedera.6

VI. ETIOLOGI

Laserasi palpebra dapat terjadi karena trauma tumpul atau disebabkan oleh

benda tajam, gigitan binatang, perkelahian dan luka bakar.2

a. Trauma tumpul

Echimosis dan edema termasuk dalam manifestasi klinis trauma tumpul.

Pasien membutuhkan evaluasi biomikroskopik dan pemeriksaan fundus

dengan pupil yang dilebarkan untuk menyingkirkan permasalahan yang

7
terkain kelainan intraokular. CT scan di perlukan untuk mengetahui

adanya fraktur.

Gambar 2. Echimosis dan edema akibat trauma tumpul.6


b. Trauma benda tajam
Pengetahuan yang mendetail tentang anatomi palpebra membantu dokter
ahli bedah untuk memperbaiki trauma tajam palpebra. Secara umum,
penanganan trauma tajam palpebra tergantung kedalaman dan lokasi
cedera.

Gambar 3. Luka sayat pada kelopak mata.5


c. Laserasi yang tidak melibatkan margo palpebral

8
Laserasi pada palpebra superficial hanya terdapat pada kulit dan otot
orbicularis biasanya hanya memerlukan jahitan pada kulitnya saja. Untuk
menghindari sikatrik yang tidak di kehendaki, harus mengikuti prinsip
dasar tindakan bedah plastik. Hal ini termasuk debridemant luka yang
sifatnya konservatif, menggunakan benang dengan ukuran yang kecil.
Menyatukan tepi luka sesegera mungkin dan melakukan pengangkatan
jahitan. Adanya lemak orbita di dalam luka menyatakan bahwa septum
orbita telah terkena. Bila terdapat benda asing di daerah superfisial harus
dicari sebelum laserasi pada palbebra di jahit. Melakukan irigasi untuk
menghilangkan kontaminasi material di dalam luka. Prolaps lemak orbita
pada palpebra superior merupakan indikasi untuk melakukan eksplorasi,
laserasi pada otot levator atau aponeurosis harus dengan hati-hati
melakukan perbaikan untuk menghindari ptosis post operasi.

Gambar 4. Laserasi palpebra tanpa melibatkan margo palpebra. 6


d. Laserasi pada margo palpebral
Laserasi pada margo palpebra memerlukan jahitan untuk menghindari tepi
luka yang tidak baik. Banyak teknik – teknik sudah diperkenalkan tapi
pada prinsip pentingnya adalah aproksimasi tarsal harus dibuat dalam
garis lurus.

9
Gambar 5. Laserasi pada margo palpebra. 6
e. Trauma pada jaringan lunak kantus
Trauma pada medial atau lateral kantus pada umumnya disebabkan oleh
adanya tarikan horizontal pada palpebra menyebabkan avulsi dari
palpebra pada titik lemah medius atau lateral dari tendon kantus. Avulsi
dari tendon kantus medial harus dicurigai bila terjadi di sekitar medial
tendon kantus dan telekantus. Harus diperhatikan juga posterior dari
tendon sampai dengan posterior kelenjar lakrimalis. Penanganan avulsi
dari tendon medial kantus tergantung pada jenis avulsinya. Jika pada
bagian atas atau bagian bawah terjadi avulsi tetapi pada bagian posterior
masih intake avulsi dapat di jahit. Jika terdapat avulsi pada posterior
tetapi tidak ada fracture pada nasoorbital tendon yang mengalami avulsi
harus di lakukan wirering melalui lubang kecil di dalam kelenjar lakrimal
ipisi lateral posterior. Jika avulsi tendon disertai dengan fraktur
nasoorbital, wirering transnasal atau platting diperlukan setelah reduksi
dari fraktur. 6

f. Gigitan anjing dan manusia


Gigitan anjing ke wajah memiliki kecenderungan untuk melibatkan
cedera kantus medial dan sistem kanalikular. Trauma pada wajah dan
intracranial mungkin dapat terjadi terutama pada bayi. Irigasi dan
penutupan luka secara dini harus segera dilakukan dan kemungkinan
terjadinya tetanus dan rabies harus dipikirkan serta memerlukan
observasi, direkomendasikan untuk pemberian antibiotik.

10
Gambar 5. Laserasi akibat gigitan anjing. 6

VII. FAKTOR RESIKO7

a) Jenis Kelamin

Laki-laki lebih mungkin mengalami laserasi kelopak mata daripada

perempuan, mungkin karena laki-laki lebih mungkin daripada perempuan

untuk terlibat dalam kekerasan fisik, melakukan pekerjaan buruh manual,

dan bermain olahraga berisiko tinggi.

b) Usia

Kelopak mata terlibat dalam sekitar 20% laserasi wajah pada populasi

pasien anak. Insiden laserasi kelopak mata tertinggi terjadi pada anak-

anak, remaja, dan dewasa muda. Individu lanjut usia berisiko lebih tinggi

untuk jatuh, berpotensi meningkatkan risiko kerusakan kelopak mata

c) Paparan Lingkungan

 Anjing (khususnya jenis Pit Bull Terrier)

11
 Pertarungan tinju (Baik karena cedera kelopak mata langsung atau

avulsi)

 Menggunakan minuman keras

 Jenis transportasi

Peningkatan insiden laserasi kelopak mata telah dilaporkandi negara-

negara berkembang dan di tempat lain di mana jenis transportasi yang

dominan adalah kendaraan bermotor.

 Lingkungan kerja

Trauma lebih sering terjadi di tempat kerja daripada di rumah. Trauma

kelopak mata telah dilaporkan memiliki insiden yang lebih tinggi di

antara pekerja yang kurang terampil bahkan dari anak-anak, orang

dewasa muda, dan pria. Lingkungan dengan mesin berat, benda bergerak

dengan kecepatan tinggi, kait setinggi mata meningkatkan potensi

laserasi tutup Lain

d) Trauma lahir saat operasi sesar

VIII. GAMBARAN KLINIS

a) Rasa sakit atau iritasi yang berasal dari mata, kelopak mata, atau struktur

wajah di sekitarnya

b) Pendarahan atau drainase dari kelopak mata atau struktur wajah di

sekitarnya

c) Visus buram atau terdistorsi

d) Anestesi supraorbital (menunjukkan kemungkinan laserasi dekat tepi

orbital).7

12
IX. DIAGNOSIS2
Secara garis besar, penegakan diagnostik dari trauma mata dapat
ditegakkan hanya dengan berlandaskan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
saja. Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada kasus-
kasus dengan trauma mata antara lain :
1. Anamnesis
Penggalian informasi aktifitas keseharian dari pasien dan
lingkungan sekitarnya cukup penting.Waktu dan tempat kejadian,
termasuk dengan bagaimana mekanisme kejadian juga penting untuk
ditanyakan. Anamnesis harus mencakupi perkiraan ketajaman
penglihatan sebelum dan sesaat setelah cedera. Harus dicurigai adanya
benda asing intraocular bila terdapat riwayat memalu, mengasah atau
ledakan. Pasien dengan trauma pada mata pada mata umumnya
dilakukan penilain awal dengan tujuan sebagai berikut:
a. Adanya masalah yang dapat mengancam nyawa
b. Riwayat injury yaitu daerah sekitar mata, waktu terjadinta trauma,
dan objek yang mengenai mata,
c. Pemeriksaan keseluruan mata dan bagian orbita.
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien trauma mata dapat dilakukan:

a. Pengukuran visus biasanya terjadi penurunan visus atau normal

b. Pemeriksaan proyeksi cahaya

c. Pemeriksaan motilitas mata

d. Pemeriksaan sensasi kulit preorbita

e. Melakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang

orbita f. Pemeriksaan kornea menggunakan slitlamp

3. Pemeriksaan penunjang

13
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus trauma pada

mata sebagai berikut:

a. Foto polos

Dilakukan bila adanya curiga benda asing

b. CT – Scan

Merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi dan melikalisasi adanya

benda asing pada Intra Ocular Foreign body. CT- scan juga untuk

menentukan integritas struktur intracranial, fasial, dan intra ocular.

c. Ultrasonography

USG dapat berfungsi untuk mendeteksi Intra Ocular Foreign body,

rupture bulbi, perdarahan supracoroidal, dan ablasio retina. USG

juga berguna untuk merencanakan pembedahan sepearti

penggantian jalur infus vitrectomy, drainase perdarahan

supracoroidal juga diperlukand. Electrophysiological Test Berguna

untuk menilai integritas nervus optic dan retina, kadang juga

digunakan untuk mengetahui asal injury dan untuk menghilangkan

kecurigaan Intra Ocular Foreign body.

X. PENATALAKSANAAN7

a) Perawatan Umum

Pemahaman kerja tentang prinsip-prinsip umum manajemen dan perbaikan

kelopak mata diperlukan untuk berbagai spesialisasi medis. Perbaikan

primer kelopak mata harus dilakukan dalam waktu 12 hingga 24 jam

setelah cedera untuk mengurangi komplikasi selanjutnya, dengan langkah

14
pertama dalam perbaikan adalah irigasi luka yang berlebihan dengan

tempel dan pengangkatan partikel asing yang terlihat di permukaan kulit

dan mata untuk menghindari infeksi dan peradangan. Setelah irigasi luka

yang berlebihan dan menghilangkan partikel permukaan, bekuan fibrin di

dekat tepi luka harus dibersihkan untuk membantu meningkatkan

penyembuhan jaringan setelah perbaikan primer. Untuk penutupan dan

penyembuhan luka terbaik, pegang dengan hati-hati tepi jaringan,

perkirakan tepi luka sedemikian sehingga ada sedikit eversi, dan gunakan

jahitan berdiameter terkecil yang dapat dipercaya menjaga integritas

penutupan luka. Jahitan kelopak mata umumnya dapat dilepas 4-7 hari

setelah perbaikan, sedangkan jahitan pada kulit periorbital dan margin

kelopak mata harus dibiarkan selama 5-10 hari. Meskipun jahitan dapat

dihilangkan relatif cepat, pasien harus diberitahu bahwa penyembuhan

luka lengkap dan pembentukan bekas luka membutuhkan waktu 6-12

bulan

b) Terapi medis

perawatan laserasi kelopak mata utamanya adalah bedah, tetapi terapi

medis harus digunakan ketika diindikasikan. Antibiotik sistemik

(amoksisilin / klavulanat dengan dosis 500/125 mg 2-3x hari untuk

meredakan atau 875/125 mg secara oral 2x sehari], doksisiklin [100 mg

secara oral], trimethoprim/ sulfamethoxazole [80/400 mg atau 160/800 mg

setiap hari 2x sehari], atau cephalexin [250 mg hingga 500 mg secara oral

4x sehari untuk dewasa], 25 hingga 50 mg / kg / hari dibagi menjadi empat

15
dosis untuk anak-anak, harus diberikan untuk luka yang terkontaminasi

atau jika diduga ada gigitan atau benda asing. Bila berlaku, pertimbangkan

profilaksis tetanus atau rabies

c) Operasi

Sebelum memulai operasi, sangat penting untuk mengecualikan bola mata

yang pecah, sisa benda asing, patah tulang, atau cedera intrakranial.

Pencitraan CT atau MRI harus diperoleh jika ada dugaan cedera bola mata

terbuka, ekimosis yang ditandai atau edema periorbital, atau diduga benda

asing. Setelah cedera lainnya dikeluarkan, luka tersebut kemudian dapat

diklasifikasikan sebagai sederhana atau rumit. Laserasi kelopak mata

dianggap rumit ketika ketebalannya penuh atau melibatkan bola mata yang

pecah, benda asing intraorbital, sistem pengeringan lakrimal, aponeurosis

levator atau otot rektus superior, kerusakan tepi penutup, prolaps lemak

orbital yang terlihat, ruptur tendon kantum medial, atau kehilangan

jaringan yang luas dan harus diperbaiki di ruang operasi oleh dokter

spesialis mata. Laserasi kelopak mata sederhana, menurut definisi, adalah

laserasi yang tidak memenuhi kriteria laserasi yang rumit dan sering dapat

dikelola secara efektif oleh non-dokter mata atau oleh dokter spesialis

mata di ruang bedah kecil.

1) Prosedur untuk perbaikan laserasi kelopak mata dangkal dan

sederhana

Laserasi superfisial sederhana yang horizontal, mengikuti

garis-garis kulit, dan melibatkan kurang dari 25 persen kelopak mata

16
dan dapat dikelola secara efektif tanpa operasi menggunakan salep

antibiotik tiga kali atau perekat sepanjang sumbu linier laserasi

2) Prosedur untuk perbaikan bedah laserasi kelopak mata sederhana

Setelah menempatkan anestesi topikal di setiap mata, letakkan

cangkang sklera pelindung di atas mata yang terkena dan pelindung

yang menutupi mata yang tidak terpengaruh. Bersihkan dengan

larutan povidone-iodine (Betadine), irigasi dengan salin normal untuk

menggambarkan luka sepenuhnya, dan mengisolasi area tersebut

dengan tirai bedah. Berikan jumlah anestesi subkutan lokal yang

diperlukan minimum ke daerah yang terkena dan sedasi untuk pasien

yang tidak kooperatif (yaitu anak-anak, gila, dll.). Tutup luka dengan

jahitan nilon 6-0 atau 7-0 atau prolene (tidak terserap) atau 6-0 usus

polos atau usus kromik (dapat diserap). Jahitan yang tidak dapat

diserap harus dihindari pada pasien yang tidak mungkin untuk tindak

lanjut (anak-anak, gila, tunawisma, dll.)

Dalam hal teknik, gunakan jahitan sederhana yang terputus

atau jahitan kasur vertikal / horizontal jika lukanya terasa tegang.

Jahitan subkutikular lebih disukai daripada jahitan sederhana dan

terputus untuk memperbaiki tip flap segitiga untuk mencegah nekrosis

jaringan. Saat memperbaiki tepi luka yang tidak rata, fokuslah pada

perkiraan area utama terlebih dahulu, diikuti oleh sisa luka lainnya.

Hindari jahitan yang dalam antara tarsus dan tepi orbital karena dapat

menyatu dengan atau melubangi septum orbital.

17
3) prosedur perbaikan bedah laserasi margin kelopak mata

Perbaikan laserasi margin kelopak mata yang cermat dan

metodis sangat penting untuk menjaga fungsi dan integritas estetika

kelopak mata. Ketika mempersiapkan untuk memperbaiki laserasi dari

margin kelopak mata, langkah pertama termasuk mengidentifikasi

tarsus, garis abu-abu, garis bulu mata anterior, dan persimpangan

mukokutan. Setelah tengara penting ini digambarkan, tepi luka dapat

didekati dengan instrumen yang sesuai dan ketegangan luka dinilai

(jika ketegangan terlalu tinggi ketika luka didekati dengan instrumen,

mungkin diperlukan kantomi anatomi lateral dengan kantolisis).

Sejajarkan tarsus sepanjang sumbu vertikal dan letakkan 6-0 jahitan

sutra melalui garis abu-abu di kedua sisi luka 2 milimeter dari tepi

luka, biarkan ekor panjang. Gunakan pasien yang dapat diserap jahitan

untuk pasien yang sulit atau tidak dapat diandalkan (anak-anak, gila,

tunawisma, dll). Selanjutnya, gunakan kasur vertikal 5-0 atau 6-0

jahitan Vicryl untuk mendekati tarsus sepanjang sumbu vertikal,

dengan tiga jahitan untuk laserasi kelopak mata atas dan dua jahitan

untuk laserasi kelopak mata bawah. Ikat, rapikan, dan kubur jahitan

tarsal di sepanjang batas tarsal vertikal. Tempatkan jahitan marginal

sutra 6-0 di sepanjang garis bulu mata anterior dan mungkin

persimpangan mukokutan. Perhatikan bahwa beberapa sumber

menyarankan urutan yang berbeda, menempatkan jahitan sutra 6-0

atau 7-0 di garis abu-abu, garis bulu mata anterior, dan mungkin

18
persimpangan mukokutan setelah mengamankan sumbu vertikal.

Akhirnya, gunakan jahitan polos 6-0 terputus untuk menutup kulit

sepanjang luka. Mengubur ekor dari jahitan margin kelopak mata yang

telah lama ditinggalkan ke dalam jahitan kulit sehingga mereka

dijauhkan dari permukaan kornea. Setelah prosedur selesai, lepaskan

semua peralatan pelindung mata yang telah ditempatkan, oleskan

antibiotik yang sesuai untuk luka, dan balut luka sesuai kebutuhan.

XI. KOMPLIKASI4,6

a. Akibat kegagalan dalam memperbaiki laserasi khususnya jika melibatkan

margin palpebra, dapat berupa:

 Epifora kronis

 Konjungtivitis kronis, konjungtivitis bakterial

 Exposure keratitis

 Abrasi kornea berulang

 Entropion/ ektropion sikatrikal

b. Akibat teknik pembedahan yang buruk, terutama dalam hal akurasi

penutupan luka, dapat berupa:

 Jaringan parut
 Fibrosis
 Deformitas palpebra sikatrikal
c. Keadaan luka yang memburuk akibat adanya infeksi atau karena
penutupan luka yang tertunda.
d. Laserasi dekat canthus medial dapat merusak sistem nasolacrimal

19
XII. PROGNOSIS

Prognosis sangat tergantung pada luasnya laserasi atau kerusakan palpebra

serta lokasi dan ketebalan jaringan yang rusak.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendriati. 2010. Laserasi Kanalis Lakrimalis Pada Luka Robek Palpebrae


di RS Dr. M Djamil Padang. Majalah kedokteran Andalas 34(2):112-120
2. Akbar, Muhamad dkk. 2019. Conjunctival Laceration The Tarsalis
Palpebrae Et Causing by A Fishing Hook. Jurnal Medical Profession 1(2):
151-166
3. Ilyas, Sidrata. 2010. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI
4. Bashour, Mounir. 2019. Upper Eyelid Reconstruction Procedures.
Medscape : 1-9
5. Ilyas, Sidarta.2010. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Sagung Seto
6. Edsel. 2019. Eyelid Laceration. Medscape : 1-10
7. Anthony, Christopher M. 2020. Eyelid Laceration. American Academy Of
Optahmology : 1-9

20

Anda mungkin juga menyukai