Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu indera yang sangat penting untuk kehidupan manusia.
Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indera penglihatan yang baik merupakan kebutuhan
yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka.

Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip,
mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada mata dapat terjadi trauma
dalam bentuk-bentuk berikut:

1. Trauma tumpul
2. Trauma tembus bola mata
3. Trauma kimia
4. Trauma radiasi
Trauma dapat mengenai jaringan mata : kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa
retina papil saraf optik dan orbita.
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Trauma tumpul mata merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa
muda. Berdasarkan studi Schein pada the Massachusetts eye and ear infirmary, 8% dari
populasi yang mengalami trauma tumpul mata cukup berat adalah anak dibawah usia 15
tahun. Studi Israel menerangkan bahwa 47% dari 2500 kejadian trauma mata terjadi pada usia
dibawah 17 tahun. Laporan kasus ini menunjukan bahwa para ahli mata harus lebih waspada
terhadap trauma yang tidak jelas dan adanya pergeseran bola mata.

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI KELOPAK MATA


1
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat
menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan
pengeringan bola mata.

Dapat membuka diri untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang
dibutuhkan untuk penglihatan.

Pembasahan dan. pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan
air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata.
Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata


sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos.

Pada kelopak terdapat bagian-bagian :

Kelenjar seperti: kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis
pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan
bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat
otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi
menutup bola mata yang dipersarafi N. facial M. levator palpebra, yang berorigo pada
anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M.
orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M.
levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n.
III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.

2
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang
kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan
musin.

Gambar : Potongan Sagital Palpebra Superior

BAB III

DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI

3
3.1 DEFINISI

Cedera pada mata adalah kerusakan pada mata yang ditimbulkan dari luar yang
melibatkan luka pada permukaan mata dan luka di dalam mata. Trauma pada mata
bedasarkan faktor penyebab dapat dibagi menjadi trauma mata akibat proses mekanik dan
non mekanik. Cedera pada mata akibat proses mekanik terdiri dari cedera akibat benda asing
dari luar mata, cedera akibat benda tumpul, luka perforasi, perforasi karena benda asing dari
dalam mata (intraocular foreign bodies) dan sympathetic ophtalmitis. Cedera mata non
mekanik terdiri dari cedera mata akibat bahan kimia, cedera termal, cedera listrik dan cedera
akibat radiasi.

Trauma tumpul adalah trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang
relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Trauma tumpul dapat menyebabkan cedera
perforasi dan non perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna (orbita
dan palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa, korpus vitreus,
retina dan nervus optikus (N.II).

Trauma tumpul pada wajah sering mengenai area orbita dengan segala akibatnya,
mulai dari sekedar memar di pelpebra hingga kerusakan bagian dalam bola mata yang dapat
berakhir pada kebutaan. Trauma tumpul pada mata dapat menyebabkan kerusakan pada bola
mata yang paling belakang, karena tekanan gaya dari bola mata bagian depan diteruskan ke
segala arah sehingga dapat mengakibatkan kerusakan di semua arah. Trauma tumpul pada
mata dapat mengakibatkan kebutaan jika trauma yang terjadi cukup kuat untuk merusak
struktur-struktur yang penting dalam proses penglihatan, yaitu kornea, lensa, retina dan
koroid serta jaringan penyangganya.

3.2 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan Jurnal Oftalmologi Indonesia Juni 2010, selama periode tahun 2006-
2008 sebanyak 926 pasien trauma okuli datang ke unit pelayanan IRD RSUP Sanglah Bali.
Dari keseluruhan kejadian trauma okuli, sebanyak 78,4% berjenis kelamin laki-laki dan
21,6% perempuan. Rentang umur terbanyak adalah umur dewasa yaitu 15-40 tahun dan
4
tempat kejadian di rumah. Trauma terbanyak pertama yang dialami adalah trauma tumpul
(26.2%) dan kedua adalah trauma tajam (23,9%).

Terdapat sekitar 3 juta kasus trauma okular dan orbital terjadi di Amerika Serikat
setiap tahun. Diperkirakan 20.000 hingga 68.000 dari angka tersebut merupakan kasus yang
mengganggu visus dan sekitar 40.000 mengalami kehilangan visus yang signifikan. Trauma
merupakan penyebab utama kebutaan unilateral. Laki-laki lebih sering terkena daripada
perempuan. Frekuensi trauma mata di Amerika Serikat adalah: trauma superfisial mata dan
adneksa (41.6 %), benda asing pada mata bagian luar (25.4 %), kontusio mata dan adneksa
(16.0 %), trauma terbuka pada adneksa dan bola mata (10.1 %), fraktur dasar orbita (1.3 %),
cedera saraf (0.3 %).

BAB IV
GEJALA KLINIS

Trauma tumpul pada mata diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak keras,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun lambat, dapat
menimbulkan kelainan yang berbeda-beda pada mata, seperti:

5
1. Hematoma Kelopak
Merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit
kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Biasanya terjadi pada trauma
tumpul kelopak mata. Bila perdarahan terletak lebih dalam mengenai kedua kelopak
dan berbentuk kaca mata hitam yg sedang dipakai, disebut hematom kaca mata. Bisa
terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii.
Dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan
rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorpsi darah dapat di lakukan kompres
hangat pada kelopak mata.

2. Emfisema Palpebra

Emfisema palpebra teraba sebagai pembengkakan dengan krepitasi, disebabkan adanya


udara didalam jaringan palpebra yang longgar. Hal ini menunjukkan adanya fraktur dari
dinding orbita, sehingga menimbulkan hubungan langsung antara rongga palpebra
dengan ruang hidung atau sinus-sinus sekeliling orbita.

Pengobatan: berikan balutan yang kuat untuk mempercepat hilangnya udara dari
palpebra dan dinasehatkan jangan bersin atau membuang ingus karena dapat
memperberat emfisemanya. Kemudian disusul dengan pengobatan dari frakturnya.

3. Laserasi Palpebra

Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra. Bila luka ini hebat
dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera di jahit, tetapi bersihkan
dahulu lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila pembengkakannya
telah berkurang baru dijahit. Jangan membuang banyak jaringan, bila tidak perlu. Bila
luka hebat sehingga perlu skingraft, yang dapat diambil dari kulit retroaurikuler, brachial
dan supraklavikuler.

4. Ptosis

Kausa: Parase atau paralise dari m. levator palpebra (n. III) atau pseudoptosis oleh
karena edema palpebra. Bila ptosisnya setleah 6 bulan pengobatan dengan kortikosteroid
dan neurotropik tetap tak menunjukkan perubahan maka dilakukan operasi.

5. Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva

6
Hiperemia konjungtiva disebut juga konjungtivitis traumatika, meskipun salah. Dapat
sembuh sendiri. Pengobatannya simptomatis dengan sulfazinci, antibiotika jika takut
terkena infeksi.

Untuk perdarahan subkonjungtiva diberikan kompres dingin pada hari pertama


disamping koagulansia. Hari berikutnya diteruskan dengan kompres air hangat untuk
mempercepat penyerapannya.

6. Edema Kornea

Keluhannya visus menurun, disertai rasa sakit dan silau. Dapat sembuh dengan spontan.
Tetapi harus diperiksa lebih jauh untuk melihat ada tidaknya ulkus kornea. Pengobatan:
simptomatis Sulfazinci, teramisisn salep mata. Salep mata terakotril dapat diberikan jika
tidak ada ulkus kornea, untuk mempercepat hilangnya edema kornea. Dapat pula
diberikan analgetika untuk menghilangkan rasa sakit.

Trauma tumpul juga dapat menyebabkan aberasi kornea, yang bila tanpa kerusakan
membran bowman dan stroma cepat menjadi sembuh dengan sempurna atau hanya
meninggalkan sedikit jaringan parut. Pengobatan: sulfas atropin, antibiotika. Mata
ditutup.

7. Hifema

Perdarahan dalam bilik mata depan, yang berasal dari iris atau badan siliar (corpus
siliaris). Merupakan keadaan yang gawat. Sebaiknya dirawat karena takut timbulnya
perdarahan sekunder yang lebih hebat selain perdarahan primer, yang biasanya timbul
dihari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah yang
terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tidak cukup mendapat waktu untuk
regenerasi kembali dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah didalam bilik mata
depan dapat menghambat aliran aquos humor kedalam trabekula sehingga terjadi
glukoma sekunder. Pengobatan: semua hifema sebaiknya dirawat. Elevasi kepala 30-45
derajat. Kepala difiksasi dengan bantal pada kedua sisi agar tidak bergerak. Keadaan ini
harus dipertahankan minimal 5 hari. Mata ditutup, berikan salep mata dan asam
traneksamat. Kemudian di perhatikan apakah hifemanya penuh atau tidak, apakah TIO
meningkat atau tidak dan nilai fundus.

8. Pupil Midriasis

7
Di sebabkan iridoplegia akibat parese serabut saraf yang mengurus otot spincter pupil.
Iridoplegia ini dapat terjadi sementara selama 2-3 minggu, dapat juga menjadi permanen,
tergantung adanya parese atau paralise dari otot tersebut. Pengobatan: istirahat di tempat
tidur, memakai kacamata hitam. Dilarang membaca, sebab bersama dengan iridoplegia
terdapat juga kelumpuhan otot siliar sehingga tidak dapat bekerja untuk akomodasi. Beri
pilokarpin sebagai miotika.

9. Kelainan Lensa

Dislokasi lensa terjadi karena rupturnya zonula zinii yang akan mengakibatkan
kedudukan lensa terganggu. Bila zoluna ziniii putus maka lensa akan mengalami luksasi
ke depan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior).

Gambar: Dislokasi Lensa

Katarak traumatika adalah katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi
ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul
akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun posterior. Kontusio lensa
menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk tercetak (imprinting)
yang cincin Vossius.

8
Gambar : Vossius ring

10. Perdarahan Badan Kaca

Darah berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat perdarahan di
dalam badan kaca, sebaiknya dilakukan ultrasonografi untuk mengetahui keadaan
didalam posterior mata.

Pengobatan: Beri koagulansia oral atau parenteral disamping istirahat ditempat tidur.
Koagulansia yang dapat diberikan dapat berupa adona, anaroxyl, decinon disertai surbex
T yang mengandung vitamin C tinggi. Tindakan operatif vitrektomi baru dilakukan bila
setelah 6 bulan dilakukan pengobatan masih terdapat kekeruhan, untuk mempertajam
penglihatan.

11. Kelainan Retina

Edema retina biasanya didaerah polus posterior dekat makula atau diperifer. Tampak
seolah-olah retina dilapisi susu. Bila terjadi di makula, visus central akan terganggu
dengan skotoma sentralis. Dengan istirahat, edema dapat diserap dan refleks fovea
tampak kembali. Untuk mempercepat penyerapan, dapat disuntikan kortison
subkonjungtiva 0,5cc 2x seminggu.

Ruptur retina dapat menyebabkan ablasio retina. Umumnya robekan berbentuk huruf V
didapatkan didaerah temporal atas. Melalui robekan ini cairan badan kaca masuk kecelah
potensial diantara sel pigmen dan lapisan batang kerucut, sehingga visus dapat menurun
dan lapang pandang mengecil, yang sering berakhir dengan kebutaan bila terjadi ablasio

9
total. Pengobatan harus dilakukan segera dimana pada prinsipnya dilakukan pengeluaran
cairan subretina, koagulasi ruptura denga diatermi.

12. Perdarahan Retina

Dapat timbul bila trauma tumpul menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk
perdarahan tergantung dari lokasinya. Bila terdapat dilapisan serabut saraf tampak
sebagai bulu ayam, bila letak lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas,
perdarahan didepan retina (praretina) mempunyai permukaan datar dibagian atas dan
cembung dibagian bawah. Darahnya dapat pula masuk ke badan kaca. Penderita
mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam dilapang penglihatannya, jika banyak
masuk ke dalam badan kaca dapat menutup jalannya cahaya sehingga visus terganggu.
Pengobatan: istirahat di tempat tidur, istirahat mata, diberi koagulasi. Bila masuk
kedalam badan kaca diobati sebagai perdarahan badan kaca.

13. Robekan Sklera

Jika robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya di jahit. Pada robekan
yang besar, lebih baik dilakukan enukleasi bulbi untuk menghindarkan oftalmia
simpatika. Robekan ini biasanya terletak dibagian atas.

14. Eksoftalmus

Proptosis biasanya disebabkan perdarahan retrobulber, berasal dari a. Oftalmika beserta


cabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur, perdarahan diserap kembali juga diberi
koagulansia. Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan souffles, berarti ada aneurisma
arteriovena antara arteri karotis interna dan sinus kavernosus. Pengobatan: pengikatan
pada a.karotis sisi yang sama.

15. Enoftalmus

Disebabkan robekan besar pada kapsula Tenon, yang menyelubungi bola mata diluar
sklera atau disebabkan fraktura dasar orbita. Oleh karena itu harus dibuat foto rontgen
dari tulang tengkorak. Seringkali enoftalmusnya tidak terlihat selama masih terdapat
edema. Gejala: penderita merasakan sakit, mual, diplopia pada pergerakan mata keatas
dan kebawah. Saraf infraorbita sering rusak dan penderita mengeluh anestesia pada
kelopak mata atas dan ginggiva. Pengobatan: operasi, dimana dasar orbita dijembatani
dengan graft tulang kartilago atau bahan aloplastik.
10
16. Glukoma Sekunder

Segera setelah trauma sampai beberapa hari ditempat timbul hipotoni yang kemudian
disusul dengan hipertoni, yang mungkin disebabkan karena mekanisme pengaturan
cahaya terganggu atau ada subluksasi atau luksasi lensa atau ada hifema.

Pengobatan: istirahatkan mata dan istirahat ditempat tidur beberapa hari. Jika ada
glaukoma sekunder berikan diamox, gliserin kalau perlu manitol atau ureum infus. Jika
TIO tidak turun bisa dilakukan iridenklesis. Jika hifema tidak hilang 5-9 hari atau
menimbulkan glaukoma sekunder yang tidak turun dengan diamox lakukan parasentesis.
Jika terdapat ruptura bola mata, jika kecil dapat dijahit, bila besar dan berbahaya
terhadap ptisis bulbi, infeksi atau oftalmia simpatika harus dilakukan enukleasi bulbi.
Pengobatan tergantung dari jenis dan hebatnya kerusakan.

17. Kelainan Gerakan Bola Mata

Kelainan mata tak dapat menutup sempurna (lagoftalmos) yang dapat disebabkan
lumpuhnya n.VII.

Kelopak mata tidak dapat membuka sempurna (ptosis) yang disebabkan edema atau
perdarahan pada palpebra. Ptosis dapat juga terjadi akibat lumpuhnya m.levator
palpebra.

Pada trauma tumpul dapat juga terlihat gangguan gerak bola mata karena perdarahan
di rongga orbita atau adanya kerusakan dari otot-otot mata luar.

BAB V

PATOFISIOLOGI

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pembuluh darah
iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan.
Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan
menimbulkan kekuatan hidralis yang dapat menyebabkan hifema dan iriodialisis, serta
merobek lapisan oto spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang
11
timbul dari suatu trauma diperkirakan akan diteruskan ke dalam isi bola mata melalui sumbu
anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata
ke lateral sesuai dengan garis equator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan
berhenti, oleh karena adanya proses homeostasis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap
sehingga akan menjadi jernih kembali.

BAB VI

DIAGNOSIS

6.1 ANAMNESA

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma, benda
apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata
tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana kecepatannya waktu
mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan
12
benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan
penglihatan, ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah
kecelakaan. Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan
keluarnya darah dan rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya.

6.2 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga 1/2 kejadian trauma mata
bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu pemeriksaan neurologis dan
sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental, fungsi, jantung dan paru serta
ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat dimulai dengan:

1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua
titik dan defek pupil aferen.

2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk
mencari defek pada tepi tulang orbita.

3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi

4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak

5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan

6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata yang
lain)

7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.

13
BAB VII

PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSIS

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya
ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat
anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik
topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang
terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakai pelindung pada
mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan
restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat

14
menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan
bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.

Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha
melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang
diberikan ke mata yang cedera harus steril.

Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek
kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang
cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko
perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus
hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan
perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam beberapa
jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan
nyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat
penyerapan darah. Pada laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk
menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi
dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik.
Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau
vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat
diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan
lebih mudah dilakukan.

Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula,
robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi
merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien
harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5
hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma,
atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin. Penanganan hifema, yaitu :

1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.

2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.

15
3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi.

4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).

5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang.

7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila
ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna
hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.

9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5
hari.

10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.

11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.


Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila:

- Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi
penjepitan

- Enoftalmos 2 mm atau lebih

- Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar akan
menyebabkan enoftalmus

Penundaan pembedahan selama 1 2 minggu membantu menilai apakah diplopia


dapat menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan kemungkinan
keberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik. Perbaikan secara
bedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva. Periorbita diinsisi
dan diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di dinding medial dan dasar. Jaringan
yang mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan.

16
BAB VIII

KESIMPULAN

Trauma tumpul adalah trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang
relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Trauma tumpul dapat menyebabkan cedera
perforasi dan non perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna (orbita
dan palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa, korpus vitreus,
retina dan nervus optikus (N.II).

Dalam menentukan diagnosis trauma tumpul pada mata diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada mata secara menyeluruh dari mulai ketajaman mata sampai dengan
funduskopi. Pengobatan trauma tumpul pada mata tergantung dari jenis trauma dan hebatanya

17
kerusakan. Prognosa pada trauma tumpul sangat bervariasi ditentukan oleh berbagai macam
faktor.

BAB IX

DAFTAR PUSTAKA

1. Edsel I. Laceration, Eyelid (serial online). Last update Apr 26, 2012. [cited Jan/20/2014].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview.
2. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika, Jakarta, 2004.
3. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. San
Fransisco: The Eye M.D Association; 2006.
4. Rowena GH, Harijo W, Ratna,D. Laserasi Kelopak Mata, Dalam: Pedoman Diagnosis
dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Surabaya: RSU DR. Soetomo; 2006.
p.147

18
5. Francis B, Quinn. Anatomy of the Ocular Adnexa and Orbit, In: Orbital Trauma (serial
online). Last update Jun/03/2010. [cited Jan/24/2014]. Available from:
http://www.utmb.edu/otoref/grnds/orbital-trauma.html
6. AAA Sukartini Djelantik, Ari Andayani, I Gde Raka Widiana. The Relation of Onset of
Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patient. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Vol. 7.
No. 3 Juni 2010.
7. Graham M, Paul EM. Eyelid: Trauma Repair (serial online). Last update Jan/16/2010.
[cited Jan/20/2014]. Available from: URL:
http://www.vetstream.com/equis/Content/Technique/teq00106
8. Mounir B. Eyelid Reconstruction, Upper Eyelid (serial online). Last update Nov 13,
2011. [cited Jan/26/2014]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1282054-overview
9. Robert G. Reconstructive Surgery (serial online). Last update Marc/03/2008. [cited
Jan/24/2014]. Available from: http://www.drfante.com/reconstructive_surgery.html
10. Wijana Nana, Ilmu Penyakit Mata: Trauma Tumpul Pada Mata. Perpustakaan Nasional:
Katalog Dalam Terbitan. Hal. 213. Tegal: Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai