Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun
mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan
jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih
sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola
mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan
atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata
memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang
akan mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan
industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah
ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan
akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya
terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan,
ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat
mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.
Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina,
papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa kelainan
ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat
benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata
sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ

1|Page
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-
ireversibel.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk
mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang akan
menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes
fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung
pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok merumuskan masalah “Apa pengertian,
etiologi, manifestasi klinis, pathway / patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan,
dan asuhan keperawatan pada klien dengan trauma mata.”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan trauma mata secara komprehensif.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat mengetahui :
a. Pengertian dan tanda gejala trauma mata
b. Etiologi trauma mata
c. Manifestaasi klinis trauma mata
d. Pathway/patofisiologi trauma mata
e. Pemeriksaan penunjang trauma mata
f. Penatalaksanaan dan komplikasinya serta
g. Bagaimana managemen keperawatan klien trauma mata.

2|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Trauma mata


Berbagai studi penelitian menemukan tingginya prevalensi trauma mata pada usia –
usia produktif, terutama pada kelompok – kelompok penduduk yang perekonomiannya kurang
sehingga akses ke rumah sakit sulit.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga
sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.

a. Tajam penglihatan akhir pada kasus trauma mata dipengaruhi oleh multifaktor, antara lain :
penyebab trauma, akibat langsung pada jaringan ikat bola mata yang terkena, ada atau tidaknya
benda asing yang tertahan di dalam bola mata dan ada atau tidaknya infeksi. Tindakan
perbaikan anatomi bola mata yang segera pada kasus trauma, dapat mencegah terjadinya post
traumatic endopthalmitis. Oleh karena itu, managemen trauma mata membutuhkan pendekatan
multidisiplin dengan rancangan penanganan yang prioritas. Evaluasi pada pasien trauma mata
meliputi: Evaluasi menyeluruh pada bola mata dan adnexa mata

b. Evaluasi sistemik

Pemeriksa mengevaluasi pada pasien apakah ada tanda – tanda cedera kepala seperti:
kesadaran menurun, muntah dan nyeri kepala hebat. Anamnesis yang lengkap mengenai
penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi, asma bronkial dapat mempengaruhi
penanganan trauma mata. Riwayat alergi obat sebelumnya, keterangan sudah mendapat
penanganan di tempat lain sebelumnya (pemberian anti tetanus), waktu terakhir makan dan
minum alkohol juga perlu ditanyakan kepada pasien.

B. Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma :
1) Trauma tajam (perforasi trauma)

3|Page
Diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainnya yang mengakibatkan terjadinya
robekan jaringan-jaringan mata secara beruntun, misalnya mulai dari palbebra, kornea, uvea
sampai mengenai lensa.

2) Trauma tumpul (contusio oculi)

Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung
tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga
terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.

3) Trauma Khemis/ Kimia (trauma asam dan trauma basa)

Trauma kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri, pekerjaan
yang memakai bahan kimia. Trauma kimia pada mata memerlukan tindakan yang segera,
irigasi pada daerah mata yang terkena bahan kimia harus segera dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyulit yang berat. Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik
atau air bersih lainnya selama 15-30 menit.

4) Trauma Fisika
 Trauma radiasi sinar inframerah
 Trauma radiasi sinar ultraviolet
 Trauma radiasi sinar X dan sinar terionisasi
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea,
lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secaara terpisah atau menjadi gabungan trauma
jaringan mata.

C. Tanda dan Gejala


Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

a. Trauma Tumpul
 Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang membentuk
dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus. Jika
pada trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai
saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.

4|Page
 Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra
merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma,
trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada
bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva
tarsal. Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan
mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi
hematom, edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka
dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara
sempurna).
 Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva
(perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva
terkena trauma.
 Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan
kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan
keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul
akibat trauma pada kornea.
 Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan antara bagian
anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus
sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior,
yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri
siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada
badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis
yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik. Hifema (perdarahan bilik mata
depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma
mengenai iris.
 Lensa : Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu,

5|Page
yaitu : Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak
di tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata
(perpindahan tempat).
 Korpus vitreus : perdarahan korpus vitreus.
 Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kacadan koroid. Letaknya antara badan
kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya
sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira ber-diameter
1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat
bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina terkena trauma
akan terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan
penurunan tekanan bola mata.
 Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan.
b. Trauma Tajam
 Orbita : kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola mata.
 Palpebra : ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)
 Saluran lakrimal : gangguan sistem eksresi air mata.
 Konjungtiva : robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
 Sklera : pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan koroid
yang berwarna gelap).
 Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi kornea yan g disertai penetrasi kornea,
prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea, edema.
 Koroid dan kornea : luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus vitreus dan ablasi
retina.
c. Trauma Kimia
 Asam (kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea)
 Basa/Alkali (kebutaan, penggumpalan sel kornea atau keratosis, edema kornea, ulkus kornea,
tekanan intra ocular akan meninggi, hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan
siliar, membentuk jaringan parut pada kelopak, mata menjadi kering karena terjadinya
pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesoris air mata, pergerakan mata menjadi terbatas

6|Page
akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata, lensa keruh
diakibatkan kerusakan kapsul lensa).

D. Pathway

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.
2. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
3. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
4. Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.
5. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui
adanya benda asing intraokuler.
6. Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan
cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip fluorescein
steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat
perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
7. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.

7|Page
8. Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.
9. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk
retina.
10. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
11. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
12. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
13. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa trauma
asam atau basa.

F. Penatalaksanaan

1. Trauma tumpul
 Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna membantu
keluarnya hifema dari mata.
 Berikan kompres es.
 Pemantauan tajam penglihatan.
 Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan perdarahan ulang.
 Batasi membaca dan melihat TV.
 Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
 Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
 Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
 Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
 Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
 Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi perdarahan ulang.
 Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).
Indikasi Parasentesis :

 Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam


 Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional selama 5 hari

8|Page
 Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat diatasi/diturunkan
dengan obat-obatan glaucoma
 Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2. Trauma tajam
Penatalaksanaan sebelum tiba di RS :

 Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.


 Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
 Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
 Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
Penatalaksanaan setelah tiba di RS

 Pemberian antibiotik spektrum luas.


 Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
 Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
 Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak).
 Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
3. Trauma kimia
 Irigasi (30 menit) dan periksa pH dengan kertas lakmus.
 Diberi pembilas : idealnya dengan larutan steril dengn osmolaritas tinggi seperti larutan
amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau Ringer Laktat). Larutan garam isotonis.
 Irigasi sampai 30 menit atau pH normal. Bila bahan mengandung CaOH berikan EDTA.
 Pemeriksaan oftalmologi menyeluruh.
 Cedera ringan : Pasien dapat dipulangkan dengan diberikan antibiotik tetes mata, analgesic
oral dan perban mata.
 Luka sedang diberi siklopegi.
 Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.
 Vitamin C oral : untuk membentuk jaringan kolagen.
Catatan :

6 tahapan penatalaksanaan trauma mata :

 Irigasi

9|Page
 Repitalisasi kornea
 Mengendalikan proses peradangan
 Mencegah terjadinya infeksi
 Mengendalikan TIO
 Menurunkan nyeri : sikloplegik

G. Komplikasi
 Jangka pendek : Glaucoma, Corneal blood stain, Synechia dan Symphatetic-Ophthalmia.
 Jangka panjang : Atropi iris (darah menekan lama), Optik atropi (TIO↑), Heterocronitis –
uveitis, hemophthalmitis)

H. Discharge planning
Trauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya trauma seperti :

1. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam akibat alat
pekerjaannya
2. Setiap pekerja yang bekerja di tempat bahan kimia sebaiknya mengerti bahan kimia apa yang
dipakainya, asam atau basa.
3. Pada pekerja las sebaiknya melindungi matanya dari sinar dan percikan las

10 | P a g e
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien : Inisial nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, pendidikan terakhir,
pekerjaan, diagnosa medis, dll.
2. Riwayat Keperawatan
 Keluhan Utama : Klien dapat mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada mata,
keterbatasan gerak mata.
 Riwayat kesehatan dahulu : Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM dapat
menyebabkan infeksi yang terjadi pada mata sulit sembuh, riwayat hipertensi.
 Riwayat penyakit sekarang : yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan karena truma
tumpul,tajam,atau mekanik, tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.
 Riwayat psikososial : pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan
konsep diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang
menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.

B. Pemeriksaan fisik
B1(Breath), Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan (tdk ada gangguan pada sistem pernafasan).

1. B2 (Blood), Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/tekanan darah


dikarenakan pasien takut dan cemas.
2. B3 (Brain), Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO.
3. B4 (Bladder), Kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
4. B5 (Bowel), Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
5. B6 (Bone), Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
6. Pemeriksaan khusus pada mata :
a) visus (menurun atau tidak ada)
b) gerakan bola mata (terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan bolam
mata), konjungtiva bulbi (adanya hiperemi atau adanya nekrosis)
c) kornea (adanya erosi,keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea)

11 | P a g e
C. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan TIO
b. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh atau proses pembedahan
c. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ status organ indera
d. Ansietas b.d tindakan yang akan dilakukan/ kejadian yang dialami

1. Pengkajian
a. Identitas Pasien / Klien
- Nama : Tn. M
- Umur : 40 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- TB : 167 cm
- BB : 55 kg
- Alamat : Malang
- Status perkawinan : kawin
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Pendidikan : SMP
- Pekerjaan : Petani

b. Riwayat Penyakit
- Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)
Pasien datang dengan keluhan Nyeri pada mata kanan nya
- Riwayat Kesehatan sekarang
Selama kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa sakit pada mata
sebelah kanan akibat terkena paku saat memperbaiki pintu rumah.. Pasien sempat
dibawa ke Puskesmas, dan dirujuk ke rumah sakit pada tanggal 7 Nopember 2018, jam
11.00 WIB. Hasil pemeriksaan TTV. Tekanan darah : 130/70mmHg, Nadi : 80X/menit,

12 | P a g e
Rr : 22X/menit, Suhu : 37,5 C. Pasien mengatakan cemas terhadap penyakit dan
kondisinya saat ini
- Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit mata sebelumnya
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien pernah memiliki penyakit seperti yang di alami pasien yakni ayahnya

c. Pengkajian Fungsional
- Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
Ketika pasien merasa pusing,sesak nafas,jantung berdebar-debar pasien langsung pergi
berobat ke pukesmas
- Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit, intake makanan : frekuensi 3x sehari dan minum : 6-8 gelas /hari tetapi
selama sakit, intake makanan berkurang menjadi : 2x sehari dengan syarat bebas
lemak/kolesterol dan Minum : 5-7 gelas /hari
- Pola eliminasi
Eliminasi Buang Air Besar (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) tidak ada perubahan yaitu
Frekuensi BAK : 4-5x sehari dan BAB : 2x sehari. Tidak ada keluhan terkait dengan pola
eliminasi
- Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit klien Tidur jam 21.00-05.00 WIB Lama tidur 8 jam, siang hari 2 jam dan
Selama sakit klien Tidur jam 23.00-03.00 WIB Lama tidur hanya 4 jam, siang hari 1 jam
- Pola aktivitas latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √

13 | P a g e
ROM √

0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung total

- Persepsi sensorik / perceptual


Klien mengatakan penglihatannya berkurang karena nyeri pada mata, pendengaran baik
- Pola konsep diri
Pasien mengatakan meras sedih karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa,
- Pola seksual-reproduksi
Pasien mengatakan mempunyai 3 orang anak dan selama berkeluarga tidak pernah
menggunakan alat kontrasepsi
- Pola hubungan dan peran
hubungan dengan anak-anaknya, suami dan dengan pasien lain serta perawat lain baik
- Pola koping dan stress
Pasien selalu terbuka atas segala masalah pasrah kepada petugas kesehatan dan juga
menyerahkan kesembuhannya pada Tuhan YME
- Pola nilai dan keyakinan
Klien sering mengikuti pengajian di musola di tempat tinggalnya dan juga setiap sholat
kadang-kadang membaca al quran, sekarang hanya bisa berdoa dengan tiduran di tempat
tidur
d. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
- Bentuk kepala : mesosopal
- Rambut : hitam, tidak berketombe, sedikit beruban
- Mata : konjungtiva, sclera putih, dan tidak anemis
- Hidung : tidak ada polip, bersih
- Mulut : mukosa kering dan pecah-pecah, tidak berbau, dan tidak

14 | P a g e
- Caries : Tidak ada caries
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
- Dada : sebelah kiri terjadi pembesaran, dan tidak ada kelainan
- Abdomen : terdapat asites, nyeri abdomen
- Ekstremitas : terpasang kateter, tidak ada udem
- Anus : bersih, tidak ada haemorhoid
Tanda-tanda Vital : TD : 110/70 mmhg S : 37º c
N : 80 x/menit RR : 22 x/menit

e. Data Penunjang Lain


- Kartu Snellen
Pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat
dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina
- Luas lapang pandang
Mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau
karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
- Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop
Mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
f. Program Terapi
- Terapi farmakologi
- Terapi invasive
g. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Keperawatan
Data subjektif : Trauma Mata Nyeri akut
- Pasien mengatakan sakit sekali
pada mata sebelah kanan Terputusnya kontinuitas
Data Objektif : jaringan mata

15 | P a g e
- Pasien terlihat menahan sakit dan
menutupi matanya dengan telapak imflamasi pada kornea atau
tangan peningkatan tekanan

- Skala nyeri 7 intraokular

Nyeri Akut

Data Subjektif : Trauma mata Risiko infeksi


- Pasien mengatakan matanya
tertusuk paku saat sedang
memperbaiki pintu rumah Terputusnya kontinuitas

- pusing pada bagian dalam mata jaringan mata.

Data Objektif
- Mata Pasien tampak bengkak
Resiko Infeksi
- Mata pasien tampak
mengeluarkan air mata
Data Subjektif : Trauma Mata Ansietas
- Pasien mengatakan cemas terkait
penyakitnya saat ini Gangguan ketajaman

- Pasien juga mengatakan takut jika penglihatan

tidak bisa melihat lagi

Data Objektif : Ansietas

- Pasien nampak gelisah


- Pasien beberapa kali menanyakan
terkait kondisi sakitnya

16 | P a g e
2. Diagnosa Keperawatan (sesuai prioritas)
1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh.
3. Ansietas berhubungan dengan acaman pada status penyakit terkini yang ditandai dengan
gelisah, khawatir tentang perubahan dalam peristiwa hidup

3. Rencana Asuhan Keperawatan


- Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular
Nyeri akut NOC NIC
Definisi : Pengalaman  Pain level Pain Management
sensori dan emosional yang  Pain control  Lakukan pengkajian nyeri
tidak menyenangkan  Comfort level secara komperhensif termasuk
berkaitan dengan kerusakan lokasi, karakteristik, durasi,
jaringan yang aktual atau Kriteria hasil :
frekuensi, kualitas dan faktor
potensial atau yang  Mampu mengontrol nyeri
presipitasi
(tahu penyebab nyeri,
digambarkan sebagai  Observasi reaksi nonverbal
kerusakan (Internatiol mampu menggunakan
dari ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi
Association for the study of  Gunakan tehnik komunikasi
pain) : awitan yang tiba-tiba untuk mengurangi nyeri,
terapeutik untuk mengetahui
atau lamabat dari intensitas mencari bantuan)
pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan bahwa nyeri
ringan hingga berat dengan  Kaji kultur yang
akhir yang dapat diantisipasi berkurang dengan
mempengaruhi respon nyeri
atau diprediksi dan menggunakan manajement
 Kontrol lingkungan yang
berlangsung <3 bulan. nyeri
dapat mempengarugi nyeri
 Mampu mengenali nyeri
seperti suhu ruangan,
Batasan karakteristik : (skala, intensitas,frekuensi
pencahayaan dan kebisingan
 Perubahan selera makan dan tanda nyeri)
 Perubahan TD

17 | P a g e
 Perubahan frekuensi  Menyatakan rasa nyaman  Ajarkan tentang tehnik
jantung setelah nyeri berkurang nonfarmakologi
 Perubahan frekuensi  Berikan analgetik untuk
pernafasan mengurangi nyeri.

- Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi


permukaan tubuh.
Resiko infeksi NOC NIC
Definisi : mengalami invasi dan  Immune statuse Infection control
multiplikasi organisme  Knowledge :  Batasi pengunjung bila perlu
patogenik yang dapat Infection control  Mencuci tangan saat berkunjung
mengganggu kesehatan  Risk control  Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan
Faktor-faktor resiko : Kriteria hasil :  Gunakan baju, sarung tangan
 Gangguan integritas kulit  Klien bebas dari sebagai alat pelindung diri
 Kurang pengetahuan untuk tanda dan gejala  Monitor tanda dan gejala infeksi
menghindari pemajanan infeksi  Inspeksi kulit dan membran
patogen  Mendeskripsikan mukosa terhadap kemerahan,
 Vaksinasi tidak adekuat proses penularan panas dan drainase
 Malnutrisi penyakit, factor yang  Inspeksi kondisi luka/ insisi
mempengaruhi bedah
penularan serta  Ajarkan cara menghindari infeksi
penatalaksanaannya  Laporkan kecurigaan infeksi
 Jumlah leukosit  Lakukan kultur positif
dalam batas normal
 Menunjukkan
perilaku hidup sehat

- Ansietas berhubungan dengan acaman pada status penyakit terkini yang ditandai dengan
gelisah, khawatir tentang perubahan dalam peristiwa hidup

18 | P a g e
Ansietas NOC NIC
Definisi : Perasaan tidak nyaman - Anxiety self-control - Gunakan pendekatan yang
atau kekhawatiran yang samar - Anxiety level menenangkan
disertai respons otonom ( sumber - Coping - Nyatakan dengan jelas harapan
seringkali tidak spesifik atau terhadap pelaku pasien
tidak diketahui oleh individu) Kriteria hasil : - Jelaskan semua prosedur dan
perasaan takut yang disebabkan
- Klien mampu apa yang dirasakan selama
oleh antisipasi terhadap bahaya. prosedur
mengidentifikasi
dan - Pahami prespektif pasien
Faktor-faktor resiko :
mengungkapkan terhadap situasi stres
- Perubahan dalam (status gejala cemas. - Temani pasien untuk
ekonomi, lingkungan,status
- Mengidentifikasi, memberikan keamanan dan
kesehatan, pola interaksi,
mengungkapkan mengurangi takut
fungsi peran, status peran)
dan menunjukkan - Dorong keluarga untuk
- Pemajanan toksin tehnik untuk menemani anggota keluarga
- Terkait keluarga mengontol cemas. - Lakukan back / neck rub
- Herediter - Vital sign dalam - Dengarkan dengan penuh
- Infeksi/kontaminan batas normal perhatian
interpersonal - Postur tubuh, - Identifikasi tingkat kecemasan
ekspresi wajah, - Bantu pasien mengenal situasi
bahasa tubuh dan yang menimbulkan kecemasan
tingkat aktivfitas
- Dorong pasien untuk
menunjukkan
mengungkapkan perasaan,
berkurangnya
ketakutan, persepsi
kecemasan.
- Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
- Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan

19 | P a g e
4. Implementasi
No Tanggal dan Implementasi Respon Pasien
DX Jam
1 1. Melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif 1. Pasien dapat menceritakan skala nyeri dan lokasi nyeri,
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, Skala Nyeri 7, lokasi nyeri di mata kanan
kualitas dan faktor presipitasi 2. Pasien tampak koperatif
2. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk 3. Pasien bisa melakukan tehknik nafas dalam
Mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Pasien meminum obat analgetik
3. Mengajarkan tentang tehnik nonfarmakologi
4. memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
2 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi 1. Pasien kooperatif saat dilakukan pemeriksaan
2. Menginspeksi kulit dan membran mukosa terhadap 2. Terdapat kemerahan pada mata pasien dan terasa hangat
kemerahan, panas dan drainase 3. Pasien mengerti cara menghindari infeksi
3. Mengajarkan cara menghindari infeksi 4. Mata pasien bengkak, dan terasa hangat disekitar luka
4. Melaporkan kecurigaan infeksi
3 1. Menggunakan pendekatan yang menenangkan 1. Pasien lebih tenang saat menceritakan kekhwatirannya
2. Menyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku 2. Pasien mengatakan harapannya untuk sembuh dan bisa
pasien kembali beraktifitas seperti semula dan berkumpul
3. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan bersama keluarganya kembali
selama prosedur 3. Pasien tampak mengerti dengan penjelasan tentang
4. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, prosedur penanganan terhadap penyakitnya
ketakutan, persepsi 4. Pasien mengungkapkan kekuatirannya

20 | P a g e
21 | P a g e
5. Evaluasi
Tanggal Diagnosa Keperawatan SOAP Perkembangan
dan jam
- Nyeri akut berhubungan S : Pasien mengatakan matanya masih nyeri
dengan inflamasi pada kornea O :
atau peningkatan tekanan - Pasien masih tampak kesakitan
intraokular - Skala Nyeri 6
A : Nyeri akut belum teratasi
P : berikan terapi farmakologi secara rutin,
lanjutkan intervensi 1, 2 , 3, 4
- Risiko infeksi berhubungan S : Pasien mengatakan masih merasakan sakit
dengan peningkatan kerentanan pada mata nya
sekunder terhadap interupsi O :
permukaan tubuh - Pasien tampak kesakitan
- Bengkak padamata pasien
- Area di sekitar luka mata terasa hangat
A : Risiko infeksi berhubungan dengan
peningkatan kerentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh belum teratasi
P : Berikan perawatan luka, lanjutkan
intervensi 1, 2 dan 4
- Ansietas berhubungan dengan S : Pasien mengatakan sedikit khawatir dengan
acaman pada status penyakit kondisinya saat ini
terkini yang ditandai dengan O : Pasien masih tampak gelisah
gelisah, khawatir tentang A : Ansietas berhubungan dengan acaman
perubahan dalam peristiwa pada status penyakit terkini yang ditandai
hidup dengan gelisah, khawatir tentang perubahan
dalam peristiwa hidup belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1, 2 ,3 , dan 4

22 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma mata merukakan kasus kegawatdaruratan pada mata dimana trauma okular
adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi
rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai
5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma
akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh
trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang
semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel
ataupun non-ireversibel.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan kepada pembaca khususnya penderita trauma mata adalah
dengan mengurangi aktivitas yang terlalu berat/ membahayakkan untuk mengurangi resiko
terjadinya trauma mata atau komplikasi lainnya dan untuk pekerja yang berbahaya sebaiknya
memakai alat pelindung diri saat bekerja.

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer . 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Arief Mansoer dkk. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius fakultas kedokteran
universitas Indonesia

Evelyn. 2013. Anatomi dan fisiologis untuk para medis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

NANDA-1 Diagnosis keperawatan Definisi dan klasifikasi, 2018-2020. Editor : T.Heather heardman, shigemi
kamitsuru,. Jakarta : EGC.

Nursing Outcomes Classification ( NOC ), 5th Indonesian edition, by sue moorhead, Marion johnson,
meridean, elsevier global right, United Kingdom

Nursing Intervensions Classification ( NIC ), 6th Indonesian edition, by Gloria bulecheck, Howard butcher,
elsevier global right, United Kingdom

Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Adji Dharma, Edisi II.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai