Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang diampuh
Ns. Sitti Fatimah M. Arsad, M.Kep
Disusun Oleh:

Kelas A

Kelompok 2

1. Ramdan Hunowu (841418015)


2. Ririn Hasan (841418003)
3. Farida Luawo (841418004)
4. Irma S. Abdullah (841418007)
5. Sutri Dj. Eksan (841418017)
6. Fitriyaningsi Laiya (841418023)
7. Rozianti H Biya (841418034)
8. Rahmatia Kadir (841418036)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan yang membahas tentang”Asuhan
Keperawatan “Osteoporosis” dapat selesai tepat pada waktunya sebagai salah satu tugas
dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
        Kami menyadari laporan ini masih jauh dari harapan, yang mana di dalamnya
masih terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan bahasanya, sistem penulisan
maupun isinya. Oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun sehingga dalam Laporan berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan
kualitasnya. 
Akhirnya, kami sebagai penyusun mengharapkan semoga dari Askep ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya sehingga bisa memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar belakang................................................................................................1


2.1 Rumusan Masalah..........................................................................................3
3.1 Tujuan............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

2.1 KONSEP MEDIS...........................................................................................4

1. Definisi Osteoporosis.....................................................................................4
2. Etiologi...........................................................................................................4
3. Manifestasi Klinis..........................................................................................5
4. Patofisiologi...................................................................................................5
5. Klasifikasi......................................................................................................8
6. Prognosis........................................................................................................8
7. Komplikasi.....................................................................................................8
8. Penatalaksanaan.............................................................................................9

2.2 KONSEP KEPERAWATAN.........................................................................10

BAB III PENUTUP.................................................................................................25

3.1 Kesimpulan........................................................................................................25

3.2 Saran..................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi
permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan
penyakit ditandai dengan massa tulang yang rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Wardhana, 2012).
Osteoporosis memiliki dampak yang cukup parah bagi kesehatan. Dampak dari
penderita osteoporosis yaitu beresiko mengalami fraktur. Osteoporosis juga
menyebabkan kecacatan, ketergantungan pada orang lain, gangguan psikologis
sehingga menurunkan kualitas dan fungsi hidup serta menigkatkan mortalitas
(Hikmiyah dan Martin, 2013).
Prevalensi osteoporosis di dunia masih cukup tinggi. World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa sekitar 200 juta orang menderita Osteoporosis di seluruh
dunia. Pada tahun 2050, diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali
lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada pria (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan data
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, angka insiden patah tulang paha atas
tercatat sekitar 200/100.000 kasus pada wanita dan pria diatas usia 40 tahun diakibatkan
osteoporosis.
World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 50% patah tulang paha
atas ini akan menimbulkan kecacatan seumur hidup dan menyebabkan angka kematian
mencapai 30% pada tahun pertama akibat 2 komplikasi imobilisasi. Data ini belum
termasuk patah tulang belakang dan lengan bawah serta yang tidak memperoleh
perawatan medis di Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2012). Terdapat beberapa faktor risiko
terjadinya osteoporosis, yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan yang tidak dapat
diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain adalah usia, jenis kelamin,
riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang dapat diubah antara lain adalah status
gizi, asupan kalsium, konsumsi alkohol, kopi, merokok, hormon endogen seperti

1
estrogen, menopause dini, aktifitas fisik, dan penggunaan steroid jangka panjang
( Wardhana, 2012 ).
Peningkatan usia berhubungan dengan peningkatan risiko osteoporosis. Seiring
dengan meningkatnya usia, pertumbuhan tulang akan semakin menurun. Sel osteoblas
akan lebih cepat mati karena adanya sel osteoklas yang menjadi lebih aktif, sehingga
tulang tidak dapat digantikan dengan baik dan massa tulang akan terus menurun.
Hasil penelitian Prihatini, et al(2010) menyatakan bahwa pada usia kurang dari
35 tahun 5,7 % sampel beresiko osteoporosis dan proporsinya terus meningkat dengan
bertambahnya usia. Proporsinya mulai meningkat tajam pada usia 55 tahun. Status gizi
berkaitan erat dengan berat badan. Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang
rendah, dan kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita (Krisdiana, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Septriani (2013) menyatakan bahwa berat badan
rendah 3 akan lebih menurunkan kepadatan tulang. Berat badan berlebih (overweight
dan obesitas) mengakibatkan beban mekanik meningkat sehingga merangsang
pembentukan tulang dengan menurunkan apoptosis serta meningkatkan proliferasi dan
diferensiasi osteoblas dan ostosit (Septriani, 2013 dan Hikmiyah, 2013).
Salah satu faktor penting terjadinya osteoporosis adalah kebiasaan minum kopi.
Di Indonesia konsumsi minum kopi cukup tinggi, mengingat bahwa Indonesia adalah
negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia.Kandungan kafein pada kopi dapat
mengurangi penyerapan kembali kalsium di dalam ginjal, sehingga kalsium keluar
bersama urin. Berdasarkan hasil penelitian di Bogor menyatakan bahwa 60,6% wanita
dewasa mengkonsumsi kopi sebanyak 2-6 gelas/minggu (Septriani, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihatini, 2010 menyatakan
bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kebiasaan minum kopi dengan
osteoporosis. Proporsi resiko osteoporosis lebih tinggi pada orang yang biasa minum
kopi setiap hari (Prihatini, 2010). Salah satu faktor yang berpengaruh penting dalam
terjadinya osteoporosis adalah kalsium. Kalsium merupakan makromineral yang
terbanyak di dalam tubuh yaitu sekitar 1000 mg. Kalsium berperan dalam mineralisasi
tulang dan mempertahankan densitas tulang yang normal. Hasil penelitian menunjukkan

2
bahwa asupan kalsium yang tinggi akan meningkatkan kepadatan tulang (Prihatini,
2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis dari Osteopirosis?
2. Bagaimana konsep keperawatan dari Osteopirosis?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis dari Osteopirosis
2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan dari Osteopirosis

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP MEDIS


1. Definisi Osteoporosis

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo berarti tulang serta
porous artinya berlubang-lubang atau keroposadalah penyakit tulang yang ditandai
menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) akibat ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kandungan mineral dalam tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan patah.
Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi
keras dan padat. Dengan berkurangnya kandungan zat tersebut yang disertai perubahan
mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang, sehingga tulang mudah retak atau bahkan patah
tulang (Adawiyah & Selviastuti, 2015).

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa


tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kandungan mineral dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur
tulang yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan tulang yang dalam hal ini adalah
pengeroposan tulang, sehingga mengandung risiko mudah terjadi patah tulang.
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang digolongkan sebagai silent disease
karena tidak menunjukkan gejala-gejala yang spesifik(Berawi, 2017).

2. Etiologi

Penyebab osteoporosis adalah adanya gangguan pada metabolisme tulang. Pada


keadaan normal, sel-sel tulang, yaitu sel pembangun (osteoblas) dan sel pembongkar
(osteoklas) bekerja silih berganti, saling mengisi, seimbang, sehingga tulang terjadi
utuh. Apabila kerja osteoklas melebihi kerja osteoblas, maka kepadatan tulang menjadi
kurang dan akhirnya keropos. Metabolisme tulang dapat terganggu oleh berbagai
kondisi, yaitu berkurangnya hormon estrogen , berkurangnya asupan kalsium dan

4
vitamin D, berkurangnya stimulasi mekanik (inaktif) pada tulang, efek samping
beberapa jenis obat, minum alkohol, merokok dan sebagainya(Annisa et al., 2019).

3. Manifestasi Klinis

Menurut (Yuhandri, 2018)Beberapa gejala dan tanda-tanda yang perlu


diwaspadai sebagai manifestasi klinis osteoporosis antara lain :

1. Tubuh terasa makin pendek


2. Kifosis dorsal bertambah
3. Nyeri tulang
4. Gangguan otot, kaku dan lemah seperti didapat pada penderita osteomalasia atau
hipotiroidisme
5. Patah tulang akibat trauma ringan, atau secara kebetulan ditemukan gambaran
radiologik yang khas.
6. Nyeri punggung bawah adalah salah satu keluhan penderita, biasanya timbul
mendadak. Hal ini disebabkan fraktur kompresi korpus vertebra.
4. Patofisiologi

Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang
sampai sekitar usia 35 tahun. Genetic, nutrisi pilihan gaya hidup (misalnya merokok,
konsumsi kafein dan alkohol) dan aktifitas fisik mempengaruhu puncak massa tulang.
Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapainya puncak massa tulang.
Menghilangnya estrogen pada saat menopause dan pada oofrektomi mengakibatkan
percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus secara tahun-tahun pascamenopause.
Akibatnya, insiden osteoporosis lebih rendah pada pria (Sozen T, 2016).
Factor nutrisi memengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorbs kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Asupan kalsium dan vitamin D
yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis (Sozen T, 2016).
Bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen (dari sumber luar)
dapat menyebabkan osteoporosis. Kostikosteroid berlebihan, sindrom Cushing,

5
hipertiroidise, dan hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan tulang. Derajad
osteoporosis berhubungan dengan dursi kortikosteroid. Ketika terapi dihentikan atau
metabolism telah diatasi, perkembangan osteoporosis akan berhenti namun retorasi
kehilangan massa tulang biasanya tidak terjadi (Tu KN, 2018).
Keadaan medis penyerta (misalnya sindom malabsobsi, intoleransi laktosa,
penyalahgunaan alcohol, gagal ginjal, gagal hepar, dan gangguan endokrin)
mempengaruhi pertubuhan osteoporosis. Obat-obatan (mis. Isoniazid, heparin,
tetraksilin, antasida yang mengandung aluminium, forusemide, antikonvulsan,
kostikosteoid, dan suplemen tiroid) mempengaruhu penggunaan tubuh dan
metabolisme kalsium. Imobilitas penyumbang dan perkembangan osteoporosis.
Pembentukan tulang dipercepat dengan adanya stress berat badan dan aktifitas otot.
Ketika diimobilisasi dengan gips, paralisis, atau inaktifitas umum, tulang akan
diresopsi lebih cepat dari pembentukannya dan terjadilah osteoporosis (Situmorang &
Manurung, 2020).

6
Pathway

Berkurangnyahormon estrogen,
Asupan kalsium, dan vitamin D.
Berkurangnya stimulasi mekanik, efek
samping obat, alcohol, merokok.

Gangguan metabolisme

Peningkatan kerja osteoklas

Kepadatan tulang berkurang

Tulang mudah keropos dan


patah

Keretakan tulang RESIKO JATUH Keterbatasan dalam


beraktivitas

Menimbulkan rangsangan GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Impuls diantarkan ke
hipotalamus

Penerjemahan impuls

Rasa sakit pada area tubuh


yang mengalami keretakan
tulang

NYERI AKUT

7
5. Klasifikasi

Menurut (Situmorang & Manurung, 2020) Osteoporosis terbagi menjadi 3 jenis,


yaitu:

1. Osteoporosis Primer, terbagi menjadi 2 yaitu:


a. Osteopororis Primer Tipe 1
Osteopororis Primer Tipe 1adalah kehilangan massa tulang yang terjadi
sesuai dengan proses penuaan, yaitu akibat kekurangan estrogen, yakni
umumnya pada wanita yang telah mengalami menopause, dan akibat
kekurangan testosteron, yakni andropause pada pria yang berarti
berkurangnya produksi hormon testoteron.
b. Osteoporosis Primer Tipe 2
Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil/penuaan
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis jenis ini dipengaruhi seperti adanya penyakit yang
mendasari, akibat obat-obatan dan lain sebagainya. Pada osteoporosis
sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan pada
usia kanak-kanak (juvenil), usia remaja (adolesen), pria usia pertengah.
6. Prognosis

Prognosis osteoporosis ditentukan oleh penegakan diagnosis dan terapi yang


tepat, serta kepatuhan berobat pasien. Ketiga aspek ini akan menurunkan resiko
komplikasi osteoporosis yaitu fraktur vertebra, fraktur nonvertebral, dan fraktur
pinggul (Lita et al., 2019).

7. Komplikasi

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan


mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi

8
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter,
dan fraktur colles pada pergelangan tangan. Dapat terjadi fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medula spinalis
tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis (Yudik Prasetyo, 2015).

8. Penatalaksanaan

Penanganan yang dapat dilakukan pada penderita osteoporosis :

1. Pemeliharaan/Penjagaan tulang yang sudah rapuh


2. Diet
3. Mencegah jatuh atau kecelakaan
4. Hindari Immobilisasi
5. Rahabilitasi Medik
6. Pemasangan penyanggah tulang belakang

Untuk Menghindari terjadinya osteoporosis dapat dilakukan pencegahan, yaitu


dengan menghindari osteoporosis sejak masih anak-anak. Faktor genetik, endokrin,
nutrisi dan mekanik, mempunyai sumbangan yang besar pada pembentukan dan
pengembangan tulang yang baik dan adekuat. Sangat penting untuk mencapai masa
tulang yang oftimal selama masa anak-anak dan masa remaja, sehingga kalau nantinya
terjadi kehilangan masa tulang, tabungan tulang sudah cukup dan osteoporosis dapat
dihindari. Kurangnya nutrisi yang adekuat , aktivitas fisik yang kurang akibat
perubahan gaya hidup akan memberi peluang terjadinya osteoporosis(Humaryanto &
Syauqy, 2019).

9
2.2 KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Tidak terkaji
Status Perkawinan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Tanggal Masuk : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Osteoporosis
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur :Tidak terkaji
Hub. Dengan Pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Tidak terkaji
2) Riwayat kesehatan sekarang
Osteoporosis

10
P (Provokating) : Tidak terkaji
Q (Quality) : Tidak terkaji
R (Region) : Tidak terkaji
S (Severity/Skala) : Tidak terkaji
T (Time) : Tidak terkaji
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : tidak terkaji
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1)      Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2)      Pernah dirawat : Tidak terkaji
3)      Alergi : Tidak terkaji
4)      Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll): Tidak terkaji
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak terkaji
d. Diagnosa Medis dan therapy : Osteoporosis
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan: Tidak terkaji
b. Pola Nutrisi-Metabolik
1) Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) Saat sakit : Tidak terkaji
c.   Pola Eliminasi
1) BAB
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) BAK
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas : Tidak terkaji

11
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
2) Latihan
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
e. Pola kognitif dan Persepsi : Tidak terkaji
f. Pola Persepsi-Konsep diri : Tidak terkaji
g. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
h. Pola Peran-Hubungan : Tidak terkaji
i. Pola Seksual-Reproduksi
1. Sebelum sakit : Tidak terkaji
2. Sebelum sakit : Tidak terkaji
j. Pola Toleransi Stress-Koping : Tidak terkaji
k. Pola Nilai-Kepercayaan : Tidak terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital :
TB/BB : tidak terkaji
HR : tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
Suhu : Tidak terkaji
N : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji

12
b. Keadaan fisik
1) Kepala
a) Lingkar kepala : Tidak terkaji
b) Rambut : Tidak terkaji
c) Warna : Tidak terkaji
d) Tekstur : Tidak terkaji
e) Distribusi Rambut : Tidak terkaji
f) Kuat/mudah rontok : Tidak terkaji
2) Mata
a) Sklera : Tidak terkaji
b) Konjungtiva : Tidak terkaji
c) Pupil : Tidak terkaji
3) Telinga : Tidak terkaji
4) Hidung : Tidak terkaji
5) Mulut : Tidak terkaji
a) Kebersihan : Tidak terkaji
b) Warna : Tidak terkaji
c) Kelembapan : Tidak terkaji
d) Lidah : Tidak terkaji
e) Gigi : Tidak terkaji
6) Leher :
7) Dada/pernapasan
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
8) Jantung
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji

13
d) Auskultasi : Tidak terkaji
9) Paru-paru
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
10) Abdomen : Tidak terkaji
11) Punggung : Tidak terkaji
12) Ekstermitas : Tidak terkaji
13) Genitalia : Tidak terkaji
14) Integumen : Tidak terkaji
a) Warna : Tidak terkaji
b) Turgor : Tidak terkaji
c) Integrasi : Tidak terkaji
d) Elastisitas : Tidak terkaji
5. Pemeriksaan penunjang
Tidak terkaji
6. Penatalaksanaan
Tidak terkaji

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
Kategori : Fisiologis
Sub kategori : Aktiviats atau Istirahat
2. Nyeri Akut (D.0077)
Kategori : Psikologis
Sub kategori : Nyeri dan Kenyamanan
3. Risiko Jatuh (D.0143)
Kategori : Lingkungan
Sub kategori : Keamanan dan Proteksi

14
15
C. Interevensi Kepearawatan
No SDKI SLKI SIKI RASIONAL
.
1. Gangguan Mobilitas Fisik (D. 0054) Mobilitas Fisik (l. 05042) Dukungan Mobilisasi (I. 05173) Tindakan
Kategori : Fisiologis
Kriteria Hasil : Definisi : Observasi
Subkategori : Aktivitas atau
Setelah dilakukan tindakan Memfasilitasi pasien untuk 1. Dengan mengidentifikasi
Istirahat
keperawatan selama 3x24 meningkatkan aktivitas pergerakan adanya nyeri atau keluhan fisik
Definisi :
jam masalah mobilitas fisik fisik. lainnya kita dapat mengetahui
Keterbatasan dalam gerak fisik dari
anak teratasi dengan Tindakan keluhan fisik yang dirasakan oleh
satu atau lebih ekstremitas secara
indikator : Observasi klien sehingganya kita dapat
mandiri.
1. Pergerakan ekstremitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau mengantisipasi terjadinya cedera
Penyebab
cukup meningkat keluhan fisik lainnya berlanjut
1. Kerusakan integritas struktur
2. Kekuatan otot cukup 2. Identifikasi toleransi fisik 2. Untuk mengetahui adanya
tulang
meningkat melakukan pergerakan toleransi fisik pada saat melakukan
2. Perubahan metabolisme
3. Rentang gerak (ROM) 3. Monitor frekuensi jantung dan pergerakan sehingganya kita bisa
3. Ketidakbugaran fisik
meningkat tekanan darah sebelum memulai memantau kemampuan klien dalam
4. Pneurunan kendali otot
4. Nyeri cukup menurun mobilisasi melakukan latihan gerak
5. Penurunan massa otot
5. Kecemasan menurun 4. Monitor kondisi umum selama 3. Untuk memonitor frekuensi
6. Penurunan kekuatan otoot
6. Kaku sendi menurun melakukan mobilisasi jantung dan tekanan darah sebelum
7. Keterlambatan perkembangan
7. Gerakan tidak Terapeutik memulai mobilisasi
8. Kekakuan sendi
berkoordinasi menurun 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi 4. Untuk memonitor kondisi
9. Kontraktur

16
10. Malnutrisi 8. Kelemahan fisik dengan alat bantu (mis. pagar tempat umum Selama melakukan
11. Gangguan musculoskeletal menurun tidur) mobilsiasi
12. Gnagguan neuromuscular 6. Fasilitasi melakukan Terapeutik
13. Indeks massa tubuh diatas pergerakan, jika perlu 5. Untuk memfasilitasi
persentil ke 75 sesuai usia 7. Libatkan keluarga untuk aktivitas mobilisasi dengna alat
14. Efek agen farmakologis membantu pasien dalam meningkatkan bantu mis. Oagar temoat tidur
15. Program pembatasan pergerakan 6. Untuk menngetahui
16. Nyeri Edukasi Fasilitasi melakukan pergerakan
17. Kurang terpapar informasi 8. Jelasan tujuan dan prosedur 7. Untuk menngetahui
tentang aktivitas fisik mobilisasi Libatkan keluarga untik membantu
18. Kecemasan 9. Anjurkan melakukan pasien dalam meningkatkan
19. Gnagguan kognitif mobilisasi dini pergerakan
20. Keengganan melakukan 10. Ajarkan mobilisais sederhana Edukasi
pergerakan yang harus di lakukan (mis. duduk di 8. Untuk menjelaskan tujuan
21. Gnagguan sensori persepsi\ tempat tidur, di sisi tempat tidur, dan prosedur mobilisasi
Gejala dan Tanda Mayor : pindah dari tempat tidur) 9. Untuk menganjurkan
Subjektif melkuakn mobilisais dini
1. Mengeluh sulit menggerakan 10. Untuk mengajarkan
ekstremitas mobilisais sederhana yang harus di
Objektif lakukan is. Duduk di tempat tidur,
1. Kekuatan otot di sisi tempat tidur, pindah dari

17
Menurun tempat tidur
2. Rentang gerak (ROM)
mneurun
Gejala dan tanda Minor :
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkooordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Kondisi Klinis terkait :
1. Stroke
2. Cedera Medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoartritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan

18
2. Nyeri Akut (D. 0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238) Tindakan
Kategori : Psikologis
Kriteria Hasil : Definisi : Observasi
Subkategori: Nyeri dan
Setelah dilakukan tindakan Mengidentifikasi dan mengelola 1. Mengetahui lokasi
Kenyamanan
keperawatan selama 3x24 pengalaman sensori atau emosional nyeri, karakteristik
Definisi :
jam masalah mobilitas fisik yang berkaitan dengan kerusakan nyeri, berapa lama nyeri dirasakan
Pengalaman sensorik atau emosional
anak teratasi dengan jaringan atau fungsional dengan onset serta kualitas dan intensitas nyeri
yang berkaitan dengan kerusasakan
indikator : mendadak atau lambat dan yang dirasakan pasien untuk
jaringan aktual atau fungsional,
1. Keluhan nyeri berintensitas ringan hingga berat dan mengetahui penanganan apa yang
dengan onset mendadak atau lambat
cukup menurun konstan. akan diberikan.
dan berintensitas ringan hingga berat
2. Meringis menurun Tindakan Terapeutik
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
3. Sikap protektif Observasi 2. Agar pasien tidak akan
Penyebab
menurun 1. Identifikasi lokasi, ketergantungan pada obat.
1. Agen pencedera fisiologis(mis,
4. Gelisah menurun karakteristik, durasi, frekuensi, 3. Memastikan pasien
inflamasi, iskemia,neoplasma)
5. Kesulitan tidur kualitas, intensitas nyeri. merasakan nyaman sehingga nyeri
2. Agen pencedera kimiawi(mis,
menurun Terapeutik yang pasien rasakan tidak semakin
terbakar, bahan kimia iritan)
6. Menarik diri 2. Berikan tehnik non parah.
3. Agen pencedera fisik(mis. Abses,
menurun farmakologis untuk mengurangi rasa Edukasi
amputasi, terbakar, terpotong,
7. Berfokus pada diri nyeri (mis, TENS, hipnosis, 4. Dengan mengetahui
mengangkat berat, prosedur
sendiri menurun akupresure, terapi musik, biofeedback, penyebab, periode, dan pemicu
operasi, trauma, latihan fisik
8. Diaforesis menurun terapi pijat, aroma terapi, tehnik nyeri maka pasien dapat mengatasi
berlebihan)
9. Anoreksia menurun imajinasi terbimbing, kompres nyerinya sendiri.

19
Gejala dan Tanda Mayor hangat/dingin, terapi bermain) 5. Agar pasein dapat memilih
Subjektif 3. Kontrol lingkungan yang strategi untuk meredeakan nyeri
1. Mengeluh nyeri memperberat rasa nyeri| (mis. Suhu yang ia rasakan sendiri sesuai
Objektif ruangan, pencahayaan , kebisingan) keinginan dan kenyamanannya.
1. Tampak meringis Edukasi 6. Agar pasein dapat
2. Bersikap protektif (misalnya . 4. Jelaskan penyebab, periode, mengetahui terapi farmakologi
waspada, posisi menghindari nyeri) dan pemicu nyeri (obat-obatan) yang dapat digunakan
3. Gelisah 5. Jelaskan strategi meredakan selain non farmakologi jika terapi
4. Frekuensi nadi meningkat nyeri non farmakologi tidak berhasil.
5. Sulit tidur 6. Ajarkan tehnik non Kolaborasi
Gejala dan Tanda Minor farmakologis untuk mengurangi rasa 8. Memastikan Terapi
Subjektif nyeri analgetik yang diberikan efektif
(tidak tersedia) Kolaborasi dengan melakukan kolaborasi.
Objektif 7. Kolaborasi pemberian
1. Tekanan darah meningkat analgesik, jika perlu
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

20
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Syndrom koroner akut
5. Glaukoma
3. Risiko Jatuh (D.0143) Tingkat Jatuh (L.14138 ) Pencegahan Jatuh (I.14540) Tindakan
Kategori: Lingkungan
Kriteria Hasil : Definisi : Observasi
Subkategori: Keamanan dan
Setelah di lakukan tindakan Mengidentifikasi dan menurunkan 1. Identifikasi pasien risiko
Proteksi
keperawatan selama 3x24 risiko terjatuh akibat perubahan jatuh merupakan salah satu poin
Definisi
jam masalah Risiko jatuh kondisi fisik atau psikologis. dalam sasaran keselamatan pasien
Berisiko mengalami kerusakan fisik
dapat teratasi dengan Tindakan atau yang sering disebut Patient
dan gangguan kesehatan akibat
indikator : Observasi Safety
terjatuh.
1. Jatuh dari tempat 1. Identifikasi Faktor risiko jatuh 2. Identifikasi faktor
Faktor Risiko
tidur dari skala 1 (mis. usia >65 tahun, penurunan lingkungan yang meningkatkan
1. Usia >65 tahun (pada dewasa)
(meningkat) menjadi skala tingkat kesadaran, defisit kognitif, risiko jatuh bertujuan untuk
atau < 2 tahun (pada anak)
4 (cukup menurun) hipotensi ortostatik, gangguan mengurangi tanda risiko jatuh
2. Riwayat jatuh
2. Jatuh saat berdiri keseimbangan, gangguan penglihatan, pasien
3. Anggota gerak bawah prostetis
dari skala 1 (meningkat) neuropati) 3. Untuk mengetahui
(buatan)
menjadi skala 4 (cukup 2. Identifikasi faktor lingkungan kemampuan pasien dalam berpindah
4. Penggunaan alat bantu
menurun) yang meningkatkan risiko jatuh (mis. tempat seperti dari tempat tidur ke
berjalan

21
5. Penurunan tingkat kesadaran 3. Jatuh saat duduk lantai licin, penerangan kurang) kursi roda dan sebaliknya menjaga
6. Perubahan fungsi kognitif dari skala 1 (meningkat) 3. Monitor kemampuan berpindah pasien agar tidak mengalami cedera.
7. Lingkungan tidak aman menjadi skala 4 (cukup dari tempat tidur ke kursi roda dan Terapeutik
(mis.licin,gelap,lingkungan asing) menurun) sebaliknya 4. Menempatkan pasien di
8. Kondisi pasca operasi 4. Jatuh saat berjalan Terapeutik ruangan sesuai dengan keadaan
9. Hipotensi ortostatik dari skala 1 (meningkat) 4. Orientasikan Ruangan pada pasien yaitu pasien berisiko jatuh
10. Perubahan kadar glukosa menjadi skala 4 (cukup pasien dan keluarga 5. Dengan memastikan roda
darah menurun) 5. Pastikan roda tempat tidur dan tempat tidur dan kursi roda dalam
11. Anemia 5. Jatuh saat kursi roda selalu dalam kondisi kondisi terkunci dapat mencegah
12. Kekuatan otot menurun dipindahkan dari skala 1 terkunci pasien untuk jatuh dan mencegah
13. Gangguan Pendengaran (meningkat) menjadi skala 6. Pasang handrall tempat tidur pasien mengalami cidera.
14. Gangguan keseimbangan 4 (cukup menurun) 7. Tempatkan pasien berisiko 6. Handrall tempat tidur
15. Gangguan penglihatan 6. Jatuh saat naik tinggi jatuh dekat dengan pantauan berfungsi untuk melindungi pasien
(mis.glaukoma,katarak,ablasio tangga dari skala 1 perawat dari nurse station agar tidak jatuh dari tempat tidur
retina,neuritis optikus) (meningkat) menjadi skala 8. Gunakan alat bantu berjalan 7. Agar perawat dapat selalu
16. Neuropati 4 (cukup menurun) (mis.kursi roda,walker) memantau pasien yang berisiko
17. Efek agen farmakologis 7. Jatuh saat di kamar Edukasi jatuh
(mis.sedasi,alcohol,anastesi umum) mandi dari skala 1 9. Anjurkan memanggil perawat 8. Dengan menggunakan alat
Kondisi Klinis Terkait (meningkat) menjadi skala jika membutuhkan bantuan untuk bantu berjalan seperti kursi roda
1. Osteoporosis 4 (cukup menurun) berpindah dapat mencegah pasien untuk jatuh
2. Kejang 8. Jatuh saat 10. Anjurkan menggunakan alas saat berjalan.

22
3. Penyakit sebrovaskuler membungkuk dari skala 1 kaki yang tidak licin Edukasi
4. Katarak (meningkat) menjadi skala 11. Ajarkan cara menggunakan bel 9. Membantu pasien dalam
5. Glaukoma 4 (cukup menurun) pemanggil untuk memanggil perawat berpindah tempat bertujuan untuk
6. Demensia mencegah pasien agar tidak jatuh
7. Hipotensi saat berpindah tempat
8. Amputasi 10. Menganjurkan pasien
9. Intoksikasi menggunakan alas kaki yang tidak
10. Preeklampsi licin agar pasien tidak terpeleset dan
jatuh.
11. Membantu pasien yang
memerlukan bantuan perawat

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo berarti tulang serta
porous artinya berlubang-lubang atau keroposadalah penyakit tulang yang ditandai
menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) akibat ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kandungan mineral dalam tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga
tulang menjadi keras dan padat. Dengan berkurangnya kandungan zat tersebut yang
disertai perubahan mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang
yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang, sehingga tulang mudah retak atau
bahkan patah tulang (Adawiyah & Selviastuti, 2015).

3.2 Saran
Di harapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan-rekan
mahasiswa sebagai bekal pengaplikasian dan praktek bila menghadapi kasus yang
kami bahas ini. Sehingga mampu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
terhadap osteoporosis dan menghindari faktor-faktor risiko penyebab osteoporosis.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, A., & Selviastuti, R. (2015). Serburia Suplemen Tulang Ikan Bandeng Dengan
Cangkang Kapsul Alginat Untuk Mencegah Osteoporosis. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 4(1), 97088.

Annisa, N. N., Hidajat, N. N., & Setiawati, E. P. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Sikap
dengan Tindakan Pencegahan Osteoporosis pada Remaja Puteri di Kecamatan
Soreang Kabupaten Bandung. 110 Jsk, 4(3), 110–116.
http://journal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/view/21239

Berawi, K. N. (2017). Soft Drink Consumption and Its Effect on Increase Risk of
Osteoporosis. Majority, 6(2), 21–25.

Hikmiyah, D.A dan Martini, S. 2013. Hubungan Antara Obesitas dengan Osteoporosis
Studi di RS Husada Utama Surabaya.

Humaryanto, H., & Syauqy, A. (2019). Gambaran Indeks Massa Tubuh dan Densitas Massa
Tulang sebagai Faktor Risiko Osteoporosis pada Wanita. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 30(3), 218. https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2019.030.03.10

Krisdiana, O . 2013. Faktor Risiko Osteoporosis Pada Wanita Pascamenopause (Studi di


Rumah Sakit Daerah Kota Semarang Tahun 2012). Skripsi. Program Sarjana
Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Lita, Y. A., Azhari, A., Firman, R. N., Epsilawati, L., & Pramanik, F. (2019). Aspek
radiografis dan biologis tulang dalam penilaian kualitas tulang pada osteoporosis.
Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia, 3(2), 47.
https://doi.org/10.32793/jrdi.v3i2.490

Prihatini, S, Mahirawati, S.K, Jahari, A.B, Sudiman, H. 2012. Faktor Determinan Risiko
Osteoporosis di Tiga Provinsi di Indonesia. Media Litbang Kesehatan.

25
Septriani, R.S. 2013. Hubungan Asupan Protein dan Kafein dengan kepadatan Tulang Pada
Wanita Dewasa Muda. Skripsi. Program Sarjana Universitas Diponegoro.
Semarang.

Situmorang, P., & Manurung, M. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan Upaya


Pencegahan Dini Osteoporosis Wanita Usia 45-60 Tahun. Jurnal Keperawatan
Priority, 3(2), 62–68. https://doi.org/10.34012/jukep.v3i2.969

Sozen T, Ozisik L, Basaran NC. An overview and management of osteoporosis. Eur J


Rheum. 2016:1-11. Doi: 10.5152/eurjrheum.2016.048

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luarani Keperawatan Indonesia Definisi dan
kriteria hasil keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Tu KN, Lie JD, Wan CKV, Cameron M, Austel AG, Nguyen JK, et al. Osteoporosis: A
Review of Treatment Options. PT. 2018;43(2):92-104

Wardhana, W. 2012. Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis Pada Pasien dengan Usia di Atas
50 Tahun. KTI. Program Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Yudik Prasetyo, -. (2015). Latihan Beban Bagi Penderitaosteoporosis. Medikora, 1(2), 42–
51. https://doi.org/10.21831/medikora.v1i2.4771

Yuhandri, Y. (2018). Diagnosa Penyakit Osteoporosis Menggunakan Metode Certainty


Factor. Jurnal RESTI (Rekayasa Sistem Dan Teknologi Informasi), 2(1), 422–

26
429. https://doi.org/10.29207/resti.v2i1.349

27

Anda mungkin juga menyukai