Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

Disusun Oleh:

- Khoiriyah Dwi Agustin (241911004)


- Yulia Puspitasari (241911010)

AKADEMI KEPERAWATAN ANTARIKSA


2021/2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1


1.2 Tujuan........................................................................................................1
1.2.1 Tujuan Umum........................................................................................1
1.2.2 Tujuan Khusus.......................................................................................1

BAB II......................................................................................................................3
TEORI KASUS........................................................................................................3

2.1 Pengertian..................................................................................................3
2.2 Etiologi......................................................................................................4
2.3 Klasifikasi..................................................................................................5
2.4 Patofisiologi...............................................................................................6
2.6 Komplikasi.....................................................................................................7
2.7 Penatalaksanaan.............................................................................................7
2.8 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................9
2.9. Pathways.....................................................................................................10

BAB III..................................................................................................................11
ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................11

3.1 Pengkajian...............................................................................................11
3.2 Data Fokus...................................................................................................13
3.3 Analisis Data................................................................................................13
3.4. Diagnosa Keperawatan...............................................................................15
3.5. Perencanaan................................................................................................15
3.6. Implementasi Keperawatan.........................................................................18
3.7. Evaluasi Keperawatan.................................................................................20

i
BAB IV..................................................................................................................23
PENUTUP..............................................................................................................23

4.1 Kesimpulan..............................................................................................23
4.2 Saran........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

ii
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah SWT Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
penulis panjatkan syukur dan terimakasih yang sebesar-besarnya atas rahmat,
nikmat, kebahagiaan serta seluruh anugerah yang telah dilimpahkan kepada
seluruh hamba-Nya. Dengan segala rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Atresia Ani ” ini dengan baik.
Dengan selesainya makalah ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan makalah
ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang telah melancarkan pembuatan makalah ini.


2. Ibu Yulia Hanaratri Selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Anak
3. Orang tua yang telah memberi semangat, nasehat dan dukungan baik
berupa moral maupun materi.
4. Teman-teman angkatan 24.

Penulis sebagai manusia biasa, menyadari dengan sepenuhnya bahwa


dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk dapat
lebih baik lagi untuk kedepannya. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 19 Maret 2021

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubuler secara kongenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau
buntutnya saluran atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak
lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia ani yaitu yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama
lain yaitu Anus imperforata.

Kelainan kongenital anus dan rektum relatif sering terjadi. Malformasi


kecil terdapat pada 1 diantara 500 kelahiran hidup, sedangkan malformasi
besar terjadi pada 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Kasus pada laki-laki lebih
sering terjadi daripada pada perempuan. Pada laki-laki paling sering
didapatkan fistula rektouretra, sedangkan pada perempuan paling sering
didapatkan fistula Restovestibuler.
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum.

1
2

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami dengan detail asuhan keperawatan pada


anak dengan gangguang sistem eliminasi yaitu atresia ani.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan atresia ani.


2. Mengetahui etiologi dari atresia ani.
3. Mengetahui manifestasi klinis yang timbul pada atresia ani.
4. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan
masalah gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dengan Atresia Ani.
5. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa pada pasien dengan
masalah gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dengan Atresia Ani.
6. Mahasiswa mampu menyusun intervensi pada pasien dengan masalah
gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan
Atresia Ani.
7. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan
masalah gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dengan Atresia Ani.
8. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan masalah
gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan
Atresia Ani.
3
BAB II
TEORI KASUS

2.1 Pengertian
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
(sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan
(kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 :
2003).Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak
mempunyai lubang keluar. (Walley, 1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum. (Purwanto, 2001)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2001)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2002)
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (konginetal), tidak adanya
lubang atau saluran anus. (Donna L. Wong, 2003)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus
tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan
atresia rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla,
2009).

4
5

Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan


(kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna
(abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum
yang terjadi pada masa kehamilan.

2.2 Etiologi

Atresia ani dapat disebabkan karena:


1) Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2) Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter
internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih
jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab
atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi
carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi
yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Purwanto, 2001).
4) Berkaitan dengan sindrom down.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya


adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi
umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan
adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari
6

bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau


dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan


malformasi anorektal adalah
1) Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan
paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular
septal defect.
2) Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%).
3) Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah
kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly
vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering
ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma
intraspinal.
4) Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak
ditemukan pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai
60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan
tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal
abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality) ( Oldham K, 2005).

2.3 Klasifikasi

Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:


7

1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.


puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel
ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga
jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

2.4 Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan
perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan
fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral
dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi. Manifestasi klinis diakibatkan
adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan,
muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju
rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia,
sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate.
(rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).
Anatomi alat kandungan dibedakan menjadi 2 yaitu genetalia ekterna
dan genetalia interna.
8

2.5 Manifestasi Klinis

1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.


2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada
fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

2.6 Komplikasi

Menurut Betz dan Sowden (2009), komplikasi pada atresia ani antara lain:
1) Asidosis hiperkloremik
2) Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4) Komplikasi jangka panjang
a) Eversi mukosa anus
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet
training
e) Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
g) Fistula kambuhan

2.7 Penatalaksanaan

1. Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu:
9

a. Biberikan nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda


untuk berhati-hati atau menghindari obat-obatan, makanan yang
diawetkan dan alkohol karena dapat menyebabkan atresia ani;
b. Pemeriksaan lubang dubur/anus bayi pada saat lahir sangat
penting dilakukan sebagai diagnosis awal adanya atresia ani.
Sebab jika sampai tiga hari diketahui bayi menderita ani atresia
ani, jiwa bayi dapat terancam karena feses yang tertimbun dapat
mendesak paru-paru bayi dan organ yang lain.
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan
tipe I dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan
mengeluarkan tinja tidak membutuhkan penanganan apapun. Sementara
pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan
karakter uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran kecil.
Selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan
jari tangan. Dilatasi dikerjakan beberapa kali seminggu selama kurang
lebih 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi
mencapai keadaan normal. Konstipasi dapat dihindari dengan
pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulose. Bentuk operasi yang
diperlukan pada tipe II, baik tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti
pcrincum, kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus slama 23
bulan. Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator Hegar selama
bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua penderita dapat memakai
jari tangan di rumah sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan.
Pada tipe III, apabila jarak antara ujung rektum uang buntu ke lekukan
anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan
melalui anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III
biasanya perlu dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan.
Kolostomi bermanfaat untuk:
a. Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan
rekonstruktif dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang
bersih.
10

b. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan


pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung
rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain,
kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon
sigmoideum. Beberapa metode pembedahan rekonstruktif yang
dapat dilakukan adalah operasi abdominoperineum terpadu pada
usia 1 tahun, anorektoplasti sagital posterior pada usia 8-12
bulan, dan pendekatan sakrum menurut metode Stephen setelah
bayi berumur 6-9 bulan. Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10
hari setelah operasi dan selanjutnya dapat dilakukan oleh orang
tua di rumah, mula-mula dengan jari kelingking kemudian
dengan jari telunjuk selama 23 bulan setelah pembedahan
definitif. Sedangkan pada penanganan tipe IV dilakukan dengan
kolostomi, untuk kemudian dilanjutkan dengan operasi
abdominal pull-through seperti kasus pada megakolon
congenital.
Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk
mencegah infeksi pada pasca operasi. Pemberian vitamin C untuk
daya tahan tubuh.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurhayati (2009), untuk memperkuat diagnosis dapat


dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum
yang buntu setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan,
bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama 3 menit,
sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi, kemudian dibuat
foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda
diletakkan pada daerah lekukan anus.
11

2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan


kejelasan keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat fungsi
organ intenal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya
faktor reversibel seperti obstruksi massa tumor.
4. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk
mengonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan saluran
urinaria.
12

2.9. Pathways
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien

Nama, Tempat tgl lahir, umur, Jenis Kelamin, Alamat, Agama,


Suku Bangsa Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS,
Diagnosa Medis Nama, Tempat tgl lahir, umur, Jenis Kelamin,
Alamat, Agama, Suku Bangsa Pendidikan, Pekerjaan , No. CM,
Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis

3.1.2 Riwayat Kesehatan


a. Keluhan Utama:
Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air
besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat
dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan:
Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani

3.1.3. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola persepsi terhadap kesehatan

13
14

Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa


yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena
masih bayi
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan
orang lain secara mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu
berespon terhadap adanya suatu masalah
3.1.4. Pemeriksaan Fisik
15

a. Keadaan Umum
Klien lemah
b. Tanda-tanda vital
 Nadi : 120 – 140 kali per menit
 Tekanan darah : normal
 Suhu : 36,5ºC – 37,6ºC
 Pernafasan : 30 – 40 kali per menit
 BB : > 2500 gram
 PB : normal
c. Data sistematik
1) Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah normal
Denyut nadi normal (120 – 140 kali per menit )
2) Sistem respirasi dan pernafasan
Klien tidak mengalami gangguan pernapasan
3) Sistem gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan membuncit
4) Sistem musculosceletal
Klien tidak mengalami gangguan sistem muskuloskeletal
5) Sistem integumen
Klien tidak mengalami gangguan sistem integumen
6) Sistem perkemihan
Terdapat mekonium di dalam urin.

3.2 Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif

 Ibu klien mengatakan anaknya  Perut klien kembung


muntah-muntah pada umur 24-48  Tidak terdapat lubang anus/salah
jam kelahiran letak pada klien
 Ibu klien mengatakan anaknya  Terdapat feses yang keluar
16

tidak mengeluarkan mekonium bersama urin


melalui lubang anus

3.3 Analisis Data

Data Masalah Etiologi

DS: Ketidakseimbangan Kegagalan intake


Ibu klien mengatakan bahwa nutrisi kurang dari makanan (ASI)
ananknya sering muntah kebutuhan tubuh
DO:
Anak menangis, mual, perut
kembung, menolak pemberian
ASI

DO : Gangguan eliminasi Feses masuk ke


Feses keluar bersamaan dengan urine uretra (dysuria)
urine

DS : Cemas orang tua Kurangnya


Ibu klien mengatakan bahwa pengetahuan terkait
dirinya bingung melihat kondisi penyakit anak
sang anak

DO: Kerusakan Integritas Pemasangan


Terpasang kolostomi pada klien Kulit Kolostomi

DS: Nyeri akut Trauma jaringan


Ibu klien mengatakan bahwa
anak menangis
17

DO:
Klien terlihat lemas dan tidak
nyaman

DO: Inkontinensia defekasi Abnormalitas


BAB klien tidak terkontrol sfingter rektal
sebagaimana normalnya

DS: Resiko Infeksi Trauma jaringan


Ibu klien mengatakan bahwa post operasi
luka pada anaknya memerah dan
seperti terjadi peradangan
DO:
Ada tanda-tanda radang pada
daerah post operasi antara lain:
rubor, dolor, calor, tumor
Pasien terlihat tidak nyaman

3.4. Diagnosa Keperawatan


1. Dx pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
intake, muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
2. Dx Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf
jaringan.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
18

3.5. Perencanaan

1. Diagnosa Pre Operasi


No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Konstipasi Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Evaluasi bowel


b/d ganglion tindakan enema atau irigasi meningkatkan
keperawatan rectal sesuai order kenyaman pada anak
selama 1x 24 jam 2. Kaji bising 2. Meyakinkan
Klien mampu usus dan abdomen berfungsinya usus
mempertahankan setiap 4 jam
pola eliminasi 3. Ukur 3. Pengukuran
BAB dengan lingkar lingkar abdomen
teratur abdomen membantu
KH : Penurunan mndeteksi trjadinya
distensi distensi
abdomen,
meningkatnya
kenyamanan
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor intake 1. Dapat
kekurangan tindakan – output cairan mengidentifikasi
volume keperawatan status cairan klien
cairan b/d selama 1x 24 jam 2. Lakukan 2. Mencegah
menurunnya Klien dapat pemasangan infus dehidrasi
intake, mempertahankan dan berikan cairan
muntah keseimbangan IV
cairan 3. Observasi TTV 3. Mengetahui
KH: Output urin kehilangan cairan
1-2 melalui suhu tubuh
ml/kg/jam, capill yang tinggi
ary refill 3-5 4.Monitor status 4. Mengetahui tanda-
detik, trgor kulit hidrasi (kelembaban tanda dehidrasi
baik, membrane membran mukosa,
19

mukosa lembab
nadi adekuat,
takanan darah
ortostatik)
3. Cemas Setelah dilakukan 1. Jelaskan dg 1. Agar orang tua
orang tua tindakan istilah yg mengerti kondisi
b/d kurang keperawatan dimengerti tentang klien
pengetahua selama 1x 24 jam anatomi dan
n tentang Kecemasan orang fisiologi saluran
penyakit tua dapat pencernaan normal.
dan berkurang 2. Gunakan alat, 2. Pengetahuan
prosedur KH: Klien tidak media dan gambar tersebut diharapkan
perawatan lemas Beri jadwal studi dapat membantu
diagnosa pada menurunkan
orang tua kecemasan
3. Beri informasi 3. Membantu
pada orang tua mengurangi
tentang operasi kecemasan klien
kolostomi

2. Diagnosa Post Operasi


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Mencegah
integritas tindakan pada tempat tidur perlukaan pada
kulit b/d keperawatan selama kulit
kolostomi. 1 x 24 jam 2. Jaga kebersihan 2. Menjaga
diharapkan kulit agar tetap ketahanan kulit
integritas kulit bersih dan kering
dapat dikontrol. 3. Monitor kulit akan 3. Mengetahui
KH : - temperatur adanya kemerahan adanya tanda
jaringan dalam kerusakan
batas normal, jaringan kulit
4. Oleskan
sensasi dalam batas 4. Menjaga
lotion/baby oil
20

normal, elastisitas pada daerah yang


kelembaban
dalam batas normal, tertekan
kulit
hidrasi dalam bats 5. Menjaga
normal, pigmentasi 5. Monitor status keadekuatan
dalam batas normal, nutrisi klien nutrisi guna
perfusi jaringan baik. penyembuhan
luka

2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan 1. mengetahui


infeksi b/d tindakan gejala infeksi tanda infeksi
prosedur keperawatan selama sistemik dan lokal lebih dini
pembedaha 1 x 24 jam 2. Batasi pengunjung 2. menghindari
n diharapkan klien kontaminasi
bebas dari tanda- dari pengunjung
tanda infeksi 3. Pertahankan 3. mencegah
KH : bebas dari teknik cairan penyebab infeks
tanda dan gejala asepsis pada klien
infeksi yang beresiko
4. Inspeksi kondisi 4. mengetahui
luka/insisi bedah kebersihan luka
dan tanda
infeksi
5. Ajarkan 5. Gejala infeksi
keluarga klien dapat di deteksi
tentang tanda dan lebih dini
gejala infeksi 6. Gejala infeksi
6. Laporkan dapat segera
kecurigaan teratasi
infeksi
21

3.6. Implementasi Keperawatan

1. Diagnosa Pre Operasi


Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Konstipasi b/d 1.Enema atau irigasi rectal
ganglion sesuai order
2.Mengauskultasi bising usus dan
abdomen
3. Mengukur lingkar abdomen
Resiko 1. Memonitor intake – output cairan
kekurangan 2. Memasang infus
volume cairan 3. Mengobservasi TTV
b/d 4. Memonitor status hidrasi
menurunnya (kelembaban membran mukosa, nadi
intake, muntah adekuat, takanan darah ortostatik)
Cemas orang 1. Menjelaskan dengan istilah yg
tua b/d kurang dimengerti tentang anatomi dan
pengetahuan fisiologi saluran pencernaan normal.
tentang 2. Menggunakan alat, media dan
penyakit dan gambar
prosedur 2. Memberi jadwal studi
perawatan diagnosa pada orang tua
3. Memberi informasi pada orang
tua tentang operasi kolostomi

2. Diagnosa Post Operasi


Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
22

Gangguan 1. Menghindarkan kerutan pada


integritas kulit tempat tidur
b/d kolostomi. 2. Menjaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering
3. Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
4. Mengoleskan lotion/baby oil pada
daerah yang tertekan
5. Memonitor status nutrisi
klien

Resiko infeksi 1. Memonitor tanda dan gejala


b/d prosedur infeksi sistemik dan lokal
pembedahan 2. Membatasi pengunjung
3. Mempertahankan teknik cairan
asepsis pada klien yang
beresiko
4. Menginspeksi kondisi luka/insisi
bedah
5. Mengajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala infeksi
6. Melaporkan kecurigaan infeksi

3.7. Evaluasi Keperawatan

1. Diagnosa Pre Operasi


23

Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD


Konstipasi b/d S : Klien mampu mempertahankan
ganglion pola eliminasi BAB dengan teratur
O : distensi abdomen menurun
A : Diagnosa keperawatan konstipasi
teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko S : Klien dapat mempertahankan
kekurangan keseimbangan cairan
volume cairan O : Output urin 1-2
b/d menurunnya ml/kg/jam, capillary refill 3-5
intake, muntah detik, turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab
A : Diagnosa keperawatan Resiko
kekurangan volume cairan teratasi
P : Intervensi dihentikan
Cemas orang tua S : orang tua mengatakan sudah tidak
b/d kurang cemas
pengetahuan O : klien tidak lemas
tentang penyakit A : Diagnosa Keperawatan Cemas
dan prosedur orang tua Teratasi
perawatan P : Intervensi dihentikan

2. Diagnosa Post Operasi


Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
24

Gangguan S : integritas kulit klien dapat


integritas kulit terkontrol
b/d kolostomi. O : Temperatur jaringan dalam batas
normal, sensasi dalam batas normal,
elastisitas dalam batas normal,
hidrasi dalam batas normal,
pigmentasi dalam batas normal,
perfusi jaringan baik.
A : Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko infeksi S : Klien sudah tidak mengalami
b/d prosedur infeksi
pembedahan O : tanda gejala infeksi tidak ada
A : Diagnosa Keperawatan Resiko
infeksi teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital) dimana


terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna (abnormal)
atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum yang terjadi pada masa kehamilan.
2. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1)
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur; (2) Kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau
3 bulan; (3) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam
usia  kehamilan; (4) Berkaitan dengan sindrom down.
3. Penanganan pada atresia ani tergantung bagaimana kondisi klien
apabila atresia ani terlalu tinggi maka dilakukan operasi anoplasti
dan pemasangan kolostomi sedangkan pada yang rendah
dilakukan dilatasi rutin.

4.2 Saran

Atresia ani merupakan kelainan bawaan yang diderita oleh bayi.


Biasanya terjadi ketika organgenesis pada trisemester I. Sebagai
perawat, kita harus senantiasa untuk memingatkan kepada ibu untuk
selalu berpola hidup sehat, menjaga pola makan, dan memeriksakan
masalah kehamilan kepada ahli kesehatan. Dan ketika bayi lahir dalam
keadaan atresia ani, maka perawat harus dapat melakukan asuhan
keparatan sebagaimana mestinya agar dapat mengatasi masalah yang

25
26

timbul. Penting bagi kita calon Perawat mengentahui bahaya Atresia


Ani sehingga perlu kita pahami.
DAFTAR PUSTAKA

Daengaoes, Maryllin E.2016. Rencana asuhan keperawatan.


Jakarta : EGC Ngastiyah.2016. perawatan anak
sakit . Jakarta :EGC
Syamsuhidajat, R. 2017.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong, Dona L. 2017. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC
www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula
Rektovestibularis.co.id http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-
Ani.html
Irfandi, Febri. 2019. Askep Atresia Ani. Jombang.
http://chocolateperfect.blogspot.co.id
Lynn, Betz Cecily, dkk. 2016. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta.
EGC
Marlaim. 2016. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta. Fakultas
Kedokteran UI
Nurhayati. 2020. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus.
Jakarta. Trans Info Media
Yeyen, Rukiyah Ai, dkk. 2019. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta.
Trans Info Media

27

Anda mungkin juga menyukai