Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

RETINOBLASTOMA PADA ANAK

DI SUSUN OLEH :
1. Ni Putu Dian Sriani (C2121094)
2. Ni Putu Andayani (C2121095)
3. Ni Made Subudiasih(C2121096)
4. Ni Putu Tatik Sumarni (C2121097)
5. Luh Gede Novy Maryanti (C2121098)
6. Luh Putu Nami Handayani (C2121099)
7. I Made Widiana (C2121100)

8. Ni Putu Eka Yulia Hernawati (C2121101)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Retinoblastoma pada anak dengan waktu yang telah ditentukan.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada bidang keperawatan anak.Selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Retioblastoma pada anak bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Saya berterima kasih kepada dosen keperawatan anak yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi Sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari,makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar,Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………………..i
Daftar isi ………………………………………………………………….ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1: Latar belakang ……………………………………………………….1
1.2: Rumusan masalah……………………………………………………1
1.3: Tujuan pembahasan………………………………………………..1
BAB II : PEMBAHASAN
2.1: Pengertian penyakit………………………………………………..2
2.2: Etiologi/factor risiko………………………………………………..2
2.3: Epidemiologi…………………………………………………………….2
2.4:Patofisiologi……………………………………………………………….2
2.5:Tanda dan gejala/manifestasi klinis…………………………….2
2.6: Klasifikasi/jenis……………………………………………………………2
2.7:Pemeriksaan penunjang/diagnostik………………………………2
2.8: Penatalaksanaan……………………………………………………………2
2.9:Pathway………………………………………………………………………….2
2.10:Pengertian defisit nutrisi pada retinoblastoma………………2
2.11:Penyebab defisit nutrisi pada anak retinoblastoma………..2
2.12:Metode pengkajian nutrisi………………………………………………2
2.13:Status nutrisi pada retinoblastoma……………………………….2
2.14:Askep pada anak retinoblastoma dengan defisit nutrisi…2
BAB III : PENUTUP………………………………………………………………………..3
3.1:Kesimpulan………………………………………………………………………3
3.2:Penutup…………………………………………………………………………….3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kanker adalah salah satu penyebab kematian utama di seluruh

dunia. Kanker tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi orang dewasa, kanker

juga menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada anak-anak. Kanker

berada pada urutan kedua dari sepuluh penyebab kematian anak dibawah usia

9 tahun di Amerika Serikat pada tahun 2012 dengan presentasi 12.7%, urutan

pertama sebesar 32% disebabkan oleh kecelakaan dan cedera (Anderson, 2018).

Retinoblastoma merupakan jenis kanker yang menyerang anak usia

dibawah 5 tahun, dimana 2/3 didiagnosis sebelum usia 2 tahun dan 95% sebelum

usia 5 tahun (Chuluunbat et al., 2016). Retinoblastoma dapat terjadi dikarenakan

seorang individu mewarisi gen protein retinoblastoma (RB1). Retinoblastoma

dapat terjadi unilateral atau bilateral (Rosdiana, 2011). Kasus retinoblastoma

bilateral umumnya terdiagnosis pada usia yang lebih muda yaitu pada usia 13

bulan dibandingkan retinoblastoma unilateral yaitu pada usia 24 bulan (Nabie,

Taheri, Fard, & Fouladi, 2012). Lelaki dan perempuan memiliki resiko yang sama

untuk mengalami retinoblastoma, namun beberapa penelitian yang menyebutkan

kasus retinoblastoma lebih banyak terjadi pada lelaki (Nabie et al., 2012).

Kanker pada anak usia 0-14 tahun di Amerika Serikat pada tahun 2017

diperkirakan ada 10.270 kasus, sebanyak 2-4% dari insiden keganasan anak
tersebut adalah retinoblastoma, yang merupakan keganasan intraokular tersering

pada anak berusia kurang dari 5tahun (American Cancer Society, 2017).

Insiden re retinoblastoma adalah 1 dari 16.000-18.000 kelahiran di dunia

Chuluunbat et al., 2016). Retinoblastoma merupakan kasus dimana 80% dari

8000 kasus retinoblastoma yang terjadi di dunia berada di negara berkembang, dan

sekitar 3000 dari jumlah tersebut meninggal karena retinoblastoma yang metastasis.

Kondisi ini merupakan penyebab utama kematian, jika retinoblastoma telah

bermetastasis ke luar mata jarang dapat disembuhkan, meskipun dengan terapi intensif

(Rahman Ardizal, 2012).

Penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menyebutkan bahwa retinoblastoma

merupakan 10-12% kasus dari seluruh kanker pada anak,yaitu sebanyak 15-22 kasus

pertahun sebelum tahun 2002 dan meningkat setiap tahunnya sampai 40 kasus pertahun

pada tahun 2002-2003 (Dharmamawidiarini, Prijanto, & Soebagjo, 2010). Berdasarkan

data distribusi kanker anak di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada tahun 2014 terdapat

7 kasus anak dengan retinoblastoma dari 163 kasus kanker anak (Kementerian

Kesehatan RI, 2015).

Selama periode bulan Januari 2008 sampai Desember 2016 di RSUP Sanglah

Denpasar didapatkan bahwa prevalens retinoblastoma adalah sebanyak 72%, yaitu

sebanyak 59 kasus dari 82 kasus yang terdiagnosa dengan tumor padat. Terdapat 27

pasien (46%) perempuan dan 32 pasien (54%) lelaki, 44 kasus (75%) unilateral dan 15

kasus (25%) bilateral. Umur rerata pasien saat mulai dirawat di Rumah Sakit adalah

31,4 (SB 18,8) bulan. Sebagian besar kasus dengan gizi baik yaitu sebanyak 27 kasus

(46%), 22 kasus (37%) dengan gizi kurang, 7 kasus (12%) dengan gizi lebih dan 3 kasus

(5%) dengan gizi buruk. Sebagian besar pasien yaitu 38 kasus (64%) berasal dari Bali,

24% dari Nusa Tenggara Barat dan 12% dari Nusa tenggara Timur, dengan gejala yang
paling sering saat masuk Rumah Sakit adalah proptosis (64%) dan leukokoria (27%)

(Lastariana et al., 2018).Pasien dengan retinoblastoma akan menjalani terapi yang akan

menyebabkan pasien cenderung mengalami defisit nutrisi yang disebabkan oleh

penurunan penyimpanan protein yang diakibatkan oleh kanker itu sendiri,komplikasi

yang menyertai seperti infeksi,dan kegagalan organ (Rosdiana, 2011). Pasien

retinoblastoma yang menjalani kemoterapi biasanya akan mengeluh kehilangan nafsu

makan, mual, dan muntah yang akan menyebabkan pasien mengalami penurunan berat

badan yang mengarah pada defisit nutrisi. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa

tahapan untuk menangani dampak terapi pada anak yaitu pengkajian dampak yang

dialami, menentukan perencanaan/ intervensi sesuai temuan, memberi implementasi,

dan evaluasi (Yualita & Dewi, 2017).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

melalui pendekatan “Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Anak Retinoblastoma

Dengan Masalah Keperawatan Defisit Nutrisi.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada anak retinoblastoma

dengan masalah keperawatan defisit nutrisi ?

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Tujuan Umum

Mengetahui tentang Retinoblastoma dan gambaran asuhan keperawatan

pada anak retinoblastoma dengan masalah keperawatan defisit nutrisi.

2. Tujuan Khusus
Secara lebih khusus penelitian pada anak retinoblastoma dengan defisit
nutrisi bertujuan untuk:

a. Mengobservasi pengkajian yang dilakukan oleh perawat pada

anak retinoblastoma dengan defisit nutrisi

b. Mengobservasi diagnosa keperawatan yang dirumuskan oleh perawat

pada anak retinoblastoma dengan defisit nutrisi

c. Mengobservasi intervensi keperawatan yang direncanakan oleh perawat

pada anak retinoblastoma dengan defisit nutrisi

d. Mengobservasi implementasi keperawatan yang dilakukan oleh perawat

pada anak retinoblastoma dengan defisit nutrisi

e. Mengobservasi evaluasi keperawatan pada anak retinoblastoma dengan

defisit nutrisi.
BAB 11

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit.

Retinoblastoma merupakan tumor endo-okular pada anak yang mengenai


syaraf embrionik retina. Secara histologis retinoblastoma muncul dari sel-sel
retina imatur yang dapat meluas ke struktur lain dalam bola mata hingga
ekstraokular. Retina tidak memiliki sistem limfatik, sehingga penyebaran tumor
retina baik secara langsung ke organ sekitar (vitreus, uvea, sklera, nervus optikus,
bilik mata depan, orbita, parenkim otak) maupun metastasis jauh melalui rute
hematogen. (Permono, Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti, & Abdulsalam, 2006).

2.2 Etiologi/Faktor risiko

Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter dan


non herediter. Retinoblastoma herediter meliputi pasien dengan riwayat keluarga
positif dan yang mengalami mutasi gen yang baru pada waktu pembuahan. Bentuk
herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit unilateral atau bilateral. Pada
bentuk herediter, tumor cenderung terjadi pada usia muda. Tumor unilateral
pada bayi lebih sering dalam bentuk herediter, sedangkan anak yang lebih tua
lebih sering mengalami bentuk non-herediter. (Permono et al., 2006).
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen kromosom 13 pada locus 14
(13q14). Gen ini berperan dalam mengontrol bentuk hereditable dan nonhereditable
(sifat menurun atau tidak menurun) suatu tumor. Jadi pada setiap
individu sebenarnya sudah ada gen retinoblastoma normal. Pada kasus yang
herediter, tumor muncul bila satu alel 13q14 mengalami mutasi spontan
sedangkan pada kasus yang non-herediter baru muncul bila kedua alel 13q14 mengalami
mutasi spontan (Campos, 2006).
2.3 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa retinoblastoma adalah kanker

mata yang banyak ditemukan pada anak -anak.

Secara global retinoblastoma termasuk penyakit yang langka,kasusnya

meliputi 3% keganasan pada anak,dengan angka kejadian 1:16.000-18.000

kelahiran hidup.Diperkirakan setiap tahunnya ada 8.000 anak yang mengalami

retinoblastomadan gejala awal muncul sebelum anak berusia 5 tahun.Median usia

saat didiagnosis adalah 15 bulan.Pasien anak dengan retinoblastoma bilateral

hampir 100% mengalami mutase germline dan bersifat herediter.Pada kasus

retinoblastoma unilateral,ditemukan 10-20%pasien yang mengalami mutase

germline.Retino non herediter(sporadik/somatik) meliputi 60-75% keseluruhan

kasus retinoblastoma.Sekitar 25-40% kasus retinoblastoma adalah retinoblastoma

herediter,yang gejalanyadapat muncul bahkan sebelum usia 12 bulan.

Di Indonesia berdasarkan data system registrasi Kanker di Indonesia pada

tahun 2005-2007 ,estimasi insidensi retinoblastoma pada anak usia 0-17 tahun

adalah 2,4per 100.000 orang.Rumah sakit Kanker Dharmais melaporkan 30 kasus

baru retinoblastoma selama periode tahun 2006-2010.Prevalensi retinoblastoma di

Rumah Sakit Umum Provinsi(RSUP)Sanglah,Denpasar,pada tahun 2008-2015

adalah 59 kasus dari 82 (72%)kasus tumor padat intraocular.Sebanyak 75%kasus

unilateral dan 25 % bilateral.Angka mortalitas akibat retinoblastoma mencapai 40-

70% di negara berkembang di Asia dan Afrika,sedangkan di negara-negara maju

angka mortalitas jauh lebih rendah,yakni 3-5%.Diagnosa klinis yang terlambat(>6

bulan) dari munculnya gejala pertama menyebabkan mortalitas pada 70%

kasus.Mortalitas pada pasien retinoblastoma disebabkan karena

pineoblastoma,metastasis,atau keganasan sekunder.Berdasarkan data Departemen

Ilmu Kesehatan Anak RSCM pada tahun 2002-2005 retinoblastoma merupakan

penyebab kematian kanker anak terbanyak kedua setelah leukemia.


2.4 Patofisiologi

Gen RB1 merupakan tumor supresor pertama yang dikloning. RB1 tersusun
dari 183 kilobase DNA genomic, 27 exons dan kode untuk 110 kd protein p110,
dengan 928 asam amino. Pengaturan transkripsi dan proliferasi sel berhubungan
dengan fosforilasi protein RB. Yang terlibat dalam proses tersebut adalah E2F1,
faktor transkripsi yang mengatur siklus sel selama G1, histone deasetilase 1, dan
downstream cell-cycle-speific kinases. Hilangnya pRB mengakibatkan sel-sel
lepas kendali dan mitosis (Lanzkowsky 2016). Pada kebanyakan sel, hilangnya
pRB dapat dikompensasi dengan mengekspresikan faktor protein lainnya.
Akan tetapi, khusus pada prekursor sel kerucut retina, mekanisme kompensasi
cukup minim, sehingga mitosis sel menyebabkan kanker (Permono et al., 2006).
Patogenesis retinoblastoma diidentifikasi dengan mempelajari
retinoblastoma herediter. Diketahui bahwa 40% dari pasien retinoblastoma
merupakan retinoblastoma herediter, dengan predisposisi menghasilkan tumor
yang disebar sebagai dominan autosom. Carrier dari retinoblastoma mempunyai
risiko membentuk retinoblastoma multilateral dibandingkan dengan populasi
umum, dan meningkatkan risiko terkena penyakit osteosarkoma dan soft-tissue
sarcomas. Sedangkan 60% dari pasien retinoblastoma muncul secara sporadis
atau non herediter (selalu mengenai salah satu mata pasien) dan
retinoblastoma non herediter tidak ada risiko terkena kanker yang lain.
Retinoblastoma dapat terjadi secara herediter dan non herediter, Knudson
mengajukan hipotesis “two-hit” onkogenesis. Dari segi molekuler, hipotesis
Knudson berbunyi:
a. Dua mutasi melibatkan alel dari RB pada kromosom 13q14 dibutuhkan untuk
membentuk retinoblastoma.
b. Kasus herediter, anak-anak menerima salah satu kopian gen RB yang defek (first
hit) dan kopian lainnya normal. Retinoblastoma berkembang ketika alel RB
normal bermutasi di retinoblast sebagai akibat dari mutasi somatik spontan
(second hit). Dikarenakan second hit tidak dapat dihindari di bagian kecil pada
retinoblast, mayoritas individu mewariskan salah satu alel RB yang defek
membentuk retinoblastoma unilateral atau bilateral, dan retinoblastoma herediter
diwariskan dalam dominan autosom.
c. Kasus non herediter, baik alel RB normal harus bermutasi somatik pada
retinoblast yang sama (two hits). Probabilitas kejadian tersebut rendah (menjelaskan
mengapa retinoblastoma merupakan tumor yang jarang pada populasi secara umum),
tapi pada akhirnya tetap sama: sel retina yang kehilangan fungsi RB dan menjadi
kanker (Pandey, 2014).

2.5 Tanda dan Gejala/ Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari retinoblastoma sering ditemukan yaitu leukokoria,
strabismus, mata merah, nyeri mata, glaukoma dan visus yang menurun. Gejala
yang jarang yaitu rubeosis iridis (kemerahan pada iris), selulitis orbita,
heterochromia iridis (perubahan warna pada iris), midriasis unilateral, hyphaema,
pada sebagian kecil anak bisa terjadi gagal tumbuh dan wajah yang tidak normal.
Bukti paling awal dari retinoblastoma adalah gerakan putih atau yang
dikenal sebagai gerakan mata kucing (cats-eyes refleks) atau leukocoria. Hal ini
menunjukan adanya tumor besar yang biasanya tumbuh dari tepi. Tumor putih
yang mengancam nyawa merefleksikan cahaya dan menghalangi pandangan dari
retina. Pada keadaan ini retinoblastoma masih bersifat intraokuler dan dapat
disembuhkan 3-6 bulan setelah tanda pertama retinoblastoma. Leukokoria juga
dapat mengidentifikasikan beberapa gangguan pengelihatan seperti Coats disease,
katarak, toksokariasis, dan retinopati prematur.
Gejala kedua yang paling umum adalah strabismus. Keadaan ini terjadi
apabila tumor telah mencapai area makular. Hal ini akan menyebabkan
ketidakmampuan untuk fiksasi dan akhirnya mata akan mengalami devisias

2.6 Klasifikasi/Jenis

Klasifikasi menurut Reese-Ellsworth untuk Tumor Intraokular


Grup I : penglihatan sangat memungkinkan untuk dipertahankan
1. Tumor soliter, ukuran lebih kecil dari 4 diameter disk (DD), pada atau
di belakang ekuator bola mata.
2. Tumor multipel, tidak ada yang lebih besar dari 4 DD, seluruhnya pada
atau di belakang ekuator.
Grup II: penglihatan memungkinkan untuk dipertahankan
1. Tumor soliter, 4-10 DD pada atau di belakang ekuator.
2. Tumor multipel, 4-10 DD di belakang ekuator.
Grup III: penglihatan mungkin dapat dipertahankan
1. Setiap lesi yang terletak di depan ekuator.
2. Tumor soliter, >10 DD di belakang ekuator.

Grup IV: penglihatan sulit untuk dipertahankan


1. Tumor multipel, beberapa >10 DD.
2. Setiap lesi yang meluas ke anterior kepada ora serrata

Grup V: penglihatan tidak mungkin untuk dipertahankan


1. Tumor massif meliputi lebih dari setengah retina.
2. Terdapat penyebaran kearah vitreus.

Klasifikasi retinoblastoma lainnya yang lebih baru adalah The International


Classification for Intraocular Retinoblastoma:

Grup A: Tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan diskus.
• Seluruh tumor berukuran < 3 mm, terbatas pada retina
• Seluruh tumor berlokasi ≥ 3 mm dari fovea
• ≥1.5 mm dari diskus optikus
Grup B: Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan terbatas pada retina
• Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi kategori
grup A.
• Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran ≤ 3mm dari
tumor tanpa penyebaran sub retina.
Group C: Tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau vitreus.
Group D: Penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina atau vitreus.
• Tumor dapat bersifat masif atau difus.
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa lampau, tanpa
penyebaran, yang maksimal dapat meliputi hingga seluruh retina.
• Tumor pada vitreus bersifat difus atau masif yang dapat mencakup
manifestasi “greasy” atau massa tumor avaskular
• Tumor diskrit
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau lampau, tanpa penyebaran,
yang meliputi maksimal hingga seperempat retina.
• Terdapat penyebaran lokal pada vitreus yang terletak dekat pada
tumor diskrit.
• Penyebaran lokal sub retina < 3 mm (2 DD) dari tumor.
• Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk plak sub retina
atau nodul tumor.
Grup E: Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk dibawah ini:
• Tumor mencapai lensa.
• Tumor mencapai permukaan anterior vitreus mencakup badan siliar
atau segmen anterior mata

• Diffuse infiltrating retinoblastoma


• Glukoma neovaskular
• Media opak dikarenakan perdarahan.
• Tumor nekrosis dengan selulitis orbital aseptik.
• Phthisis bulbi.

Sistem klasifikasi stadium lain yang memperhitungkan penyebaran ekstraokuler


digunakan khususnya di negara dimana kanker lebih sering ditemukan saat sudah terjadi
penyebaran, yaitu dengan klasifikasi dari American Joint Commission on Cancer (AJCC)
edisi ke 7 tahun 2009.
• T : Ukuran tumor primer dengan ekstensinya
• T1 : Tidak lebih dari 2/3 volume mata, tanpa penyebaran
subretinal atau vitreus
• T2 :Tidak lebih dari 2/3 volume mata disertai penyebaran
subretinal atau vitreus dan ablasi retina
• T3 : Penyakit intraokuler berat
• T4 : Penyebaran ekstraokuler (invasi ke nervus opticus, chiasma
opticus, orbita)
• N : Keterlibatan Kelenjar Getah Bening regional atau jauh
• M1 : Penyebaran sistemik

Klasifikasi berdasarkan International Staging System for Retinoblastoma


(ISSRB):

 Stadium 0 : Pasien diterapi secara konservatif (klasifikasi


preoperatif);
 Stadium I : Enukleasi mata, reseksi komplit secara
histopatologik;
 Stadium II : Enukleasi mata, terdapat residu tumor mikroskopik;
 Stadium III : Ekstensi regional
(a) melebih iorbita
(b) terdapat pembesaran KGB preaurikular atau KGB servikal;
 Stadium IV : Terdapat metastasis
(a) metastasis hematogen : (1) lesitunggal, (2) lesimultipel
(b)perluasanke SSP: (1) lesi prechiasma, (2) massa
intracranial/SSP, (3) tumor mencapai leptomeningeal

2.7 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

a) USG orbita
USG orbita biasanya digunakan untuk menentukan ukuran tumor. USG
orbita dapat juga mendeteksi kalsifikasi diantara tumor dan berguna untuk
menyingkirkan diagnose Coat’s disease.
b) CT-scan dan MRI
CT-scan dan MRI orbita dan kepala, sangat berguna untuk mengevaluasi seluruh
komponen mata, dan keterlibatan SSP. CT-scan dapat mendeteksi klasifikasi sedangkan
MRI tidak bisa. MRI lebih berguna dalam evaluasi nervus. optikus, deteksi Rb trilateral
dan Rb ekstraokular.
c) Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Aspirasi dan biopsi serta lumbal fungsi sangat disarankan untuk
pemeriksaan sitologi apabila ada penyebaran ekstraokuler.

2.8 Penatalaksanaan
Terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan untuk
menghilangkan tumor dan menyelamatkan nyawa penderita, mempertahankan
penglihatan bila memungkinkan, menyelamatkan mata, menghindari tumor
sekunder yang dapat juga disebabkan karena terapi terutama pada anak yang
mengalami retinoblastoma yang diturunkan. Faktor terpenting yang menentukan
pemilihan terapi meliputi apakah tumor pada satu mata atau kedua mata,
bagaimana penglihatannya, dan apakah tumor telah meluas keluar bola mata.
Hasil terapi akan lebih baik bila tumor masih terbatas dalam mata dan akan
memburuk bila tumor telah menyebar. Berdasarkan stadium tumor, terapi
yang dapat digunakan yaitu:
a. Kemoterapi
Kemoterapi atau kemoreduksi telah menjadi bagian tidak terpisahkan
dari manajemen retinoblastoma. Apabila penyakitnya sudah menyebar ke bagian
ekstraokuler, kemoterapi merupakan terapi yang sangat dianjurkan. Obat
kemoterapi yang digunakan yaitu carboplatin, cisplatin, etoposid, teniposid,
siklofosfamid, ifosfamid,vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini
dikombinasikan dengan idarubisin. Dosis Vincristine 1,5 mg/m22 (0,05 mg/kg
pada anak <36 bulan dan dosis maksimum <2mg), Etoposide 150 mg/m (5
mg/kg untuk anak <36 bulan), carboplatin 560 mg/m2 (18,6 mg/kg untuk
anak <36 bulan) (Pandey, 2013).
b. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk
retinoblastoma. Pemasangan bola mata biasanya dilakukan beberapa minggu
setelah prosedur enukleasi untuk meminimalkan efek kosmetik. Enukleasi
dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi
rubeosis iridis, dan apabila terapi lokal tidak dapat di evaluasi karena katarak atau
gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enukleasi dapat ditunda
atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular.
Pembedahan intraokular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien
retinoblastoma karena akan menaikkan relaps orbita.(buku)
c. External Beam Radiation Therapy (EBRT)
External Beam Radiation Therapy (EBRT), yang dahulu menjadi terapi
pilihan pada retinoblastoma, kini diindikasikan apabila kemoterapi primer dan
terapi lokal gagal atau terjadi kontraindikasi (Pandey 2013). EBRT menggunakan
eksalator linjar dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang
meliputi seluruh retina. Pada bayi prosedur ini harus dibawah anastesi dan
imobilisasi dan harus ada kerja sama antara dokter ahli mata, dan dokter
radioterapi untuk membuat perencanaan. Keberhasilan EBRT tidak hanya
berdasarkan ukuran tumor tetapi tergantung teknik dan lokasi. Efek samping
jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan seperti hambatan pertumbuhan
tulang orbita yang akhirnya akan menyebabkan gangguan kosmetik. buku
d. Plaque Radiotherapy (Brachytherapy)
Radioactive plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata
dimana terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua
tumor aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran
tumor relatif kecil sampai sedang.
e. Kryo dan fotokoagulasi
Teknik digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm). Cara ini sudah
banyak digunakan dan dapat dilakukan beberapa kali sampai kontrol lokal tercapai.
Kryoterapy biasanya menggunakan probe yang sangat dingin untuk membekukan dan
mematikan tumor.Sementara fotokoagulasi menggunakan laser argon atau xenom untuk
mematikan tumor (Permono et al., 2006).

2.9 Pathway

2.10 Pengertian Defisit Nutrisi


Gizi (nutrition) merupakan suatu rangkaian proses penggunaan makanan
yang dikonsumsi mulai dari proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ,
sera menghasilkan energi (Supariasa, 2001). Nutritional status (status gizi),
merupakan keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi
dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme
tubuh. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antar individu,
hal ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh
dalam sehari, berat badan, dan lainnya.(Kementerian Kesehatan Indonesia, 2017).
Defisit nutrisi merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (SDKI, 2016)
2.11 Penyebab Defisit Nutrisi Pada Anak Retinoblastoma
Kekurangan nutrisi atau defisit nutrisi pada anak Retinoblastoma
disebabkan oleh efek samping obat selama fase pengobatan. Gejala yang
berhubungan dengan makanan dan pencernaan antara lain stomatitis,perubahan
rasa makanan, disfagia, mual, muntah, perut kembung, diare, konstipasi, nyeri
waktu buang air besar, penurunan nafsu makan, kemampuan absorbsi makan
menurun, lemas karena anemia serta demam (Sutandyo, 2007).
Penurunan intake serta perubahan metabolisme protein dalam tubuh akan
menyebabkan penurunan berat badan yang terus menerus. Produksi insulin pada
pasien kanker akan menurun. Rendahnya produksi insulin selanjutnya dapat
menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah. Tingginya kadar glukosa
darah selanjutnya dapat mengakibatkan menurunnya nafsu makan pasien. Oleh
sebab itu makan pagi merupakan waktu makan yang tepat dibandingkan waktu
makan lainnya karena pagi hari keadaan kadar glukosa darah adalah yang
terendah. Toleransi kadar glukosa juga mempengaruhi fungsi gastrointestinal,
karena kadar glukosa darah yang tinggi dapat memperlambat gerakan
peristaltik di lambung. Inilah selanjutnya yang dapat menyebabkan pasien kanker
merasa cepat kenyang dan tidak nafsu makan. Hal ini akan menyebabkan masalah
nutrisi pada pasien Retinoblastoma (Sutandyo, 2007).
2.12 Metode Pengkajian Nutrisi
Metode pengkajian status nutrisi menurut (Proverawati & Wati, 2011), meliputi:
a. Antropometric measurement (A)
Antopometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein
dan energy, dengan cara mengukur tinggi badan (TB), berat badan (BB), lingkar
lengan dan lingkar kepala.
b. Biochemical data (B)
Pemeriksaan yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh seperti pemeriksaan hematokrit, hemoglobin, dan
trombosit.
c. Clinical sign (C)
Pemeriksaan klinis ini digunakan untuk melihat status gizi berdasarkan
perubahan-perubahan yang terjadi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa bibir. Metode ini digunakan untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi.
d. Dietary (D)
Diet merupakan pilihan makanan yang lazim dimakan seseorang atau suatu
populasi penduduk. Sedangkan diet seimbang adalah diet yang memberikan
semua nutrien dalam jumlah yang memadai, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu
sedikit.
2.13 Status Nutrisi pada Retinoblastoma
Kanker dan pengobatannya dapat memengaruhi asupan energi dan
penggunaannya. Ketidakseimbangan energi mendasari perkembangan malnutrisi
di setiap penyakit, termasuk kanker. Ketidakseimbangan ini merupakan hasil dari
beberapa kombinasi asupan yang berkurang, menurunnya tingkat penyerapan
(termasuk malabsorpsi), dan peningkatan kebutuhan. Penyebab malnutrisi pada
penderita kanker bukanlah merupakan penyebab tunggal melainkan mencakup
beberapa faktor yaitu, interaksi kompleks antara energi dan metabolisme substrat,
komponen hormonal dan inflamasi, gangguan pada kompartemen metabolik. Hal
ini mempercepat mobilisasi, oksidasi dari substrat energi dan kehilangan protein
tubuh,hasil akhir dari keadaan ini adalah penurunan berat badan dan kehilangan
massa otot yang bermanifestasi sebagai malnutrisi (Bauer, Jürgens, & Frühwald,
2011).
2.14 Asuhan Keperawatan Pada Anak Retinoblastoma Dengan Defisit Nutrisi
1. Pengkajian
a. Identitas pasien yang meliputi nama, no RM, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
agama, status tanggal MRS, dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien adanya penurunan fungsi penglihatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami retinoblastoma dan menjalani
operasi pengangkatan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Retinoblastoma bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom, protein
yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan
retinoblastoma.
e. Riwayat psikososial
Reaksi pasien dan keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami
pasien: cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya.
f. Pemeriksaan fisik umum
Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan umum yang
kemungkinan merupakan penyebab penyakit mata yang sedang diderita.
g. Pemeriksaan Khusus Mata
1) Pemeriksaan tajam penglihatan
Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata
sehingga dapat merusak semua organ di mata yang menyebabkan
tajam penglihatan sangat menurun.
2) Pemeriksaan gerakan bola mata
Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan
dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI
maka akan menyebabkan mata juling.
3) Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal
Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal,
konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan pupil.
Pada retinoblastoma didapatkan:
4) Pemeriksaan pupil
Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan
gejala yang paling sering ditemukan pada penderita dengan
retinoblastoma.
5) Pemeriksaan funduskopi
Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf
optik, dan retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang
banyak dalam badan kaca.
6) Pemeriksaan tekanan bola mata
Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola
mata meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan mengenai retinoblastoma
pada anak dengan defisit nutrisi diantaranya adalah :
a. Diagnosa : Defisit Nutrisi
b. Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif ( tidak tersedia)
2) Objektif yaitu berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif yaitu:
a) cepat kenyang setelah makan
b) kram atau nyeri abdomen
c) nafsu makan menurun.
2) Objektif yaitu:
a) bising usus hiperaktif
b) otot penguyah lemah
c) otot menelan lemah
d) membran mokusa pucat
e) sariawan
f) serum albumin turun
g) rambut rontok berlebihan
h) diare.

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 1
Intervensi Asuhan Keperawatan Pada Anak Retinoblastoma Dengan Defisit
Nutrisi di RSU Tabanan tahun 2021
DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
(1) (2) (3) (4)
Defisit nutrisi  Nutrional Managemen 1. Untuk
Status nutrisi mengetahui
 Nutritional 1. Kaji status status nutri
status:food nutrisi pasien pasien
and fluid 2. Kolaborasi 2. Menentukan
 Weigh control dengan ahli makanan
Kriteria hasil: gizi untuk sesuai dengan
1. Adanya menentukan kebutuhan
peningkatan jumlah nutrisi nutrisi pasien.
berat badan dan kalori yang 3. memenuhi
sesuai tujuan dibutuhkan kebutuhan zat
2. Mampu pasien bezi pasien
mengidentifik 3. Anjurkan 4. Mengetahui
asi kebutuhan pasien dauntuk jumlah kalori
nutrisi meningkatkan yang masuk.
3. Tidak ada intake Fe 5. Agar keluarga
tanda-tanda 4. Monitor mengetahui
malnutrisi jumlah nutrisi kebutuhan nutris
4. Tidak terjadi dan kandungan yang dibutuhkan
penurunan kalori
berat badan 5.Berikan informasi
yang berarti pada keluarga
tentang kebutuhan
nutrisi

Nutrition
monitoring
1. Monitor 1. Membantu
adanya pasien
penurunan mencegah
berat badan kehilangan
2. Monitor berat badan
lingkungan 2. Membantu
selama makan pasien
3. Monitor meningkatkan
interaksi anak nafsu makan
dan orang tua 3. Meningkatkan
selama makan peran serta
4. Monitor turgor keluarga dalam
kulit pemenuhan
5. Monitor nutrisi
mual dan 4. Mengetahui
muntah perubahan
turgor kulit
5. Membantu
menjaga
keseimbangan
asam-basa

(Sumber : (M.Bulechek, K.Butcher, M.Dochterman, & M.Wagner, 2016)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari
kriteria hasil yang dibuat. Tahap pelaksanaan dilakukan setelah rencana tindakan
di susun dan di tunjukkan kepada nursing order untuk membantu pasien mencapai
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat sesuai dengan masalah yang pasien hadapi.
Dalam implementasi difokuskan pada kebutuhan nutrisi anak retinoblastoma.
Pelaksanaan implementasi defisit nutrisi tediri dari dua hal yaitu manajemen
nutrisi dan monitor status nutrisi. Implementasi yang akan dilaksanakan dalam
tahap manajemen nutrisi yaitu mengkaji status nutrisi pasien, mengkolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien, menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, memonitor jumlah
nutrisi dan kandungn kalori dan berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Dalam memonitor status nutrisi pasien yang dilakukan yaitu memonitor adanya
penurunan berat badan, memonitor lingkungan selama makan, monitor interaksi
anak dan orang tua selama makan, monitor turgor kulit dan monitor mual dan
muntah.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari
evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan
informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment, planing).
Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemukan
keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O
(Objektif) merupakan data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan
keperawatan, A (Assesment) merupakan interprestasi dari data subjektif dan
objektif, P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya. Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah
yang pasien hadapi yang telah di buat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.
Adapun kriteria yang diharapkan yaitu:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
b. Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari

neuroretina(sel kerucut sel batang) atausel glia yang bersifat

ganas.Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemuka pada anak-

anak,terutama pada usia dibawah 5 tahun.Tumor berasal dari jaringan retina

embrional.Dapat terjadi unilateral(70%) dan bilateral (30%) .Sebagian

besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui

kromosom.Pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara

intensif dan perlunya pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit

tersebut tidak terjadi komplikasi.Dan kita sebagai perawat harus mampu

memberikan edukasi tentang gejala dini retinoblastoma agar dapat segera

diobati.Saran dengan adanya pembahasan mengenai asuhan keperawatan

retinoblastoma diharapkan pada semua mahasiswa dapat memahami asuhan

keperawatan retinoblastoma.

3.2 Penutup

Demikianlah makalah yang kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi kita semua. Apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun, maka

sampaikanlah kepada kami. Apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan

kami selaku penyusun mohon maaf dan semoga pembaca dapat memakluminya.

2
DAFTAR PUSTAKA.

Anda mungkin juga menyukai