DI SUSUN OLEH :
1. Ni Putu Dian Sriani (C2121094)
2. Ni Putu Andayani (C2121095)
3. Ni Made Subudiasih(C2121096)
4. Ni Putu Tatik Sumarni (C2121097)
5. Luh Gede Novy Maryanti (C2121098)
6. Luh Putu Nami Handayani (C2121099)
7. I Made Widiana (C2121100)
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Retinoblastoma pada anak dengan waktu yang telah ditentukan.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada bidang keperawatan anak.Selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Retioblastoma pada anak bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Saya berterima kasih kepada dosen keperawatan anak yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi Sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari,makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Denpasar,Oktober 2021
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………………………..i
Daftar isi ………………………………………………………………….ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1: Latar belakang ……………………………………………………….1
1.2: Rumusan masalah……………………………………………………1
1.3: Tujuan pembahasan………………………………………………..1
BAB II : PEMBAHASAN
2.1: Pengertian penyakit………………………………………………..2
2.2: Etiologi/factor risiko………………………………………………..2
2.3: Epidemiologi…………………………………………………………….2
2.4:Patofisiologi……………………………………………………………….2
2.5:Tanda dan gejala/manifestasi klinis…………………………….2
2.6: Klasifikasi/jenis……………………………………………………………2
2.7:Pemeriksaan penunjang/diagnostik………………………………2
2.8: Penatalaksanaan……………………………………………………………2
2.9:Pathway………………………………………………………………………….2
2.10:Pengertian defisit nutrisi pada retinoblastoma………………2
2.11:Penyebab defisit nutrisi pada anak retinoblastoma………..2
2.12:Metode pengkajian nutrisi………………………………………………2
2.13:Status nutrisi pada retinoblastoma……………………………….2
2.14:Askep pada anak retinoblastoma dengan defisit nutrisi…2
BAB III : PENUTUP………………………………………………………………………..3
3.1:Kesimpulan………………………………………………………………………3
3.2:Penutup…………………………………………………………………………….3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….4
BAB I
PENDAHULUAN
dunia. Kanker tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi orang dewasa, kanker
juga menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada anak-anak. Kanker
berada pada urutan kedua dari sepuluh penyebab kematian anak dibawah usia
9 tahun di Amerika Serikat pada tahun 2012 dengan presentasi 12.7%, urutan
pertama sebesar 32% disebabkan oleh kecelakaan dan cedera (Anderson, 2018).
dibawah 5 tahun, dimana 2/3 didiagnosis sebelum usia 2 tahun dan 95% sebelum
bilateral umumnya terdiagnosis pada usia yang lebih muda yaitu pada usia 13
Taheri, Fard, & Fouladi, 2012). Lelaki dan perempuan memiliki resiko yang sama
kasus retinoblastoma lebih banyak terjadi pada lelaki (Nabie et al., 2012).
Kanker pada anak usia 0-14 tahun di Amerika Serikat pada tahun 2017
diperkirakan ada 10.270 kasus, sebanyak 2-4% dari insiden keganasan anak
tersebut adalah retinoblastoma, yang merupakan keganasan intraokular tersering
pada anak berusia kurang dari 5tahun (American Cancer Society, 2017).
8000 kasus retinoblastoma yang terjadi di dunia berada di negara berkembang, dan
sekitar 3000 dari jumlah tersebut meninggal karena retinoblastoma yang metastasis.
bermetastasis ke luar mata jarang dapat disembuhkan, meskipun dengan terapi intensif
merupakan 10-12% kasus dari seluruh kanker pada anak,yaitu sebanyak 15-22 kasus
pertahun sebelum tahun 2002 dan meningkat setiap tahunnya sampai 40 kasus pertahun
data distribusi kanker anak di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada tahun 2014 terdapat
7 kasus anak dengan retinoblastoma dari 163 kasus kanker anak (Kementerian
Selama periode bulan Januari 2008 sampai Desember 2016 di RSUP Sanglah
sebanyak 59 kasus dari 82 kasus yang terdiagnosa dengan tumor padat. Terdapat 27
pasien (46%) perempuan dan 32 pasien (54%) lelaki, 44 kasus (75%) unilateral dan 15
kasus (25%) bilateral. Umur rerata pasien saat mulai dirawat di Rumah Sakit adalah
31,4 (SB 18,8) bulan. Sebagian besar kasus dengan gizi baik yaitu sebanyak 27 kasus
(46%), 22 kasus (37%) dengan gizi kurang, 7 kasus (12%) dengan gizi lebih dan 3 kasus
(5%) dengan gizi buruk. Sebagian besar pasien yaitu 38 kasus (64%) berasal dari Bali,
24% dari Nusa Tenggara Barat dan 12% dari Nusa tenggara Timur, dengan gejala yang
paling sering saat masuk Rumah Sakit adalah proptosis (64%) dan leukokoria (27%)
(Lastariana et al., 2018).Pasien dengan retinoblastoma akan menjalani terapi yang akan
makan, mual, dan muntah yang akan menyebabkan pasien mengalami penurunan berat
badan yang mengarah pada defisit nutrisi. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa
tahapan untuk menangani dampak terapi pada anak yaitu pengkajian dampak yang
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Secara lebih khusus penelitian pada anak retinoblastoma dengan defisit
nutrisi bertujuan untuk:
defisit nutrisi.
BAB 11
PEMBAHASAN
tahun 2005-2007 ,estimasi insidensi retinoblastoma pada anak usia 0-17 tahun
Gen RB1 merupakan tumor supresor pertama yang dikloning. RB1 tersusun
dari 183 kilobase DNA genomic, 27 exons dan kode untuk 110 kd protein p110,
dengan 928 asam amino. Pengaturan transkripsi dan proliferasi sel berhubungan
dengan fosforilasi protein RB. Yang terlibat dalam proses tersebut adalah E2F1,
faktor transkripsi yang mengatur siklus sel selama G1, histone deasetilase 1, dan
downstream cell-cycle-speific kinases. Hilangnya pRB mengakibatkan sel-sel
lepas kendali dan mitosis (Lanzkowsky 2016). Pada kebanyakan sel, hilangnya
pRB dapat dikompensasi dengan mengekspresikan faktor protein lainnya.
Akan tetapi, khusus pada prekursor sel kerucut retina, mekanisme kompensasi
cukup minim, sehingga mitosis sel menyebabkan kanker (Permono et al., 2006).
Patogenesis retinoblastoma diidentifikasi dengan mempelajari
retinoblastoma herediter. Diketahui bahwa 40% dari pasien retinoblastoma
merupakan retinoblastoma herediter, dengan predisposisi menghasilkan tumor
yang disebar sebagai dominan autosom. Carrier dari retinoblastoma mempunyai
risiko membentuk retinoblastoma multilateral dibandingkan dengan populasi
umum, dan meningkatkan risiko terkena penyakit osteosarkoma dan soft-tissue
sarcomas. Sedangkan 60% dari pasien retinoblastoma muncul secara sporadis
atau non herediter (selalu mengenai salah satu mata pasien) dan
retinoblastoma non herediter tidak ada risiko terkena kanker yang lain.
Retinoblastoma dapat terjadi secara herediter dan non herediter, Knudson
mengajukan hipotesis “two-hit” onkogenesis. Dari segi molekuler, hipotesis
Knudson berbunyi:
a. Dua mutasi melibatkan alel dari RB pada kromosom 13q14 dibutuhkan untuk
membentuk retinoblastoma.
b. Kasus herediter, anak-anak menerima salah satu kopian gen RB yang defek (first
hit) dan kopian lainnya normal. Retinoblastoma berkembang ketika alel RB
normal bermutasi di retinoblast sebagai akibat dari mutasi somatik spontan
(second hit). Dikarenakan second hit tidak dapat dihindari di bagian kecil pada
retinoblast, mayoritas individu mewariskan salah satu alel RB yang defek
membentuk retinoblastoma unilateral atau bilateral, dan retinoblastoma herediter
diwariskan dalam dominan autosom.
c. Kasus non herediter, baik alel RB normal harus bermutasi somatik pada
retinoblast yang sama (two hits). Probabilitas kejadian tersebut rendah (menjelaskan
mengapa retinoblastoma merupakan tumor yang jarang pada populasi secara umum),
tapi pada akhirnya tetap sama: sel retina yang kehilangan fungsi RB dan menjadi
kanker (Pandey, 2014).
2.6 Klasifikasi/Jenis
Grup A: Tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan diskus.
• Seluruh tumor berukuran < 3 mm, terbatas pada retina
• Seluruh tumor berlokasi ≥ 3 mm dari fovea
• ≥1.5 mm dari diskus optikus
Grup B: Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan terbatas pada retina
• Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi kategori
grup A.
• Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran ≤ 3mm dari
tumor tanpa penyebaran sub retina.
Group C: Tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau vitreus.
Group D: Penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina atau vitreus.
• Tumor dapat bersifat masif atau difus.
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa lampau, tanpa
penyebaran, yang maksimal dapat meliputi hingga seluruh retina.
• Tumor pada vitreus bersifat difus atau masif yang dapat mencakup
manifestasi “greasy” atau massa tumor avaskular
• Tumor diskrit
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau lampau, tanpa penyebaran,
yang meliputi maksimal hingga seperempat retina.
• Terdapat penyebaran lokal pada vitreus yang terletak dekat pada
tumor diskrit.
• Penyebaran lokal sub retina < 3 mm (2 DD) dari tumor.
• Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk plak sub retina
atau nodul tumor.
Grup E: Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk dibawah ini:
• Tumor mencapai lensa.
• Tumor mencapai permukaan anterior vitreus mencakup badan siliar
atau segmen anterior mata
a) USG orbita
USG orbita biasanya digunakan untuk menentukan ukuran tumor. USG
orbita dapat juga mendeteksi kalsifikasi diantara tumor dan berguna untuk
menyingkirkan diagnose Coat’s disease.
b) CT-scan dan MRI
CT-scan dan MRI orbita dan kepala, sangat berguna untuk mengevaluasi seluruh
komponen mata, dan keterlibatan SSP. CT-scan dapat mendeteksi klasifikasi sedangkan
MRI tidak bisa. MRI lebih berguna dalam evaluasi nervus. optikus, deteksi Rb trilateral
dan Rb ekstraokular.
c) Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Aspirasi dan biopsi serta lumbal fungsi sangat disarankan untuk
pemeriksaan sitologi apabila ada penyebaran ekstraokuler.
2.8 Penatalaksanaan
Terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan untuk
menghilangkan tumor dan menyelamatkan nyawa penderita, mempertahankan
penglihatan bila memungkinkan, menyelamatkan mata, menghindari tumor
sekunder yang dapat juga disebabkan karena terapi terutama pada anak yang
mengalami retinoblastoma yang diturunkan. Faktor terpenting yang menentukan
pemilihan terapi meliputi apakah tumor pada satu mata atau kedua mata,
bagaimana penglihatannya, dan apakah tumor telah meluas keluar bola mata.
Hasil terapi akan lebih baik bila tumor masih terbatas dalam mata dan akan
memburuk bila tumor telah menyebar. Berdasarkan stadium tumor, terapi
yang dapat digunakan yaitu:
a. Kemoterapi
Kemoterapi atau kemoreduksi telah menjadi bagian tidak terpisahkan
dari manajemen retinoblastoma. Apabila penyakitnya sudah menyebar ke bagian
ekstraokuler, kemoterapi merupakan terapi yang sangat dianjurkan. Obat
kemoterapi yang digunakan yaitu carboplatin, cisplatin, etoposid, teniposid,
siklofosfamid, ifosfamid,vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini
dikombinasikan dengan idarubisin. Dosis Vincristine 1,5 mg/m22 (0,05 mg/kg
pada anak <36 bulan dan dosis maksimum <2mg), Etoposide 150 mg/m (5
mg/kg untuk anak <36 bulan), carboplatin 560 mg/m2 (18,6 mg/kg untuk
anak <36 bulan) (Pandey, 2013).
b. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk
retinoblastoma. Pemasangan bola mata biasanya dilakukan beberapa minggu
setelah prosedur enukleasi untuk meminimalkan efek kosmetik. Enukleasi
dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi
rubeosis iridis, dan apabila terapi lokal tidak dapat di evaluasi karena katarak atau
gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enukleasi dapat ditunda
atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular.
Pembedahan intraokular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien
retinoblastoma karena akan menaikkan relaps orbita.(buku)
c. External Beam Radiation Therapy (EBRT)
External Beam Radiation Therapy (EBRT), yang dahulu menjadi terapi
pilihan pada retinoblastoma, kini diindikasikan apabila kemoterapi primer dan
terapi lokal gagal atau terjadi kontraindikasi (Pandey 2013). EBRT menggunakan
eksalator linjar dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang
meliputi seluruh retina. Pada bayi prosedur ini harus dibawah anastesi dan
imobilisasi dan harus ada kerja sama antara dokter ahli mata, dan dokter
radioterapi untuk membuat perencanaan. Keberhasilan EBRT tidak hanya
berdasarkan ukuran tumor tetapi tergantung teknik dan lokasi. Efek samping
jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan seperti hambatan pertumbuhan
tulang orbita yang akhirnya akan menyebabkan gangguan kosmetik. buku
d. Plaque Radiotherapy (Brachytherapy)
Radioactive plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata
dimana terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua
tumor aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran
tumor relatif kecil sampai sedang.
e. Kryo dan fotokoagulasi
Teknik digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm). Cara ini sudah
banyak digunakan dan dapat dilakukan beberapa kali sampai kontrol lokal tercapai.
Kryoterapy biasanya menggunakan probe yang sangat dingin untuk membekukan dan
mematikan tumor.Sementara fotokoagulasi menggunakan laser argon atau xenom untuk
mematikan tumor (Permono et al., 2006).
2.9 Pathway
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan mengenai retinoblastoma
pada anak dengan defisit nutrisi diantaranya adalah :
a. Diagnosa : Defisit Nutrisi
b. Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif ( tidak tersedia)
2) Objektif yaitu berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif yaitu:
a) cepat kenyang setelah makan
b) kram atau nyeri abdomen
c) nafsu makan menurun.
2) Objektif yaitu:
a) bising usus hiperaktif
b) otot penguyah lemah
c) otot menelan lemah
d) membran mokusa pucat
e) sariawan
f) serum albumin turun
g) rambut rontok berlebihan
h) diare.
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 1
Intervensi Asuhan Keperawatan Pada Anak Retinoblastoma Dengan Defisit
Nutrisi di RSU Tabanan tahun 2021
DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
(1) (2) (3) (4)
Defisit nutrisi Nutrional Managemen 1. Untuk
Status nutrisi mengetahui
Nutritional 1. Kaji status status nutri
status:food nutrisi pasien pasien
and fluid 2. Kolaborasi 2. Menentukan
Weigh control dengan ahli makanan
Kriteria hasil: gizi untuk sesuai dengan
1. Adanya menentukan kebutuhan
peningkatan jumlah nutrisi nutrisi pasien.
berat badan dan kalori yang 3. memenuhi
sesuai tujuan dibutuhkan kebutuhan zat
2. Mampu pasien bezi pasien
mengidentifik 3. Anjurkan 4. Mengetahui
asi kebutuhan pasien dauntuk jumlah kalori
nutrisi meningkatkan yang masuk.
3. Tidak ada intake Fe 5. Agar keluarga
tanda-tanda 4. Monitor mengetahui
malnutrisi jumlah nutrisi kebutuhan nutris
4. Tidak terjadi dan kandungan yang dibutuhkan
penurunan kalori
berat badan 5.Berikan informasi
yang berarti pada keluarga
tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition
monitoring
1. Monitor 1. Membantu
adanya pasien
penurunan mencegah
berat badan kehilangan
2. Monitor berat badan
lingkungan 2. Membantu
selama makan pasien
3. Monitor meningkatkan
interaksi anak nafsu makan
dan orang tua 3. Meningkatkan
selama makan peran serta
4. Monitor turgor keluarga dalam
kulit pemenuhan
5. Monitor nutrisi
mual dan 4. Mengetahui
muntah perubahan
turgor kulit
5. Membantu
menjaga
keseimbangan
asam-basa
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari
kriteria hasil yang dibuat. Tahap pelaksanaan dilakukan setelah rencana tindakan
di susun dan di tunjukkan kepada nursing order untuk membantu pasien mencapai
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat sesuai dengan masalah yang pasien hadapi.
Dalam implementasi difokuskan pada kebutuhan nutrisi anak retinoblastoma.
Pelaksanaan implementasi defisit nutrisi tediri dari dua hal yaitu manajemen
nutrisi dan monitor status nutrisi. Implementasi yang akan dilaksanakan dalam
tahap manajemen nutrisi yaitu mengkaji status nutrisi pasien, mengkolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien, menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, memonitor jumlah
nutrisi dan kandungn kalori dan berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Dalam memonitor status nutrisi pasien yang dilakukan yaitu memonitor adanya
penurunan berat badan, memonitor lingkungan selama makan, monitor interaksi
anak dan orang tua selama makan, monitor turgor kulit dan monitor mual dan
muntah.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari
evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan
informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment, planing).
Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemukan
keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O
(Objektif) merupakan data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan
keperawatan, A (Assesment) merupakan interprestasi dari data subjektif dan
objektif, P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya. Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah
yang pasien hadapi yang telah di buat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.
Adapun kriteria yang diharapkan yaitu:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
b. Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
keperawatan retinoblastoma.
3.2 Penutup
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun, maka
sampaikanlah kepada kami. Apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan
kami selaku penyusun mohon maaf dan semoga pembaca dapat memakluminya.
2
DAFTAR PUSTAKA.