Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANEJEMEN BENCANA

HOSPITAL DISASTER PLAN

Disusun oleh :

Kelompok 12

Aldo Angga Putra (1914301086


Serli Diani (1914301059)
Sila restu ria (1914301087)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Hospital Disaster Plan”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan suatu makalah tidaklah mudah,
oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam penyusunan makalah ini terdapat
kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan, saran, dan kritikan
yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Proses penyusunan makalah ini tidak terlepas dari berbagai rintangan selama
pengumpulan literatur dan penyusunannya. Namun dengan kesabaran dan ketekunan
yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari
berbagai pihak, baik material maupun moril kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
susunannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi
para pembaca.

Bandar Lampung,12 januari 2022

Kelompok 12
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................1

Daftar Isi.......................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN

1.
2.
2.1. Hospital disaster plain.........................................................................................7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................16

Daftar Pustaka.........................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bencana merupakan gangguan atau kekacauan fungsi sosial yang serius yang
menyebabkan meluasnya kerugian jiwa, materi atau lingkungan. Bencana terjadi
ketika sumber daya atau kapasitas yang tersedia sangat tidak memadai
dalam mengatasi ancaman (hazard). Bencana juga berarti proses dimana ada
jarak antara kejadian alam seperti tsunami, gempa bumi, badai dan sebagainya
dengan kejadian bencana seperti kehilangan, kematian dan sebagainya. Jarak
antara kejadian alam dan kejadian bencana sangat bergantung pada tingkat
distribusi kerentanan yang terjadi (UU Penanganan Bencana No. 24/2007).

Statistik bencana dunia tahun 1995 – 2006 menyebutkan bahwa trend bencana
terus menerus terjadi setiap tahun dengan jumlah korban dan kerugian ekonomis
semakin meningkat yang menunjukan bahwa bencana terjadi secara berkelanjutan.
Bencana alam yang terjadi di Indonesia antara lain Tsunami di Aceh pada tanggal
26 Desember 2004 yang menelan korban kurang lebih 170.000 orang meninggal,
500.000 orang kehilangan tempat tinggal dan belasan ribu anak jadi yatim piatu,
bencana meluapnya Lumpur Lapindo dan gempa bumi di Jogjakarta pada tahun
2007 yang menyebabkan banyak korban menderita kerugian baik berupa
kehilangan tempat tinggal, kerugian ekonomi dan lain-lain.
Dampak bencana terhadap masyarakat antara lain kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan rumah dan kepemilikan lain, kerusakan lingkungan, kerusakan
struktur dan fungsi sosial, trauma psikologis yang berkepanjangan/ respon
pasca trauma akibat keterpaparan terhadap korban cedera dan kematian, respon
histeris saat bencana, tidak adekuatnya koping strategis, kurangnya
dukungan/support dan lain lain. Faktor yang mempengaruhi respon individu
terhadap bencana yang dialami adalah derajat atau tingkat keterpaparan terhadap
bencana, dan pandangan atau penerimaan individu terhadap bencana yang
dialami.
Managemen penanganan bencana telah memiliki dasar hukum atau peraturan
yang jelas secara Nasional dan Internasional. Rengelolaan bencana International
antara lain telah terbentuknya badan atau organisasi penanggulangan
bencana antara lain International Decade for Natural Disaster Reduction (IDNDR)
tahun 1990-2000, World Conference on Natural Disater Reduction di Yokohama
tahun 1994, World Conferencefor Disaster Reduction (WCDR) di Kobe tahun 2005.
Organisasi tersebut melakukan koordinasi dengan organisasi penanggulangan
bencana lokal di daerah bencana dan memberikan bantuan berupa materi,
fasilitas dan personil dalam penanggulangan bencana kepada negara negara di
dunia.
Managemen penanggulangan bencana di Indonesia telah memiliki dasar
hukum yang jelas seperti yang tertuang dalam UU Penanggulangan Bencana No.
24 tahun 2007 bahwa kordinasi penanggulangan bencana yang sebelumnya
dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) sesuai Keppres No.
11/2001 digantikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dalam pasal-pasal UU No. 24/2007 telah mengatur tanggung jawab dan wewenang
organisasi atau lembaga nasional, daerah dan internasional dalam penanggulangan
bencana; mengatur hak dan kewajiban masyarakat; managemen penanggulangan
bencana yang terdiri dari pra bencana (Predisaster), selama bencana (during
diaster) dan setelah bencana (after disaster), serta mengatur proses pendanaan,
pengelolaan bantuan, pengawasan dan penyelesaian sengketa akibat bencana.
Meskipun setelah dilakukan evaluasi, kinerja Badan Nasional Penanggulangan
Bencana secara umum berjalan baik namun tidak efektif dalam menanggulangi
masalah Lumpur Lapindo.
Usaha penanggulangan bencana yang bersifat mengandalkan peran aktif
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas) memiliki banyak kelemahan
antara lain sangat tergantung pada stabilitas ekonomi negara, krisis keuangan
negara dan utang luar negeri sehingga mengalami masalah dalam
pembiayaan persiapan dan pengadaan personil, fasilitas, penyelesaian
sengketa dengan korban bencana sehingga penekanan bantuan yang diberikan
hanya pada respon emergency (selama bencana) dan respon pemulihan; hanya
fokus pada bantuan fisik, material dan teknis semata serta hanya fokuspada
penyelesaian sengketa pada satuan keluarga.

1.2 Rumusan masalah


Apa itu hospital disaster plan?.

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui apa itu hospital disaster plan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BENCANA

Bencana merupakan gangguan atau kekacauan fungsi sosial yang serius yang
menyebabkan meluasnya kerugian jiwa, materi atau lingkungan. Bencana terjadi
ketika sumber daya atau kapasitas yang tersedia sangat tidak memadai
dalam mengatasi ancaman (hazard). Beberapa tipe ancaman (hazards) yang
menyebabkan bencana adalah ancaman geofisik (Geo-hazard) seperti gempa
bumi, tsunami, gunung meletus; ancaman hidroklimatis (hydro-climatic hazard)
seperti banjir, kebakaran hutan, kekeringan; ancaman biologis (biological
hazards) seperti penyebaran HIV, flu burung, epidemik; ancaman tekhnologi
(technological hazard) seperti kebakaran, polusi udara, kecelakaan nuklir, industrial
explosions, waste exposure, lumpur lapindo; dan ancaman sosial (socialhazard)
seperti kriminalitas/kekerasan, perang, konflik, kemiskinan absolut dan
terorisme.
Bencana juga berarti proses dimana ada jarak antara kejadian alam
seperti tsunami, gempa bumi, badai dan sebagainya dengan kejadian bencana
seperti kehilangan,kematian dan sebagainya. Jarak antara kejadian alam
dan kejadian bencana sangat bergantung pada tingkat distribusi kondisi
kerentanan atau rawan bencana. Kondisi rawan bencana atau kerentanan
adalah kondisi atau karakteristik biologis, hidrologis,klimatologis, geografis,
sosial, budaya, politik, ekonomi dan tekhnologi pada suatu wilayah untuk
jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam,
mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
Berdasarkan kecepatan terjadinya, bencana terbagi atas bencana yang
terjadi perlahan lahan (slow onset hazard) seperti kekeringan/ kelaparan, letusan
gunung api, dan banjir serta bencana yang terjadi secara tiba tiba (sudden onset
hazard) yaitu ancaman akibat fenomena fenomena alam seperti gempa
bumi, badai, banjir, tanah longsor,tsunami, angin putting beliung yang terjadi
tanpa peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan dalam menghadapi
bencana. Berikut ini akan diuraikan definisi terminologi tentang bencana yang
terdapat dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007 :
a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis.

b. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan dan tanah longsor.

c. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal tekhnologi, gagal
modernisasi, epidemi,dan wabah penyakit.

d. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompokatau antar komunitas masyarakat dan terror.

B. MANAGEMEN PENANGGULANGAN BENCANA

Dalam penanganan bencana perlu ada suatu organisasi atau sistem


komando kejadian bencana yang dibentuk oleh negara untuk menyusun
panduan penanganan bencana dan melakukan koordinasi terhadap personil,
fasilitas, sistem komunikasi dan transportasi dalam penanganan bencana.
Organisasi ini sebelum menyusun Panduan Penanganan Bencana
(Emergency Operations Plan/EOP) terlebih dahulu melakukan pengkajian
terhadap lingkungan dan komunitas untuk mengetahui daerah yang beresiko tinggi
terkena bencana, tipe bencana yang mungkin terjadi baik bencana alam seperti
banjir, sunami, gunung meletus, maupun bencana akibat perbuatan manusia
misalnyakebakaran, kecelakaan dan lain lain. Pengkajian juga dilakukan
terhadap fasilitas penanganan bencana di tempat kejadian seperti tenaga/personil
bantuan, transportasi, farmakologi, alat dan bahan pertolongan kegawat daruratan
(lokal facility), organisasi penangan bencana lokal (Safety committee), kantor atau
posko penanganan bencana(Safety Officer or emergency department).
Setelah dilakukan pengkajian secara lengkap kemudian disusun Panduan
Penanganan Bencana baik panduan antisipasi atau pencegahan bencana
(Preparedness), panduan penanganan saat bencana (during disaster)serta
panduan penanganan setelah bencana (Postdisaster).Komponen komponen
penting yang terdapat dalam Panduan Penanganan Bencana(EOP) adalah sebagai
berikut :
a. Informasi secara cepat dan mudah. Fasilitas penanganan bencana
(health carefacility) harus dapat diakses dengan cepat dan mudah
kapanpun dan dimanapunbencana terjadi misalnya perlu ada jalur telepon
emergency yang gratis, cepat danmudah ke kantor atau fasilitas penanganan
bencana.

b. Jalur komunikasi secara internal dan eksternal. Jalur komunikasi untuk


koordinasi personil, fasilitas dan transportasi dalam penanggulangan
bencana harus jelas dansiaga termasuk informasi dari tempat kejadian
bencana ke posko atau rumah sakitrujukan korban bencana

c. Perencanaan terhadap penanganan korban bencana (coordinated


patient care),termasuk didalamnya triage korbaan bencana, sistem rujukan
dan transportasi keposko atau rumah sakit rujukan korban bencana.

d. Perencanaan keamanan terhadap korban, fasilitas dan personil terhadap


kondisi yangsangat parah dan mengancam
e. Identifikasi sumber atau fasilitas penanganan bencana baik lokal, regional
dan negaraserta bagaimana menghubunginya.

f. Pedoman penanganan korban bencana, masyarakat, media dan strategi


pembagiantugas dalam tim.

g. Strategi managemen data korban dan kejadian bencana.

h. Penanganan respon pasca bencana .

i. Pedoman penyelamatan diri bagi masyarakat dan melakukan latihan


sebelum bencana terjadi.

j. Antisipasi kebutuhan masyarakat setelah bencana seperti air bersih dan


makananuntuk jangka waktu yang lama.

k. Perkiraan insiden kejadian bencana serta strategi identifikasi bencana seperti


alarm bencana.

Personil dalam penanganan bencana harus memiliki pengetahuan dan


keterampilan yang baik dan ahli terhadap setiap kondisi bencana sehingga memiliki
kesiapan dan kesigapan dalam melakukan tindakan sesuai tugas dan perannya
masing-masing berdasarkan pedoman penanganan bencana yang telah ada.
Pedoman Penanganan bencana juga termasuk struktur atau alur
penanganan bencana beserta tugas dan peran masing masing mulai dari
penanganan di daerah bencana sampai transportasi dan persiapan posko atau
rumah sakit rujukan korban bencana. Petugas penanganan bencana juga harus
memiliki pengetahuan tentang bahasa, latar belakang budaya dan aspek spiritual
yang ada pada berbagai komunitas. Hal inidilatar bekangi oleh karena kesulitan
bahasa dapat meningkatkan ketakutan dan frustasipara korban, terdapat
kepercayaan dan praktek spiritual yang berbeda terhadap terapipengobatan, hygiene
atau diet, waktu dan tempat khusus untuk berdoa, ritual khususmenangani korban
yang meninggal dan lain lain.
Managemen penanggulangan bencana di Indonesia telah memiliki dasar hukum
yang jelas seperti yang tertuang dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun
2007bahwa kordinasi penanggulangan bencana yang sebelumnya dilaksanakan oleh
BadanKoordinasi Nasional (Bakornas) sesuai Keppres No. 111/2001 digantikan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam pasal pasal UU No.
24/2007 telah mengatur tanggung jawab dan wewenang organisasi atau lembaga
nasional, daerah daninternasional dalam penanggulangan bencana, mengatur hak
dan kewajiban masyarakat,managemen penanggulangan bencana yang terdiri dari
pra bencana (Predisaster), selamabencana (during diaster) dan setelah bencana
(after disaster), serta mengatur prosespendanaan, pengelolaan bantuan,
pengawasan dan penyelesaian sengketa akibat bencana.
Managemen penanggulangan bencana terdiri dari penanganan sebelum
bencana (predisaster), penanganan saat bencana (during disaster) dan penangan
setelah bencana (after disaster) selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut :
a. Penanganan Sebelum Bencana (Predisaster)

Penanganan sebelum terjadinya bencana disebut juga tindakan pencegahan


atau prevention terdiri dari pengkajian faktor resiko bencana (risk
assessment), Kegiatan pencegahan bencana, mitigasi (disaster mitigation),
peringatan dini, dan kesiapsiagaan/tanggap darurat bencana (preparedness).
Pengkajian terhadap faktor resiko bencana terdiri dari pengkajian
terhadap lingkungan atau keterpaparan terhadap ancaman (hazard),
analisis kerentanan dan kelompok yang rentan di masyarakat serta analisis
sumber atau kapasitas yang dapat digunakan dalam menghadapi bencana.
Setelah faktor resiko bencana teridentifikasi maka selanjutnya
dilakukanpencegahan atau mitigasi dalam rangka menghilangkan dan atau
mengurangi faktor resiko atau ancaman bencana.
Tindakan pencegahan dan mitigasi terdiri dari manajemen lingkungan, upaya
fisik dan teknis dalam mengatasi faktor resiko bencana,
regulasi/legislasi/kebijakan pembangunan yang mendukung pencegahan
bencana, upaya penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi bencana, serta membangun kemitraan dan jaringan (networking)
dalam persiapan bencana. Selain melakukan tindakan pencegahan dan mitigasi,
perlu juga dipersiapkan alat peringatan dini dan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana
pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Kegiatan peringatan dini
dapat berupa pemantauan yang terus menerus terhadap faktor resiko bencana
disertai tanda alarm peringatan akan terjadinya bencana.
Peringatan dini ini akan memberikan tanda kepada masyarakat agar siap
siaga untuk menyelamatkan diri dan keluarga, serta sebagai tanda kepada para
petugas penanggulangan bencana untuk mempersiapkan diri dalam membantu
masyarakat dalam menghadapi bencana.Pemantuan secara terus menerus
terhadap faktor resiko bencana adalah dengan menggunakan tekhnologi untuk
mendeteksi dan memprediksi resiko timbulnya danterjadinya bencana
seperti tsunami dan gunung meletus. Informasi atau peringatan tentang
resiko terjadinya bencana berupa alarm bencana disebarkan kepada
masyarakatmelalui media televisi dan radio. Tekhnologi terbaru adalah
dengan memberikan informasi tentang resiko bencana atau alarm bahaya
melalui handphone (HP) sehingga individu yang tidak bisa atau tidak
sempat menonton televisi tetap mendapatkan informasi sehingga dapat
mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terjadinya bencana.
b. Penanganan Saat Bencana (During disaster)

Penanganan saat bencana terdiri dari evakuasi atau penyelamatan korban


bencanadan transportasi korban ke posko atau rumah sakit rujukan korban
bencana. Managemen penyelamatan korban bencana pada jumlah korban
yang sangat banyak maka perludilakukan tindakan triage.Triage adalah proses
penentuan atau penyeleksian pasien atau korban berdasarkanprioritas kebutuhan
terhadap perawatan dan pengobatan. Dalam penanganan bencanadengan
korban yang banyak maka perlu dilakukan penyeleksian pasien untuk
menentukan korban yang perlu penanganan prioritas atau segera dan korban
yang bisa ditunda penanganannya.
Meskipun tindakan ini dapat dinilai tidak ethis karena
cenderungmengabaikan pasien atau korban lain yang juga
membutuhkan pertolongan namun tindakan triage perlu dilakukan untuk
memprioritaskan penanganan emergency kepadakorban dengan kondisi yang
lebih serius/parah dan perlu penanganan segera. Petugas triage melakukan
pemeriksaan atau pengkajian terhadap korban secaracepat dan memberikan
penanganan emergency atau resusitasi sebelum diberikan penanganan
tindakan penyelamatan lanjutan atau dibawa ke posko atau rumah sakitrujukan
penanganan bencana.
Seorang petugas triage memberikan tanda kepada pasienberdasarkan
derajat keseriusan kondisi dan prioritas kebutuhan terhadap tindakan
emergency sehingga petugas yang lain dapat langsung memberikan
bantuan atau langsung membawa pasien ke lokasi penanganan lanjutan. Perlu
disiapkan alat alat dan pengobatan terhadap kondisi emergency dan
transportasi terhadap pasien ke poskoperawatan atau rumah sakit rujukan
bencana.
Kategori tanda triage yang diberikan adalah berdasarkan derajat keparahan
dari cedera yang dialami oleh korban. Terdapat berbagai tanda triage yang dapat
digunakan di beberapa negara dan perawat bencana harus memahami sistem
yang ada di masyarakat atau negara tersebut. Salah satu contoh sistem triage
oleh North Atlantic Treaty Organization (NATO) adalah dengan menggunakan
kode warna yang terdiri dari warna merah, kuning, hijau dan hitam. Masing
masing warna memiliki perbedaan tingkatan prioritas yang secara jelas diuraikan
sebagai berikut:
c. Penanganan Setelah Bencana (Post disaster)

Penanganan setelah bencana meliputi pengkajian terhadap kerugian


atau kerusakan yang terjadi akibat bencana (damage assessment),
rehabilitasi danrekonstruksi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publikatau masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pasca bencana dengansasaran utama untuk
normalisasi/berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dankehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana. Rekonstruksi adalah pembangunan
kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca
bencana baikpada tingkat pemerintah maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh danberkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum danketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupanbermasyarakat
pada wilayah pasca bencana. Selain rehabilitasi dan rekonstruksi fisik sarana dan
prasarana serta lingkungan,juga perlu dilakukan rehabilitasi terhadap mental dan
psikologis korban bencana karenameskipun mengalami bencana yang sama,
beberapa individu dapat mengalami traumapsikologis yang berkepanjangan.
Beberapa respon yang biasanya terjadi adalah depresi,ansietas, gangguan
psikosomatis (fatigue, malaise, sakit kepala, gangguan
salurangastrointestinal, kemerahan pada kulit), posttraumatic disorder,
keracunan zat, konflikinterpersonal, dan gangguan penampilan.
Faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap bencana yang
dialamiadalah derajat atau tingkat keterpaparan terhadap bencana, kehilangan
teman atau orangyang dicintai, kehilangan rumah dan harta kepemilikan yang
lain, tidak adekuatnyakoping strategis, hilang atau kurang sumber dukungan atau
support, serta pandangan ataupenerimaan individu terhadap bencana yang
dialami. Kondisi keterpaparan terhadapkorban kematian, cedera, dan kekuatan
bencana, respon histeris saat bencana, aktivitaspetugas penananganan bencana
dalam membantu korban dapat menjadi keadaan yang menimbulkan gangguan
emosional pada individu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam penanganan bencana perlu ada suatu organisasi atau sistem
komando kejadian bencana yang dibentuk oleh negara untuk menyusun
panduan penanganan bencana dan melakukan koordinasi terhadap personil, fasilitas,
sistem komunikasi dan transportasi dalam penanganan bencana. Organisasi ini
sebelum menyusun Panduan Penanganan Bencana (Emergency Operations
Plan/EOP) terlebih dahulu melakukan pengkajian terhadap lingkungan dan
komunitas untuk mengetahui daerah yang beresiko tinggi terkena bencana, tipe
bencana yang mungkin terjadi baik bencana alam seperti banjir, sunami, gunung
meletus, maupun bencana akibat perbuatan manusia misalnya kebakaran, kecelakaan
dan lain lain.
Managemen penanggulangan bencana terdiri dari penanganan sebelum
bencana (predisaster), penanganan saat bencana (during disaster) dan penangan
setelah bencana (after disaster).

3.2 Saran
Hendaknya di setiap rumah sakit harus memiliki Hospital Disaster Plan
(Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana Bagi Rumah Sakit) yang tidak hanya
secara tertulis saja, melainkan rumah sakit tersebut harus siap dalam menghadapi
bencana, karena kesiagaan memerlukan pelatihan dan simulasi, sehingga tidak terjadi
the paper plan syndrome
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana


Bagi Rumah Sakit. Jakarta. Serial online:
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1353/1/BK2009-Sep08.pdf
Di akses pada tanggal 12 January 2022

Tim Penyusun Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana. Panduan enanggulangan


Bencana Rumah Sakit Vita Insani (Hospital Disaster Plan).
Serial Online https://www.scribd.com/document/332024811/Mfk-6-Panduan-Kesiapan-
Bencana-Disaster-Plan-Rumah-Sakit-Vita-Insani-Final
Di akses pada tanggal 12 January 2022

Anda mungkin juga menyukai