Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA MATA

Oleh : HARIS PETRIANO


NIM : 185070209111039

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting

untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra

penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata

merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem

pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak

retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih

sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan

pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan

dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi

penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk

mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan

kebutaan.

Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah

banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak

pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya

bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat

mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat

2
3

kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan,

ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.


Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan,

terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang.

Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada

wanita. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah

atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan

mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan

orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata. Dari data

WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta

orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami

kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry

(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi

kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan

umur rata-rata 31 tahun.


Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya

berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas

trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis.

Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta

jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural mata

sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-

ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi,


4

perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah

atrofi dari struktur jaringan bola mata.

Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti

untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang

disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah

selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit

lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun

CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya

trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok merumuskan masalah

“Apa pengertian, etiologi, manifestasi klinis, pathway / patofisiologi,

pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien

dengan trauma mata.”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan trauma mata secara

komprehensif.

2. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat mengetahui :
a. Pengertian dan tanda gejala trauma mata
b. Etiologi trauma mata
c. Manifestaasi klinis trauma mata
d. Pathway/patofisiologi trauma mata
e. Pemeriksaan penunjang trauma mata
5

f. Penatalaksanaan dan komplikasinya serta


g. Bagaimana managemen keperawatan klien trauma mata.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Trauma mata

Berbagai studi penelitian menemukan tingginya prevalensi trauma mata

pada usia – usia produktif, terutama pada kelompok – kelompok penduduk yang

perekonomiannya kurang sehingga akses ke rumah sakit sulit.


Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan

perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan

yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan

kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma

mata.

Tajam penglihatan akhir pada kasus trauma mata dipengaruhi oleh

multifaktor, antara lain : penyebab trauma, akibat langsung pada jaringan ikat

bola mata yang terkena, ada atau tidaknya benda asing yang tertahan di dalam

bola mata dan ada atau tidaknya infeksi. Tindakan perbaikan anatomi bola mata

yang segera pada kasus trauma, dapat mencegah terjadinya post traumatic

endopthalmitis. Oleh karena itu, managemen trauma mata membutuhkan

pendekatan multidisiplin dengan rancangan penanganan yang prioritas. Evaluasi

pada pasien trauma mata meliputi:

6
7

a. Evaluasi menyeluruh pada bola mata dan adnexa mata

Tujuan utama pada evaluasi ini untuk mencari informasi apakah pasien

mengalami keadaan sistemik darurat yang membutuhkan penanganan segera

atau keadaan darurat mata yang juga menentukan tindakan yang akan

dilakukan pada matanya. (Universitas sumatera Utara)

b. Evaluasi sistemik

Pemeriksa mengevaluasi pada pasien apakah ada tanda – tanda cedera

kepala seperti: kesadaran menurun, muntah dan nyeri kepala hebat.

Anamnesis yang lengkap mengenai penyakit penyerta seperti diabetes melitus,

hipertensi, asma bronkial dapat mempengaruhi penanganan trauma mata.

Riwayat alergi obat sebelumnya, keterangan sudah mendapat penanganan di

tempat lain sebelumnya (pemberian anti tetanus), waktu terakhir makan dan

minum alkohol juga perlu ditanyakan kepada pasien.

B. Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma :

1) Trauma tajam (perforasi trauma)

Diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainnya yang mengakibatkan

terjadinya robekan jaringan-jaringan mata secara beruntun, misalnya mulai

dari palbebra, kornea, uvea sampai mengenai lensa.

2) Trauma tumpul (contusio oculi)

Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras
8

dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan

kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau

daerah sekitarnya.

3) Trauma Khemis/ Kimia (trauma asam dan trauma basa)

Trauma kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium,

industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia. Trauma kimia pada mata

memerlukan tindakan yang segera, irigasi pada daerah mata yang terkena

bahan kimia harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyulit

yang berat. Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik

atau air bersih lainnya selama 15-30 menit.

4) Trauma Fisika

 Trauma radiasi sinar inframerah

 Trauma radiasi sinar ultraviolet

 Trauma radiasi sinar X dan sinar terionisasi

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata,

konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secaara

terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.

C. Tanda dan Gejala

Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

a. Trauma Tumpul

 Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas
9

tulang yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid,

frontal, maksila, platinum dan zigomatikus. Jika pada trauma mengenai

rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai

saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.

 Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola

mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air

mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang

berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan

pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada

bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus

yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak

(lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga

terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan

terjadi hematom, edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata

tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak

mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).

 Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera

dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin

yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata

terutama kornea. Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva

(perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi


10

jika konjungtiva terkena trauma.

 Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening

mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan

yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan.

Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur,

kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya

kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah

tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.

 Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea

dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar

posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal

dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang

terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus

lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu

membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior

mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang

menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik. Hifema

(perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya)

merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.

 Lensa : Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa

mempunyai sifat tertentu, yaitu : Kenyal atau lentur karena memegang


11

peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau

transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di

tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi

subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).

 Korpus vitreus : perdarahan korpus vitreus.

 Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas

penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan

kacadan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior

berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan

sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira ber-

diameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan.

Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek

fovea. Secara patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema

makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan

penurunan tekanan bola mata.

 Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan

kebutaan.

b. Trauma Tajam

 Orbita : kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan

posisi bola mata.

 Palpebra : ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)


12

 Saluran lakrimal : gangguan sistem eksresi air mata.

 Konjungtiva : robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.

 Sklera : pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan

silier dan koroid yang berwarna gelap).

 Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi kornea yan g

disertai penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya

luka pada kornea, edema.

 Koroid dan kornea : luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan

korpus vitreus dan ablasi retina.

c. Trauma Kimia

 Asam (kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel

kornea)

 Basa/Alkali (kebutaan, penggumpalan sel kornea atau keratosis, edema

kornea, ulkus kornea, tekanan intra ocular akan meninggi, hipotoni akan

terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar, membentuk jaringan parut

pada kelopak, mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan

jaringan parut pada kelenjar asesoris air mata, pergerakan mata menjadi

terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan

menarik bola mata, lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa).


13

D. Pathway

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman

penglihatan.

2. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.

3. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan

jelas.

4. Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.

5. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk

mengetahui adanya benda asing intraokuler.

6. Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini

dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa,
14

kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp

dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat

perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.

7. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi

benda asing.

8. Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada

retina.

9. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin

mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan

pada sistem suplai untuk retina.

10. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan

bola mata (normal 12-25 mmHg).

11. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal

dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

12. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat

membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.

13. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan

diagnosa trauma asam atau basa.

F. Penatalaksanaan

1. Trauma tumpul

 Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi


15

guna membantu keluarnya hifema dari mata.

 Berikan kompres es.

 Pemantauan tajam penglihatan.

 Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan

perdarahan ulang.

 Batasi membaca dan melihat TV.

 Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.

 Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.

 Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.

 Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.

 Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.

 Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi

perdarahan ulang.

 Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).

Indikasi Parasentesis :

 Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam

 Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan

konvensional selama 5 hari

 Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak

dapat diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaucoma

 Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.


16

2. Trauma tajam

Penatalaksanaan sebelum tiba di RS :

 Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.

 Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola

mata.

 Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.

 Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.

Penatalaksanaan setelah tiba di RS

 Pemberian antibiotik spektrum luas.

 Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.

 Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.

 Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila

mata intak).

 Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.

3. Trauma kimia

 Irigasi (30 menit) dan periksa pH dengan kertas lakmus.

 Diberi pembilas : idealnya dengan larutan steril dengn osmolaritas tinggi

seperti larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau

Ringer Laktat). Larutan garam isotonis.

 Irigasi sampai 30 menit atau pH normal. Bila bahan mengandung CaOH

berikan EDTA.
17

 Pemeriksaan oftalmologi menyeluruh.

 Cedera ringan : Pasien dapat dipulangkan dengan diberikan antibiotik

tetes mata, analgesic oral dan perban mata.

 Luka sedang diberi siklopegi.

 Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.

 Vitamin C oral : untuk membentuk jaringan kolagen.

Catatan :

6 tahapan penatalaksanaan trauma mata :

 Irigasi

 Repitalisasi kornea

 Mengendalikan proses peradangan

 Mencegah terjadinya infeksi

 Mengendalikan TIO

 Menurunkan nyeri : sikloplegik

G. Komplikasi

 Jangka pendek : Glaucoma, Corneal blood stain, Synechia dan Symphatetic-

Ophthalmia.

 Jangka panjang : Atropi iris (darah menekan lama), Optik atropi (TIO↑),

Heterocronitis – uveitis, hemophthalmitis)

H. Discharge planning
18

Trauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya trauma seperti :

1. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma

tajam akibat alat pekerjaannya

2. Setiap pekerja yang bekerja di tempat bahan kimia sebaiknya mengerti

bahan kimia apa yang dipakainya, asam atau basa.

3. Pada pekerja las sebaiknya melindungi matanya dari sinar dan percikan las

4. Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya

5. Pada olahragawan seperti tinju ataupun beladiri lainnya, harus melindungi

bagian matanya dan daerah sekitarnya dengan alat pelindung.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien : Inisial nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, pendidikan

terakhir, pekerjaan, diagnosa medis, dll.


2. Riwayat Keperawatan
 Keluhan Utama : Klien dapat mengeluh adanya penurunan penglihatan,

nyeri pada mata, keterbatasan gerak mata.


 Riwayat kesehatan dahulu : Riwayat penyakit yang mungkin diderita

klien seperti DM dapat menyebabkan infeksi yang terjadi pada mata sulit

sembuh, riwayat hipertensi.


 Riwayat penyakit sekarang : yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan

karena truma tumpul,tajam,atau mekanik, tindakan apa yang sudah

dilakukan pada saat trauma terjadi.


 Riwayat psikososial : pada umumnya klien mengalami berbagai derajat

ansietas, gangguan konsep diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan

mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien

juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.

B. Pemeriksaan fisik

1. B1(Breath), Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan (tdk ada gangguan pada

19
20

sistem pernafasan).

2. B2 (Blood), Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/tekanan

darah dikarenakan pasien takut dan cemas.

3. B3 (Brain), Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO.

4. B4 (Bladder), Kebutuhan eliminasi dalam batas normal.

5. B5 (Bowel), Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.

6. B6 (Bone), Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.

7. Pemeriksaan khusus pada mata :

a) visus (menurun atau tidak ada)

b) gerakan bola mata (terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan

bolam mata), konjungtiva bulbi (adanya hiperemi atau adanya nekrosis)

c) kornea (adanya erosi,keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea)

C. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan TIO

b. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder

terhadap interupsi permukaan tubuh atau proses pembedahan

c. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ status

organ indera

d. Ansietas b.d tindakan yang akan dilakukan/ kejadian yang dialami

D. Intervensi keperawatan berdasarkan aplikasi Nanda NIC-NOC


1. Nyeri akut
21

Nyeri akut NOC NIC


Pain Management
Definisi : Pengalaman  Pain level
 Lakukan pengkajian nyeri
sensori dan emosional  Pain control
secara komperhensif
yang tidak menyenangkan  Comfort level
termasuk lokasi,
berkaitan dengan
karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan yang Kriteria hasil :
 Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
aktual atau potensial atau
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
yang digambarkan sebagai
kerusakan (Internatiol nyeri, mampu  Observasi reaksi nonverbal

Association for the study menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan

of pain) : awitan yang tiba- nonfarmakologi untuk  Gunakan tehnik komunikasi

tiba atau lamabat dari mengurangi nyeri, terapeutik untuk

intensitas ringan hingga mencari bantuan) mengetahui pengalaman

berat dengan akhir yang  Melaporkan bahwa nyeri pasien

dapat diantisipasi atau nyeri berkurang dengan  Kaji kultur yang

diprediksi dan berlangsung menggunakan mempengaruhi respon nyeri

<3 bulan. manajement nyeri  Kontrol lingkungan yang


 Mampu mengenali dapat mempengarugi nyeri
Batasan karakteristik :
nyeri (skala, seperti suhu ruangan,
 Perubahan selera
intensitas,frekuensi dan pencahayaan dan
makan
 Perubahan TD tanda nyeri) kebisingan .
 Perubahan frekuensi  Menyatakan rasa  Ajarkan tentang tehnik
jantung nyaman setelah nyeri nonfarmakologi
 Perubahan frekuensi
berkurang  Berikan analgetik untuk
pernafasan
mengurangi nyeri.
2. Resiko infeksi

Resiko infeksi NOC NIC


Definisi : mengalami Infection control
 Immune statuse
22

invasi dan multiplikasi  Knowledge :  Bersihkan lingkungan setelah


organisme patogenik Infection control dipakai pasien lain
yang dapat mengganggu  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
kesehatan  Batasi pengunjung bila perlu

Faktor-faktor resiko : Kriteria hasil :  Mencuci tangan saat


 Gangguan integritas  Klien bebas dari berkunjung
kulit tanda dan gejala  Cuci tangan sebelum dan
 Kurang pengetahuan
infeksi sesudah melakukan tindakan
untuk menghindari
 Mendeskripsikan keperawatan
pemajanan patogen
 Vaksinasi tidak proses penularan  Gunakan baju, sarung tangan

adekuat penyakit, factor sebagai alat pelindung diri


 Malnutrisi yang mempengaruhi  Monitor tanda dan gejala
penularan serta infeksi
penatalaksanaannya  Inspeksi kulit dan membran
 Jumlah leukosit mukosa terhadap kemerahan,
dalam batas normal panas dan drainase
 Menunjukkan  Inspeksi kondisi luka/ insisi
perilaku hidup sehat bedah
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Lakukan kultur positif
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma mata merukakan kasus kegawatdaruratan pada mata dimana

trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada

golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian

trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.

Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat benda

tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh

trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang

dapat menyerang semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan

fisiologis yang reversibel ataupun non-ireversibel.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan kepada pembaca khususnya penderita trauma

mata adalah dengan mengurangi aktivitas yang terlalu berat/ membahayakkan

untuk mengurangi resiko terjadinya trauma mata atau komplikasi lainnya dan

untuk pekerja yang berbahaya sebaiknya memakai alat pelindung diri saat

bekerja.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer . 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Arief Mansoer dkk. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
fakultas kedokteran universitas Indonesia

Evelyn. 2013. Anatomi dan fisiologis untuk para medis. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Kusuma, hardi & Nuratif, Amin huda, 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta : MediAction.

Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih


Bahasa Adji Dharma, Edisi II.

24

Anda mungkin juga menyukai