Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

CEREBRAL PALSY

Oleh :

Kelompok 3
1. INDIRA SYAFA'AH PUTRI 2021205201015
2. SILVIA APSARI 2021205201002
3.SUGENG 2021205201012
4. INNI ZAHRANNAFIISA MARZUQI 2021205201006
5. DISKA RATNA DIANA 2021205201020
6. ALDO SUSENO 2021205201007
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN (FKes)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG (UMPRI)
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji bagi Allah yang maga pengasih lagi maha
penyayang yang telah memberikan kenikmatan yang tiada terkira sehingga kami dapat
menyusun makalah mata kuliah Keperawatan Anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Anak Dengan Pasien Cerebral Palsy” tepat waktu dan semaksimal mungkin.

Tidak lupa sholawat serta salam selalu kami haturkan kepada junjungan terbaik
baginda Rosul Muhammad Shallallahu ‘Alaihu Wasallam selaku tauladan terbaik hingga
akhir zaman. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada beliau, serta kepada keluarga,
sahabat, tabi’in dan orang-orang yang selalu mengikuti sunahnya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk ilmu pengetahuan tentang bagaimana


perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien cerebral palsy yang tepat dan
sesuai dengan standard operasional prosedur. Makalah ini disusun berdasarkan data-data
yang penyusun peroleh dari jurnal dan buku.

Penyusun sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan. Oleh
karena itu kami siap menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bahan evaluasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif serta bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan 2

1. Tujuan Umum 2

2. Tujuan Khusus 2

D. Sistematika Penulisan 2

BAB II TINJAUAN TEORI 4

A. Konsep Dasar Cerebral Palsy 4

1. Definisi 4

2. Klasifikasi 4

3. Etiologi 7

4. Anatomi dan Fisiologi 11

5. Patofisiologi 14

6. Manifestasi Klinis 17

7. Penatalaksanaan Kasus 18

8. Pemeriksaan Diagnostik 21

B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan 21

1. Pengkajian 21

iii
2. Diagnosa dan Intervensi 24

3. Implementasi 26

4. Evaluasi 26

BAB III PENUTUP 27

A. Kesimpulan 27
B. Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cerebral palsy1 adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembnagan anak. Mengenai sel-sel motorik di
dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan
atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun
lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-
tanda neuron perifer akan berubak akibat maturasi serebral.
Yang bertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah Willian John
Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral dipelgia, sebagai
akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang
pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund
Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralaysis2.
Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi-disiplin dalam
penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah tulang, bedahsaraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial,
guru sekolah Iuar biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orang
tua dan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penyusun dapat
merumuskan rumusan masalah yaitu bagaimana asuhan keperawatan pada
anak yang tepat dengan pasien cerebral palsy.

1
Addini Setia Ningtyas, Makalah Cerebral Palsy, Palembang: Universitas Sriwajaya, 2017.
2
Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: NelsonTextbook of Pediatrics, 18th
ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007

1
2

C. Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka penyusun dapat
merumuskan tujuan yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka penyusun dapat
merumuskan tujuan umum yaitu untuk menjelaskan asuhan keperawatan
yang harus diberikan kepada pasien dengan cerebral palsy.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka penyusun dapat
merumuskan tujuan khusus yaitu:
a. Mahasiswa mampu memahami definisi dari cerebral palsy.
b. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi dari cerebral palsy.
c. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi system persyarafan
yang berkaitan dengan cerebral palsy.
d. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari cerebral palsy.
e. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari cerebral palsy.
f. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala dari cerebral palsy.
g. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan pada klien cerebral palsy.
h. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan medis bagi klien
cerebral palsy.
i. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan cerebral palsy.

D. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini penyusun ingin mempermudah pemahaman
maupun penelaahan terhadap isi makalah sehingga diperoleh gambaran
ringkas dalam penyusunan makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini
penyusun membaginya dalam tiga bab, dengan sistematika sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan
sistematika penulisan.
2. Bab II Tinjauan Teori
3

Bab ini mencakup pengertian cerebral palsy, klasifikasi cerebral


palsy, anatomi fisiologi sistem persyarafan, etiologi, patofisiologi, tanda
dan gejala dari cerebral palsy, penatalaksanaan medis, pemeriksaan
diagnostik pada cerebral palsy serta konsep dasar keperawatan yang
mencakup asuhan keperawatan terhadap pasien penyakit cerebral palsy.
3. Bab III Penutup
Pada bab ini penyusun menyimpulkan secara keseluruhan penyakit
cerebral palsy hingga mencakup asuhan keperawatan pada pasien cerebral
palsy.
4. Daftar Pustaka
Penyusun melampirkan referensi-referensi yang didapat dalam
pembuatan makalah terkait asuhan keperawatan pada pasien cerebral
palsy.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Cerebral Palsy


1. Definisi
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin didefinisikan
sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan
epilepsy dan ketidaknormalan bicara, penglihatan, kecerdasan akibat dari
cacat atau lesi otak yang sedang berkembang (Behrman, 1999).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama
hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakkan, disertai
kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan
sebelum juga kelainan mental (Ngastiyah, 2000).
Cerebral palsy adalah suatu gangguan non-spesifik yang disebabkan
oleh abnormalitas sistem motor piramida (motor kortek, basal ganglia, dan
otak kecil) yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada
serangan awal (Suriadi, 2006).
Jadi, cerebral palsy adalah suatu kelainan otak yang ditandai dengan
gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam bergerak dan
meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya akibat
kerusakan atau kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi atau anak dapat
terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering
disertai dengan epilepsy dan ketidaknormalan bicara, penglihatan, kecerdasan
kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan
fungsi saraf lainnya.

2. Klasifikasi
Cerebraal palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda
klinis neurologis. Spastik diplegia, untuk pertama kali dideskripsikan oleh
Little (1860), merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya

4
5

sebagai cerebral palsy. Hingga saat ini cerebral palsy diklasifikasikan


berdasrkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori,
yaitu: (Suharso:2006,13)
a. CP Spastik
Merupakan bentuk CP terbanyak (70-80%). Kerusakan terjadi
ditraktus kortikospinalis (darah dikorteks), anak mengalami kelumpuhan
yang kaku, refleknya menggil, misalnya refleks moro (salah satu refleks
bayi) yang sering terjadi, baik dirangsang maupun tidak dan ada refleks
yang menetap padahal seharusnya hilang diusia tertentu tapi masih ada,
misalnya refleks menggenggam pada bayi. Normalnya menghilang diusia
3-4 bulan, tapi pada anak CP ini muncul atau tetap ada. CP Spastik dibagi
berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:
1) Monoplegi, kelumpuhan empat anggota gerak tapi salah satu anggota
gerak lebih hebat dari sebelumnya.
2) Quadriplegia, kelumpuhan pada keempat gerakan anggotaa geraknya,
dua kaki dan dua tangan lumpuh.
3) Diplegia, kelumpuhan dua anggota gerak yang berhubungan, biasanya
kedua anggota gerak bawah. Misalnya, tungkai bawah tapi dapat pula
kedua anggota gerak atas.
4) Hemiplegi, kelumpuhan pada satu sisi tubuh dan anggota gerak yang
dibatasi oleh garis tengah yang didepan atau dibelakang, misalnya
tangan kiri, kaki kiri. Pergerakan anggota gerak berkurang, fleksi
(menekuk) lengan pada siku, lengan tetap mengepal.
b. Koreo-Attentoid
Dikenal dengan istilah CP diskrinetik atau gerak, jadi tangan anak
atau kakinya bergerak melengkung-melengkung, sikapnya abnormal dan
geraknya infolumenter dengan sendirinya. Refleks neonatalnya menetap.
Kerusakan terjadi di ganglia basalis (darah yang mengatur gerakan).
c. Aktaksik
Gangguan koordinasi, gerakannya melengkung juga, tapi biasanya
gangguan ditulang belakangnya, lehernya kaku dan tampak melengkung.
Gangguan ini biasanya menunjukkan perkembangan motorik yang
terlambat sehingga kehilangan keseimbangan yang dapat terlihat saat
anak belajar duduk. Kerusakan otaknya disereberum (daerah otak kecil).
6

d. Distonia
Ada yang ototnnya kaku dan ada juga yang lemas. Kerusakan otaknya
berada pada bagian korteks (bagian lapisan luar otak) dan di ganglia
basalis.
e. Balismus
Ada gerakan yang tidak terkoordinasi atau infolumenter, kadang juga
melengkung-elengkung. Kerusakan di ganglia basalis.
f. Campuran
Merupakan jenis CP dengan semua gabungan jenis diatas, kerusakan
ini bida terjadi didaerah otak mana aja.
Cerebral palsy juga bisa diklasifikasikan berdasarkan estimasi derjat
beratnya penyakit dan kemampan penderita untuk melakukan aktivitas
normal (Adnyana:1995,39).
a. Ringan
Penderita masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari sehingga sama
sekali tida atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusu.
b. Sedang
Aktivitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam
bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya
sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus,
diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara
sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup ditengah masyarakat dengan
baik.
c. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah
perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental
berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial emosional baik bagi
keluarganya maupun lingkungannya.

3. Etiologi
7

CP tidak disebabkan oleh satu penyebab. CP merupakan serangkaian


penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi memiliki penyebab yang
berbeda. Untuk mengetahui penyebab CP perlu digali mengenai hal bentuk
cerebral palsy, riwayat kesehatan ibu dan anak serta onset penyakitnya.
Sekitar 10-20% di USA anak penderita CP disebabkan karena
penyakit setelah lahir (presentase terssebut akan lebih tinggi pada negara-
negara berkembang). CP juga bisa terjadi karena kerusakan otak pada bulan-
bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa dari
infeksi otak, misalnya meningitis, bakteri atau encephalitis virus atau
merupakan hasil dari trauma kepala yang sering diakibatkan karena
kecelakaan lalu lintas, jatuh dan penganiayaan anak (Suharso, 2006: 10).
CP kongenital, pada satu sisi lainnya taampak pada saat kelahiran.
Pada banyak kasus, penyebab CP kongenital sering tidak diketahui.
Diperkirakan terjadi dengan kejadian spesifik pada masa kehamilan atau
sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan motorik pada otak yang sedang
berkembang. Beberapa penyebab CP kongeniital adalah:
a. Infeksi selama kehamilan
Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, hal ini
akan menyebabkan kerusakam sistem saraf yang sedang berkembang.
Infeksi lain yang dapat menyebabkan cedera otak fetus meliputi
cytomegalovirus dan toxoplasmosis. Pada saat ini sering dijumpai infeksi
meternal lain yang dihubungkan dengan cerebral palsy.
b. Ikterus neonatorum
Pigmen bilirubin merupakan komponen yang secara normal dijumpai
dalam jumlah kecil dalam darah, ini merupakan hasil produksi dari
pemecahan eritrosit. Jika banyak eritrosit mengalami kerusakan dalam
waktu yang singkat, misalnya dalam keadaan Rh/ABO inkompatibilitas,
bilirubin indirek akan meningkat dan menyebabkan ikterus. Ikterus berat
dan tidak diterapi dapat merusak sel otak secara permanen.
c. Kekurangan oksigen berat (Hipoksia Iskemik) pada otak atau
trauma kepala selama proses kehamilan.
Asphixia sering dijumpai pada bayi-bayi dengan kesulitan persalinan.
Aasphyxia menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi pada
8

Selain itu, terdapat tiga bagian penyebab terjadinya cerbral palsy


(Mardiani, 2006):
a. Sebelum lahir (pranatal)
Masalah bisa terjadi pada saat pembuahan bergabung dan sebelum
bayi dikandung sehingga menghasilkan keadaan yang tidak normal. Yang
berhubungan langsung dengan kerusakan jaringan syaraf. Adapaun
faktor-faktor lainnya, yaitu:
1) Ibu menderita penyakit atau infeksi
Hal ini merupakan bawaan lahir, gangguan pada bayi mungkin
muncul diawal kehamilan yaitu masa-masa penentu bagi pertumbuhan
dan perkembangan tubuh janin. Misalnya seorang ibu terserang
infeksi rubella, toxoplasma, atau sitomegola yaitu virus yang bisa
terjadi diusia kehamilan trimester ketiga. Penyebab lain, ibu
menderita penyakit berat seperti tifus, kolera, sifilis, malaria kronis,
TBC dan yang lainnya yang dapat mempengaruhi janin. Infeksi-
infeksi ini mengganggu perkembangan jaringan otak sehingga
menimbulkan kerusakan jaringan otak pada anak.
2) Perilaku Ibu
Ibu yang mengkonsumsi obat-obatan, merokok, minum-
minuman keras, begitu juga dengan ibu yang mengalami depresi dan
tekanan darah tinggi. Semua itu bisa merusak janin baik fisik maupun
mental.
3) Masalah Gizi
Ini berkaitan dengan masalah sosial ekonomi, ibu yang tinggal
dengan kondisi ekonomi yang kurang mampu sementara anaknya
banyak otomatis asupan gizinya pun akan berkurang. Masalah gizi ini
akan terbawa sampai anaknya lahir. Ibu yang menderita kekurangan
gizi akan berpengaruh pada pembentukan dan perkembangan otak
janinnya (dapat menyebabkan kerusakan jaringan diotak).
b. Saat lahir (perinatal)
1) Terkena Infeksi Jalan Lahir
Ini cukup sering mengakibatkan ketidaknormalan bayi karena
terjadi gangguan pada proses persalinan, jalan lahir kotor dan banyak
9

kuman. Jika ibu mempunyai infeksi TORCH, misal bayi bisa terkena
infeksi jalan lahir tersebut.
2) Hipoksis Iskemik Ensefalopati (HIE)
Saat lahir, bayi dalam keadaaan tidak sadar, bahkan tidak
menangis dan justru mengalami kejang hingga kekurangan oksigen ke
otak. Akibatnya jaringan otak rusak.
3) Kelahiran Yang Sulit
Pemakaian alat bantu seperti vakum saat persalinan tidak
bermasalah, yang bisa mengganggu bayi adalah lamanya dijalan lahir
karena berbagai penyebab, kepala bayi lebih besar dari pinggul ibu
atau ada lilitan tali pusat sehingga tertarik tidak mau keluar atau ibu
tidak kuat menahannya.
4) Asfiksia
Bayi lahir tidak bernafas, bisa karena paru-paru penuh cairan
atau karena ibu mendapatkan anastesi (obat bius) terlalu banyak.
5) Bayi Lahir Premature
Termasuk bayi beresiko tinggi mengalami gangguan karena
lahir belum waktunya atau kurang dari 32 minggu. Kemungkinan
jaringan organ tubuh dan jaringan otaknya belum sempurna.
6) Berat Lahir Rendah
Selain bobotnya rendah, bayi kekurangan nutrisi. Meski lahir
cukup bulan tetapi bobotnya kurang dari 2.500 gram, ini bisa terjadi
karena ibu kekurangan gizi pada saat hamil.
7) Pendarahan Otak
Pendarahan dibagian otak dapat mengakibatkan penyumbatan
sehingga anak menderita hidrocephalus ataupun microcephalus.
Pendarahan juga dapat menekan jaringan otak hingga terjadi
kelumpuhan.
8) Bayi Kuning
Merupakan keadaan bayi mengalami kuning yang berbahaya,
misalnya karena kelahiran inkompatibilitas golongan darah yaitu ibu
bergolongan darah O sedangkan bayinya A atau B. Selain itu bayi
yang mengalami hiperbilirubenimia atau kuning yang tinggi, lebih
dari 20mg/dl hingga bilirubin besarnya melekat di jaringan otak
10

terganggu, oleh sebab itu bayi kuning harus segera mendapatkan


penanganan yang tepat pada minggu-minggu pertama kejadian.
c. Sudah lahir (postnatal)
Biasanya paling rentan terjadi di usia-usia 0-3 tahun. Terdapat
penyebab-penyebab antara lain:
1) Infeksi Pada Selaput Otak Atau Pada Jaringan Otak
Umumnya bayi usia muda sangat rentan dengan penyakit,
misalnya tenginggitis dan ensepalitis pada usia setahun pertama. Ada
kemungkinan penyakit tersebut menyerang selaput otak bayi sehingga
menimbulkan gangguan pada perkembangan otaknya. Bila infeksinya
terjadi dibawah tiga tahun umunya akan mengakibatkan CP, sebab
pada waktu itu otak sedang dalam perkembangan menuju sempurna.
Jadi anak yang terkena infeksi meningitis radang selaput otak diusia 5
tahun dan menjadi lumpuh, ia tidak disebut CP melainkan komplikasi
meningitis.
2) Kejang
Dapat terjadi karena bayi terkena penyakit dan suhu tubuhnya tinggi
kemudian timbul kejang. Kejang dapat pula karena infeksi yang
dialami anak. Kemungkinan lain anak juga bisa menderita epilepsi.
3) Trauma Atau Benturan
Bayi yang sering mengalami jatuh dan menimbulkan luka
dikepala, apalagi dibagian dalam kepala atau pendarahan di otak dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otaknya. Kerusakan tergantung dari
hebat atau tidaknya benturan. Akibatnya, sebagian kecil jaringan otak
rusak. Memang tidak bisa dilihat secara pasti seberapa besar
kerusakan otak yang terjadi.

4. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa (sekitar
3lbs). Otak menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar
20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 40 kilo kalori energi setiap
11

harinya.3 Secara anatomi sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang


saraf spinal dan 12 pasang saraf cranial. Saraf perifer dapat terdiri dari
neuron-neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang
menuju ke sistem saraf pusat, dan atau menerima pesan-pesan neural
motorik (eferen) dari sistem syarat pusat. Saraf spinal menghantarkan
pesan-pesan tersebut maka saraf spinal dinamakan saraf campuran.
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen
membawa baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi
sensorik yang tidak disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf
campuran. Serabut-serabut aferennya membawa masukan dari organ-
organ visceral. Saraf parasimpatis adalah menurunkan kecepatan senyut
jantung dan pernafasan, dan meningkatkan pergerakkan saluran cerna
sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan.
b. Fisiologi
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat computer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang
terletak didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak
yang kuat. Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal4.
1) Otak dean menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta
hipotalamus.
2) Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus kuadrigeminus.
3) Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, serebellum.
Fisura atau sulkus membagi hemifer menjadi beberapa daerah.
Korteks serebri terlipat secara tidak teratur. Lekukan diantara gulungan
serebri disebut sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura
longitudinal dan lateralis. Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan
tulang yang berada diatasnya (lobus frontalis, temporalis, paarientalis,
oksipitalis).
Fisura longitudinal merupakan celah dalam pada bidang media
lateralis memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis sebelah

3
Evelyn C. Pearce, Anatomi Dan Fisiologo Untuk Paramedis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2017. Hlm, 340.
4
Evelyn C. Pearce, Anatomi Dan Fisiologo Untuk Paramedis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2017. Hlm, 341.
12

anterior dan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis


memisahkan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis juga
memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis.
a. Cerebrum (Otak Besar)
Merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak, berbentuk
telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-
masing disebut fosakranialis anterior atas dan media. Kedua
permukaan ini dilapisis oleh lapisan kelabu yaitu pada bagian korteks
serebral dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung
serabut syaraf. Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu: lobus
frontalis, pariantalis, temporalis dan oksipitalis.
Kosteks serebri selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut
fungsi dan banyaknya area. Cambel membagi bentuk korteks serebri
menjadi 20 area. Secara umum korteks dibagi menjadi empat bagian:
1) Korteks sensorik, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer
serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang
menangani suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi alat
yang bersnagkutan. Disamping itu juga korteks sensorik bagian
fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2) Korteks asiasi, tiap indera manusia korteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual,
ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah dan disimpan
serta dihubungkan dengan data lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut
psikokorteks.
3) Kosteks motoris menerima impuls dari korteks sensorik, fungsi
utamanya adalah kontrbusi pada taktus piramidalis yang mengatur
bagian tubuh kontralateral.
4) Kosteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan
dengan sikap mental dan kepribadian.
b. Batang Otak
13

1) Dienchepalon5, bagian batang otak paling atas terdapat diantara


serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang
terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul interna
dengan sudut menghadap ke samping. Fungsinya adalah
vasokontriktor (mengecilkan pembuluh darah), respirator
(membantu proses pernafasan), mengontrol kegiatan refleks, dan
membantu kerja jantung.
2) Mesensefalxon, atap dari mesenselfaxon terdiri dari empat bagian
yang menonjol ke atas. Dua disebelah atas disebut korpus
kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah selaput korpus
kuadrigeminus inferior. Serat nervus toklearis berjalan ke arah
dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsinya adalah
membantu pergerakkan mata dan mengangkat kelopak mata,
memutar mata dan pusat pergerakkan mata.
3) Pons varoli barikum pontis yang menguhubungkan mesensefalxon
dengan pons varoli dan dengan serebelum, terletak di depan
serebrum di antara otak tengah dan medula oblongata. Disini
terdapat premaktosid yang mengatur gerkan pernafasan dan
refleks. Fungsinya adalah penguhubung antara kedua bagian
serebrum dan juga antara medulla oblongata dengan serebelum
serta pusat saraf nervus trigeminus.
4) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang
paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla
spinalis. Bagian bawah medulla oblongata merupakan
bersambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla
oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah
bagian medulla oblongata. Fungsinya adalah mengontrol kerja
jantung, mengecilkan pembuluh darah, pusat pernafasan, dan
mengontrok kegiatasn refleks.
c. Cerebellum
Otak kecil dibagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakang oleh pons varoli

5
Evelyn C. Pearce, Anatomi Dan Fisiologo Untuk Paramedis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2017. Hlm, 345-346.
14

dan diatas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut


aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.
Bantuknya oval, bagian yang kecil pada sentral disebut vermis
dan bagian yang lebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum
berhubungan dengan batang otak melalui pundukulus serebri
inferior6. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai
serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan
serebellum ini menganndung zat kelabu. Korteks serebelum dibantuk
oleh substandi grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granula luar,
lapisan purkinye dan lapisan granular dalam. Serabut saraf yang msuk
dan yang keluar dari sebeoum harus melewati serebellum.

5. Patofisiologi
Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi,
hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergryiri,
saluran suci dan berat otak rendah. CP digambarkan sebagai kekacauan
pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat non-progresive atau
luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsy dapat
diakibatkan dengan suatu dasar kelainan (struktural otak, awal sebelum
dilahirkan, perinatal atau luka-luka atau kerugian setelah melahirkan dalam
kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi) .
Dalam beberapa kasus manifestasi atau etiologi dapat berhubungan
dengan daerah anatomi. Misal CP yang berhubungan dengan kelahiran
prematur yang disebabkan oleh infark hipoksia atau perdarahan dengan
leukomalasia di daerah yang berdekatan dengan ventrikel lateral dalam
antetoid jenis CP yang disebabkan oleh kenikterus dan kelainan genetik
metabolisme seperti gangguan mitokondria. Hemiplegia cerebral palsy sering
dikaitkan dengan serangan serebral vokal sekunder ke intra uterin atau
trombo emboli perinatal biasnaya akibat trombosis ibu atau gangguan
pembekuan herediter.
a. Cedera Otak atau Perkembangan Otak Yang Abnormal

6
Evelyn C. Pearce, Anatomi Dan Fisiologo Untuk Paramedis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2017. Hlm, 348.
15

Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera


atau perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi
klinis cerebral palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi
toxin atau infeksi, atauinsufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak
sebelum 20 minggu kehamilan dapat mengakibatkan defisit migrasi
neuronal; cedera antara minggu 26 dan 34 dapat mengakibatkan
leukomalacia periventricular (foci nekrosis coagulative pada whitematter
berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-
40dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal.
Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai
faktor padasaat cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak,
efisiensi aliran darah otak dan regulasi aliran darah, dan respon biokimia
jaringan otak untuk oksigenasi menurun.
b. Prematuritas dan Pembuluh Darah Serebral
Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah
otak danotak mungkin menjelaskan mengapa prematuritas merupakan
faktor risiko yangsignifikan untuk cerebral palsy. Sebelum matur,
distribusi sirkulasi janin dengan hasilotak pada kecenderungan
hipoperfusi ke white matter periventricular. Hipoperfusidapat
mengakibatkan perdarahan matriks germinal atau leukomalacia
periventricular.Antara minggu 26 dan 34 usia kehamilan, daerah white
matter periventricular dekatventrikel lateral yang paling rentan terhadap
cedera. Karena daerah-daerah membawaserat bertanggung jawab atas
kontrol motor dan tonus otot kaki, cedera dapat terjadidalam diplegia
spastik (yaitu, kelenturan dominan dan kelemahan kaki, dengan atautanpa
keterlibatan lengan tingkat yang lebih rendah).
c. Periventricular Leukomalacia
Ketika lesi lebih besar menjangkau daerah saraf descenden dari
korteks motor untuk melibatkan centrum semiovale dan korona radiata,
baik ekstremitas bawah danatas mungkin terlibat. Leukomalacia
periventricular umumnya simetris dan dianggapkarena cedera iskemik
white matter pada bayi prematur. Cedera asimetris untuk whitematter
periventricular dapat menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh
dariyang lain. Hasilnya meniru hemiplegia spastik tetapi lebih baik
16

dicirikan sebagaikejang diplegia asimetris. Matriks germinal kapiler di


daerah periventricular sangatrentan terhadap cedera hipoksia-iskemik
karena lokasi mereka di sebuah zonaperbatasan vaskular antara zona akhir
arteri striate dan thalamic. Selain itu, karenamereka adalah otak kapiler,
mereka memiliki kebutuhan tinggi untuk metabolisme oksidatif.
d. Perdarahan Periventricular-Perdarahan Intraventricular
Banyak pihak berwenang telah menentukan tingkatan beratnya
perdarahan periventricular-perdarahan intraventricular menggunakan
sistem klasifikasi awalnyadijelaskan oleh Papile dkk pada 1978 sebagai
berikut:
1) Grade I - Perdarahan subependymal dan/atau matriks germinal.
2) Grade II - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam
ventrikel lateraltanpa pembesaran ventrikel.
3) Grade III - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam
ventrikellateral dengan pembesaran ventrikel.
4) Grade IV - Sebuah perdarahan matriks germinal yang membedah dan
meluas keparenkim otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau tidak
adanya perdarahan intraventricular, juga disebut sebagai perdarahan
intraparenchymal saat ditemui di tempat lain di parenkim tersebut.
Perdarahan meluas ke white matter periventricular berkaitan dengan
perdarahan germinal ipsilateral perdarahan atau intraventricular
matriks yang disebut infark vena periventricular hemoragik.
e. Cedera Serebral Vaskular dan Hipoperfusi
Saat matur, ketika sirkulasi ke otak paling menyerupai sirkulasi
serebral dewasa, cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi
paling sering padadistribusi arteri serebral tengah, mengakibatkan
cerebral palsy spastik hemiplegia. Namun, otak matur juga rentan
terhadap hipoperfusi, yang sebagian besarmenargetkan daerah aliran dari
korteks (misalnya, akhir zona arteri serebral utama),mengakibatkan
cerebral palsy spastik quadriplegik. Ganglia basal juga dapat dipengaruhi,
sehingga cerebral palsy ekstrapiramidal atau dyskinetik.
6. Manfestasi Klinik
Hingga saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang
terjadi, yang dibagi dalam 4 kategori, yaitu:
17

a. Cerebral palsy spastik


Merupakan bentuk CP terbanyak (70-100%). Pada kondisi ini, otot
mengalami kekakuan dan secara permanen akan mengalami kontraktur.
Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, ketika penderita berjalana,
kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini
membentuk karakteristik ritme berjalan, yang dikenal dengan gait gunting
(scissors gait).
Anak dengan spastik hemipelgi, dapat disertai tremor hemiparesis.
Penderita tidak dapat mengendalikan gerakan tungkai pada satu sisi
tubuh. Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan yang berat.
Cerebral palsy spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang
terkenaa, yaitu:
1) Monoplegi: satu ekstremitas saja, biasanya lengan.
2) Diplegia: mengenai keempat ekstremitas. Tapi biasanya tungkai lebih
berat dari lengan.
3) Triplegia: mengenai tiga ekstremitas. Paling banyak kedua lengan dan
satu tungkai.
4) Quadriplegia: keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama.
5) Hemiplegia: mengenai salah satu sisi dari tubuh.
b. Cerebral palsy atetoid
Bentuk cerebral palsy ini memiliki karakteristik: penderita tidak bisa
mengendalikan gerakan menggeliat dan gerakannya lamban. Gerakan
abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada
sebagian besar kasus, otot dan lidah. Akibatnya, anak tampak
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Penderita juga mengalami
masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria), CP atetoid terjadi pada
11-19% penderita CP.
c. Cerebral palsy ataksid
Pada kondisi ini terjadi gangguan dalam fungsi keseimbangan dan
koordinasi gerakan. Berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki
terbuka lebar dan meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan.
Penderita juga kesulitan melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya
menulis dan mengancingkan baju. Mereka juga gemetaran.
d. Cerebral palsy campuran
18

Kondisi ini sering ditemukan pada seorang penderita. Biasanya


penderita memiliki lebih dari satu bentuk CP. Bentuk campuran yang
sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid. Tetapi, kombinasi
lainnya juga mungkin dijumpai.
Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderita untuk
melakukan aktivitas normal.
1) Derajat 1: tidak terdapat keterbatasan dalam berjalan.
2) Derajat 2: berjalan tanpa alat bantu, keterbatasan dalam berjalan
diluar rumah dan dilingkungan masyarakat.
3) Derajat 3: berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam
berjalan diluar rumah dan dilingkungan masyarakat.
4) Derajat 4: kemampuan bergerak senditi terbatas, menggunakan alat
bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar rumah dan
dilingkungan masyarakat (seperti: kursi roda atau skuter).
5) Derajat 5: kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun
sudah menggunakan alat bantu canggih.

7. Penatalaksanakan Kasus
a. Medik
Pengobatan kausal7 tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini
perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak,
neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog,
fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa
dan orang tua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien
yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan.
Fisioteraapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c. Tindakan Bedah
Bila terdapat hipertonus atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan
7
Aditya Stephana Mahendra, Cerebral Palsy, Banjarmasin: Universitas Lampung RSUD ULIN, 2012.
19

tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan


pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
d. Obat-Obatan
Tidak ada obat untuk cerebral palsy tetapi pelatihan otot awal dan
latihan khusus dapat bermanfaat dimulai sebelum anak mengembangkan
kebiasaan yang salah dan pola otot yang salah. Pencegahan komplikasi
dan membantu individu untuk menjalankan kehidupan sepenuhnya, hanya
dibatasi oleh gangguan otot dan gangguan sensori.
Pasien cereebral palsy (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah
baik, makin banyak gejala penyertaannya dan makin berat gejala
motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia
institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki
gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan
kejang. Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang
memberikan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP
tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat
muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe
spastik dan atetosis.
Pada penderita dengan kejang diberikan maintenanceanti kejang yang
disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin
dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan
benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba.
Pada keadaanchoreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine)
diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat
diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi hari dan 2,5 – 5 mg
pada waktu tengah hari.
e. Keperawatan
Masalah bergantung dari kerusakan otak yang terjadi. Pada umumnya
dijumpai adanya gangguan pergerakan sampai retardasi mental, dan
sebeerapa besarnya gangguan yang terjadi bergantung pada berat
ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Dewasa ini gangguan dari
pertumbuhan atau perkembangan janin dirumah-rumah bersalin yang
telah maju sudah dapat dideteksi sejak dini bila kehamilan dianggap
20

beresiko. Juga ramalan mengenai ramalan bayi dapat diduga bila


mengetahui keadaan pada saat perinatal (lihat penyebabnya).
Selain itu setelah diketahui dari patologi anatomi CP bahwa gejala ini
dapat terlihat pada bulan-bulan pertama setelah lahir, sebenarnya beratnya
gejala sisa mungkin dapat dikurangin jika dilakukan tindakan lebih dini.
Disinilah peranan perawat dapat dapat ikut mencegah kelainan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
1) Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang berisiko
(baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan atau
kelahirannya). Jika dijumpai adanya kejang atausikap bayi yang tidak
biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat
dilakukan penanganan semestinya.
2) Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada
otak walaupun selama diruang perawatan tidak terjadi kelainan agar
dipesankan pada orang tua atau ibunya jika melihat sikap bayi yang
tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
g. Redukasi dan Rehabilitasi
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang
penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya.
Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist.
Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua atau
famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya
mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi
di lingkungan hidupnya sendiri8.
Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang
diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk
aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif.
Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu
istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara
tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan sepanjang hidup
penderita.
Selain fisioterapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat
inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa
8
Addini Setia Ningtyas, Makalah Cerebral Palsy, Palembang: Universitas Sriwajaya, 2017.
21

bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat


dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan
dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak
biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersama-sama sehingga
tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua
janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial
dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
sebral palsi di tegakkan9.
b. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
c. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
d. Foto rontgen kepala.
e. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan.
f. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari reterdasi
mental.

B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien dan penanggung jawab pasien.
b. Kaji riwayat kehamilan ibu.
c. Kaji riwayat persalinan.
d. Identifikasi anak yang mempunyai resiko.
e. Kaji iritabel anak, biasanya kesukaran dalam makan atau menelan,
perkembangan terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan
kurang, postur tubuh yang abnorma, refleks bayi yang persisten, ataxic,
kurangnya tonus otot.
f. Keluhan utama dan manifestasi klinik10
9
Addini Setia Ningtyas, Makalah Cerebral Palsy, Palembang: Universitas Sriwajaya, 2017.
10
Fitriyani, Laporan Hasil Tutorial Keperawatan Anak II Cerebral Palsy, Yogyakarta: Sekolah tinggi
Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah, 2013.
22

Observasi adanya manifestasi cerebral palsy, khusunya yang berhubungan


dengan pencapaian perkembangan:
1) Perlambatan perkembangan motorik kasar
Manifestasi umum, keterlambatan pada semua pencapaian motorik,
namun meningkat sejalan dengan pertumbuhan.
2) Tampilan motorik abnormal
Penggunaan tangan unilateral yang terlalu dini, merangkak asimetris
abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak
terkoordinasi, buruh menghisap, kesulitan makan, sariawan lidah yang
menetap.
3) Perubahan tonus otot
Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur
opiostotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku saat
menegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok,
kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke
posisi duduk (tanda awal).
4) Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi
telungkup, menyilangkan atau mengekstensikan kaki dengan telapak
kaki plantar fleksi pada posisi telentang, lengan abduksi pada bahu,
siku flaksi, tangan mengepal.
5) Abnormalitas refleks
Rekleks infantile primitive menetap (reklek leher tonik ada pada usia
berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), refleks moro, plantar
dan mengggenggam menetap atau hiperaktif, hiperefleksia, klonus
pergelangan kaki da reflek meregang muncul pada banyak kelompok
otot pada gerakan pasif cepat.
6) Kelainan penyerta (bisa ada, bisa juga tidak)
Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-
kira dua pertiga individu). Kerusakan perilaku dan hubungan
interpersonal. Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada cerebral
palsy adalah kecerdasan dibawah normal, keterbelakangan mental,
gangguan menghisap atau makan, pernafasan yang tidak teratur,
gangguan perkembangan kemapuan motorik, gangguan berbicara
23

(disatria), gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, kontraktur


persendian dan gerakan terbatas.
g. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor prenatal, natal
dan post natal serta keadaan sekitar kelahiran11.
1) Riwayat kesehatan dahulu: kelahiran premaatur dan trauma lahir.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang: kelemahan otot, retardasi mental,
gangguan hebat-hipotonia, melempat atau hisap makanan, gangguan
bicara, visual dan mendengar.
h. Pemeriksaan fisik
1) Muskuloskeletal: spastisitas, ataksia.
2) Neurosensorik: gangguan menangkap suara tinggi, gangguan bicara,
anak berliur, bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya.
3) Nutrisi: intake yang kurang.
i. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus,
seringnya terjadi hipotonik yang diikuti dengan hipertonik,
ketidaknormalan postur dan keterlambatan perkembangan motorik.
1) Ct scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat.
2) Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton
tunggal untuk melihat metabolisme dan perfusi otak.
3) MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
4) Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah
diagnosis CP ditegakkan.
5) Pemeriksaan elektro ensefalografi dilakukan pada penderita kejang
atau pada golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang
tidak.
6) Foto kepala (X-ray) dan CT-scan diperlukan untuk menentukan
tingkat pendidikan yang diperlukan.

2. Diagnosa dan Intervensi

11
Fitriyani, Laporan Hasil Tutorial Keperawatan Anak II Cerebral Palsy, Yogyakarta: Sekolah tinggi
Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah, 2013.
24

a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan proses


menelan12
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : pemenuhan nutrisi pasien 1) Ajarkan pola makan yang
adekuat. teratur.
Kriteria Hasil: 2) Anjurkan untuk berpastisifasi
1) Adanya kemajuan peningkatan dalam program latihan atau
berat badan. kegiatan.
2) Berat badan pasien normal atau 3) Anjurkan menjaga kebersihan
ideal sesuai usia pasien. mulut.
4) Kolaborasikan dengan ahli gizi
dalam pemberian nutrisi.

b. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskular pada sistem


pendengaran13
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: pasien mampu melakukan 1) Kaji derajat disfungsi pada
proses komunikasi dalam sistem pendengaran yang alami.
kekurangan yang ada. 2) Perhatikan kesalahan dalam
Kriteria Hasil: komunikasi dan berikan umpan
1) Adanya pemahaman tentang balik.
masalah komunikasi. 3) Berikan metode komunikasi
2) Menggunakan sumber-sumber alternatif, seperti menulis di
dalam komunikasi dengan papan tulis, gambar. Berikan
tepat. petunjuk visual (gerakan
3) Mampu menggunakan metode tangan, gambar-gambar, daftar
komunikasi untuk kebutuhan, demontrasi).
mengekspresikan kebutuhan. 4) Kolaborasikan dengan ahli
terapi wicara.

12
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid. 3, Yogyakarta: MediAction, 2015.
13
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid. 3, Yogyakarta: MediAction, 2015.
25

c. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan otot14


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: pasien mampu melakukan 1) Kaji kemampuan secara
aktivitas. fungsional atau luasnya
Kriteria Hasil: kerusakan.
1) Mampu mempertahankan posisi 2) Berikan aktifitas ringan yang
optimal dan fungsi yang dapat dikerjakan pasien.
dibuktikan dengan tidak adanya 3) Libatkan anak dalam mengatur
kontraktur. jadwal harian dann memilih
2) Meningkatkan kekuatan dan aktifitas yang diinginkan.
fungsi bagian tubuh yang 4) Bantu pasien dalam pergerakan
terganggu. dan latikan dengan
3) Mempu menggunakan teknik menggunakan ekstremitas yang
untuk melakukan aktivitas. tidak sakit.
5) Kolaborasikan dengan ahli
fisioterapi.

d. Resiko cedera b.d penurunan fungsi motorik15


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: pasien terhindar dari resiko 1) Identifikasi faktor yang
cedera. mempengaruhi kebutuhan
Kriteria Hasil: keamanan.
1) Pasien dan keluarga 2) Identifikasi faktor lingkungan
menyatakan pemahaman faktor yang memungkinkan terjadinya
yang menyebabkan cidera. cedera.
2) Pasien menunjukkan perubahan 3) Berikan materi pendidikan
perilaku, pola hidup untuk kepada keluarga yang
menurunkan faktor resiko dan berhubungan dengan tindakan
untuk melindungi diri dari

14
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid. 3, Yogyakarta: MediAction, 2015.
15
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid. 3, Yogyakarta: MediAction, 2015.
26

cedera. pencegahan terhadap cedera.


4) Berikan informasi kepada
keluarga terhadap bahaya
lingkungan dan karakteristik.

3. Implementasi
Implementasi keperawatan16 merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan
dapat bersifat mandiri maupun kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan
perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

4. Evaluasi
a. Pemenuhan nutrisi pasien adekuat.
b. Pasien mampu melakukan aktivitas.
c. Pasien mampu melakukan proses komunikasi dalam kekurangan yang
ada.
d. Pasien terhindar dari resiko cedera.

16
Prima Mahartanto, Laporan Pendahuluan Dengan Cerebral Palsy, Banjarbaru: Politeknik Kesehatan
Banjarmasin. 2014.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas maka penyusun dapat menyimpulkan
bahwa cerebral palsy adalah suatu kelainan otak yang ditandai dengan gangguan
mengontrol hingga timbul kesulitan dalam bergerak dan meletakkan posisi tubuh
disertai gangguan fungsi tubuh lainnya akibat kerusakan atau kelainan fungsi
bagian otak tertentu pada bayi atau anak dapat terjadi ketika bayi dalam
kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering disertai dengan epilepsy dan
ketidaknormalan bicara, penglihatan, kecerdasan kurang, buruknya pengendalian
otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.
Cerebraal palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Spastik diplegia, untuk pertama kali dideskripsikan oleh Little
(1860), merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai
cerebral palsy.
CP tidak disebabkan oleh satu penyebab. CP merupakan serangkaian
penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi memiliki penyebab yang
berbeda. Untuk mengetahui penyebab CP perlu digali mengenai hal bentuk
cerebral palsy, riwayat kesehatan ibu dan anak serta onset penyakitnya.
Pada kondisi ini, otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan
mengalami kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, ketika
penderita berjalana, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran
klinis ini membentuk karakteristik ritme berjalan, yang dikenal dengan gait
gunting (scissors gait).
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja
sama yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog, psikiater,
dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational
therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien.
Diagnosa yang biasa sering muncul adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan otot. Maka dari itu perawat melakukan beberapa
intervensi yaitu kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan,

27
28

berikan aktifitas ringan yang dapat dikerjakan pasien, libatkan anak dalam
mengatur jadwal harian dann memilih aktifitas yang diinginkan, bantu pasien
dalam pergerakan dan latikan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit
dan kolaborasikan dengan ahli fisioterapi. Sehingga pada saat evaluasi bisa
tercapai yang diharapkan yaitu pasien melakukan aktivitas.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, penyusun mengharapkan dalam memberikan
asuhan keperawatan dapat memberikan yang terbaik, sesuai dengan penelitian-
penelitian yang sudah ada. Dan sebagai tenaga kesehatan terutama perawat harus
lebih sering melakukan penyuluhan kepada masyarakat, agar mereka dapat
mencegah penyakit terkait pada sistem persyarafan terutama dengan penyakit
pada anak yaitu cerebral palsy.
DAFTAR PUSTAKA

Addini Setia Ningtyas, Makalah Cerebral Palsy, Palembang: Universitas


Sriwajaya, 2017.
Aditya Stephana Mahendra, Cerebral Palsy, Banjarmasin: Universitas
Lampung RSUD ULIN, 2012.
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid. 3, Yogyakarta:
MediAction, 2015.
Evelyn C. Pearce, Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2017.
Fitriyani, Laporan Hasil Tutorial Keperawatan Anak II Cerebral Palsy,
Yogyakarta: Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah, 2013.
Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman:
NelsonTextbook of Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.
Prima Mahartanto, Laporan Pendahuluan Dengan Cerebral Palsy,
Banjarbaru: Politeknik Kesehatan Banjarmasin. 2014.

29

Anda mungkin juga menyukai