PROPTOSIS OS ET CAUSA
PSEUDOTUMOR ORBITA
Oleh :
dr. Kevin
Pembimbing :
2. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan mata secara teliti sangat diperlukan,antara lain pada visus,
adanya penurunan visus dapat dicurigai adanya tumor di intrakonal.
Perhatikan pula perubahan pada struktur organ lainnya, seperti
palpebra(jaringan parut, retraksi palpebra atau perdarahan), konjungtiva,
kornea(erosi akibat penonjolan bola mata yang menyebabkan lagoftalmus),
kamera okuli anterior, iris(nevi, neovaskularisasi), pupil (reflek pupil),
fundus(atrofi papil atau edema papil, striae retina). Pemeriksaan dapat
dilanjutkan pada otot bola mata, lapang pandang dan tekanan intraokular.
3. Pemeriksaan Orbita
i. Pengukuran Proptosis, untuk mengetahui derajat proptosis
dengan membandingkan ukuran kedua mata.
Normalnya nilai penonjolan tidak melebihi 20 mm atau beda
kedua mata tidak lebih dari 3 mm. Pengukuran dilakukan
dengan eksoftalmometer Hertel.
2. Pemeriksaan Sekunder
Pemeriksaan sekunder biasanya dilakukan dengan indikasi, pada kasus-kasus
tertentu. Termasuk dalam pemeriksaan sekunder adalah venography,
arteriography, serta CT dan MR angiography. 1,4
a. Venography, digunakan untuk menilai kelainan varises dan sinus kavernosus
dengan menyuntikkan kontras di vena frontal atau vena angularis. Karena
aliran darah akan menghasilkan sinyal kosong pada MRI, abnormalitas vena
yang lebih besar dan strukturnya dapat divisualisasikan dengan baik pada MR
venography. Pada beberapa malformasi pembuluh darah orbitocranial atau
fistula, paling baik diakses melalui vena oftalmika superior. 1,4
b. Arteriography, adalah gold standard untuk mendiagnosa kelainan arteri seperti
aneurisma dan malformasi arteri-vena. Kateter retrograde pada pembuluh
darah cerebral dilakukan lewat arteri femoralis. Namun, dapat terjadi
komplikasi neurologis dan pembuluh darah karena teknik pemasangan kateter
dan suntikan pewarna radiopak ke dalam sistem arteri, tes ini digunakan untuk
pasien dengan probabilitas tinggi dengan lesi. Pemeriksaan ini dianjurkan bila
terdapat kesulitan membedakan massa dengan kelainan vaskular. Indikasi
arteriografi harus benar-nbenar terseleksi pada penderita terutama pada
penderita dngan lesi intrakranial atau lesi arterial seperti aneurisma. 1,4
c. CT dan MR Angiography, pemeriksaan ini memungkinkan untuk pemeriksa
dalam mendapatkan gambaran tentang arteri-vena malformasi, aneurysma, dan
arteriovenous fistula, tetapi disertai resiko dan ketidaknyamanan pasien
dengan pemasangan kateter intravaskular dan penyuntikan material kontras.
MR angiography kurang sensitif dibanding dengan direct angiography untuk
mengidentifikasi carotid atau dural cavernous sinus fistula.
5
d. Saat memutuskan untuk melakukan pemeriksaan, ahli mata sebaiknya
berdiskusi dengan ahli radiologi tentang suspek lesi dan menentukan
pemeriksaan imaging yang terbaik untuk pasien. 1,4
3. Patologi
Pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan penunjang akhir yang
menentukan diagnosis, spesimen jaringan didapatkan dari tindakan orbitotomi
untuk mengambil lesi tersebut. Cara pemeriksaan yang bisa digunakan adalah
frozen section. Frozen section adalah sarana untuk menegakkan diagnosis
histopatologik dengan cepat, saat penderita masih di kamar bedah. Cara ini
dipakai pada pengelolaan proses keganasan, yang memungkinkan ahli bedah
melanjutkan tindakan bedahnya atau terapi definitif lain yang diperlukan. Indikasi
frozen section yang spesifik adalah: 1,4
1. Menentukan jenis penyakit, apakah tumor tersebut hanya merupakan suatu
peradangan atau neoplasma. Bila tumor merupakan neoplasma, potong beku
menentukan tumor jinak atau ganas
2. Identifikasi jaringan
3. Menentukan luas penyakit, menetapkan batas sayatan atau menetapkan ada
tidaknya metastasis di dalam kelenjar limfe
4. Menentukan apakah jaringan biopsi sudah adekuat
Pseudotumor Orbita
Pseudotumor orbita merupakan radang di jaringan sekitar mata (orbit dan adneksa).
Radang orbital sering terlihat seperti tumor dan karena itu disebut pseudotumor orbital.
Etiologi pseudotumor orbital tidak diketahui, namun dari beberapa penelitian mengatakan
eritema, proptosis, ptosis, diplopia dan nyeri. CT-Scan biasanya menunjukan infiltrate difus
6
dari orbit, perdangan pada dinding mata (sclera). Pemeriksaan biopsy dapat sangat membantu
dalam mendiagnosis.
7
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Umur : 10 tahun
Pekerjaan : Siswa
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
Agama : Islam
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri dan mata kiri sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien merasa nyeri dan bengkak pada mata kiri, nyeri dirasakan sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien tertimpa buah kelapa di bagian
belakang kepala sebelah kiri sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Kemudian
mata kiri pasien mulai bengkak dan nyeri jika digerakkan. Pasien juga menderita
demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak timbul secara
perlahan. Riwayat pingsan setelah trauma disangkal, riwayat sakit kepala dan
muntah-muntah (+).
Tidak ada
8
Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
6. Riwayat kebiasaan
C. Pemeriksaan Fisik
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 39oC
2. Status Oftalmikus
jernih
Kornea Jernih
9
Lensa Jernih Jernih
Segmen Posterior
Refleks fundus (+) uniform (+) uniform
Retina perdarahan (-) sde
Bulat, batas tegas, warna
Papil N. II sde
vital , CPR 0,3
Makula Refleks fovea (+) sde
D. Tatalaksana
1. Medikamentosa
Metronidazole 3 x 250mg
10
Lyteers 3 x 1gtt OS
Levofloxacin 3 x 1 gtt
Gentamicin 3 x 1 app OS
2. Non-Medikamentosa
FOLLOW UP
28/11/2017
S : Mata kiri nyeri, kabur, disertai menonjol keluar.
O:
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 6/6 6/12
Tekanan Intraokuler Normal/palpasi Normal/palpasi
Segmen Anterior
Edema superior et
Palpebra Edema (-) inferior (+), proptosis
(+)
Injeksi (+) perdarahan (-),
jernih
Kornea Jernih
11
Segmen Posterior
Refleks fundus (+) uniform (+) uniform
Retina perdarahan (-) Perdarahan(-)
Bulat, batas tegas, warna Hiperemis(+), batas tidak
Papil N. II
vital , CPR 0,3 tegas daerah superonasal
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
29/11/2017
S : Mata kiri nyeri dan kabur, semakin menonjol keluar
O:
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 6/9 2/60
Tekanan Intraokuler Normal/palpasi Normal/palpasi
Segmen Anterior
Edema superior et inferior (+),
Palpebra Edema (-)
proptosis (+)
Injeksi (+) perdarahan (-),
kemosis (+)
Konjungtiva Dalam Batas Normal
jernih
Kornea Jernih
12
Segmen Posterior
Refleks fundus (+) uniform (+) uniform
Retina perdarahan (-) Perdarahan(-)
Bulat, batas tegas, warna vital , Hiperemis(+), batas tidak tegas
Papil N. II
CPR 0,3 daerah superonasal
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
A : Selulitis Orbita OS
P: Ceftriaxone inj 2x1,5 gr
Metronidazole 3x250 mg tab
Levofloxacin 3 x 1 gtt
Gentamicin Zalf mata 3x1 app os
29/11/2017 (Div.NO)
S : Mata kiri nyeri dan kabur
O:
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 6/9 2/60
Tekanan Intraokuler Normal/palpasi Normal/palpasi
Segmen Anterior
Edema superior et inferior (+),
Palpebra Edema (-)
proptosis (+), Ptosis (+)
Infeksi (+) perdarahan (-),
kemosis (+)
Konjungtiva Dalam Batas Normal
jernih
Kornea Jernih
13
Refleks fundus (+) uniform (+) uniform
Retina perdarahan (-) Perdarahan(-)
Bulat, batas tegas, warna vital , Hiperemis(+), batas tidak tegas
Papil N. II
CPR 0,4 daerah superonasal, warna vital
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
100 100 0 0
14
30/11/2017
S : Mata kiri nyeri dan bengkak
O:
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 6/6 6/60
Tekanan Intraokuler Normal/palpasi N+1/palpasi
Segmen Anterior
Edema (+),hiperemis (+),
Palpebra Edema (-)
Ptosis(+), Proptosis (+)
Injeksi (+) perdarahan (-),
Jernih
Kornea Jernih
15
CPR 0,3 tegas daerah superonasal
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
30/11/2017 (Div.NO)
S : Mata kiri menonjol, nyeri (-), demam (-)
O:
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 6/6 6/60
Tekanan Intraokuler Normal/palpasi Normal/palpasi
Segmen Anterior
Edema superior et
Palpebra Edema (-) inferior (+), proptosis
(+), Ptosis (+)
Infeksi (+) perdarahan (-),
jernih
Kornea Jernih
16
Segmen Posterior
Refleks fundus (+) uniform (+) uniform
Retina perdarahan (-) Perdarahan(-)
Hiperemis(+), batas
Bulat, batas tegas, warna
Papil N. II tidak tegas daerah
vital , CPR 0,3
superonasal, warna vital
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
100 100 0 0
1/12/2017
17
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 6/6 6/60
Tekanan Intraokuler Normal/palpasi Normal/palpasi
Segmen Anterior
Edema (+),hiperemis (+),
Palpebra Edema (-)
Ptosis(+), Proptosis (+)
Injeksi (+) perdarahan (-),
Abrasi(+)
Kornea Jernih
5/12/2017
18
Infeksi (+) perdarahan (-),
jernih
Kornea Jernih
100 100 90 90
19
A : Proptosis ec Pseudotumor Orbita OS
P: Ceftriaxone inj 2x1,5 gr STOP
Metronidazole 3x250 mg tab STOP
Gentamicin Zalf mata 3x1 app os
Levofloxacin 3 x 1 gtt
20
CT SCAN : Kesan : Selulitis Orbita disertai suspek retrobulbar hemorrhage OS, tulang intak.
21
RESUME
Pasien anak laki-laki 10 tahun datang ke IGD Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
dengan keluhan nyeri mata kiri sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa nyeri
dan bengkak pada mata kiri, nyeri dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sebelumnya pasien tertimpa buah kelapa di bagian belakang kepala sebelah kiri sejak 10 hari
sebelum masuk rumah sakit. Kemudian mata kiri pasien mulai bengkak dan nyeri jika
digerakkan. Pasien juga menderita demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan. Demam (+)Pada
pemeriksaan visus didapatkan mata kiri 6/6 dan mata kanan 6/12. Pada pemeriksaan segmen
anterior didapatkan palpebra mata kiri edema (+) dan kanan dalam batas normal. Pada
pemeriksaan konjungtiva mata kiri injeksi (+), kemosis (+) dan tidak ada perdarahn.
Pemeriksaan iris dan pupil dalam batas normal. Pemeriksaan lensa jernih pada kedua mata.
Leukositosis (+). CT scan: selulitis orbita OS dan suspek perdarahan retrobulbar OS. Jawaban
Konsul THT : Susp. Sinusitis Maxilaris + cerumen +/+
Pada hari rawat kedua, mata kiri pasien mengalami penurunan visus menjadi 2/60, proptosis
(+) Hertel 18/28, injeksi konjungtiva dan kemosis, pergerakan bola mata kiri terhambat ke
segala arah, Ishihara, BST, CST, CT dalam batas normal. Bruit (-).
Diagnosis kerja proptosis ec pseudotumor orbita OS dd/ selulitis orbita. Pasien diterapi
dengan antibiotik intravena, analgetik, steroid, dan NSAIDS.
Visus membaik di hari rawat ke sepuluh (VOS 6/20). Proptosis berkurang dengan Hertel
18/24 mm. Nyeri dan demam (-). Pasien dipulangkan dengan obat per oral.
22
BAB III
DISKUSI
Penyebab tersering proptosis pada anak-anak adalah infeksi terutama selulitis orbita
bakterial. Pada awalnya, diagnosis pada pasien ini adalah selulitis orbita yang ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan
kepustakaan, selulitis orbita ditandai dengan adanya edema palpebara, proptosis,
terhambatnya pergerakan bola mata dan nyeri pada pergerakan bola mata, demam, dan
adanya leukositosis. Pasien pada kasus ini menunjukkan semua tanda di atas sehingga
diagnosis proptosis ec selulitis orbita dapat ditegakkan, selulitis orbita juga sering disertai
dengan fokus infeksi lain berupa sinusitis pada sinus paranasal. Pada pasien ini didapatkan
adanya supek sinusitis berdasarkan hasil konsul ke THT sehingga menunjang diagnosis
selulitis orbita. Diagnosis juga ditunjang oleh hasil pemeriksaan CT scan. Diferensial
diagnosis lain untuk kasus proptosis pada kasus ini adalah carotid-cavernous fistula (CCF),
nonspecific orbital inflammation (NSOI), tumor jinak dan tumor ganas orbita.
Satu hal yang menarik dari kasus ini ialah proptosis yang meningkat pada hari rawat
kedua dan tidak mengalami perbaikan hingga hari rawat ke sepuluh proptosis terebut
mengalami perbaikan secara tiba-tiba sehingga dipikirkan kemungkinan diagnosis CCF
mengingat adanya riwayat trauma kepala pada pasien, tetapi diagnosis ini dapat disingkirkan
karena tidak didapatkan adanya bruit dan tidak ada proptosis bilateral seperti yang disebutkan
dalam kepustakaan. Selain itu, bagian Neurologi juga melakukan pemeriksaan penunjang
berupa transcranial Doppler dan tidak didapatkan adanya fistula.
Diagnosis tumor orbita pada pasien ini dapat disingkirkan karena tidak ditemukan
adanya massa pada pemeriksaan CT scan, saran pemeriksaan untuk kasus proptosis adalah
MRI kepala sentrasi orbita dengan kontras untuk mencari kelainan pada soft tissue jaringan
orbita. Pada pasien ini pemeriksaan direncanakan untuk mencari penyebab proptosis selain
selulitis orbita seperti apakah ada massa maupun perdarahan retrobulbar tetapi tidak jadi
dilakukan karena pada hari rawat ke sepuluh didapatkan berkurangnya proptosis secara tiba-
tiba yang menunjukkan adanya perbaikan.
Pada hari rawat inap selanjutnya, didapatkan bahwa proptosis yang tidak membaik
meski diberikan antibiotic sistemik dan menunjukkan penurunan leukosit dan hilangnya
demam membuat diagnosis selulitis orbita diragukan. Akhirnya diagnosis Pseudotumor orbita
ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yaitu adanya proptosis, nyeri, kemosis, dan
23
gangguan pergerakan bola mata. Menurut kepustakaan, pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menunjang diagnosis pseudotumor orbita adalah CT Scan atau MRI sentrasi
orbita untuk melihat adanya penebalan jaringan otot ekstraokular karena inflamasi non
spesifik.
Proptosis dan edema yang menetap pada kasus ini terutama disebabkan karena adanya
edema akibat inflamasi non spesifik dari pseudotumor orbita yang bisa ditangani dengan
pemberian steroid atau NSAIDS. Setelah diselidiki, ternyata pasien ini tidak mau meminum
obat tersebut dengan alasan pahit dan selama perawatan obat itu disimpan diam-diam di
bawah bantal pasien. Setelah dilakukan edukasi pada pasien, akhirnya pasien mau minum
obat tersebut dan pada hari rawat ke sepuluh dalam satu malam terjadi perbaikan pada
proptosis dan menurunnya edema secara bermakna. Pada kasus ini memberikan pembelajaran
bahwa compliance atau kepatuhan pasien terhadap terapi dari dokter merupakan salah satu
faktor utama dalam usaha kuratif terhadap penyakit sehingga dibutuhkan adanya pengawasan
yang ketat baik dari pihak tenaga medis, paramedis, dan keluarga pasien.
24
BAB V
KESIMPULAN
Proptosis merupakan tanda kelainan pada orbita yang memiliki beberapa etiologi.
Etiologi dari proptosis dapat berupa infeksi seperti selulitis orbita, inflamasi seperti NSOI,
vaskuler dan trauma seperti CCF, maupun tumor jinak maupun ganas. Evaluasi terhadap
proptosis untuk menegakkan diagnosis pasti dan etiologi harus dilakukan secara sistematis
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang adekuat.
Pasien proptosis pada kasus ini merupakan proptosis yang disebabkan oleh
pseudotumor orbita berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dengan diagnosis banding berupa CCF, selulitis orbita, perdarahan retrobulbar, dan massa.
Namun, semua diagnosis banding ini dapat disingkirkan karena adanya perbaikan setelah
dilakukan terapi terutama proptosis yang berkurang dengan steroid dan NSAIDS.
25
DAFTAR PUSTAKA
26